BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Pendidikan dasar merupakan suatu proses transformasi yang terencana dan membebaskan dalam rangka menghasilkan output yang diharapkan. Pendidikan dasar dilakukan selama sembilan tahun yang diselenggarakan selama enam tahun di tingkat sekolah dasar atau sederajat (jenjang SD) dan selanjutnya tiga tahun di tingkat sekolah menengah pertama atau sederajat (jenjang SMP). Selain dari output, mutu pendidikan dasar dapat dilihat dengan merujuk pada karakteristik siswa sebagai raw input dan karakteristik guru yang berasal dari input lingkungan instruksional. Karakteristik siswa dan karakteristik guru banyak digunakan untuk melihat mutu pendidikan, karena siswa dan guru merupakan dua aktor penting dalam pendidikan baik menurut teori education production function maupun teori pendidikan Paulo Fraire. Mutu pendidikan dasar pastinya tidak terlepas dari dikotomi jenjang pendidikan dan faktor wilayah. Karakteristik siswa jika dilihat dari tingkat kemampuan ekonomi siswa (rasio siswa miskin) pada sekolah tingkat pendidikan dasar di Provinsi Jawa Timur masih tergolong rendah. Hal ini karena masih rendahnya mutu input pada jenjang pendidikan SD daripada SMP terutama di wilayah perdesaan dengan angka kemiskinan yang lebih besar daripada di perkotaan. Rendahnya kemampuan ekonomi siswa ternyata tidak mempunyai hubungan secara signifikan terhadap mutu output pendidikan dasar. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian 129
130 lainnya karena siswa yang dinilai kemampuan ekonominya tidak sama dengan siswa yang dinilai mutu output pendidikannya. Karakteristik guru dapat dilihat dari ukuran individu dan ukuran ketersediaan guru. Ukuran individu untuk melihat kualitas guru, sedangkan ukuran ketersediaan guru untuk melihat kuantitas guru yang salah satunya adalah rasio guru-siswa. Karakteristik guru, kualitas maupun kuantitas, pada sekolah tingkat pendidikan dasar di Provinsi Jawa Timur secara umum sudah memadai. Bahkan secara kuantitas, jumlah guru sudah dianggap berlebih, namun belum ada distribusi yang merata antar sekolah. Sekolah di perdesaan mempunyai jumlah guru yang lebih sedikit daripada daripada sekolah di perkotaan. Kondisi rasio guru-siswa yang berlebih pada sekolah menjadikan rasio guru-siswa saat ini mempunyai hubungan yang lemah terhadap mutu output pendidikan dasar. Kualitas guru yang secara umum telah memadai ini berbanding lurus dengan kondisi rata-rata nilai siswa sebagai indikator mutu output pendidikan dasar di Provinsi Jawa Timur. Sekolah pendidikan dasar di Provinsi Jawa Timur sebagian besar mempunyai rata-rata nilai siswa yang memadai, namun masih banyak yang belum sepenuhnya memadai. Mutu ouput pendidikan yang belum memadai ini terutama banyak dijumpai pada sekolah-sekolah di perdesaan baik pada jenjang SD maupun SMP. Hal ini selain karena masih minimnya sarana dan prasarana di perdesaan, juga karena belum adanya distribusi guru yang adil baik secara kuantitas maupun kualitas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas guru memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap mutu output pendidikan dasar. Kualitas 130
131 guru memberikan pengaruh yang lebih besar pada jenjang pendidikan SMP daripada jenjang SD. Perbedaan kualitas guru, terutama tingkat pendidikan guru, inilah yang membedakan besarnya pengaruh kualitas guru terhadap mutu output pendidikan antara jenjang SD dengan jenjang SMP. Kualitas guru juga memberikan pengaruh yang lebih besar pada sekolah di perdesaan daripada di perkotaan. Perbedaan raw input, keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan serta akses informasi di perdesaan inilah yang membuat kualitas guru dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada sekolah di perdesaan menjadi lebih dominan. Pengaruh paling besar kualitas guru terhadap mutu output pendidikan dasar adalah pada jenjang SMP di perdesaan yang menunjukkan bahwa kualitas guru pada jenjang SMP di perdesaan menjadi prioritas untuk mendapatkan mutu output pendidikan dasar yang memadai. Desentralisasi pendidikan belum menunjukkan adanya pemerataan guru baik dari sisi jumlah maupun kualitas antara jenjang SD dengan jenjang SMP baik di perdesaan maupun di perkotaan. Desentralisasi pendidikan juga belum menunjukkan adanya perubahan dalam paradigma pelayanan publik baru (new public management) dalam rangka pemberian layanan pendidikan dasar bagi masyarakat dengan kualitas yang memadai. Desentralisasi pendidikan juga belum menjadikan pendidikan sebagai proses pembebasan manusia dari ketidakberdayaan, baik sosial, politik maupun ekonomi. Upaya pemerataan jumlah guru sudah dilakukan pemerintah sejak tahun 2011, namun kebijakan pemerataan jumlah guru ini belum berjalan secara efektif sehingga sampai dengan Oktober 2014 berdasarkan data Kementerian Pendidikan 131
132 Nasional hanya empat Kabupaten/Kota yang telah berhasil melakukan pemerataan guru. Upaya peningkatan kualitas guru sudah dimulai pada tahun 2003 dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan kebijakan turunannya, dengan salah satu tujuannya agar pemberdayaan dan peningkatan mutu guru dapat dilakukan secara terencana, terarah dan berkesinambungan, namun implementasi kebijakan peningkatan kualitas guru ini juga belum berjalan efektif karena belum memperhatikan peta penyebaran kualitas guru dan seberapa besar pengaruhnya terhadap mutu output pendidikan dasar sesuai jenjang pendidikan dan faktor wilayah. Tidak efektifnya implementasi kebijakan ini membuat keseimbangan persentase jumlah guru berkualitas dan berpengalaman tidak terjadi sehingga adanya kesenjangan mutu pendidikan antara perkotaan dengan perdesaan. Akibatnya, peningkatan IPM sebagai salah satu indikator pembangunan sumber daya manusia di Provinsi Jawa Timur masih rendah. 6.2 Saran Berdasarkan analisis data, pembahasan, dan kesimpulan ada beberapa hal yang dapat disarankan, yaitu: 1. Agar pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, membuat kebijakan dalam upaya memperbaiki mutu pendidikan yang lebih komprehensif dan terorganisir mulai dari perbaikan raw input pendidikan sampai dengan output pendidikan yang melibatkan seluruh stakeholders lainnya. 132
133 2. Agar pemerintah, terutama Pemerintah Provinsi Jawa Timur bersama dengan Pemerintah Kabupaten/Kota se-provinsi Jawa Timur, membuat kebijakan yang lebih memperhatikan tingkat kemampuan ekonomi siswa yang masih tergolong rendah, seperti kebijakan yang dapat meningkatkan tingkat pendapatan masyarakat dan mengalokasikan anggaran yang cukup untuk menunjang pendidikan bagi para siswa miskin. 3. Agar pemerintah, terutama Pemerintah Provinsi Jawa Timur bersama dengan Pemerintah Kabupaten/Kota se-provinsi Jawa Timur, membuat keebijakan dan program yang dapat menjamin peta penyebaran guru dan database guru yang ter-update baik pada jenjang SD maupun SMP sehingga pemerataan guru dapat terwujud. 4. Agar pemerintah, terutama Pemerintah Provinsi Jawa Timur bersama dengan Pemerintah Kabupaten/Kota se-provinsi Jawa Timur, membuat kebijakan dan program yang dapat menjamin adanya peningkatan kualitas guru yang terencana dan berkesinambungan, tersedianya peta penyebaran kompetensi guru, dan database kualitas guru yang ter-update baik pada jenjang SD maupun SMP sehingga membuat persentase guru berkualitas menjadi lebih seimbang, baik di perdesaan maupun di perkotaan. 5. Adanya keterbatasan data seperti tingkat kemampuan akademik siswa dan data tidak bersifat time series, sehingga peneliti gagal menjelaskan pengaruh raw input (karakteristik siswa) terhadap mutu output pendidikan dasar. Selain itu, kelemahan lainnya adalah adanya perbedaan jumlah sampel per kategori/grup tentunya hasil pengolahan statistiknya akan berbeda jika jumlah 133
134 sampel per kategori/grup sama. Untuk itu, disarankan kepada para peneliti lainnya agar dalam penelitian selanjutnya menggunakan variabel-variabel yang belum disertakan dalam penelitian ini, antara lain tingkat kemampuan akademik siswa, karakteristik sarana dan prasarana, karakteristik pendanaan, dan input yang berasal dari lingkungan eksternal sekolah seperti kinerja birokrasi, faktor politik, ekonomi, sosial dan budaya. Disarankan juga dalam melakukan perbandingan hasil pengolahan statistik menggunakan jumlah sampel per kategori/grup yang sama juga. 134