BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Pendidikan dasar merupakan suatu proses transformasi yang terencana dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. masa yang akan datang (Mardiasmo, 2009). untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat,

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN, DAN SARAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan paradigma ini antara lain

BAB I PENDAHULUAN. dasar sekaligus kekayaan suatu bangsa, sedangkan sumber-sumber modal dan

B. PRIORITAS URUSAN WAJIB YANG DILAKSANAKAN

KAJIAN PENGELUARAN PUBLIK INDONESIA: KASUS SEKTOR PENDIDIKAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DI MTs SHABILUL HUDA KECAMATAN GUNTUR KABUPATEN DEMAK

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dinilai sangat penting dalam mendukung pertumbuhan. pendidikan bagi masyarakat di antaranya berkaitan dengan pengurangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal

ISU-ISU STRATEGIS. 3.1 Analisis Situasi Strategis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

Manajemen Mutu Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dimensi dalam kehidupan mulai dari politik, sosial, budaya, dan

C. ANALISIS CAPAIAN KINERJA

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan kesehatan. Dari sudut pandang politik, ini terlihat bagaimana. kesehatan yang memadai untuk seluruh masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Penganggaran merupakan hal yang sangat penting di dalam suatu organisasi,

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

2.4 Kerangka Teori dan Pertanyaan Penelitian... 47

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Kota Pekalongan Tahun 2014 BAB IV PENUTUP

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional. Pembangunan. secara material dan spiritual (Todaro dan Smith, 2012: 16).

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada Bab IV, maka hasil yang

BAB VI KESIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN

Artikel Perencanaan Pembangunan Daerah Karya : Said Zainal Abidin BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu permasalahan pendidikan di Indonesia adalah kualitas pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DITINJAU DARI ASPEK KEUANGAN/FISKAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

2 atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; Mengingat : 1. Pasal 5 a

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas. Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN Hal ini berdasarkan dikeluarkannya Undang Undang No. 22 tahun 1999

14. Menurunnya angka kesakitan penduduk 83,26% 15. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan 78,14% bagipenduduk miskin melalui Jamkesmas dan

I. PENDAHULUAN. Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan dianggap sebagai sebagai suatu investasi yang paling berharga

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada

PENDAHULUAN BAB Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut paham. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945)

BAB 1 PENDAHULUAN. (a process of enlarging the choice of people). Indeks Pembangunan Manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat terealisasi, maka beberapa

BAB I PENDAHULUAN. pembinaan terhadap menyelenggaraan pendidikan. Menurut Gaspersz (2011:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. diuraikan sebelumnya yang berdasar pada fenomena-fenomena esensial di

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang mulai

BAB 1 PENDAHULUAN. Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Tentunya untuk mengikuti perubahan perubahan yang terjadi

DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAERAH DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN DAN KOTA PROVINSI JAWA BARAT

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. implementasi kebijakan desentralisasi fiskal di Provinsi Sulawesi Barat. Bab ini

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. agar mampu bersaing dalam era keterbukaan, pemerintah memandang perlu

I. PENDAHULUAN. percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

2 Dana Desa mengingat anggaran Dana Desa yang dialokasikan dalam APBN Tahun Anggaran 2015 masih belum mencapai 10% (sepuluh per seratus) dari Dana Tra

Grafik 3.2 Angka Transisi (Angka Melanjutkan)

BAB I PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja pemerintah merupakan salah satu isu yang terdapat dalam

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

PENETAPAN KINERJA BUPATI TEMANGGUNG TAHUN ANGGARAN 2014 NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET (Usia 0-6 Tahun)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Selama pemerintahan orde baru sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan sesuai prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah dengan

LPF 7. PENYUSUNAN RENCANA PEMANTAUAN & EVALUASI 120 menit

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. terdidik yang mampu menjawab tantangan-tantangan yang. masa mengisyaratkan bahwa secara keseluruhan mutu SDM Indonesia saat ini

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan-perubahan yang terus. menerus ke arah yang dikehendaki. Menurut Rogers dikutif Zulkarimen

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang positif, tercapainya pelaksanaan infrastruktur,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa, agar kelak nantinya berguna bagi dirinya dan masyarakat umumnya. Pendidikan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Karawang yang sejahtera, tertib, aman dan bersih yang menjadi

PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Transkripsi:

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Pendidikan dasar merupakan suatu proses transformasi yang terencana dan membebaskan dalam rangka menghasilkan output yang diharapkan. Pendidikan dasar dilakukan selama sembilan tahun yang diselenggarakan selama enam tahun di tingkat sekolah dasar atau sederajat (jenjang SD) dan selanjutnya tiga tahun di tingkat sekolah menengah pertama atau sederajat (jenjang SMP). Selain dari output, mutu pendidikan dasar dapat dilihat dengan merujuk pada karakteristik siswa sebagai raw input dan karakteristik guru yang berasal dari input lingkungan instruksional. Karakteristik siswa dan karakteristik guru banyak digunakan untuk melihat mutu pendidikan, karena siswa dan guru merupakan dua aktor penting dalam pendidikan baik menurut teori education production function maupun teori pendidikan Paulo Fraire. Mutu pendidikan dasar pastinya tidak terlepas dari dikotomi jenjang pendidikan dan faktor wilayah. Karakteristik siswa jika dilihat dari tingkat kemampuan ekonomi siswa (rasio siswa miskin) pada sekolah tingkat pendidikan dasar di Provinsi Jawa Timur masih tergolong rendah. Hal ini karena masih rendahnya mutu input pada jenjang pendidikan SD daripada SMP terutama di wilayah perdesaan dengan angka kemiskinan yang lebih besar daripada di perkotaan. Rendahnya kemampuan ekonomi siswa ternyata tidak mempunyai hubungan secara signifikan terhadap mutu output pendidikan dasar. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian 129

130 lainnya karena siswa yang dinilai kemampuan ekonominya tidak sama dengan siswa yang dinilai mutu output pendidikannya. Karakteristik guru dapat dilihat dari ukuran individu dan ukuran ketersediaan guru. Ukuran individu untuk melihat kualitas guru, sedangkan ukuran ketersediaan guru untuk melihat kuantitas guru yang salah satunya adalah rasio guru-siswa. Karakteristik guru, kualitas maupun kuantitas, pada sekolah tingkat pendidikan dasar di Provinsi Jawa Timur secara umum sudah memadai. Bahkan secara kuantitas, jumlah guru sudah dianggap berlebih, namun belum ada distribusi yang merata antar sekolah. Sekolah di perdesaan mempunyai jumlah guru yang lebih sedikit daripada daripada sekolah di perkotaan. Kondisi rasio guru-siswa yang berlebih pada sekolah menjadikan rasio guru-siswa saat ini mempunyai hubungan yang lemah terhadap mutu output pendidikan dasar. Kualitas guru yang secara umum telah memadai ini berbanding lurus dengan kondisi rata-rata nilai siswa sebagai indikator mutu output pendidikan dasar di Provinsi Jawa Timur. Sekolah pendidikan dasar di Provinsi Jawa Timur sebagian besar mempunyai rata-rata nilai siswa yang memadai, namun masih banyak yang belum sepenuhnya memadai. Mutu ouput pendidikan yang belum memadai ini terutama banyak dijumpai pada sekolah-sekolah di perdesaan baik pada jenjang SD maupun SMP. Hal ini selain karena masih minimnya sarana dan prasarana di perdesaan, juga karena belum adanya distribusi guru yang adil baik secara kuantitas maupun kualitas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas guru memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap mutu output pendidikan dasar. Kualitas 130

131 guru memberikan pengaruh yang lebih besar pada jenjang pendidikan SMP daripada jenjang SD. Perbedaan kualitas guru, terutama tingkat pendidikan guru, inilah yang membedakan besarnya pengaruh kualitas guru terhadap mutu output pendidikan antara jenjang SD dengan jenjang SMP. Kualitas guru juga memberikan pengaruh yang lebih besar pada sekolah di perdesaan daripada di perkotaan. Perbedaan raw input, keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan serta akses informasi di perdesaan inilah yang membuat kualitas guru dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada sekolah di perdesaan menjadi lebih dominan. Pengaruh paling besar kualitas guru terhadap mutu output pendidikan dasar adalah pada jenjang SMP di perdesaan yang menunjukkan bahwa kualitas guru pada jenjang SMP di perdesaan menjadi prioritas untuk mendapatkan mutu output pendidikan dasar yang memadai. Desentralisasi pendidikan belum menunjukkan adanya pemerataan guru baik dari sisi jumlah maupun kualitas antara jenjang SD dengan jenjang SMP baik di perdesaan maupun di perkotaan. Desentralisasi pendidikan juga belum menunjukkan adanya perubahan dalam paradigma pelayanan publik baru (new public management) dalam rangka pemberian layanan pendidikan dasar bagi masyarakat dengan kualitas yang memadai. Desentralisasi pendidikan juga belum menjadikan pendidikan sebagai proses pembebasan manusia dari ketidakberdayaan, baik sosial, politik maupun ekonomi. Upaya pemerataan jumlah guru sudah dilakukan pemerintah sejak tahun 2011, namun kebijakan pemerataan jumlah guru ini belum berjalan secara efektif sehingga sampai dengan Oktober 2014 berdasarkan data Kementerian Pendidikan 131

132 Nasional hanya empat Kabupaten/Kota yang telah berhasil melakukan pemerataan guru. Upaya peningkatan kualitas guru sudah dimulai pada tahun 2003 dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan kebijakan turunannya, dengan salah satu tujuannya agar pemberdayaan dan peningkatan mutu guru dapat dilakukan secara terencana, terarah dan berkesinambungan, namun implementasi kebijakan peningkatan kualitas guru ini juga belum berjalan efektif karena belum memperhatikan peta penyebaran kualitas guru dan seberapa besar pengaruhnya terhadap mutu output pendidikan dasar sesuai jenjang pendidikan dan faktor wilayah. Tidak efektifnya implementasi kebijakan ini membuat keseimbangan persentase jumlah guru berkualitas dan berpengalaman tidak terjadi sehingga adanya kesenjangan mutu pendidikan antara perkotaan dengan perdesaan. Akibatnya, peningkatan IPM sebagai salah satu indikator pembangunan sumber daya manusia di Provinsi Jawa Timur masih rendah. 6.2 Saran Berdasarkan analisis data, pembahasan, dan kesimpulan ada beberapa hal yang dapat disarankan, yaitu: 1. Agar pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, membuat kebijakan dalam upaya memperbaiki mutu pendidikan yang lebih komprehensif dan terorganisir mulai dari perbaikan raw input pendidikan sampai dengan output pendidikan yang melibatkan seluruh stakeholders lainnya. 132

133 2. Agar pemerintah, terutama Pemerintah Provinsi Jawa Timur bersama dengan Pemerintah Kabupaten/Kota se-provinsi Jawa Timur, membuat kebijakan yang lebih memperhatikan tingkat kemampuan ekonomi siswa yang masih tergolong rendah, seperti kebijakan yang dapat meningkatkan tingkat pendapatan masyarakat dan mengalokasikan anggaran yang cukup untuk menunjang pendidikan bagi para siswa miskin. 3. Agar pemerintah, terutama Pemerintah Provinsi Jawa Timur bersama dengan Pemerintah Kabupaten/Kota se-provinsi Jawa Timur, membuat keebijakan dan program yang dapat menjamin peta penyebaran guru dan database guru yang ter-update baik pada jenjang SD maupun SMP sehingga pemerataan guru dapat terwujud. 4. Agar pemerintah, terutama Pemerintah Provinsi Jawa Timur bersama dengan Pemerintah Kabupaten/Kota se-provinsi Jawa Timur, membuat kebijakan dan program yang dapat menjamin adanya peningkatan kualitas guru yang terencana dan berkesinambungan, tersedianya peta penyebaran kompetensi guru, dan database kualitas guru yang ter-update baik pada jenjang SD maupun SMP sehingga membuat persentase guru berkualitas menjadi lebih seimbang, baik di perdesaan maupun di perkotaan. 5. Adanya keterbatasan data seperti tingkat kemampuan akademik siswa dan data tidak bersifat time series, sehingga peneliti gagal menjelaskan pengaruh raw input (karakteristik siswa) terhadap mutu output pendidikan dasar. Selain itu, kelemahan lainnya adalah adanya perbedaan jumlah sampel per kategori/grup tentunya hasil pengolahan statistiknya akan berbeda jika jumlah 133

134 sampel per kategori/grup sama. Untuk itu, disarankan kepada para peneliti lainnya agar dalam penelitian selanjutnya menggunakan variabel-variabel yang belum disertakan dalam penelitian ini, antara lain tingkat kemampuan akademik siswa, karakteristik sarana dan prasarana, karakteristik pendanaan, dan input yang berasal dari lingkungan eksternal sekolah seperti kinerja birokrasi, faktor politik, ekonomi, sosial dan budaya. Disarankan juga dalam melakukan perbandingan hasil pengolahan statistik menggunakan jumlah sampel per kategori/grup yang sama juga. 134