4. Outlook Perekonomian

dokumen-dokumen yang mirip
4. Outlook Perekonomian

4. Outlook Perekonomian

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

1. Tinjauan Umum

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

4. Outlook Perekonomian

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

4. Outlook Perekonomian 2007

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

4. Outlook Perekonomian

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

Analisis Perkembangan Industri

UMKM & Prospek Ekonomi 2006

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. Pencerminan tingkat inflasi merupakan persentasi kecepatan naiknya harga-harga

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

Kondisi Perekonomian Indonesia

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

4. Outlook Perekonomian 2006

4. Outlook Perekonomian 2006

Analisis Perkembangan Industri

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik

4. Outlook Perekonomian 2006

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2013

Kinerja Perekonomian Indonesia dan Amanat Pasal 44 RUU APBN 2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN II-2011

Analisis Perkembangan Industri

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

TPI dan Pokjanas TPID. Analisis Inflasi. Analisis Inflasi Januari 2016 TPI dan Pokjanas TPID 1. Inflasi Januari 2016 Melambat dan Terkendali

RELEASE NOTE INFLASI JANUARI 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

RELEASE NOTE INFLASI FEBRUARI 2017

Halaman ini sengaja dikosongkan.

Suharman Tabrani Kepala Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013

RAKORDAL PROVINSI KALTENG TRIWULAN III 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

RELEASE NOTE INFLASI MEI 2017

Kinerja ekspor mengalami pertumbuhan negatif dibanding triwulan sebelumnya terutama pada komoditas batubara

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

PAPARAN BANK INDONESIA RAKORDAL TW II 17. Kalimantan Tengah. Kalimantan Tengah

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN II 2004

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

VI. SIMPULAN DAN SARAN

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017

2. Perkembangan Makroekonomi Terkini

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN IV 2003

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

RELEASE NOTE INFLASI OKTOBER 2017

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

KONSULTASI PUBLIK RKPD PROVINSI KALTIM 2018

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011

RELEASE NOTE INFLASI MARET 2017

Transkripsi:

4. Outlook Perekonomian Secara umum, proses pemulihan ekonomi terus berlanjut yang disertai dengan stabilitas makroekonomi yang relatif terjaga. Dalam tahun 2007, pertumbuhan ekonomi diprakirakan masih sesuai dengan prakiraan semula, yaitu 6% atau pada kisaran 5,7%-6,3% (y-o-y). Pencapaian pertumbuhan ekonomi tersebut ditopang oleh ekspansi operasi keuangan pemerintah yang mengakibatkan defisit fiskal mencapai 1,5% dari PDB. Selain karena upaya-upaya perbaikan realisasi anggaran yang telah dilakukan sejak 2006, peningkatan defisit fiskal disebabkan adanya penambahan belanja yang cukup besar untuk pemberian subsidi dan penanggulangan bencana alam yang terjadi. Sementara itu perkembangan beberapa indikator dan survei mengenai konsumsi swasta dan investasi belum menunjukkan tanda-tanda yang jelas akan penguatan kedua komponen permintaan tersebut ke depan. Optimisme konsumen hasil Survei Konsumen, yang di akhir tahun 2006 menunjukkan penguatan, dalam perkembangan terakhir justru menurun. Pertumbuhan impor barang modal yang relatif rendah mengindikasikan pertumbuhan investasi tidak akan mengalami penguatan yang signifikan dalam setahun ke depan. Sementara itu, pertumbuhan ekspor dan impor relatif sama di sekitar prakiraan awal. Dari sisi sektoral, perkembangan tersebut menyebabkan pertumbuhan yang lebih tinggi di sektor-sektor terkait, seperti sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Sementara itu, inflasi IHK tahun 2007 diprakirakan berada dalam batas atas sasaran yang ditetapkan sebesar 6%±1%. Tekanan inflasi inti diprakirakan meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Meningkatnya tekanan inflasi inti terutama didorong oleh prakiraan meningkatnya tekanan sisi permintaan. Dari kelompok volatile food, tekanan inflasi diprakirakan tetap tinggi seiring dengan prakiraan menurunnya produksi pangan terutama beras. Sementara itu, tekanan inflasi kelompok administered diprakirakan tetap dapat dipertahankan rendah seiring dengan komitmen Pemerintah untuk tidak menyesuaikan harga barang yang strategis terutama BBM dan TDL. Pada tahun 2008, peningkatan kegiatan ekonomi diprakirakan berlanjut dengan pertumbuhan ekonomi berada pada kisaran 5,7-6,7%. Peran investasi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi akan semakin besar seiring dengan membaiknya iklim investasi dan program pemerintah untuk mempercepat realisasi pembangunan infrastruktur. Kegiatan investasi tersebut diprakirakan berdampak terhadap kenaikan pendapatan masyarakat, sehingga mendorong pertumbuhan konsumsi swasta lebih lanjut. Seiring dengan meningkatnya aktivitas perekonomian, inflasi dari kelompok inti diprakirakan tetap tinggi, sehingga inflasi IHK diprakirakan berada di atas sasarannya sebesar 5%±1%. Sementara itu, tekanan inflasi kelompok volatile food dan administered prices diprakirakan menurun dibandingkan tahun sebelumnya. 20

Outlook Perekonomian ASUMSI DAN SKENARIO YANG DIGUNAKAN Kondisi Perekonomian Internasional Volume perdagangan dunia tahun 2007 dan 2008 diprakirakan masih cukup tinggi namun tumbuh melambat. Perlambatan pertumbuhan tersebut antara lain dipicu oleh pengetatan kebijakan moneter secara gradual sejak 2006 serta konsolidasi fiskal di beberapa negara, termasuk China dan India. Sementara itu, harga Tabel 4.1 minyak internasional di 2007 dan Indikator Ekonomi Dunia 2008 menurun yang didorong oleh WEO, Sept'06 f) Consensus Forecast (yoy) 1) menurunnya tekanan geopolitik 2006 2007 2007 2) Q1 Q2 Q3 Q4 dunia dan peningkatan kapasitas pasokan. Sejalan dengan prakiraan lebih rendahnya harga minyak, harga komoditi nonmigas juga diprakirakan melambat. Tren penurunan harga minyak dunia, komoditi nonmigas, dan perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia, menyebabkan inflasi dunia juga diprakirakan akan mereda di tahun 2007 dan 2008. Dunia a) 5,3 4,9 AS 3,4 2,8 2,4 2,3 2,3 2,5 2,7 *)CF Feb'07 2,7 2,6 2,6 2,8 2,8 *)CF Mar'07 2,4 2,3 2,3 2,5 2,7 Euro 2,4 2,0 2,0 2,5 1,9 1,9 1,8 *)CF Feb'07 2,1 2,5 1,9 1,9 1,8 *)CF Mar'07 2,3 2,8 2,3 2,3 1,9 Jepang 2,7 2,1 1,8 1,9 1,9 2,1 2,1 *)CF Feb'07 1,9 1,9 1,9 2,1 2,1 *)CF Mar'07 2,1 1,9 2,0 2,4 1,7 Cina 10,0 10,0 9,6 9,7 9,6 9,3 9,3 *)CF Mar'07 9,7 9,8 9,8 9,5 9,4 India 8,3 7,3 7,8 7,8 7,6 7,7 7,6 *)CF Mar'07 8,8 8,6 8,5 8,0 7,8 Singapura 6,9 4,5 5,2 4,8 4,9 5,1 5,7 *)CF Mar'07 5,5 4,8 5,2 5,5 5,7 Thailand 4,5 5,0 4,8 3,8 4,9 4,7 4,6 *)CF Mar'07 4,2 3,5 4,0 4,6 4,6 Korea 5,0 4,3 4,4 3,9 4,4 4,7 4,9 *)CF Mar'07 4,5 3,9 4,3 4,7 5,1 Malaysia 5,5 5,8 5,4 5,0 5,3 5,4 5,6 *)CF Mar''07 5,5 5,2 5,4 5,6 5,9 a) Realisasi menurut draft WEO April 2007. 1) Triwulanan per Des 2006, kecuali untuk AS sesuai dengan perkiraan tahunan 2) Consensus Forecast Per Jan 2007 Skenario Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal 2007 diarahkan untuk menyeimbangkan antara pemberian stimulus fiskal dan menjaga kesinambungan fiskal. Hal ini tercermin dari masih meningkatnya kontribusi fiskal pada pertumbuhan ekonomi. Memasuki triwulan II-2007, baik konsumsi maupun investasi Pemerintah diprakirakan masih akan memberikan dorongan bagi ekonomi domestik walaupun dengan laju yang melambat. Untuk keseluruhan tahun, berbagai tambahan kebutuhan untuk belanja negara seperti alokasi untuk bencana alam dan upayaupaya perbaikan realisasi anggaran yang telah dilakukan sejak 2006, defisit APBN 2007 diprakirakan dapat mencapai 1,5%-2% dari PDB. Dengan defisit sebesar ini, stimulus fiskal diprakirakan masih cukup tinggi didukung dengan tingkat kesinambungan fiskal yang masih terjaga. Begitu pula stimulus fiskal untuk tahun 2008 dengan indikasi masih akan tingginya defisit APBN 2008 sekitar 1,5%-1,7% dari PDB. Skenario Kebijakan Sektor Riil Berbagai upaya yang dilakukan Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas makroekonomi dalam perjalanannya didukung oleh kebijakan sektor riil untuk menciptkan iklim yang lebih kondusif. Untuk itu, pemerintah telah mengeluarkan serangkaian paket-paket kebijakan dan melakukan implementasi di lapangan. 21

Berbagai kebijakan tersebut difokuskan guna mewujudkan iklim investasi yang lebih kondusif sehingga pada gilirannya lebih meningkatkan gairah di sektor rill. Selain itu, pemerintah juga telah mengupayakan berbagai kebijakan di bidang infrastruktur dan sektoral. Terkait dengan kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi, dalam Inpres No.3/2006 pemerintah mencanangkan 85 target tindakan yang terdiri dari kebijakan di bidang umum (11), perpajakan (20), kepabeanan (20), ketenagakerjaan (24) dan UMKM (10). Sampai dengan saat ini, dari keseluruhan 54 tindakan yang ditargetkan,, 42 tindakan telah diselesaikan dan masih terdapat 12 tindakan yang tertunda penyelesaiannya. Beberapa kemajuan penting yang patut digarisbawahi adalah sebagai berikut: RUU tentang Penanaman Modal oleh Pemerintah telah disahkan oleh DPR tanggal 29 Maret 2007. RUU Penanaman Modal ini sebelumnya telah dibahas secara intensif di lingkungan instansi pemerintah dan dikonsultasikan dengan kalangan dunia usaha. Beberapa hal penting yang menyangkut RUU Penanaman Modal ini adalah telah memuat beberapa azas yaitu kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas dan perlakuan yang sama antara PMDN dan PMA serta tidak membedakan asal negara penanam modal. Dalam rangka meningkatkan ekspor telah dilakukan penyempurnaan organisasi Tim Nasional Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi (PEPI) melalui Keppres No. 3 tanggal 16 Maret 2006. Timnas PEPI. Sebanyak 8 peraturan perundang-undangan yang menyangkut perizinan di bidang perdagangan telah disempurnakan dan disederhanakan melalui SK Menteri Perdagangan, yaitu meliputi ketentuan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP); Surat Izin Perwakilan Perusahaan Perdagangan (P3A); Surat Izin Kegiatan Usaha Surveyor (SIKUS); Surat Izin Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba (STPUW); Surat Tanda Pendaftaran Keagenan dan Distributor; Surat Izin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol (SIUP-MB); Izin Usaha Penjualan Berjenjang (IUPB); dan Tanda Daftar Gudang (TDG). Untuk menyelaraskan peraturan daerah, pemerintah telah membentuk Tim Asistensi dan Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah yang telah berlaku sesuai surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 900.05-152 tanggal 29 Maret 2006. Namun demikian, disamping kemajuan-kemajuan tersebut, 12 tindakan masih tertunda penyelesaiannya, antara lain: penetapan kriteria yang jelas dan transparan pelaksanaan penggunaan jalur hijau dan jalur merah serta jalur prioritas di bidang kepabeanan, di bidang perdagangan, peraturan tentang ijin usaha pasar modern saat ini konsepnya masih disempurnakan di Departemen Perdagangan, tertundanya perubahan UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dimana pemerintah juga masih menunggu hasil pembahasan lembaga bipartit. 22

Outlook Perekonomian Sementara itu, di bidang kebijakan infrastruktur, pemerintah telah mencanangkan 153 kebijakan. Sampai dengan saat ini, dari 120 tindakan yang ditergetkan selesai, 92 sudah tercapai, 46 dialihkan dan 18 tindakan didrop. Terkait dengan proyek infrastruktur, RUU Penataan Ruang telah disahkan menjadi undang-undang dalam Sidang Paripurna DPR-RI. Dengan disahkannya UU tersebut tidak hanya akan berkontribusi pada penyelesaian permasalahan pembangunan infrastruktur, namun kepada sektor lainnya. Dengan kebijakan-kebijakan pemerintah di bidang infrastruktur, diprakirakan kemajuan yang signifikan akan dimulai pada tahun 2008, sementara di tahun 2007, yang akan mendominasi kemajuan proyek infrastruktur adalah proyek-proyek jalan tol. Di antara proyek-proyek tersebut adalah jalan tol Semarang, Solo dan Bogor Outer Ring Road. Selain itu, pembangunan proyek jalan tol ruas Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu) sepanjang 21,1 km juga direncanakan dimulai pada bulan Juni 2007. Sejalan dengan kebijakan-kebijakan di atas, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan sektoral yang bertujuan meningkatkan efisiensi dan produktivitas di sektor terkait. Dalam hal ini pemerintah telah mengeluarkan PP Nomor 1/2007 tentang pemberian insentif baru maupun perluasan usaha bagi 15 kelompok industri. Di sektor pertambangan, Pemerintah melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 33 Tahun 2006 telah memutuskan pola pengembangan gas metana batu bara mengikuti pola aturan pengembangan migas. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2007 diprakirakan masih sesuai dengan prakiraan semula yaitu 6% (y-o-y). Proyeksi pertumbuhan ekonomi 2007 ini didukung oleh ekspansi operasi keuangan pemerintah yang meningkat cukup signifikan. Pengeluaran pemerintah di tahun 2007 diprakirakan semakin kuat dengan penambahan alokasi belanja untuk penanggulangan bencana alam dan penambahan beberapa proyek infrastruktur. Pertumbuhan konsumsi swasta dan investasi diprakirakan masih lebih tinggi apabila dibandingkan dengan tahun 2006. Perkembangan tersebut direspon oleh sisi sektoral sebagaimana tercermin dalam pertumbuhan di sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Perbaikan pertumbuhan ini diprakirakan masih akan terus berlangsung dan mencapai kisaran 5,7-6,7% pada tahun 2008. Peran investasi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi akan semakin besar. Kegiatan investasi diprakirakan berdampak terhadap kenaikan pendapatan masyarakat, sehingga mendorong pertumbuhan konsumsi swasta lebih lanjut. Persiapan PEMILU 2009 diprakirakan juga meningkatkan konsumsi swasta. Sementara itu, pengeluaran pemerintah diprakirakan tetap tinggi. Prospek Permintaan Agregat Konsumsi rumah tangga pada tahun 2007 diprakirakan tumbuh mencapai 4,0%. Pada semester I-2007, tanda-tanda penguatan kegiatan konsumsi swasta yang 23

diprakirakan mendorong perekonomian belum terlihat secara nyata. Optimisme konsumen hasil Survei Konsumen yang semakin menguat di akhir tahun 2006 yang pada saat itu ditangkap sebagai indikasi peningkatan konsumsi ke depan dalam perkembangan hingga Februari 2007 justru menunjukkan penurunan. Hal ini diindikasikan oleh ekspektasi pendapatan masyarakat 6 s/d 12 bulan ke depan yang menunjukkan penurunan optimisme serta rencana pembelian barang durable yang menurun. Konsumsi swasta ini diprakirakan akan meningkat tiap triwulan sepanjang 2007, sehingga secara keseluruhan mencapai 4,0%, lebih tinggi dibandingkan tahun 2006 sebesar 3,17%. Di tahun 2008, pertumbuhan konsumsi rumah tangga diprakirakan akan lebih tinggi sejalan dengan pendapatan masyarakat yang meningkat. %YoY, Tahun Dasar 2000 Indikator Tabel 4.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan 2006 2007* 2006 I II III IV I* II* 2007* TOTAL KONSUMSI 3,8 5,6 2,8 3,5 3,9 4,8 4,2 5,3 KONSUMSI SWASTA 2,9 3,0 3,0 3,8 3,2 3,8 4,0 4,0 KONSUMSI PEMERINTAH 11,5 28,8 1,7 2,2 9,6 13,5 6,1 14,4 TOTAL INVESTASI 1,1 1,1 1,3 8,2 2,9 8,8 9,3 12,6 PERMINTAAN DOMESTIK 3,1 4,4 2,4 4,6 3,7 5,8 5,5 7,1 EKSPOR BARANG DAN JASA 11,6 11,3 8,2 6,1 9,2 7,6 8,4 8,3 IMPOR BARANG DAN JASA 2,8 7,5 10,1 9,7 7,6 8,7 7,7 10,8 PDB 5,0 5,0 5,9 6,1 5,5 5,4 5,9 6,0 * Angka Proyeksi Bank Indonesia Konsumsi pemerintah dalam tahun 2007 dan 2008 diprakirakan lebih tinggi dari tahun 2006, sejalan dengan prakiraan peningkatan defisit keuangan pemerintah pada 2007 dan 2008. Besarnya defisit keuangan pemerintah tersebut rencananya dialokasikan untuk penanggulangan bencana alam yang terjadi selama ini dan beberapa proyek infrastruktur. Komponen pengeluaran konsumsi pemerintah nominal yang meningkat adalah Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH), diikuti oleh belanja pegawai. Pertumbuhan ekonomi pada 2007 dan 2008 mulai diwarnai dengan peranan kegiatan investasi yang lebih besar. Kegiatan investasi tahun 2007 secara total diprakirakan akan mengalami peningkatan yang cukup pesat, yaitu sekitar 12,6%. Peningkatan investasi ini sejalan dengan tren penurunan suku bunga. Pada semester I-2007, kegiatan investasi belum terlalu signifikan sebagaimana terlihat dari hasil survey SKDU yang menyatakan nilai investasi menurun dibandingkan semester sebelumnya, meski sebagian besar responden memiliki rencana investasi ke depan. Di samping itu, masih terdapatnya beberapa upaya pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi yang belum terealisasi, juga berpotensi menghambat percepatan investasi 2007. Menurunnya pertumbuhan impor barang modal pada Januari 2007 juga mengindikasikan kegiatan investasi ke depan yang melambat, terutama investasi non bangunan. Peningkatan investasi secara lebih signifikan diprakirakan mulai direalisasikan semester II-2007 dan terus berlanjut pada tahun 2008, sejalan dengan diimplementasikannya penyempurnaan regulasi yang mendukung realisasi investasi. Sejalan dengan meningkatnya kegiatan perekonomian, kegiatan impor barang dan jasa akan meningkat pada 2007 sebesar 10,8% (y-o-y). Mulai berjalannya investasi 24

Outlook Perekonomian terutama pembangunan jalan tol menyebabkan kebutuhan impor meningkat. Selain itu, stabilnya nilai tukar Rupiah juga mendukung peningkatan impor. Pada triwulan II-2007, pertumbuhan impor barang dan jasa diprakirakan sebesar 8,7% (y-o-y) seiring dengan peningkatan permintaan domestik. Ke depan pada tahun 2008, kegiatan ekonomi yang lebih tinggi akan menyebabkan permintaan impor yang lebih tinggi pula. Prospek Penawaran Agregat Sebagaimana prakiraan sebelumnya, pertumbuhan ekonomi sisi produksi tahun 2007 diprakirakan masih tumbuh sekitar 6,0%. Semua sektor diprakirakan mencatat pertumbuhan yang lebih tinggi, dengan pengecualian sektor pertanian. Beberapa sektor diprakirakan %YoY, Tahun Dasar 2000 mengalami peningkatan cukup Sektor Tabel 4.3 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran 2006 2007* 2006 I II III IV I* II* 2007* Pertanian 6,4 1,5 2,2 1,8 3,0 0,6 2,3 2,6 Pertambangan & Penggalian 2,7 4,0 1,6 0,7 2,2 0,6 2,8 2,4 Industri Pengolahan 2,9 3,7 5,9 5,9 4,6 5,7 5,8 5,5 Listrik, Gas & Air Bersih 5,1 4,4 5,7 8,1 5,9 6,9 6,3 6,4 Bangunan 7,4 8,7 9,3 10,4 9,0 8,7 9,1 10,4 Perdagangan, Hotel & Restoran 4,4 5,5 7,5 7,0 6,1 7,1 6,5 6,6 Pengangkutan & Komunikasi 11,5 13,3 13,6 15,9 13,6 15,1 12,3 13,6 Keuangan, Persewaan & Jasa 5,7 5,3 4,7 6,8 5,6 5,8 6,4 5,8 Jasa-jasa 5,8 6,1 6,9 6,0 6,2 4,3 6,4 6,3 PDB 5,0 5,0 5,9 6,1 5,5 5,4 5,9 6,0 * Angka Proyeksi Bank Indonesia tinggi, seperti sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor bangunan, serta sektor pengangkutan dan komunikasi (Tabel 4.3). Walaupun sedikit lebih rendah dari prakiraan semula, sektor industri pengolahan pada 2007 diprakirakan tumbuh lebih tinggi dari tahun 2006. Meningkatnya permintaan domestik pada tahun ini diprakirakan akan mendorong nilai tambah di sektor ini. Subsektor industri yang diprakirakan mendukung pertumbuhan yang lebih tinggi di antaranya subsektor industri alat angkutan, mesin, dan peralatannya, subsektor industri makanan, minuman dan tembakau, dan subsektor tekstil. Indikasi prospek usaha yang lebih baik pada dua subsektor pertama tersebut tercermin dari pertumbuhan impor bahan baku yang cukup tinggi. Nilai impor bahan baku makanan dan minuman untuk industri dan impor bahan baku suku cadang dan perlengkapan alat angkutan pada Januari 2007, masing-masing mencatat pertumbuhan 63,5% (y-o-y) dan 59,3% (y-o-y). Perbaikan kinerja di subsektor industri alat angkutan tidak terlepas dari membaiknya konsumsi swasta ke depan. Hal ini tercermin dari prakiraan penjualan mobil GAIKINDO yang mencapai 400 ribu unit dan penjualan sepeda motor yang diproyeksikan naik 7-10% pada 2007. Pertumbuhan konsumsi diprakirakan akan diikuti peningkatan kinerja di subsektor industri makanan, minuman, dan tembakau. Permintaan akan air minum dalam kemasan diprakirakan meningkat 10% dari 2006. Demikian pula konsumsi rokok diprakirakan naik 2% dari 2006 atau menjadi 226,9 miliar batang. Optimisme perbaikan kinerja juga tercermin dari rencana sedikitnya 36 perusahaan baru yang 25

akan memulai kegiatan produksi tahun 2007, sementara perusahaan yang sudah ada juga tercatat sedang menambah kapasitas produksi. Kinerja di subsektor ini juga memperoleh dukungan dari peningkatan produksi crude palm oil dan produk turunannya yang diprakirakan meningkat sekitar 9% dari 15 juta ton (2006) menjadi sekitar 16,4 juta ton (2007). Subsektor industri TPT berpeluang tumbuhan lebih baik dari tahun 2006 karena berbagai kebijakan yang ditempuh, baik oleh Pemerintah RI maupun pemerintah negara mitra dagang. Penghapusan PPN produk primer, di antaranya kapas sebagai bahan baku tekstil, dapat menjadi faktor pendorong peningkatan ekspor TPT. Program restrukturisasi permesinan TPT dari pemerintah dalam bentuk pemberian subsidi bunga untuk pembelian mesin-mesin baru diprakirakan juga mendorong nilai tambah sektor ini ke depan. Dari sisi eksternal, potensi kenaikan ekspor TPT muncul dari pembatasan produk tekstil Cina ke negara pengimpor utama, seperti Amerika Serikat. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran pada 2007 diprakirakan mencatat pertumbuhan yang lebih tinggi dari tahun 2006. Walaupun sedikit lebih rendah dari prakiraan semula, kegiatan di subsektor perdagangan besar dan eceran diprakirakan semakin bergairah dibandingkan dengan tahun lalu. Perbaikan kinerja di sektor ini disebabkan oleh perbaikan daya beli masyarakat, termasuk dukungan pembiayaan seiring dengan penurunan suku bunga kredit. Asosiasi Pedagang Ritel (APRINDO) memprakirakan bahwa perbaikan daya beli diprakirakan menaikkan penjualan ritel di 2007 sekitar 17%. Optimisme pelaku usaha sektor ini juga ditunjukkan dari rencana beberapa peritel besar untuk membuka gerai baru di 2007. Sementara itu, subsektor hotel dan restoran juga diprakirakan mengalami peningkatan seiring dengan upaya perbaikan citra pariwisata dan berbagai promosi yang diselenggarakan oleh pemerintah. Pada 2007 pemerintah menargetkan jumlah turis asing mencapai 6 juta orang, naik sekitar 20% dari jumlah tahun 2006. Jumlah perjalanan wisatawan domestik juga ditargetkan meningkat menjadi 190 juta perjalanan, lebih tinggi dari tahun 2006 sekitar 180 juta perjalanan. Berbeda dengan kedua sektor ekonomi di atas, sektor pertanian diprakirakan tumbuh melambat dari 3,0% pada 2006 menjadi sekitar 2,6% pada 2007. Di sektor pertanian, peran subsektor tanaman bahan makanan, khususnya padi, sangat besar. Di tengah kenaikan produktivitas, konversi lahan pertanian yang terutama terjadi di Jawa Barat dan Jawa Tengah, menyebabkan produksi padi tahun 2007 diprakirakan turun. Dalam Angka Ramalan I-2007, BPS memprakirakan adanya penurunan produksi padi tahun 2007 sekitar 1,27 juta ton dibandingkan dengan produksi tahun 2006. Produksi padi diprakirakan mencapai 53,1juta ton GKG pada 2007. Selain karena konversi lahan, produksi sektor pertanian diprakirakan kurang didukung oleh cuaca. Munculnya siklus El Nino diprakirakan berpengaruh terhadap rendahnya curah hujan, sehingga tidak saja mengganggu produksi padi, namun juga mengganggu produksi tanaman perkebunan seperti karet. Pergeseran musim tanam 2006/2007 menyebabkan masa panen padi menjadi lebih mundur dari 26

Outlook Perekonomian biasanya. Panen raya yang biasanya terjadi pada triwulan I-2007 diprakirakan akan bergeser, sehingga ada sebagian hasil panen yang terjadi pada triwulan II-2007. Sementara itu, produksi subsektor perkebunan diprakirakan tetap tinggi yang terutama didukung oleh produksi perkebunan kelapa sawit. Hal ini tidak terlepas dari produktivitas kebun yang tinggi serta harga CPO di pasar internasional yang menarik. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi diprakirakan tetap tumbuh tinggi pada tahun 2007 sebesar 13,6%. Kegiatan ekonomi yang secara umum meningkat pada gilirannya akan meningkatkan aktivitas angkutan barang. Sementara itu, subsektor komunikasi diprakirakan akan terus mencatat pertumbuhan yang tinggi seiring dengan maraknya perkembangan teknologi dan berbagai inovasi di bidang komunikasi. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Nielsen Media Research, tingkat penetrasi penggunaan telepon genggam 1 di kalangan penduduk berusia 15 tahun ke atas di lima kota pada tahun 2007 diprakirakan meningkat menjadi 38% dari 36% pada 2006. Peningkatan pengguna telepon genggam akan meningkatkan permintaan akan layanan jasa telekomunikasi. Peningkatan nilai tambah di subsektor komunikasi diprakirakan juga berasal dari semakin beragamnya layanan yang disediakan operator telekomunikasi. Sektor Pertambangan diprakirakan tumbuh sebesar 2,4%, meningkat dari tahun sebelumnya. Peningkatan pertumbuhan sektor ini antara lain didukung oleh peningkatan produksi pada subsektor pertambangan nonmigas, seperti batubara. Indonesian Coal Society memprakirakan bahwa permintaan batubara di tahun mendatang tetap tinggi, baik yang berasal dari domestik seiring dengan adanya proyek percepatan pembangunan PLTU 10.000 MW maupun dari luar negeri (khususnya India) yang akan membangun PLTU berkapasitas 42.000-47.000 MW pada 2007-2012. Selain itu perbaikan pertumbuhan sektor ini juga didorong oleh program pemerintah untuk mempercepat pengembangan proyek-proyek tambang migas yang selama ini terhambat oleh aturan kehutanan. Nilai investasi keseluruhan proyek diprakirakan mencapai US$ 9 miliar. Sektor Bangunan diprakirakan tumbuh tinggi sekitar 10,4% pada tahun 2007 atau lebih tinggi dari prakiraan semula. Revisi ini terjadi dengan mempertimbangkan peningkatan investasi berbentuk bangunan, baik disebabkan oleh tren penurunan suku bunga yang terjadi sejak pertengahan 2006 maupun pembangunan beberapa proyek infrastruktur, seperti jalan tol, transportasi, dan kelistrikan. Pada tahun ini pembangunan Rumah Sehat Sederhana sebanyak 120 ribu unit diprakirakan terlaksana. Sektor Keuangan pada tahun 2007 diprakirakan tumbuh sebesar 5,8%, lebih tinggi dari tahun 2006 sebesar 5,7%. Net interest margin di subsektor bank diprakirakan meningkat, didorong oleh kecenderungan suku bunga simpanan yang turun lebih cepat daripada suku bunga kredit, serta penyaluran kredit yang diprakirakan tumbuh 1 Berdasarkan survei di lima kota dengan responden berusia di atas 15 tahun (Harian kontan, Kamis 29 Maret 2007). 27

lebih tinggi sejalan dengan meningkatnya kegiatan ekonomi. Selain itu, penurunan suku bunga dan peningkatan kegiatan ekonomi juga akan meningkatkan kinerja subsektor lembaga keuangan bukan bank yaitu perusahaan pembiayaan konsumen dan leasing. PRAKIRAAN INFLASI Secara umum, Inflasi IHK 2007 diprakirakan mencapai sasaran yang ditetapkan sebesar 6%±1%. Tekanan inflasi bersumber dari kelompok inti dan kelompok volatile foods (makanan bergejolak) yang diprakirakan mencapai 12,4% (y-o-y). Sementara itu, tekanan inflasi kelompok administered diprakirakan minimal. Prospek inflasi di 2008 diprakirakan berada sedikit di atas sasaran 5%±1%. Tekanan inflasi kelompok inti diprakirakan tetap tinggi, seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang terus membaik. Kendati demikian, tekanan inflasi kelompok administered dan volatile food diprakirakan menurun. Tekanan inflasi dari sisi ekspektasi diprakirakan bersumber dari prospek permintaan domestik yang meningkat. Peningkatan permintaan domestik bersumber dari peningkatan penghasilan masyarakat, tingkat suku bunga yang rendah, serta peningkatan daya beli riil seiring dengan realisasi inflasi 2006 yang cukup rendah. Selain itu, meningkatnya ekspektasi inflasi juga bersumber dari meningkatnya ekspektasi depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS seiring dengan prakiraan meningkatnya kebutuhan valas untuk impor meskipun stabilitas nilai tukar yang terjaga diprakirakan mampu memitigasi potensi tekanan secara berlebihan. Meskipun demikian, tekanan terhadap ekspektasi inflasi diprakirakan dapat diredam oleh komitmen Pemerintah untuk tidak menaikkan harga barang administered strategis khususnya BBM dan TDL dan berlangsungnya efek inersia inflasi (ekpektasi adaptif) yang relatif rendah seiring dengan rendahnya realisasi inflasi di 2006. Indeks 180 170 160 150 140 130 120 110 100 1 bln yad 3 bln yad 6 bln yad 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 2003 2004 2005 2006 2007 Grafik 4.1 Ekspektasi Harga Pedagang Tekanan inflasi dari sisi permintaan diprakirakan minimal di 2007 dan 2008. Membaiknya sisi permintaan diprakirakan terus berlanjut di 2007 sehingga level kesenjangan output akan terus menyempit dengan disertai tingkat akselerasi yang cukup tinggi. Dengan dilatarbelakangi prospek tersebut, tekanan inflasi dari sisi permintaan di 2008 diprakirakan meningkat. Meskipun demikian, magnitude tekanan kesenjangan output, baik secara level maupun akselerasi, diprakirakan masih relatif terbatas sehingga secara umum tekanan inflasi dari sisi permintaan di 2008 masih minimal. Tekanan inflasi dari sisi eksternal diprakirakan relatif stabil seiring dengan stabilitas nilai tukar yang terjaga dan inflasi negara mitra dagang yang diprakirakan menurun. Secara umum, prospek nilai tukar rupiah di 2007 dan 2008 diprakirakan terjaga di level yang stabil seiring dengan daya tarik imbal hasil aset di pasar keuangan 28

Outlook Perekonomian yang masih tinggi dan tingkat risiko ekonomi yang diprakirakan menurun. Sementara itu, prospek inflasi negara mitra dagang utama yang cenderung menurun dari 2,2% menjadi 1,7%. Tekanan inflasi dari faktor nonfundamental selama 2007-2008 diprakirakan menurun. Tekanan inflasi administered diprakirakan dapat dipertahankan rendah seiring dengan komitmen Pemerintah untuk tidak menaikkan harga barang stragis terutama BBM dan TDL. Sementara itu, penurunan tekanan inflasi kelompok volatile food terkait dengan peningkatan impor beras di 2007-2008 sebagai bagian dari upaya pengendalian harga. Pemerintah diprakirakan mampu merealisasikan target tersebut didukung oleh prospek nilai tukar rupiah yang terjaga, meskipun pada saat yang sama Pemerintah dihadapkan pada keterbatasan pasokan dunia. Meskipun menurun, tekanan inflasi kelompok volatile food secara umum tetap tinggi karena keterbatasan pasokan, terutama beras yang merupakan komoditi penyumbang inflasi tertinggi. Keterbatasan pasokan beras bersumber dari penurunan produksi sebagaimana tercermin pada Angka Ramalan (ARAM) I BPS yang turun 2,3% dibandingkan 2006. Terbatasnya pasokan beras dipicu oleh penurunan area luas panen di Jawa dan kondisi iklim yang kurang kondusif. Penurunan produksi tersebut berpotensi menimbulkan gangguan terhadap harga karena pada saat yang sama, konsumsi masyarakat diprakirakan meningkat seiring dengan perbaikan perekonomian di 2007. Selain itu, penurunan produksi juga dapat mempengaruhi kemampuan pengadaan dalam negeri sebagai upaya Pemerintah memilhara cadangan beras untuk Raskin maupun tujuan pengendalian harga. Sementara itu, keputusan Pemerintah untuk meningkatkan HPP gabah dan beras pada 30 Maret 2007 lalu diprakirakan hanya akan menahan tekanan deflasi beras yang biasa terjadi di setiap musim panen raya. Prospek inflasi volatile foods di 2008 diprakirakan menurun sejalan dengan peningkatan impor dan produksi. Peningkatan Impor beras ditujukan untuk mengisi kekurangan cadangan beras domestik sebagai dampak dari keterbatasan pengadaan dalam negeri terkait dengan penurunan produksi beras di 2007. Gangguan pasokan dunia atas produk pangan, khususnya beras, diprakirakan tidak terjadi. Sementara itu, peningkatan pangan, khususnya beras diprakirakan terkait dengan keberhasilan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian serta kondisi cuaca dan iklim yang diasumsikan normal. Kondisi infrastruktur diasumsikan membaik sehingga meningkatkan kelancaran distribusi bahan makanan antar daerah, khususnya di musim penghujan, sekaligus mengurangi potensi kelangkaan. Sementara itu tekanan inflasi kelompok administered diprakirakan rendah dan cenderung menurun di 2007 dan 2008. Pemerintah diprakirakan tidak akan menyesuaikan harga barang yang strategis, terutama BBM dan TDL. Kebijakan ini lebih lanjut diprakirakan berdampak pada stabilnya tarif angkutan/transportasi dan mampu meredam tekanan ekspektasi inflasi yang meningkat baik di 2007 maupun 2008. Namun demikian, muncul indikasi kuat terhadap kenaikan tekanan kelompok administered nonstrategis di 2007, khususnya tarif air minum PAM. Peningkatan 29

tarif air minum PAM di 2007 sangat dimungkinkan seiring dengan membaiknya daya beli masyarakat dan minimnya penyesuaian tarif di beberapa daerah dalam kurun waktu dua tahun terakhir di tengah kondisi biaya yang terus meningkat. Sementara itu, inflasi rokok diprakirakan mereda seiring dengan meredanya dampak kenaikan HJE rokok sebesar 7% yang ditetapkan pada awal Maret 2007 dan prakiraan atas dampak penetapan tarif spesifik di akhir triwulan II-2007 yang diprakirakan minimal. FAKTOR RISIKO Gambaran prospek ekonomi ke depan dibayangi oleh beberapa faktor risiko baik eksternal maupun internal. Dari sisi eksternal pertumbuhan ekonomi global diprakirakan tumbuh lebih rendah dari prakiraan, sementara itu harga minyak dunia juga diprakirakan masih pada level yang tinggi. Dari sisi domestik, prospek perekonomian dibayangi oleh efektivitas implementasi paket perbaikan iklim investasi pasca pengesahan Rancangan Undang-Undang Penanaman Modal (RUU- PM), efektivitas implementasi proyek percepatan pembangunan infrastruktur, realisasi pengeluaran belanja pemerintah yang kemungkinan lebih rendah dari yang diprakirakan dan memburuknya persepsi pelaku ekonomi akibat defisit anggaran pemerintah yang membesar. Dengan memperhatikan faktor-faktor risiko di atas, pertumbuhan ekonomi di tahun 2007 berpotensi tumbuh lebih rendah dari yang diprakirakan, sedangkan untuk tahun 2008 diprakirakan tidak akan berpengaruh terhadap prakiraan pertumbuhan ekonomi. Sementara itu prospek inflasi ke depan dilingkupi oleh berbagai risiko yang setiap saat dapat membuat realisasi inflasi terdeviasi dari prakiraannya. Di satu sisi, inflasi dapat melebihi prakiraannya apabila pasokan barang terhambat baik karena masalah produksi, distribusi, penimbunan maupun faktor alam. Kerentanan faktor eksternal juga dapat memicu pelemahan nilai tukar serta kenaikan harga komoditas internasional yang setiap saat dapat menyebabkan meningkatkan tekanan inflasi domestik. Selain itu, tekanan dari faktor nonfundamental dapat melebihi prakiraannya terutama apabila Pemerintah merealisasikan rencana kenaikan tarif beberapa barang. Di sisi lain, inflasi dapat terdeviasi lebih rendah dibandingkan prakiraannya apabila investasi tumbuh lebih tinggi dibandingkan prakiraan. Apabila faktor-faktor risiko tersebut dapat diantisipasi dan ditangani dengan baik, maka pertumbuhan ekonomi dapat tumbuh lebih tinggi dan inflasi ke depan dapat lebih rendah dari yang diprakirakan. 30