1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia usaha penerbangan saat ini telah berkembang pesat dengan berbagai perubahan strategi bagi operator dalam menggunakan berbagai model penerbangan salah satu yang unik yang disebut Airline Low Cost Carrier (LCC) jasa penerbangan (moda transportasi udara) dengan pelayanan murah ini dijalankan semata mata hanya untuk kembali kepada intinya untuk mengangkut penumpang dari satu tempat ke tempat lain yang dituju. Penerbangan ini menggunakan strategi penurunan harga jual dan biaya operasi (operating cost), dengan penurunan biaya ini maskapai penerbangan melakukan hal hal diluar kebiasaan maskapai pada umumnya. Bagi penerbangan full flight service yang memiliki value added (nilai tambah) dengan penambahan katering, koran dan majalah, in flight entertainment, in flight shop, lounge, free taxy after landing, exclusive frequent flyer services bahkan seperti hotel berbintang tinggi dimana penumpang dapat menikmati pelayanan lebih selama masa penerbangan yang dianggap dapat meletihkan akibat tekanan udara dan resiko ketinggian. Sebaliknya penerbangan LCC melalukan eliminasi beberapa layanan yang dianggap tidak terlalu perlu dengan pengurangan catering, meminimalisasi reservasi dengan bantuan teknologi IT yang dianggap
2 mahal biayanya, sehingga merupakan suatu tuntutan untuk berinovasi dalam hal layanan nampak sederhana dan cepat dalam usaha transportasi udara. Eliminasi dalam bidang pelayanan dan fasilitas untuk penumpang membuat penurunan biaya, namun tetap menjaga faktor keamanan dan keselamatan penerbangan. Penurunan biaya operasional yang tidak terlalu diperlukan diharapkan dapat menekan harga tiket pesawat sehingga dapat menjangkau daya beli penumpang pada kelas bawah yang lebih luas. Perkembangan penerbangan LCC ini semakin pesat dengan persaingan harga yang sangat kompetitif. Berbagai cara dilakukan maskapai untuk dapat menarik perhatian penumpang agar menggunakan jasa layanan LCC, yang sering terjadi di Indonesia adalah persaingan harga tiket penerbangan yang sangat murah bahkan lebih murah jika menggunakan moda transportasi lainnya. Seperti iklan salah satu penerbangan yang dipasang di web site nya dengan harga yang hampir tidak masuk akal bila dihitungkan dengan biaya operasionalnya, sebagai berikut: rute Medan Penang Rp 95.000,-, Bandung Singapura Rp 175.000,-, Jakarta Penang Rp 195.000,-, untuk membuat konsumen tertarik biasanya penerbangan bekerja sama dengan pihak akomodasi dengan memberikan harga akomodasi yang juga sangat terjangkau. Menyikapi persaingan ini merupakan perhatian yang serius bagi pimpinan perusahaan penerbangan LCC di Indonesia khususnya penerbangan Citilink yang
3 merupakan anak perusahaan Garuda Indonesia dalam menjalankan strategi operasinya agar dapat bersaing (survival) dengan maskapai penerbangan sejenis. Citilink sempat dinyatakan stop beroperasi sementara oleh Direktur Angkutan Udara Ditjen Perhubungan udara Tri S. Sunoko (ref. detikcom tanggal 12 Maret 2008) namun dalam pernyataan tersebut beliau juga menjanjikan bahwa Citilink akan kembali beroperasi pada kwartal I 2008. Sementara menurut perusahaan induknya Citilink berhenti beroperasi dikarenakan adanya penataan ulang (repositioning) operasi penerbangan (ref. annual report Garuda Indonesia 2009). Penerbangan LCC ini merombak struktur manajemennya dan membangun infrastruktur IT agar dapat membenahi sistem pelayanannya untuk dapat beroperasi kembali. Citilink kembali beroperasi pada bulan September 2008 dengan perubahan home base di Surabaya, setelah melakukan pembenahan manajemen dan operasionalnya dalam mempersiapkan Citilink menjadi true Low Cost Carrier. Sayangnya hingga saat ini, dalam penataan sistem Citilink masih gabung dengan perusahaan induk PT Garuda Indonesia, Tbk. digunakan untuk mengukur kinerja SBU Citilink. Namun, karena perbedaan sistem jasa penerbangan dari induk perusahaan yang bisnis modelnya lebih kompleks, tidak semua modul dapat dipergunakan oleh manajemen Citilink demi efisiensi biaya, hal ini menimbulkan kurang optimalnya penggunaan sistem pengoperasiannya sehingga tidak dapat memberikan dampak yang berarti bagi operasional LCC ini. Bagi operasi LCC ini
4 (masih banyak transaksi yang belum inline atau tersambung dengan sistem modul ini). Hal ini dipandang perlu bagi operator penerbangan untuk menggunakan sistem Enterprise Resources Planning Route Profitability (ERP RP) bagi Citilink agar lebih mandiri, sehingga dapat membantu manajemen untuk mendapatkan informasi operasional dalam memberikan keputusan terhadap rute yang akan maupun yang sedang diterbangi oleh Citilink. ERP RP ini diharapkan dapat menghemat operasional perusahaan ini (low cost) agar dapat mengurangi harga penjualan tiket (low fare), sehingga dapat bersaing dengan penerbangan LCC lainnya, sekaligus mempertahankan bisnisnya survival bahkan mencapai visi dan misi sebagai perusahaan yang menguntungkan dan berkontribusi terhadap induk perusahan. Investasi ERP RP pada penerbangan LCC tidaklah dapat dikatakan murah, sistem ini bisa mencapai harga milyaran rupiah. Namun, menurut analisa peneliti sistem ini sebaiknya diimplementasikan untuk dapat mengeendalikan operasi dengan menekan biaya operasional serta memberikan harga tiket yang bersaing kepada konsumen dan yang terpenting dapat menjadi alat untuk pencapaian strategi bisnis yang sangat ketat dan sarat persaingan di era globalisasi saat ini. Implementasi sistem ERP lebih dikhususkan pada rute (network) karena rute saat ini menjadi peluang bisnis LCC yang paling besar. Banyak rute domestik di negeri ini yang sudah diterbangi oleh LCC dari perusahaan lain sehingga
5 diperlukan analisis yang lebih detail sehingga dapat menghitung biaya operasional yang dapat menguntungkan perusahaan. Rute yang diperhitungkan secara konseptual melalui kebijakan yang dijalankan agar dapat menghemat biaya operasional seperti bahan bakar (avtur), biaya airport seperti biaya pendaratan, pelayanan navigasi dan lain lain, demikian juga dari sisi juga dari sisi revenue kebijakan yang dikeluarkan untuk menghadapi perang tarif antara maskapai penerbangan LCC. Hal ini berdampak pada harga tiket yang dapat ditekan sehingga dapat bersaing dengan perusahaan LCC lain. Periset tertarik untuk melakukan riset pada perusahaan penerbangan LCC ini karena keunikan suatu industri penerbangan yang berbeda dari industri bisnis lainnya, yaitu tidak bisa meraup untung yang sebesar-besarnya dikarenakan biaya operasional yang sangat tinggi, mulai dari awak pesawat, bahan bakar, pemeliharaan, asuransi, depresiasi biaya pembelian pesawat dan lain lain serta jenis penerbangan Citilink yang masih belum terlihat mengarah pada penerbangan LCC murni, sebagaimana yang disampaikan oleh manajemen Citilink (www.female.kompas.com tanggal 21 Maret 2008). 1.2. Identifikasi & Rumusan Masalah 1.2.1. Identifikasi Masalah Masalah yang diidentifikasi pada LCC Citilink adalah:
6 Konsep LCC Citilink yang belum mengacu pada standar LCC dunia, Citilink belum memiliki sistem ERP RP sesuai struktur LCC. 1.2.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang akan dibahas oleh periset dalam karya akhir ini adalah: Bagaimana penerapan konsep LCC di perusahaan Citilink Garuda Indonesia? Bagaimana implementasi sistem ERP RP bagi manajemen dalam pengambilan keputusan? 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud Mengetahui penerapan konsep LCC dan ERP RP sebagai salah satu alat manajemen dalam meningkatkan strategi kebijakan perusahaan sehingga perusahaan menjadi lebih baik. Tujuan 1. Mengetahui dan menganalisis penerapan konsep LCC pada Citilink, 2. Mengetahui dan menganalisis penerapan ERP RP dalam pengambilan keputusan buka-tutup rute.
7 1.4. Manfaat dan Kegunaan 1.4.1.Aspek Teoritis Sebagai tambahan pengetahuan bagi pengembangan ilmu pengetahuan di dunia bisnis penerbangan khususnya Low Cost Carrier di Indonesia. 1.4.2.Aspek Praktis 1. Bagi periset dapat menambah wawasan dalam analisa bisnis penerbangan LCC dalam menghadapi persaingan global 2. Bagi Mahasiswa Magister Manajemen UMB riset ini dapat menjadi referensi dalam melakukan penelitian karya akhir khususnya di bidang manajemen operasi penerbangan. 3. Bagi perusahaan Citilink sebagai masukan yang berarti bagi manajemen dalam pengembangan usaha melalui keputusan yang konseptual.