ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENURUNAN KADAR GULA DARAH PADA DIABETESI TIPE II Analysis of Factors that Influences Blood Glucose Level Decrease in Type II Diabetesi Dewi Prasetyani 1 * 1 STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap Jl. Cerme No. 24 Sidanegara Cilacap *(prasetyanidewi78@gmail.com) ABSTRAK Komplikasi pada Diabetes Melitus (DM) dapat dihambat melalui kemampuan diabetesi menjaga kadar gula darah selalu normal atau mendekati batas normal. Berbagai penelitian menghasilkan informasi yang berbeda tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kadar gula darah pada diabetesi. Faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kadar gula darah adalah usia, jenis kelamin, lama DM, pengetahuan, pendidikan, dukungan keluarga, stress, jenis obat yang dikonsumsi dan patient empowerment. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kadar gula darah pada diabetesi tipe II. Desain penelitian adalah cross sectional dengan 98 responden yang ditentukan menggunakan teknik consecutive sampling. Analisis data menggunakan regresi linier berganda menunjukkan hubungan signifikan antara diabetes patient empowerment (DES) dengan kontrol gula darah (HbA1c) setelah dikontrol dengan pengetahuan dan jenis terapi DM (p = 0.023). Penelitian ini menyimpulkan bahwa setiap peningkatan 1 skor empowerment akan menurunkan gula darah sebesar 0.53%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka perlu dikembangkan manajemen penatalaksanaan DM tipe II berbasis empowerment khususnya dalam pemberian edukasi DM. Kata Kunci : diabetesi tipe II, penurunan kadar gula darah ABSTRACT Diabetes Melitus (DM) complication can be prevented by keeping the blood glucose in normal level. Some studies showed various factors influencing the blood glucose level. The factors were age, gender, duration of diabetes, knowledge, education, family supports, stress, type of drugs and patient empowerment. This study aimed to identify factors that contribute to blood glucose level decrease in diabetes type II. Research design was cross sectional, sample size of 98 respondents were determined using a consecutive sampling technique. The results of data analysis using multiple linear regression showed a significant relationship between diabetes patient empowerment (DES) with blood glucose control (HbA1c) in type II diabetes melitus patients after controlling with knowledge and regimen therapeutic of DM (p = 0.023). The study concluded that every increase in 1 score of empowerment will low a 0.53% of blood glucose control. The results suggest that diabetes patient education should be based on patient empowerment approach. Keywords: blood glucose level, type II diabetesi Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. X, No. 1. Maret 2017 24
PENDAHULUAN Peningkatan jumlah kasus DM menjadi perhatian dunia karena semakin meningkat. Indonesia menempati peringkat keempat untuk jumlah kasus DM tipe II terbanyak di dunia serta kedua terbesar di Asia. WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2030 jumlah kasus DM tipe II di Indonesia akan meningkat menjadi 21,3 juta jiwa ( World Health Organization, 2014). Masalah utama yang dihadapi diabetesi adalah peningkatan kadar gula darah (KGD) yang dapat memicu terjadinya komplikasi. Komplikasi dapat memperburuk kondisi dan menurunkan kualitas hidup pasien (Inzucchi et al., 2005). Masalah tersebut dapat diminimalkan jika diabetesi mampu mengontrol KGD selalu dalam batas atau mendekati nilai normal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap penurunan 1% kadar HbA1c berhubungan dengan penurunan komplikasi mikrovaskuler sebesar 37%, (Stratton et al., 2000). Sedangkan hasil penelitian The Diabetes Control and Complications Trials (2002) menunjukkan bahwa penurunan 10% kadar HbA1c dapat menurunkan terjadinya retinopati (44%), mikroalbuminuria (25%), makroalbuminuria (44%), neurop ati (30%) dan meningkatkan kualitas hidup diabetes (20%). Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut, maka pengukuran kadar HbA1c dianjurkan sebagai indikator kemampuan kontrol KGD jangka panjang pada pasien DM tipe II (ADA, 2013). Upaya pengendalian KGD bukan hal yang mudah dilakukan oleh diabetesi. Data di Indonesia menunjukkan bahwa 68% diabetesi tidak mampu mengontrol KGD (Soewondo et al., 2010). Beberapa penelitian menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan mengontrol KGD pada diabetesi, yaitu: usia, jenis kelamin, lama DM, pendidikan, pengetahuan, dukungan keluarga, komplikasi, stress, jenis terapi yang dikonsumsi, kemampuan self care, dan empowerment (Funnell & Anderson, 2004; Tengland, 2012). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi kemampuan kontrol KGD pada diabetesi tipe II. METODE Penelitian cross sectional ini dilakukan di klinik diabetes RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto (RSMS) dan poliklinik dalam RSUD Banyumas. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei Juni 2015. Besar sampel 98 orang yang diseleksi menggunakan teknik consecutive sampling. Diabetesi yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah diabetesi yang menjalani rawat jalan, sedang tidak mengalami penyakit infeksi, tidak menggunakan obat golongan kortikosteroid dan memiliki hasil pemeriksaan HbA1c 3 bulan terakhir. Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. X, No. 1. Maret 2017 25
Data dikumpulkan menggunakan kuesioner, yaitu 1) Karakteristik responden (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama DM, terapi DM yang digunakan dan hasil HbA1c 3 bulan terakhir); 2) Diabetes Empowerment Scale (DES) untuk mengukur empowerment; 3) Pengukur skala dukungan keluarga; 4) Perceived Stress Scale (PSS) untuk mengukur tingkat stress responden, dan 5) Diabetes Knowledge Test (DKT) untuk mengukur pengetahuan tentang DM. responden Analisis bivariat menggunakan uji t-test independent dan uji kruskal-wallis khusus untuk variabel terapi DM. Analisis multivariat menggunakan uji regresi linear ganda untuk mengetahui faktor yang paling dominan mempengaruhi penurunan KGD. HASIL Tabel 1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penurunan KGD pada Diabetes Tipe II Variabel Kategori f (%) Umur 65 tahun 66 67.3 65 tahun 32 32.7 Jeniskelamin Laki-laki 38 38.8 Perempuan 60 61.2 Tingkat Dasar 48 49.0 pendidikan Lanjut 50 51.0 Lama DM 6 tahun 43 43.9 6 tahun 55 56.1 Dukungan Rendah 29 29.6 keluarga Tinggi 69 70.4 Stress Tidak stress 85 86.7 Stress 13 13.3 Pengetahuan Kurang 54 55.1 Baik 44 44.9 Terapi Oral 42 42.9 Insulin 33 33.7 Kombinasi 23 23.5 Empowerment Tidak empowerment Empowerment 56 42 57.1 42.9 Responden terdiri dari 38 laki-laki dan 60 perempuan yang sebagian besar berada pada kelompok umur 65 tahun (67.3%). Mayoritas memiliki tingkat pendidikan lanjut (51%), mengalami DM sudah 6 tahun (56.1%), dengan dukungan keluarga yang tinggi (70.4%) dan tidak mengalami stress (86.7%). Sebesar 55.1% responden memiliki pengetahuan kurang tentang DM. Prosentase reponden yang menggunakan terapi oral paling tinggi yaitu 42.9%, terapi insulin 33.7% dan terapi kombinasi oral dan insulin 23.5%. Terdapat sebesar 57.1% responden tidak empowerment dan memiliki rata-rata kadar HbA1c 8.02% dengan standar deviasi 1.191. Tabel 2. Hasil pemodelan akhir analisis multivariat Variabel B Beta p Diabetes patient empowerment value -0.538-0.225 0.023 R square Pengetahuan -1.054-0.442 0.000 Terapi 0.466 0.311 0.000 0.515 Hasil analisis lanjut menunjukkan adanya hubungan signifikan antara tingkat pendidikan, pengetahuan, jenis terapi dan diabetes patient empowerment dengan penurunan kadar gula darah (p = 0.005, p = 0.000, p = 0.000, p = 0.006; α = 0.05). Setelah dilakukan uji regresi linear ganda, hasilnya menunjukkan bahwa diabetes patient empowerment merupakan faktor yang Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. X, No. 1. Maret 2017 26
paling dominan terhadap penurunan kadar gula darah setelah dikontrol dengan pengetahuan dan terapi DM (p = 0.023; α = 0.05). Setiap peningkatan 1 skor empowerment akan menurunkan kadar HbA1c sebesar 0.53%. Persamaan hasil analisis multivariat disajikan dalam bagan 1. PEMBAHASAN Hasil penelitian menggambarkan bahwa jumlah diabetesi perempuan yang mengalami DM lebih banyak dibandingkan laki-laki. Kondisi tersebut dapat disebabkan oleh adanya perbedaan komposisi lemak tubuh dan kadar hormon seksual antara perempuan dan laki-laki dewasa. Kadar lemak normal pada laki-laki berkisar antara 15 20% sedangkan pada perempuan berkisar antara 20 25% dari berat badan (Ernawati, et al., 2004). Kadar HbA1c pada perempuan usia lebih dari 50 tahun lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Hal ini diduga akibat penurunan hormon estrogen pada perempuan yang mengalami menopause (Yang et al., 1997). Penurunan hormon estrogen juga menyebabkan peningkatan cadangan lemak tubuh terutama di daerah abdomen (Thorand et al., 2007). Mayoritas diabetesi tidak memiliki empowerment. Kurangnya empowerment dipengaruhi oleh pengetahuan diabetesi yang kurang tentang DM. Hal ini ditunjukkan dari hasil pengukuran variabel pengetahuan dalam penelitian ini yang menunjukkan bahwa mayoritas diabetesi memiliki pengetahuan yang kurang tentang DM. Ciri pasien yang memiliki empowerment salah satunya ditunjukkan dari tingkat pengetahuan yang baik tentang DM (An derson et al., 2000). Pengetahuan dibutuhkan oleh individu untuk meningkatkan kemampuannya dalam memilih dan memutuskan tindakan yang tepat untuk mengontrol penyakitnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar gula darah (HbA1c) diabetesi berada pada kategori buruk (Perkeni, 2011). Kondisi ini disebabkan oleh kepatuhan diabetesi yang masih rendah dalam pengendalian gula darah khususnya self-care DM. Kepatuhan yang rendah dapat disebabkan oleh kurangnya empowerment dan pengetahuan tentang DM. Hal ini didukung oleh pendapat Anderson & Funnell (2010 ), yang menjelaskan bahwa diabetesi yang memiliki empowerment akan menunjukkan perilaku self-care yang baik, efikasi diri yang baik dan kadar HbA1c yang terkontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diabetes patient empowerment merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi kontrol gula darah pada diabetesi, dimana diabetesi yang memiliki empowerment kontrol gula darahnya lebih baik dibandingkan diabetesi yang tidak memiliki empowerment. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Tang et al (2010) dan Steinsbekk Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. X, No. 1. Maret 2017 27
et al (2013), yang menjelaskan bahwa diabetesi yang memiliki empowerment meningkat kemampuannya dalam melakukan kontrol gula darah, ditunjukkan dengan hasil HbA1c terkontrol dan kondisi psikologis yang membaik serta perubahan gaya hidup yang positif. Empowerment dibutuhkan oleh diabetesi untuk tetap konsisten dalam melakukan pengendalian gula darah. Karena sebesar 98% perawatan DM dilakukan sendiri oleh diabetesi sehingga diabetesi bertanggung jawab dan memegang kendali penuh atas pembuatan keputusan dalam pengelolaan DM (Anderson & Funnel, 2010). Diabetesi akan memiliki kemampuan menyusun sendiri target kontrol gula darahnya, memiliki rasa tanggung jawab atas perilakunya dan mampu menghadapi masalah-masalah yang terjadi pada dirinya. Diabetesi yang memiliki empowerment akan menunjukkan tingkat pengetahuan yang baik tentang DM, mematuhi pengobatan dan memiliki perilaku self-care yang baik, sehingga pada akhirnya akan memiliki kontrol gula darah yang terkontrol. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa pengetahuan dan jenis terapi DM merupakan variabel confounding dalam penelitian ini. Kontribusi pengetahuan dalam hubungan diabetes patient empowerment dengan kontrol gula darah sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa untuk dapat menumbuhkan empowerment individu harus memiliki pengetahuan. Sedangkan kontribusi terapi DM disebabkan efikasi obat dan kepatuhan minum obat yang cenderung tinggi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kepatuhan minum obat pada pasien DM tipe II lebih tinggi dibandingkan kepatuhan dalam melakukan self-care (Delamater, 2006). KESIMPULAN 1. Kontrol gula darah (HbA1C) diebetesi masuk dalam kategori buruk. 2. Terdapat hubungan signifikan antara tingkat pendidikan, pengetahuan, jenis terapi dan diabetes patient empowerment dengan penurunan kadar gula darah (HbA1C). 3. Diabetes patient empowerment merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi penurunan kadar gula darah pada diabetesi setelah dikontrol oleh pengetahuan dan jenis terapi DM 4. Setiap peningkatan 1 skor diabetes patient empowerment akan menurunkan kontrol gula darah (HbA1c) sebesar 0.53% setelah dikontrol oleh pengetahuan dan terapi DM. Semakin tinggi pengetahuan pasien DM tipe II akan menurunkan kontrol gula darah (HbA1c) sebesar 1.05%. Semakin komplek jenis terapi DM yang digunakan pasien akan Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. X, No. 1. Maret 2017 28
meningkatkan kontrol gula darah (HbA1c) sebesar 0.46%. UCAPAN TERIMA KASIH Peneliti mengucapkan terima kasih kepada UPT Penelitian dan Pengabdian Masyarakat STIKES Al Irsyad Al Islamiyyah Cilacap atas terselenggaranya penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA American Diabetes Association (ADA). (2013). Standards of medical care in diabetes. Diabetes Care, 36, 11 66 Anderson, R. M., Funnell, M. M., Fitzgerald, J. T., & Marrero, D. G. (2000). The diabetes empowerment scale : A measure of psychosocial self-efficacy. Diabetes Care, 23, 739-743 Anderson, R.M. & Funnell, M. M. (2010). Patient empowerment : Myths and misconceptions. Patient Education Counseling, 79, 277 282 Ernawati, F., Muhardiyatiningsih, Effendi, R. & Herman, S. (2004). Profil distribusi lemak tubuh dan lemak darah dewasa di pedesaan dan perkotaan. Penelitian Gizi Makan (PGM), 27, 1 9 Funnell, M. M. & Anderson, R. M. (2004). Empowerment and self-management of diabetes. Clinical Diabetes, 2, 123-127 Inzucchi S., Porte D., Sherwin S & Baron A. (2005). The diabetes melitus manual : A primary care companion to Ellenberg and Rifkin s.(6th ed). United State : The Mc.Graw Hill Companion. Soewondo, P., Soegondo, S., Suastika, K., Pranoto, A.,Soeatmadji, D. W., & Tjokroprawiro, A. (2010). The DiabCare Asia 2008 study Outcomes on kontrol and complications of type 2 diabetic patients in Indonesia. Med J Indones., 19, 235 244 Tang, T.,S., Funnell, M. M., Brown, M. B., & Kurlander, J. E. (2010). Self - management support in real-world setting : An empowerment-based intervention. Patient Education Counseling.79, 178 184 Tengland, P. A. (2012). Behaviour change or empowerment : On the ethics of healthpromotion strategies. Public Health Ethics, 5, 140 153 The Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) (2002). Effect of intensive therapy on the microvasculer complications of type 1 diabetes melitus. JAMA, 287, 2563-2569 International Diabetes Federation (IDF). (2013). IDF diabetes atlas. (6th ed). Diunduh pada tanggal 19 Februari 2015 dari http://www.idf.org/diabetesatlas Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni). (2011). Konsensus pengendalian dan pencegahan diabetes mellitus tipe II di Indonesia 2011. Diunduh pada tanggal 5 Desember 2014 dari http://www.perkeni.org World Health Organization (WHO). (2014). Global status reports on noncommunicable diseases 2014. Diunduh pada tanggal 19 Februari 2015 dari http://www.who.int. Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. X, No. 1. Maret 2017 29