BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan kesempatan untuk pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. memandang remaja itu sebagai kanak-kanak, tapi tidak juga sebagai orang

BAB 1 PENDAHULUAN. 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga itu adalah yang terdiri dari orang tua (suami-istri) dan anak. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan pertumbuhan tersebut, salah satu fase penting dan menjadi pusat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

golongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara fisik maupun psikologis. Menurut BKKBN (2011 ), keluarga adalah unit

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Remaja adalah mereka yang berada pada tahap transisi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. mengenal awal kehidupannya. Tidak hanya diawal saja atau sejak lahir, tetapi keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju. dewasa. Dimana pada masa ini banyak terjadi berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Kasus perceraian di Indonesia saat ini bukanlah menjadi suatu hal yang asing

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II. Tinjauan Pustaka

Self-Esteem (Harga Diri)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. peralihan dari satu tahap anak-anak menuju ke tahap dewasa dan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. mereka dan membangun citra tubuh atau body image). Pada umumnya remaja putri

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. prenatal sampai fase lanjut usia. Di antara rentang fase-fase tersebut salah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan citra individual mengenai gambaran tubuh mereka. Salah satu tugas

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja adalah masa tumbuh dan berkembang dimana terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. penduduk besar. Jumlah penduduk yang besar ini telah membawa Indonesia

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpasang-pasangan. Allah SWT telah menentukan dan memilih jodoh untuk

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang dalam bahasa Inggris adolesence, berasal dari bahasa latin

BAB I PENDAHULUAN. menjadi perhatian serius bagi orang tua, praktisi pendidikan, ataupun remaja

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Pentingnya kehidupan keluarga yang sehat atau harmonis bagi remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang memiliki ciri-ciri salah satunya yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB I PENDAHULUAN. terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, maupun sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. satunya ditentukan oleh komunikasi interpersonal suami istri tersebut. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN. Individu disadari atau tidak harus menjalani tuntutan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu bagi siapa yang hendak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja menunjukkan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

SELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara)

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

BAB 2 LANDASAN TEORI. terjadi ketika seseorang atau organisme mencoba untuk mengubah cara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. (usia 18 sampai 20 tahun) (WHO, 2013). Remaja merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan suatu periode transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa (Santrock, 2012). Remaja merupakan usia peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa, selama periode ini anak mengalami perubahan fisik, psikologis dan sosial (Pieter & lumongga, 2010). Masa remaja adalah suatu fase perkembangan yang dinamis dan mengalami perubahan serta persoalan dalam kehidupan seorang individu, Perubahan tersebut meliputi perubahan fisik, perilaku, kognitif, biologis dan emosi, sedangkan persoalan pada remaja itu meliputi persoalan sosial, aspek emosional, aspek fisik dan keluarga, sekolah dan kelompok teman sebaya (Stuart, 2013). Remaja secara berangsur-angsur akan timbul kematangan fisik, mental, akal, kejiwaan, dan sosial serta emosional (Wong, 2011). Menurut World Health Organization (WHO, 2013), yang dikatakan usia remaja adalah kelompok umur 10-19 tahun. Masa remaja terbagi atas tiga subfase yang jelas, yaitu masa remaja awal (11-14 tahun), masa remaja pertengahan (15-17 tahun) dan masa remaja akhir (18-20 tahun). Masa remaja disebut sebagai masa kritis karena pada masa ini remaja banyak mengalami konflik. Perilaku seperti tawuran antar pelajar, miras, obat-obatan terlarang, bahkan pembunuhan bermotif dendam atau 1

2 kecemburuan dapat disebabkan atau dipengaruhi oleh macam-macam hal, seperti lingkungan, pergaulan, pengalaman, dan salah satunya adalah gangguan konsep diri, apakah itu ideal diri, gangguan identitas, gangguan peran, atau harga diri yang rendah (Sosiawan, 2012). Roslina (2013), menyatakan secara psikologis, remaja adalah sosok yang sangat emosional dan sensitif. Mereka akan sangat sensitif terhadap berbagai masalah terutama masalah harga diri, bukan hanya harga dirinya sendiri tetapi juga keluarga dan orang terdekatnya. Jika remaja dapat menyelesaikan masalah harga diri yang di terimanya maka itu akan jadi respon positif baginya dan sebaliknya jika remaja tersebut tidak dapat menyelesaikan masalah harga diri yang dialaminya maka itu akan menjadi respon negatif padanya yang berujung harga diri rendah. Papalia (2009), menjelaskan bahwa pembentukan harga diri individu terjadi sejak usia pertengahan kanak-kanak dan terus berkembang sampai remaja akhir. Harga diri tumbuh dari interaksi sosial dan pengalaman individu baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan sehingga akan membentuk harga diri positif atau negatif. Santrock (2007), mengungkapkan rendahnya harga diri pada remaja menyebabkan rasa tidak nyaman secara emosional dan dapat menimbulkan banyak masalah. Dampak dari harga diri rendah yang terjadi pada remaja dapat menimbulkan emosi dan perilaku yang negatif tentang diri sendiri dan menghindari resiko. Remaja yang memandang dirinya memiliki harga diri yang rendah akan mengalami kegagalan dalam memperoleh kepuasan, tidak

3 berdaya, tidak bersemangat dan kurang percaya diri akan kemampuannya untuk mengatasi masalah. Yusuf (2008), menyebutkan bahwa ketika individu memiliki harga diri tinggi, individu tersebut akan merasa bahagia, aman, mendapatkan kasih sayang, ketenangan, pikiran yang jelas, dapat menahan diri dan spontanitas sehingga individu tersebut dapat mengatasi masalah remaja yang terjadi pada dirinya. Harga diri merupakan keseluruhan cara yang digunakan untuk mengevaluasi diri kita, dimana harga diri merupakan perbandingan antara ideal-self dengan real-self (Santrock, 2012). Baron & Byrne (2012), juga berpendapat bahwa harga diri adalah evaluasi diri yang dibuat oleh setiap individu, sikap orang terhadap dirinya sendiri dalam rentang dimensi positif sampai negatif. Coopersmith (1967, dalam Ghufron & Risnawati, 2010), mengatakan bahwa harga diri merupakan evaluasi yang di buat individu dan kebiasaan memandang dirinya, terutama sikap menerima, menolak dan indikasi besarnya kepercayaan individu terhadap kemampuan, keberartian, kesuksesan, keberhargaan. Branden (dalam Gandaputra, 2009), menyatakan bahwa self-esteem mengandung nilai kelangsungan hidup (survival value) yang merupakan suatu kebutuhan dasar bagi manusia, sehingga mampu memberikan sumbangan bermakna bagi perkembangan pribadi yang normal dan sehat. Harga diri sangat berpengaruh pada masa remaja atau masa pubertas, karena pada saat ini harga diri mengalami perubahan, karena banyak keputusan yang harus dibuat menyangkut dirinya sendiri. Remaja dituntut untuk menentukan

4 pilihan, posisi peran dan memutuskan apakah ia mampu meraih sukses dari suatu bidang tertentu, apakah ia dapat berpartisipasi atau diterima diberbagai macam aktivitas sosial (Suliswati, 2005). Sebuah penelitian meta analisis terbaru tentang harga diri pada wanita secara bermakna lebih rendah daripada harga diri pada pria, hal ini terutama terdapat pada masa pertengahan remaja yang mengalami puncak usia sekitar 16 tahun. Analisis ini mencoba melihat kohesi keluarga dan kejadian hidup yang penuh tekanan dan didapatkan adanya penurunan harga diri yang jelas dan progresif pada remaja perempuan usia 12 tahun sampai dengan 17 tahun, namun harga diri pada anak laki-laki cenderung stabil pada masa-masa yang sama (Andri & Kusumawardhani, 2010). Penelitian yang dilakukan Reasoner (dalam Santrock, 2007) menunjukkan 12% individu diindikasikan mengalami penurunan harga diri setelah memasuki sekolah menengah pertama dan 13% memiliki harga diri yang rendah pada sekolah mengah atas. Menurut Kearney-Cooke (dalam Guindon, 2010) Harga diri mengalami kemunduran pada usia awal remaja, lebih khususnya bagi wanita dimana secara signifikan mengalami tingkat harga diri yang paling rendah, sementara memiliki harga diri yang tinggi pada perasaan tertekan. Menurut Santrock (2007), self esteem cenderung menurun dimasa remaja perempuan usia 12-17 tahun, sebaliknya self esteem meningkat diantara remaja laki-laki dari usia 12 hingga 14 tahun, kemudian menurun hingga usia 16 tahun, meningkat diusia 20-an, mendatar di usia 30-an, dan meningkat di usia 50-60 tahun kemudian menurun di usai 70 80 tahun, disebagian besar usia

5 umumnya laki-laki memperlihatkan self esteem yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Menurut Feist & Feist (2010), harga diri yang rendah berakibat pada munculnya keraguan diri, tidak menghargai diri, dan kurangnya rasa percaya diri. Sedangkan menurut Alwisol (2010), anak yang memiliki harga diri rendah akan cenderung menunjukan perasaan dan sikap frustasi karena kebutuhan akan harga diri tidak dikapat terpenuhi dengan baik. Menurut Michener, DeLamater, & Myers (dalam Anggraeni, 2010), menyebutkan bahwa faktor dalam pembentukan harga diri salah satunya adalah family experience yaitu hubungan antara orang tua dan anak, karena konsep diri yang dibangun mencerminkan gambaran diri yang dikomunikasikan dan disampaikan oleh orang-orang yang terpenting dalam hidupnya. Menurut Coopersmith (1967, dalam Ghufron, 2010), menyebutkan faktor yang mempengaruhi harga diri antara lain faktor jenis kelamin, intelegensi, kondisi fisik, lingkungan keluarga dan lingkungan sosial. Nirwana (2011), menyatakan faktor faktor yang menyebabkan remaja mengalami harga diri rendah pada masa remaja antara lain adalah faktor lingkungan dan keluarga. Keluarga sebagai sistem pendukung utama untuk membantu seseorang meningkatkan harga dirinya (Dermawan, 2013). Menurut Baldwin dan Hoffman (dalam Guindon, 2010) dukungan keluarga yang kuat memiliki efek positif pada harga diri remaja dan sebaliknya dukungan keluarga yang kurang akan memiliki efek negatif pada harga diri remaja dan akan

6 mengalami kesehatan mental yaang buruk, perkembangan sosial yang terhambat dan memiliki kesejahteraan yang lebih buruk. Sebuah studi yang dilakukan oleh Lian dan yusoof (2009), ditemukan bahwa ketika kohesivitas keluarga meningkat, self esteem pada remaja juga meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Dalam studi ini, kohesi keluarga didasarkan pada jumlah waktu yang digunakan oleh keluarga untuk berkumpul bersama, kualitas komunikasi, dan sejauh mana remaja dilibatkan dalam pengambilan keputusan keluarga. Harga diri remaja tidak luput dipengaruhi oleh peran lingkungan, salah satunya adalah lingkungan keluarga. Remaja yang dibesarkan dari keluarga yang broken home dapat menyebabkan pengaruh-pengaruh negatif terhadap perkembangan sosial remaja. Remaja yang hubungan keluarganya kurang baik juga dapat mengembangkan hubungan yang buruk dengan orangorang di luar rumah (Roro, 2015). Menurut Kelly dan Emery (2003), disimpulkan bahwa perceraian adalah penyebab yang sangat serius dan akan berdampak pada masalah perilaku dan emosional pada anak-anak dan remaja. Broken home memiliki banyak arti, bisa di karenakan adanya perselisihan atau percekcokan antara suami istri, akan tetapi tetap tinggal satu rumah dan bisa juga broken home diartikan kehancuran rumah tangga sampai terjadi perceraian kedua orang tua (vendi, 2009). Broken home adalah kurangnya perhatian dari keluarga atau kurangnya kasih sayang dari orang tua sehingga membuat mental seorang anak menjadi frustasi, brutal dan susah

7 diatur (Munir, 2011). Menurut willis (2011) broken home dapat diartikan sebagai keluarga yang strukturnya tidak utuh karena salah satu dari keluarga itu meninggal atau bercerai, dan bisa juga di artikan orang tua tidak bercerai akan tetapi sturktur keluarga tidak utuh lagi karena ayah atau ibu tidak di rumah dan tidak memperlihatkan serta memiliki hubungan kasih sayang dan komunikasi yang baik. Vendi (2009), mengatakan bahwa anak dari keluarga bercerai memiliki masalah dalam sekolah, harga diri yang rendah, masalah perilaku, distress, dan kesulitan dalam penyesuaian. Eagan (2004), mengatakan pada remaja dari keluarga bercerai akan terlibat dalam perilaku kenakalan, aktivitas seks lebih awal dan masalah-masalah akademis. Perceraian merupakan peristiwa di kehidupan keluarga yang dapat mempengaruhi keadaan psikis dan fisik seluruh anggota keluarga baik itu suami dan istri yang bercerai maupun anak (Werdyaningrum, 2013). Seiring dengan datangnya modernisasi, tingkat perceraian di Indonesia menjadi meningkat. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN, 2013), menyatakan bahwa rasio tingkat perceraian dan ketidakharmonisan keluarga di Indonesia sangat tinggi. Menurut Anwar Saadi (2016), selaku Kasubdit (Kepala Sub Direktorat) Kepenghuluan Direktorat Urais dan Binsyar Kementrian Agama membenarkan peningkatan tren perpisahan suami istri di Indonesia. Berdasarkan data yang di peroleh sejak tahun 2009-2016, terlihat kenaikan angka perceraian mencapai 16 hingga 20 persen. Kementerian Agama (Kemenag) Sumatera Barat mencatat 18.270

8 perceraian dalam kurun 2013 hingga 2015. Kasus tertinggi di Kota Padang sebanyak 3.058 dan terendah di Pesisir Selatan 467 kasus. Perceraian orang tua akan mempengaruhi harga diri dari remaja, seperti penelitian yang dilakukan Mokenen (2014) dimana hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan harga diri remaja dari keluarga yang bercerai dengan harga diri remaja dari keluarga yang utuh. Penelitian Elfhag, et al., (2010) juga mengatakan bahwa anak yang hidup dengan orang tua tunggal memiliki harga diri yang lebih rendah jika di bandingkan dengan anak yang dibesarkan dengan kedua orang tua. Penelitian Putri (2010), juga mengatakan bahwa remaja dari keluarga bercerai memiliki harga diri lebih rendah daripada remaja yang keluarganya tidak bercerai. Survey awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 3 februari 2017 dengan wawancara langsung guru bimbingan dan konseling (BK) di SMK Negeri 1 Painan, mengatakan bahwa rata-rata di setiap kelas ada satu atau dua anak dari keluarga broken home. Guru BK mengatakan bahwa anak yang broken home cenderung memiliki kepercayaan diri yang rendah & minder dalam berteman. Selain itu pada tanggal 15 april 2017 peneliti juga melakukan wawancara dengan 4 orang siswa yang berasal dari keluarga broken home yang berusia 16-18 tahun. Dimana dari 4 orang siswa tersebut ada 3 siswa yang memiliki harga diri yang rendah dan 1 orang siswa memiliki harga diri yang tinggi. 4 siswa memiliki latar belakang keluarga yang orang tua nya

9 bercerai. Pada survey kedua ini peneliti mendapatkan data jumlah siswa sebanyak 65 siswa berasal dari keluarga yang broken home. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang Hubungan Broken Home Dengan Harga Diri Remaja di SMK Negeri 1 Painan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah Apakah Ada Hubungan Broken Home Dengan Harga Diri Remaja di SMK Negeri 1 Painan? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum a. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan broken home dengan harga diri remaja di SMK Negeri 1 Painan 2. Tujuan Khusus a. Diketahuinya distribusi frekuensi Harga diri pada remaja di SMK Negeri 1 Painan b. Diketahuinya distribusi frekuensi broken home pada remaja di SMK Negeri 1 Painan c. Diketahuinya hubungan broken home dengan harga diri remaja di SMK Negeri 1 Painan

10 D. Manfaat penelitian 1. Bagi Keilmuan Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan ilmu, meningkatkan dan menambah referensi bidang keperawatan khususnya mengenai hubungan broken home dengan harga diri remaja dan dapat memberikan pendidikan dan kesadaran kepada masyarakat tentang pengaruh yang bisa terjadi pada remaja dengan keluarga broken home. 2. Bagi Orang Tua Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi orang tua sebagai informasi serta pengetahuan mengenai harga diri yang dimiliki oleh remaja dengan keluarga yang broken home. 3. Bagi Sekolah Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai bahan pengetahuan bagi siswa dan guru untuk lebih mengetahui harga diri yang dimiliki oleh anak yang berasal dari keluarga broken home. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi penelitian untuk peneliti selanjutnya dengan ruang lingkup yang sama ataupun merubah variabel dan tempat penelitian.