II TINJAUAN PUSTAKA. 1) Kondisi sosial dari masyarakat setempat dengan tidak bertentangan dengan ketertiban dan kepentingan umum.

dokumen-dokumen yang mirip
I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

I. JUDUL Prospek Budidaya Burung Puyuh

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

INTENSIFIKASI TERNAK AYAM BURAS

MENGENAL SECARA SEDERHANA TERNAK AYAM BURAS

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi di negara berkembang dalam. meningkatkan kualitas sumber daya manusianya adalah pada pemenuhan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. japanese quail (Coturnix-coturnix Japonica) mulai masuk ke Amerika. Namun,

Nama : MILA SILFIA NIM : Kelas : S1-SI 08

PENDAHULUAN. terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Puyuh (Coturnix-coturnix japonica)

LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

ANALISIS PENDAPATAN DAN KEUNTUNGAN INVESTASI USAHA TERNAK Deskripsi Organisasi Produksi Usaha Ternak Ayam Buras Petelur Kelompok Hidayah Alam

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh adalah spesies atau subspecies dari genus Coturnix yang tersebar di

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Break Even Point adalah titik pulang pokok dimana total revenue = total

PERKEMBANGAN AYAM KUB pada Visitor Plot Aneka Ternak BPTP NTB. Totok B Julianto dan Sasongko W R

II. ISI 2.1. Pra Produksi Penyiapan Sarana (Kandang) Persiapan peralatan dan ayam

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

Budidaya dan Pakan Ayam Buras. Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau.

TERNAK KAMBING 1. PENDAHULUAN 2. BIBIT

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN PUYUH PADA PETERNAKAN PUYUH BINTANG TIGA DESA SITU ILIR, KECAMATAN CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh merupakan sebangsa burung liar. Burung puyuh merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. tetas dan ruang penyimpanan telur. Terdapat 4 buah mesin tetas konvensional dengan

I. PENDAHULUAN. karena kondisi alamnya yang sangat mendukung. Tingkat produksi telur di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Burung Puyuh Jepang (Coturnix coturnix japonica)

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

ANALISIS FEASIBILITAS USAHA TERNAK ITIK MOJOSARI ALABIO

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

I Peternakan Ayam Broiler

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

ANALISIS FINANSIAL DAN SENSITIVITAS PETERNAKAN AYAM BROILER PT. BOGOR ECO FARMING, KABUPATEN BOGOR

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

KAJIAN KEPUSTAKAAN. pertama kali diternakkan di Amerika Serikat pada tahun 1870.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pengaruh penggunaan ampas kecap dalam ransum

IV. METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN. Puyuh petelur Jepang (Coturnix coturnix japonica) merupakan penyedia telur

1. PENDAHULUAN. Salah satu produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi. menghasilkan telur sepanjang tahun yaitu ayam arab.

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN. sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur

VII. ANALISIS PENDAPATAN

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

VII. ANALISIS FINANSIAL

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Puyuh pertama kali di domestikasi di Amerika Serikat pada tahun 1980 dan

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan

TUGAS KARYA ILMIAH TENTANG PELUANG BISNIS DAN BUDIDAYA IKAN PATIN

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

JENIS DAN KARAKTER JANGKRIK Jangkrik di Indonesia tercatat ada 123 jenis yang tersebar di pelosok daerah. Namun hanya dua jenis saja yang umum dibudid

PROFIL USAHATANI UNGGAS DI KABUPATEN BREBES (STUDI KASUS)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Limbah Ikan Bandeng (Chanos

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umumnya dipanen pada umur 5 6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. dengan kondisi agroekosistem suatu tempat. Di lingkungan-lingkungan yang paling

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan produktivitas ayam buras agar lebih baik. Perkembangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan

PENDAHULUAN. komoditas utamanya adalah telur. Jenis puyuh peteur ini mayoritas diternakan di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Indeks Bentuk Telur terhadap Daya Tetas dan

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

I. PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan

V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu

TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bangkok dengan betina ras petelur tipe medium keturunan pertama pada umur

I PENDAHULUAN. pengembangannya harus benar-benar diperhatikan dan ditingkatkan. Seiring

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 28 Mei--28 Juni 2012,

Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari.

TERNAK KELINCI. Jenis kelinci budidaya

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock

MATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan

II. TINJAUAN PUSTAKA

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

Transkripsi:

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Puyuh Puyuh termasuk dalam klasifikasi bangsa burung. Ciri-ciri umumnya adalah tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil, berkaki pendek, dapat diadu, dan bersifat kanibal. Coturnix coturnix japonica merupakan salah satu jenis puyuh yang lazim diternakkan (Listiyowati dan Roospitasari 1995). Jenis ini termasuk famili Phasianidae dan ordo Galliformes. Bila dibandingkan dengan jenis yang lain, coturnix dapat menghasilkan telur sebanyak 250-300 butir per ekor selama setahun. Puyuh betina mulai bertelur pada umur 35 hari. Puncak produksinya terjadi pada umur lima bulan dengan persentase bertelur rata-rata 76 kali. Di atas umur 14 bulan, produktivitasnya akan menurun dengan persentase bertelur kurang dari 50 kali. Kemudian sama sekali berhenti bertelur saat berumur 2,5 tahun atau 30 bulan. Telurnya berwarna cokelat tua, biru, putih dengan bintik-bintik hitam, cokelat, dan biru. Burung puyuh yang diternakkan di Indonesia termasuk ke dalam jenis ini Coturnix coturnix japonica. 2.2 Faktor Produksi Faktor produksi merupakan barang atau jasa untuk mempermudah suatu proses produksi dan turut menentukan keberhasilan suatu usaha. Produksi yang tinggi dapat tercapai bila semua faktor produksi tersedia dalam jumlah yang cukup dan bermutu baik dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan produksinya (Bruce dan Tailor, 1994). Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usaha peternakan puyuh adalah bibit puyuh, pakan, tenaga kerja, kandang, obat-obatan, vaksin, dan bahan penunjang. 2.2.1 Kandang Faktor produksi kandang terkait dengan lokasi peternakan. Menurut Rahardi et al. (1995), pemilihan lokasi peternakan sebaiknya didasarkan atas halhal berikut: 1) Kondisi sosial dari masyarakat setempat dengan tidak bertentangan dengan ketertiban dan kepentingan umum.

2) Tidak terletak di pusat kota, berjarak sekurang-kurangnya 250 meter dari pemukiman penduduk dan berjarak tidak kurang dari 250 meter dengan lokasi peternakan lain. 3) Lokasi peternakan hendaknya lebih tinggi dari daerah sekitarnya, dekat dengan sumber air, dan mudah dijangkau. Adapun fungsi kandang adalah untuk melindungi ternak dari pengaruh lingkungan yang kurang menguntungkan seperti angin dan sengatan sinar matahari serta mempermudah penanganan ternak yang dilakukan. Selain itu, pembuatan kandang perlu memperhatikan jenis ternak, teknik dan konstruksi, serta bahan yang sederhana dan murah. Kepadatan kandang juga perlu diperhatikan agar tidak terjadi sifat kanibal (saling patuk), tidak meratanya konsumsi pakan dan kegerahan pada ternak. 2.2.2 Pakan Pakan adalah faktor yang sangat penting untuk keberhasilan beternak puyuh. Pakan merupakan faktor produksi yang menuntut biaya paling besar, yaitu sekitar 60-80% dari biaya produksi (Rahardi et al. 1995). Pakan yang dapat diberikan pada puyuh dapat terdiri dari beberapa bentuk, yaitu pellet, remahremah, dan tepung. Peternak dapat membuat sendiri pakan untuk puyuh. Komposisi pakan tersebut adalah jagung kuning, tepung ikan teri tawar, bungkil kelapa, bungkil kedelai, dedak halus, kulit kerang, dan vitamin mix. Pemberian pakan berdasarkan umur puyuh perlu diperhatikan. Pada umur 0-5 minggu puyuh perlu diberi pakan yang kaya protein. Selain pakan utama berupa konsentrat tepung komplit, puyuh perlu diberi pakan tambahan berupa dedaunan segar. 2.2.3 Bibit Data dan informasi tentang ternak secara lengkap sangat diperlukan untuk dapat memilih bibit ternak dengan baik (Rahardi et al. 1995). Informasi tersebut dapat dilihat pada catatan pemeliharaan ternak (recording). Bibit puyuh atau bisa disebut Day Old Quail (DOQ) memegang peranan penting untuk menghasilkan puyuh dengan produksi telur tinggi. Peternak puyuh skala besar biasanya mengusahakan bibit sendiri. Ketersediaan bibit harus diperhatikan untuk menjamin kelangsungan produksi. Pada saat memulai usaha peternakan burung 10

puyuh, langkah pertama yang harus dilakukan adalah seleksi burung puyuh yang baik untuk bibit misalnya menyeleksi asal daerah puyuh-puyuh induk. Asal daerah sebaiknya tidak sama. 2.2.4 Obat-obatan, vaksin, dan vitamin Peternak harus selalu memperhatikan gejala-gejala yang terlihat dari ternak. Untuk itu peternak harus selalu memiliki bahan dan peralatan yang digunakan dalam pencegahan dan pengendalian penyakit pada ternak yaitu vaksin dan obat-obatan. Puyuh yang divaksinasi sering mengalami stres. Untuk mencegahnya perlu pemberian vitamin dan antibiotika. Dengan demikian dapat mendukung pertumbuhan sehingga ternak puyuh dapat tumbuh secara optimal 2.2.5 Tenaga Kerja Setiap usaha pertanian yang akan dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja (Soekartawi, 1993). Oleh karena itu, dalam analisa ketenagakerjaan di bidang pertanian, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Skala usaha akan mempengaruhi besar kecilnya tenaga kerja dan jenis tenaga kerja yang dibutuhkan. Namun yang paling penting diperhatikan oleh peternak adalah pengorganisasian tenaga kerja untuk menciptakan efisiensi. Hal ini berkaitan dengan pembagian tugas kerja. 2.2.6 Modal Menurut Soekartawi (1993), modal dalam usahatani dapat diklasifikasikan sebagai bentuk kekayaan, baik berupa uang maupun barang yang digunakan untuk menghasilkan sesuatu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam suatu proses produksi. Pembentukan modal mempunyai tujuan untuk menunjang pembentukan modal lebih lanjut dan meningkatkan produksi dan pendapatan usahatani. 2.2.7 Bahan Penunjang Faktor produksi lain yang diperlukan dalam peternakan puyuh adalah bahan penunjang yang terdiri dari peti, sekam, kardus, dan listrik. Peti, sekam, dan kardus diperlukan untuk mengemas telur yang akan dijual. Sedangkan listrik digunakan untuk penerangan kandang puyuh dan mesin tetas. 11

2.3 Skala Usaha Peternakan Puyuh Kegiatan yang berlangsung di peternakan puyuh tergantung dari jenis skala usahanya. Menurut Abidin (2006), skala usaha terkait secara langsung dengan modal yang dimiliki. Semakin sedikit modal yang diinvestasikan, semakin kecil skla usahanya. Biasanya skala usaha dikelompokkan berdasarkan jumlah puyuh yang dipelihara dalam satu siklus produksi. Batasan skala usaha tersebut adalah sebagai berikut : 1. Skala rumah tangga yaitu jumlah puyuh yang dipelihara kurang dari 250 ekor. 2. Skala kecil yaitu jumlah puyuh yang dipelihara antara 250-2399 ekor. 3. Skala sedang yaitu jumlah puyuh yang dipelihara 2400-7999 ekor. 4. Skala besar yaitu jumlah puyuh yang dipelihara lebih dari 8000 ekor. Kegiatan di peternakan puyuh skala kecil biasanya hanya memelihara puyuh grower, yaitu dari umur 3-6 minggu sampai menjadi apkir. Pada peternakan puyuh skala menengah biasa melakukan kegiatan dari penetasan hingga puyuh menjadi usaha dewasa dalam populasi kecil, atau berupa pemeliharaan dari masa starter sampai dewasa saja. Sedangkan peternakan skala usaha besar umumnya melakukan penetasan, pemeliharaan puyuh anakan (DOQ), serta pemeliharaan masa starter, grower, dan layer hingga berproduksi secara bersamaan. 2.4 Tata Laksana Peternakan Puyuh Seleksi burung puyuh untuk bibit adalah hal pertama yang harus dilakukan dalam memulai usaha peternakan burung puyuh. Seleksi dapat dilakukan pada masa starter, grower, dan layer. Seleksi tersebut bertujuan untuk menentukan apakah bibit tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pembibit, petelur atau pedaging. Namun, di Indonesia belum ada peternakan yang khusus memelihara puyuh untuk dimanfaatkan dagingnya. Daging puyuh yang beredar dikonsumsi biasanya berasal dari puyuh afkiran. Puyuh afkiran yang dimaksud adalah puyuh jantan dan betina yang tidak terpilih sebagai bibit serta betina yang tidak lagi produktif dalam bertelur. Pemeliharaan puyuh secara sederhana terdapat pada Gambar 1. 12

Pemeliharaan puyuh petelur Pemeliharaan puyuh pembibit Pemeliharaan puyuh pedaging Jantan dipisahkan dari betina yang seumur dan dari satu sumber Jantan hasil pemisahan Tambahan jantan untuk pedaging Dipelihara tanpa pejantan sama sekali Dimanfaatkan telurnya Disatukan dalam kotak unit pembibitan dengan jantan terpilih Dimanfaatkan anakannya Disatukan dalam kotak unit pemeliharaan anatara jantan dan betina Dimanfaatkan dagingnya Sumber : Listiyowati (1999) Gambar 1. Penyederhanaan Pemeliharaan Puyuh Pada masa starter, seleksi dilakukan pada umur 1-3 minggu, yaitu dengan pemilihan DOQ. DOQ sebaiknya dipilih yang bukan berasal dari perkawinan inbreed (perkawinan antar saudara). Kriteria lainnya adalah anak puyuh yang ukurannya sama, sehat, gesit, tidak ada cacat fisik, matanya cerah, dan aktif mencari makan. Seleksi masa grower dimulai pada umur 3-6 minggu. Burung puyuh yang pertumbuhannya tidak normal atau kerdil disingkirkan sehingga diperoleh puyuh yang bobotnya sama. Selain itu, pada masa ini dilakukan seksing (pengelompokan jenis kelamin). Pengelompokan tersebut tergantung pada tujuan pemeliharaan yaitu sebagai penghasil bibit, petelur, atau pedaging. Masa layer adalah pada saat puyuh berumur 6 minggu ke atas. Burung puyuh yang dipilih adalah yang berproduksi telur tinggi (minimal 75 persen), 13

sehat, tidak cacat fisik, dan tidak berpenyakit. Bila seleksi dilakukan dengan rutin dan ketat dampaknya akan terasa pada produktivitas yang stabil. 2.4.1 Perawatan Bibit Puyuh Puyuh yang baru menetas atau Day Old Quail (DOQ) masih membutuhkan udara hangat yang stabil sehingga jangan langsung dikeluarkan dari mesin tetas. Puyuh tersebut sebaiknya dibiarkan dalam mesin tetas kurang lebih selama 10 jam. Setelah itu baru dipindahkan ke dalam kandang starter. Pada periode ini anak puyuh tumbuh dan berkembang dengan pesat, sehingga memerlukan zat-zat pakan yang cukup memadai. Periode pembesaran merupakan faktor penentu keberhasilan usahaternak puyuh, karena berpengaruh besar terhadap pertumbuhan badan anak puyuh. Sementara itu, lama pemeliharaan periode pembesaran berpengaruh baik terhadap puncak produksi telur yang dicapai oleh sekelompok puyuh (Sugiharto, 2005). Menurut Abidin (2002) ada beberapa cara memperoleh DOQ, yakni membeli dari pembibit, membeli telur puyuh untuk ditetaskan sendiri, dan memelihara bibit puyuh. 1) Membeli DOQ dari pembibit Membeli DOQ dari pembibit adalah langkah yang paling mudah karena peternak tidak perlu mengatur perkawinan bibit puyuh dan menetaskannya sendiri. Kesulitan yang akan dihadapi adalah membeli DOQ tidak semudah membeli day old chicken (DOC). Calon peternak harus mengetahui sentrasentra peternakan puyuh di wilayahnya. Sebaiknya DOQ yang dibeli memiliki proses pembibitan yang cukup terarah, misalnya dengan pemilihan telur tetas, kerabang tidak cacat, serta berasal dari induk jantan dan betina yang berkualitas baik. Beberapa hal tersebut masih kurang diperhatikan oleh pembibit skala kecil. 2) Membeli telur puyuh tetas dan menetaskan sendiri Dari segi biaya, upaya memperoleh DOQ dengan menetaskan telur tetas sendiri mungkin lebih murah bila daya tetas telur tinggi. Namun, belum ada perusahaan pembibitan yang menjual telur tetas dengan jaminan daya tetas tinggi. Ini merupakan salah satu kendala yang akan dihadapi oleh peternak yang akan mencoba menetaskan telur puyuh sendiri. Kendala lainnya adalah 14

sulitnya memperoleh telur tetas yang bermutu baik dan rendahnya keterampilan peternak dalam mengelola mesin tetas. 3) Memelihara puyuh pembibit Memelihara bibit puyuh yang akan diproyeksikan sebagai penghasil DOQ merupakan langkah paling aman, meskipun dari segi pembiayaan akan membutuhkan modal yang agak besar. 2.4.2 Perawatan Puyuh Pembibit Puyuh yang dipersiapkan sebagai induk petelur bibit sebaiknya yang telah lolos dari seleksi masa starter sampai masa layer. Puyuh yang terseleksi harus puyuh yang sehat, tubuhnya tegap, bobot sedang antara 1,5-6 ons, dada berisi, dan kaki terbuka. Menurut Sugiharto (2005), untuk menghasilkan telur tetas yang baik usia puyuh betina yang tepat digunakan sebagai induk adalah sekitar 16-40 minggu (4-10 bulan) dan usia pejantan adalah 8-24 minggu (2-6 bulan). Pemeliharaan puyuh yang dilakukan dengan baik dan intensif akan menghasilkan puyuh yang mencapai dewasa kelamin rata-rata pada umur enam minggu dan produktif sampai umur lebih dari 16 bulan. Jika perawatan yang dilakukan kurang baik maka produktivitas puyuh betina hanya sampai umur 6-8 bulan saja untuk kemudian diapkir. Tanda-tanda puyuh betina yang dapat diapkir adalah rontoknya bulu-bulu di punggung dan kepalanya. Sedangkan puyuh jantan masih cukup kuat mengawini puyuh-puyuh betina sampai umur dua tahun. Perbandingan jumlah puyuh jantan dan betina di dalam kandang untuk tujuan pembibitan atau produksi telur tetas maksimal 1:3. Fertilitas yang lebih tinggi akan dicapai jika dalam satu kandang perbandingan puyuh jantan dan betina adalah 1:2 (Woodard dalam Listiyowati, 1999). Apabila terlalu banyak pejantan dalam satu kandang, maka pejantan-pejantan tersebut dikhawatirkan dapat merusak betina karena terlalu sering dikawini. Sedangkan bila jumlah betinanya terlalu besar, akan banyak telur yang tidak terbuahi (infertil) sehingga tidak bisa digunakan sebagai telur tetas. Telur-telur tetas yang dihasilkan oleh induk pembibit kemudian dipilih yang besar dan beratnya sama yaitu berkisar 10-11 gram. Selain itu, telur yang dipilih adalah yang berbentuk bulat lonjong, berbercak hitam kelabu, tidak ditempeli kotoran, dan tidak retak. Telur tersebut kemudian dikumpulkan hingga 15

mencapai jumlah tertentu untuk ditetaskan ke dalam mesin tetas. Proses penetasan biasanya terjadi setelah 17-19 hari. 2.4.3 Perawatan Puyuh Petelur Puyuh petelur adalah puyuh-puyuh betina yang tidak memenuhi syarat sebagai puyuh pembibit. Puyuh yang dipilih adalah yang berumur empat bulan, berukuran badan sedang (1,5-1,6 ons), sehat, bergairah, tidak kanibal, matanya bening, dan tegap. Selain itu, puyuh berasal dari keturunan induk yang kemampuan bertelurnya baik. Pada umur 3-6 minggu pemeliharaan, puyuh betina mulai dipisahkan dari puyuh jantan agar tidak terjadi kemungkinan adanya telur yang dibuahi. Telur konsumsi yang sudah terbuahi mutunya kurang baik, mudah busuk, dan tidak tahan lama disimpan. Puyuh umumnya sudah mulai bertelur pada umur sekitar enam minggu. Periode bertelur puyuh adalah selama 9-12 bulan dengan hasil produksi berkisar antara 250-300 butir telur. Puyuh biasanya bertelur pada malam hari sehingga pengambilan telur dapat dilakukan pada pagi hari. Pengambilan telur sebaiknya dilakukan rutin sebelum puyuh diberi makan dan minum. Jika telur yang dipanen ada yang kotor, pecah, atau retak sebaiknya dilakukan penyortiran. Telur yang tercemar feses maupun litter sebaiknya jangan dicuci karena akan cepat busuk. Pembersihan dilakukan dengan mengerik dengan silet atau pisau tipis yang tajam. 2.5 Penelitian terdahulu Penelitian dari Suwarto (2003) yang berbentuk tesis, menganalisis usaha ternak burung puyuh di Jl. Narogong, Kelurahan Bojong Menteng, Kecamatan Rawa Lumbu, Bekasi, Jawa Barat. Tujuan kajian penelitian ini yaitu untuk mengetahui bisnis beternak puyuh untuk dijadikan sumber mata pencaharian, memahami permasalahan yang ada dalam beternak puyuh, melakukan evaluasi kelayakan finansial usaha ternak puyuh dalam upaya pemenuhan dana dengan skim yang ada. Analisis usaha pada penelitian tesis ini dilakukan melalui pendekatan metode deskriptif terhadap aspek umum dan melalui pendekatan metode analisis keuangan terhadap pembiayaan usaha seperti: NPV, IRR, PBP, BEP serta analisis rentabilitas. Analisis tingkat kelayakan finansial usaha ternak puyuh pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa dengan menggunakan modal sendiri (discount rate 16

18 persen) maka diperoleh NPV sebesar Rp 16.071.600, IRR yang didapat sebesar 24,84 persen melebihi tingkat suku bunga yang berlaku, PBP yang diperoleh yaitu 15 bulan, BEP dalam unit sebnyak 135.478 butir dan harga sebesar Rp 71,94,- sehingga analisis kelayakan finansial usaha ternak puyuh tersebut layak untuk dijalankan. Hasil penelitian ini juga menyatakan bahwa usaha puyuh tersebut dapat diberikan fasilitas KKU s.d.rp 50 juta untuk menjalankan usahanya dengan skala 6.500 ekor petelur, dengan kebutuhan yang sesuai berupa kredit modal kerja dan investasi. Penelitian mengenai optimalisasi telah banyak dilakukan sebelumnya dengan komoditi dan aspek yang berbeda. Penelitian mengenai Optimalisasi Produksi Adenium dilakukan oleh Nurikhsan Pitra Pratama (2008) di Indonursery, Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Jenis kendala yang digunakan dalam penelitian ini adalah kendala lahan, ketersediaan bibit/benih, pupuk, obat-obatan, media tanam, jam kerja, modal pembelian, modal penanaman, permintaan maksimum, dan permintaan minimum. Keputusan produksi berdasarkan model yang dibentuk akan meningkatkan keuntungan sebesar 37,46 persen. Analisis sumberdaya optimal di Indonursery menunjukkan bahwa sebagian besar merupakan sumberdaya berlebih. Pengaruh penghilangan bayi obesum dari fungsi tujuan model yang dibentuk, penambahan kendala permintaan minimum bayi arabicum, penurunan ketersediaan bibit grafting B, peningkatan dan penurunan modal pembelian dan peningkatan permintaan arabicum dewasa adalah terjadinya perubahan pola produksi. Peningkatan ketersediaan bibit grafting B tidak menimbulkan terjadinya perubahan pola produksi dari pola optimal awalnya, namun pendapatan R/C ratio mengalami peningkatan. Perbedaan utama antara keputusan produksi aktual dan optimal adalah pada pola produksi dan jumlah jenis adenium yang diproduksi. Kesuma (2006) dalam penelitian yang berjudul Optimalisasi Produksi Budidaya Ikan Konsumsi Air Tawar (Studi Kasus pada UD Murti, Desa Bojong Sempu, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor) menganalisis kombinasi jenis ikan air tawa yang optimal. Hasilnya adalah memproduksi benih lele bulan Januari sampai Desember sebesar 150, 66, 20, 106, 152, 20, 20, 97, 97, 20, 97, dan 47 kilogram; memproduksi bawal bulan Maret sampai Desember sebesar 17

1.463, 1.704, 1.180, 500, 500, 1.250, 1.250, 500, 1.114, dan 2.783 kilogram; memproduksi nila bulan April, Agustus, dan Desember masing-masing sebesar 750 kilogram; dan memproduksi lele bulan Desember sebesar 574 kilogram. Nilai keuntungan optimal lebih besar Rp 4.249.152 dibandingkan dengan kondisi aktual. Siregar (2008) pada penelitian mengenai optimalisasi produksi ayam ras pedaging mengemukakan bahwa penggunaan input-input produksi di empat lokasi kandang ayam Hasjrul Harahap Farm (HHF) belum optimal. Keuntungan yang masih dapat ditingkatkan adalah 15,87 persen dari kondisi aktual. Penurunan harga jual ayam ras pedaging sebesar lima persen akan menyababkan keuntungan yang diterima HHF selama tujuh periode menurun sebesar 41,18 persen. Sedangkan penurunan ketersediaan pakan sebesar lima persen akan menyebabkan keuntungan selama tujuh periode meningkat 2,82 persen. Penelitian lainnya mengenai ayam ras pedaging lainnya dilakukan oleh Murni (2006) untuk menganalisis optimalisasi penggunaan faktor-faktor produksi mitra CV Janu Putro di Kec. Pamijahan Bogor. Alat analisis yang digunakan adalah program linier dengan komponen kendala meliputi DOC, pakan, vaksin dan obat-obatan, sekam, utilitas, permintaan dan kapasitas kandang pada masingmasing peternak. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa usahatani ayam ras pedaging yang dijalankan peternak mitra CV Janu Putro pada umumnya sudah optimal, kecuali pada lima peternak. Pada penelitian Febtrya (2004) disebutkan bahwa alokasi biaya faktorfaktor produksi di P4S Cita Rasa masih belum optimal. Variabel keputusan yang digunakan untuk menganalisis optimalisasi faktor-faktor produksi adalah penjualan hasil produksi susu dan anak kambing. Alokasi biaya pada saat penelitian dilakukan seharusnya dapat memproduksi susu sebanyak 237.840 liter dan anak kambing terjual minimal sebanyak 274 ekor dalam masa enam periode. Perbedaan penelitian ini dengan beberapa penelitian mengenai optimalisasi sebelumnya terletak pada komoditi dan lokasi penelitian. Lokasi penelitian ini adalah Peternakan Puyuh Bintang Tiga di Desa Situ Ilir, Cibungbulang, Bogor. Sedangkan persamaan dengan penelitian sebelumnya adalah penggunaan program linier sebagai alat analisis. 18