HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Korelasi Analisa Proksimat dan Fraksi Serat Van Soest

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

TINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Indigofera sp.

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

I. PENDAHULUAN. Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan

PENGARUH METODE PENGOLAHAN KULIT PISANG BATU (Musa brachyarpa) TERHADAP KANDUNGAN NDF, ADF, SELULOSA, HEMISELULOSA, LIGNIN DAN SILIKA SKRIPSI

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas

KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan domba-domba lokal. Domba lokal merupakan domba hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu. Materi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara

TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Baku Biskuit

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu (Bligon) merupakan kambing hasil persilangan antara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

Pemanfaatan Kulit Nanas Sebagai Pakan Ternak oleh Nurdin Batjo (Mahasiswa Pascasarjana Unhas)

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

I. PENDAHULUAN. Pemenuhan kebutuhan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, selama ini telah

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien Pakan Hasil pengamatan konsumsi pakan dan nutrien dalam bahan kering disajikan pada Tabel 7.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia.

Okt ,30 75,00 257,00 Nop ,30 80,00 458,00 Des ,10 84,00 345,00 Jumlah 77,70 264, ,00 Rata-rata 25,85 88,30 353,34

TINJAUAN PUSTAKA Rumput Lapang Limbah Tanaman Jagung

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum

EVALUASI KECERNAAN BISKUIT DAUN JAGUNG SEBAGAI PAKAN SUMBER SERAT PADA DOMBA

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput lapang. Komposisi nutrien tersebut terdiri dari abu, protein kasar, serat kasar, lemak kasar, dan bahan ekstrak tanpa nitrogen dengan jumlah total 100% dalam kondisi bahan kering yang diperoleh melalui analisa proksimat. Komposisi bahan-bahan kimia tersebut merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi palatabilitas (Kaitho et al., 1997). Wati (2010), menyatakan bahwa biskuit yang mengandung limbah tanaman jagung memiliki kandungan protein kasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan biskuit rumput lapang. Biskuit daun jagung memiliki kandungan protein yang cukup tinggi yaitu mencapai 16,12% sedangkan biskuit rumput lapang memiliki kandungan protein kasar paling rendah (12,89%) dibandingkan perlakuan lainnya. Tabel 2. Komposisi Nutrien Biskuit Daun Jagung dan Rumput Lapang Berdasarkan Bahan Kering (100% BK) Biskuit Kandungan Nutrien Abu PK SK LK Beta-N -------------------------------------%------------------------------------- P1 10,42 12,89 41,34 0,21 35,14 P2 9,79 14,51 31,90 0,20 43,60 P3 8,84 16,12 29,45 1,04 44,56 Keterangan: Hasil analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor (2010). PK = protein kasar, SK = serat kasar, LK = lemak kasar, Beta-N = bahan ekstrak tanpa nitrogen. P1 = 100% rumput lapang, P2 = 50% rumput lapang + 50% daun jagung, dan P3 = 100% daun jagung. Hasil analisa proksimat biskuit rumput lapang dan limbah tanaman jagung menunjukkan biskuit rumput lapang yang digunakan memiliki kandungan protein kasar yang relatif tinggi yaitu 12,89%, sedangkan kandungan protein kasar rumput lapang biasanya berkisar antara 8%-10%. Hal ini disebabkan rumput lapang yang diambil dari sekitar Kampus Dramaga, Institut Pertanian Bogor, tercampur dengan

legum Centrocema pubescens, Calopogonium mucunoides, dan Stylosanthes sp. yang banyak terdapat di lokasi pengambilan rumput lapang. Tingginya serat kasar pada semua biskuit pakan perlakuan dengan kisaran 27,25%-42,49% menunjukkan bahwa biskuit rumput lapang dan daun jagung dapat memenuhi kebutuhan serat bagi ternak ruminansia karena memiliki serat kasar lebih dari 18% sehingga banyak digunakan peternak sebagai pakan pokok ternak domba (Wiradarya, 1989). Penyebab tingginya serat kasar diakibatkan oleh bahan awal biskuit itu sendiri yang dipotong saat umur tua karena menurut Widiarti (2009), masa potong tanaman dan kesuburan merupakan faktor penentu perbedaan nilai nutrien hijauan. Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan faktor esensial yang merupakan dasar untuk mencukupi hidup pokok dan menentukan tingkat produksi. Pakan yang dikonsumsi oleh ternak domba sangat diperlukan guna memenuhi kebutuhan zat makanan untuk hidup pokok dan produksi. Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang diberikan dikurangi dengan sisa pakan. Pakan yang baik dapat menunjang pertumbuhan optimal. Konsumsi pakan setiap ekor ternak berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor kompleks yang terdiri dari ternak, pakan yang diberikan dan lingkungan tempat ternak tersebut dipelihara (Parakkasi, 1999). Hubungan konsumsi pakan dengan pertambahan bobot badan disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Konsumsi Pakan dan Pertambahan Bobot Badan Domba Berdasarkan Bahan Kering (%BK) Perlakuan Konsumsi Bahan Kering (g/e/hari) Pertambahan Bobot Badan (g/e/hari) P1 691±82 53,33±24,44 P2 817±97 64,29±13,57 P3 872±34 70,71±19,21 Rataan 837±71 78,47±19,07 Keterangan : P1(100% rumput lapang + konsentrat), P2(50% rumput lapang + 50% daun jagung + konsentrat) dan P3(100% daun jagung + konsentrat).

Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa biskuit daun jagung pada perlakuan ketiga memiliki rataan konsumsi bahan kering yang lebih besar bila dibandingkan perlakuan lainnya, yaitu sebesar 872 g/ekor/hari, sedangkan ransum konvensional sebesar 691 g/ekor/hari (biskuit rumput lapang). Menurut Church et al. (1988), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi pakan adalah jenis kelamin, bobot badan, keaktifan tahap pertumbuhan, kondisi fisiologis ternak, dan kondisi lingkungan. Konsumsi pakan juga dipengaruhi oleh palatabilitas yang tergantung pada beberapa hal antara lain penampilan dan bentuk pakan, bau, rasa, dan tekstur pakan. Hasil konsumsi bahan kering biskuit daun jagung dalam penelitian ini lebih tinggi daripada konsumsi bahan kering biskuit perlakuan lainnya yang disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kandungan nutrien terutama protein yang tinggi dalam kandungan biskuit daun jagung daripada rumput lapang serta tekstur biskuit yang halus. Sutardi (1980), menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan adalah palatabilitas, jumlah makanan yang tersedia, dan kualitas atau komposisi kimia bahan makanan. Pertambahan Bobot Badan Pertambahan bobot badan dapat digunakan sebagai ukuran kecepatan pertumbuhan yang mana merupakan salah satu cermin dari kemampuan untuk mencerna makanan. Anggorodi (1994), mendefinisikan pertumbuhan adalah pertambahan dalam bentuk dan berat jaringan seperti otot, tulang, jantung, dan semua jaringan tubuh lainnya. Pertumbuhan ternak ditandai dengan peningkatan ukuran, bobot, dan adanya perkembangan (McDonald et al., 2002). Menurut NRC (1985), pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain konsumsi total protein yang diperoleh setiap hari, jenis kelamin, umur, keadaan genetik, lingkungan, kondisi fisiologis ternak, dan tata laksana. Tingkat konsumsi yang tinggi biasanya diikuti dengan pertambahan bobot badan yang tinggi pula. Banyaknya bahan pakan yang dapat dikonsumsi oleh seekor ternak berhubungan erat dengan bobot badannya, semakin tinggi bobot badannya maka kemampuan dari seekor ternak akan tinggi pula dalam mengkonsumsi pakan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pada perlakuan yang memiliki konsumsi paling tinggi diikuti dengan pertambahan bobot badan yang tinggi pula.

Makin baik kualitas ransum yang dikonsumsi ternak, akan diikuti dengan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dan makin efisien penggunaan ransumnya (Pond et al., 1995). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan paling tinggi terdapat pada perlakuan pemberian biskuit daun jagung yaitu 70,71 gram/ekor/hari, sedangkan pertambahan bobot badan paling kecil terdapat pada perlakuan yang diberi biskuit rumput lapang, yaitu sebesar 53,33 gram/ekor/hari. Tabel 3 menunjukkan bahwa pemberian biskuit daun jagung lebih efisien dalam pertambahan bobot badan dibandingkan dengan ransum kontrol. Kecernaan Nutrien Kecernaan bahan makanan adalah bagian bahan makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan dan tidak dibuang bersama feses, bagian ini diasumsikan terserap dalam tubuh ternak (McDonald et al., 2002). Kecernaan biasanya dinyatakan dalam persen terhadap bahan kering pakan. Kualitas suatu pakan akan jelas terlihat jika dilakukan pengamatan terhadap bahan pakan yang diberikan. Salah satunya dengan mengamati kemampuan daya cerna pakan yang diberikan pada ternak penelitian. Pemberian hijauan perlu dilakukan penambahan bahan makanan sumber protein untuk memperbaiki ketersediaan protein. Bahan pakan yang digunakan untuk memperbaiki ketersediaan protein adalah konsentrat, yang umumnya terdiri atas bahan baku yang kaya karbohidrat dan protein. Konsentrat digunakan sebagai pakan tambahan untuk memenuhi kebutuhan domba yang dipelihara dengan sistem pemeliharaaan secara intensif. Kandungan nutrien konsentrat yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Kandungan Nutrien Konsentrat (100% Bahan Kering) Konsentrat Kandungan Nutrien Abu PK SK LK Beta-N ---------------------------------------------%------------------------------------------- 19,47 17,29 18,70 3,26 41,28 Keterangan: Hasil analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor (2010). PK = protein kasar, SK = serat kasar, LK = lemak kasar, Beta-N = bahan ekstrak tanpa nitrogen.

Kecernaan nutrien dalam bahan makanan untuk diserap oleh saluran pencernaan banyak tergantung pada status dan produktivitas atau fungsi fisiologi ternak (Parakkasi, 1999). Faktor yang mempengaruhi daya cerna ransum menurut Anggorodi (1994), yaitu suhu, laju perjalanan pakan melalui alat pencernaan, bentuk fisik bahan pakan, komposisi ransum, dan pengaruh terhadap perbandingan dari nutrisi lainnya. Pembuatan biskuit daun jagung ini diharapkan memiliki daya cerna yang bagus. Data hasil penelitian kecernaan pakan disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Kecernaan Nutrien pada Domba Ekor Tipis Jantan yang Mengkonsumsi Biskuit Daun Jagung Peubah Perlakuan P1+K P2+K P3+K ---------------------------------%-------------------------------------- KCBK 44.461±0,18 46.103±0,15 45,78±1,38 KCBO 56.670±0,28 55.822±0,11 55.647±0,78 SK 37.574±8,77 38.137±2,52 36.687±4,23 ADF 25.152±1,28 37.449±2,73 33.530±2,74 NDF 46.173±10,28 45.060±3,21 46.644±13,31 Keterangan : Pada kolom menunjukkan tidak berbeda nyata (P<0,05). P1+K (100% rumput lapang), P2+K (50% rumput lapang + 50% daun jagung) dan P3+K (100% daun jagung).k: Konsentrat; KCBK: Koefisien cerna bahan kering; KCBO: Koefisien cerna bahan organik; SK:se- rat kasar; NDF: neutral detergent fibre; ADF: acid detergent fibre; PK: protein kasar. Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Kecernaan yang mempunyai nilai tinggi mencerminkan besarnya sumbangan nutrien tertentu pada ternak, sementara itu pakan yang mempunyai kecernaan rendah menunjukkan bahwa pakan tersebut kurang mampu menyuplai nutrien untuk hidup pokok maupun untuk tujuan produksi ternak (Yusmadi et al., 2008). Nilai koefisien cerna bahan kering (KCBK) pakan pada penelitian ini berkisar antara 44,46%- 46,10% dengan rataan 45,44%. Perlakuan yang memiliki nilai kecernaan tertinggi adalah P2+K yaitu 46,10%. Marpaung (2011), dalam penelitiannya mendapatkan nilai rataan KCBK pada domba lokal sebesar 36,58%. Nilai KCBK pada penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Marpaung (2011). Nilai

kecernaan bahan organik dari suatu pakan dapat menentukan kualitas pakan tersebut (Sutardi, 1980). Hasil uji dan sidik ragam pada tabel memperlihatkan antara ketiga perlakuan pada penelitian ini tidak berbeda nyata terhadap kecernaan bahan kering. Rata-rata kecernaan bahan kering pada penelitian ini masing-masing perlakuan, yaitu P1+K (44,461±0,18), P2+k (46,103±0,15) dan P3+K (45,78±1,38). KCBK juga ada hubunganya dengan ukuran partikel seperti yang diperoleh pada penelitian Marpaung (2011), kenaikan ukuran partikel akan mengakibatkan penurunan nilai KCBK. Hal ini juga diperkuat oleh Fonseca et al. (2000) yang menyatakan bahwa pengurangan ukuran partikel hijauan meningkatkan konsumsi bahan kering yang disebabkan oleh peningkatan laju pengosongan rumen, jika laju pengosongan rumen meningkat maka nilai kecernaan pakan pun akan menurun, karena pakan tidak berada cukup lama di saluran pencernaan untuk memaksimalkan proses penyerapan nutrien yang terkandung di dalamnya. Nilai koefisien cerna bahan organik (KCBO) menunjukkan jumlah nutrien seperti lemak, karbohidrat, dan protein yang dapat dicerna oleh ternak (Elita, 2006). Nilai KCBO pakan pada penelitian ini berkisar antara 55,65%-56,67% dengan rataan 56,04%, sedangkan hasil penelitian Marpaung (2011), mendapatkan nilai rataaan KCBO pada domba lokal sebesar 70,16%. Berbeda dengan nilai KCBK, nilai KCBO penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai KCBO domba lokal hasil penelitian Marpaung (2011). Hasil pengamatan pada nilai kecernaan bahan organik menunjukkan hasil yang sejalan dengan hasil nilai kecernaan bahan kering. Perlakuan pada penelitian ini juga tidak berbeda nyata terhadap bahan organik. Ratarata kecernan bahan organik setiap perlakuan seperti pada Tabel 5 adalah P1+K (56,67±0,28), P2+K (55,82±0,11) dan P3+K (55,65±0,78). Hal ini sejalan dengan konsumsi ransum yang menunjukkan bahwa perlakuan tidak mempengaruhi konsumsi secara nyata. Konsumsi pakan dipengaruhi oleh kecernaan pakan (Arora, 1989), semakin tinggi kecernaan pakan, semakin tinggi pula konsumsinya. Kecernaan akan semakin rendah apabila suatu bahan makanan mengandung serat yang semakin tinggi. Tidak adanya perbedaan kecernaan ini diduga laju pertumbuhan populasi mikroba rumen tidak berbeda atau tidak dipengaruhi oleh adanya perlakuan ransum dan pada akhirnya kemampuan mikroba untuk mencerna pakan, terutama serat kasar juga tidak berbeda.

Kecernaan Serat Kasar Serat kasar merupakan salah satu komponen karbohidrat yang terdiri atas selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Kandungan serat kasar yang tinggi pada suatu bahan pakan akan sukar dimanfaatkan oleh ternak. Kecernaan serat kasar erat hubungannya dengan kemampuan ternak untuk menghasilkan sumber energi. Van Soest (1994), menyebutkan bahwa kandungan serat yang tinggi akan mengurangi nilai kecernaan dan kecernaan ini berhubungan sejajar dengan produksi VFA sebagai sumber energinya. Kecernaan nutrien pakan in vivo pada ternak ruminansia ditentukan oleh kandungan serat kasar pakan (faktor eksternal) dan aktivitas mikroba rumen (faktor internal), terutama bakteri dan interaksi kedua faktor tersebut. Nilai kecernaan serat kasar yang diperoleh pada penelitian ini yaitu 37,57%- 38,14% dengan rataan 37,47%. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai kecernaan serat kasar. Kisaran kecernaan serat kasar yaitu antara 30%-80% dari total serat yang dikonsumsi oleh ternak (Marpaung, 2011). Berdasarkan hal tersebut, maka nilai kecernaan serat kasar pakan pada penelitian ini cukup baik, yaitu 37,47%. Ibrahim et al. (1995) menyatakan bahwa kecernaan serat kasar yang rendah merupakan akibat dari proporsi lignin yang tinggi di daerah tropis, dengan pemberian pakan hijauan dan pakan konsentrat yang menyebabkan laju pergerakan zat makanan yang tinggi, sehingga kerja enzim tidak optimal serta mengakibatkan sejumlah zat makanan tidak dapat didegradasi dan diserap oleh tubuh. Tidak adanya perbedaan kecernaan ini diduga menyebabkan laju pertumbuhan populasi mikroba rumen tidak berbeda atau tidak dipengaruhi oleh adanya perlakuan ransum sehingga pada akhirnya kemampuan mikroba untuk mencerna pakan, terutama serat kasar juga tidak berbeda. Sumber energi utama ruminansia adalah asam lemak terbang (Volatile Fatty Acids = VFA) yang merupakan produk akhir dari fermentasi dalam rumen. Mikroba rumen membantu ternak ruminansia dalam mencerna pakan yang mengandung serat tinggi menjadi asam lemak terbang (VFA) yaitu asam asetat, asam propionate, asam butirat, asam valerat serta asam isobutirat dan asam isovalerat. Serat adalah lignin dan polisakarida yang merupakan dinding sel tumbuhan dan tidak tercerna oleh cairan sekresi dalam saluran pencernaan. Kandungan serat dalam dinding sel dapat disekresikan dengan metode Neutral Detergent Fiber (Arora, 1989) sehingga

kemampuan serat dapat dipisahkan. Ketiga perlakuan pada penelitian ini menunjukan tidak adanya perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap kecernaan serat kasar. Ratarata kecernaan serat kasar penelitian ini seperti pada tabel 5 adalah P1+K (37,574±8,77), P2+K (38,137±2,52), dan P3+K (36,687±4,23). Kecernaan nutrien pakan secara in vivo pada ternak ruminansia ditentukan oleh kandungan serat kasar pakan (faktor eksternal) dan aktivitas mikroba rumen (faktor internal), terutama bakteri dan interaksi kedua faktor tersebut (Putra, 1999). Kecernaan Acid Detergent Firer (ADF) Acid Detergent Fiber merupakan komponen dinding sel yang terdiri dari tiga komponen yaitu selulosa, lignin dan silica. Komponen ADF yang mudah dicerna adalah selulosa, sedangkan lignin sulit dicerna karena memiliki ikatan rangkap, jika kandungan lignin dalam bahan pakan tinggi maka koefisien cerna pakan tersebut menjadi rendah (Sutardi, 1980). Ikatan yang kuat antara lignin dan komponen selulosa atau yang lebih dikenal dengan lignoselulosa tidak dapat didegradasi oleh enzim-enzim yang dikeluarkan mikroba rumen, sehingga akan dikeluarkan bersama feses, maka bisa dikatakan semakin tinggi kandungan ADF dalam bahan makanan maka tingkat kecernaaan dari bahan makanan tersebut semakin rendah (Arsadi, 2006). Tidak terdapat perbedaan nyata kecernaan ADF, sehingga dalam penelitian ini dapat dikatakan bahwa pemberian biskuit daun jagung tidak mempengaruhi kecernaan ADF secara nyata, perlakuan tidak mempengaruhi aktivitas dan lingkungan dari mikroba rumen sehingga daya kerja selulolitik dirumen dalam memecah selulosa tidak terpengaruh oleh perlakuan ini. Kecernaan selulosa sangat ditentukan oleh populasi dan aktivitas mikroba rumen, khususnya mikroba yang mampu dan mempunyai aktivitas selulolitik. Nilai cerna Acid Detergent Fiber (ADF) yang diperoleh pada penelitian ini yaitu 25,15%-37,45% dengan rataan 32,71% (Tabel 5). Nilai rataan kecernaan ADF pada domba lokal adalah 31,52% (Arsadi, 2006). Nilai kecernaan ADF penelitian ini lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Arsadi (2006) tersebut. Perlakuan yang mempunyai nilai kecernaan ADF tertinggi adalah P2+K yaitu 37,45%.

Kecernaan Neutral Detergent Fiber (NDF) Ternak ruminansia mempunyai keistimewaan dalam mencerna dan menggunakan materi dinding sel tanaman atau NDF. Adapun serat dalam pakan asal rumen termasuk dalam komponen dinding sel yang sulit difermentasi. Materi dinding sel tanaman ini sebagian besar terdiri dari hemiselulosa, selulosa, lignin dan silica. Hemiselulosa dan selulosa dapat dicerna oleh mikroba rumen dalam waktu relatif lama, sedangkan lignin dan silica tidak dapat dicerna. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan tidak mempengaruhi kecernaan NDF secara nyata berarti pemberian biskuit daun jagung tidak mempengaruhi kecernaan NDF secara nyata. Kadar ADF yang rendah menunjukkan daya cerna yang tinggi, sama dengan kadar NDF, jika kadarnya rendah menunjukkan kecernaan yang tinggi. Dinding sel (NDF) erat hubungannya dengan konsumsi (Beny, 2009). Tabel 5 memperlihatkan bahwa kecernaan NDF lebih besar dari kecernaan ADF karena kandungan hemiselulosa dari NDF cukup besar dan diketahui pula bahwa hemiselulosa lebih mudah dicerna dilihat dari segi strukturnya hemiselulosa termasuk polisakarida atau heteropolisakarida yang tersusun dari bermacam-macam monomer salah satunya adalah glukan dan manan, sedangkan dalam ADF sebagian besar mengandung selulosa yang tersusun dari satu macam monomer pembentuk glukosa sehingga sulit dicerna. Selain konsumsi hal yang menyebabkan rendahnya kecernaan pada NDF adalah faktor eksternal yaitu pemanenan jagung yang lama. Tabel 5 memperlihatkan antara ketiga perlakuan pada penelitian ini tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap keceraan NDF. Nilai kecernaan Neutral Detergent Fiber (NDF) penelitian ini yaitu 45,06%-46,64% dengan rataan 45,96% (Tabel 5). Hasil penelitian Arsadi (2006), nilai rataan NDF pada domba lokal adalah 39,93%. Nilai NDF penelitian ini jauh lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Arsadi (2006). Hal ini disebabkan oleh kandungan serat kasar biskuit yang tinggi yang mengakibatkan NDF juga tinggi. Peningkatan kecernaan NDF pada perlakuan merupakan hasil dari peningkatan kondisi pencernaan serat oleh mikroorganisme sepanjang saluran pencernaan (Tjardes et al., 2002). Nilai NDF perlakuan P3+K adalah yang tertinggi diantara semua perlakuan yaitu 46,64%.