BAB I PENDAHULUAN. Salah satu paradigma arkeologi sebagai ilmu yang mempelajari masa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran

Benteng Fort Rotterdam

BAB I PENDAHULUAN. keramik Tiongkok dari dinasti Han (206 S.M 220 M). 1 Keramik di Indonesia

BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEILMUAN

BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang

RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang mewakili daerahnya masing-masing. Setiap Kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai suku dengan aneka

1 BAB I PENDAHULUAN. Arsitektur rumah tradisional yang tersebar hingga ke pelosok Nusantara

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

PEMBINAAN TENAGA TEKNIS REGISTERASI CAGAR B UDAYA MUHAMMAD RAMLI

1.5 Ruang lingkup dan Batasan Masalah

PENGERTIAN DAN KRITERIA CAGARBUDAYA Muhammad Ramli

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN. Dalam bab tiga ini akan membahas hal-hal yang berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

ANALISIS BATU BATA. A. Keletakan

BAB I PENDAHULUAN. pada penggunaan lambang suatu kerajaan (Zoest, 1993, hal. 6). Simbol

BAB I PENDAHULUAN. berdaulat. Merdeka yang dimaksud adalah terbebas dari kekuasaan Kerajaan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia merupakan salah satu negara yang sejarah kebudayaannya

BAB II DATA DAN ANALISA. Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh. 3. Pengamatan langsung / observasi

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BERKALA ARKEOLOGI. Churmatin Nasoichah, S.Hum

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT...

Undang-undang untuk mengatur pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan tinggalan purbakala. Oleh Junus Satrio Atmodjo

BAB 7 PENUTUP. Visi Museum La Galigo belum menyiratkan peran museum sebagai pembentuk identitas Sulawesi Selatan sedangkan misi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup sosio-kultural yang lebih sempit, salah satu manfaat

MUSEUM GERABAH NUSANTARA Penerapan arsitektur bangunan berbahan gerabah pada bentuk bangunan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah

'; Soekanto Soerjono, Prof, Dr, SH, MA, Sosiologi Suatu Ppngantar, CV Rajawali, Jakarta, 1982.

Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

SRIWIJAYA JAYA SEPANJANG MASA. Oleh YUNANI* Disampaikan pada Seminar Nasional Masyarakat Sejarahwan Indonesia Cabang Sumatera Selatan

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

III. METODE PENELITIAN. mencapai tujuan, maka langkah-langkah yang ditempuh harus sesuai dengan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sulawesi Tengah. Dengan judul penelitian Kajian bentuk dan makna simbolik

Nama Kelompok: Agnes Monica Dewi Devita Marthia Sari Dilla Rachmatika Nur Aisah XI IIS 1

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA

BAB I PENDAHULUAN. memuaskan kebutuhan hidup. Akan tetapi, pada perkembangan selanjutnya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumatera Utara memiliki beberapa Kesultanan pada masanya, yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam merekonstruksi fakta-fakta historis mengenai dinamika industri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Arkeologi adalah suatu ilmu yang mempelajari artefak-artefak dan tingkah

GERABAH MAMBANG JOMBANG: TRADISI PRASEJARAH YANG MASIH BERLANGSUNG SAMPAI SEKARANG SEBAGAI WUJUD ENKULTURASI. Oleh: Andik Suharyanto

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

Metode Dalam Penelitian

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode Historis dengan

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA

BAB I PENDAHULUAN. ke jaman, seirama dengan perkembangan mode. Sekitar abad. berubah menjadi barang yang memiliki fungsi ekonomis di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa tersebut menghasilkan berbagai macam tradisi dan budaya yang beragam disetiap

BENTUK DAN FUNGSI GERABAH KAWASAN DANAU SENTANI

BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,

BAB V KESIMPULAN. dituliskan dalam berbagai sumber atau laporan perjalanan bangsa-bangsa asing

PARADIGMA POSITIVISTIK DALAM PENELITIAN SOSIAL

BAB III METODE PENELITIAN

BAB VII KESIMPULAN. dan berkuasa dalam aspek pendidikan dan politik, bahkan dipandang lebih superior

DEFINISI PENELITIAN Soerjono Soekanto Sanapiah Faisal Soetrisno Hadi Donald Ary John Woody

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAPORAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Moses, 2014 Keraton Ismahayana Landak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah wilayah atau daerah mempunyai banyak Bangunan serta Benda Cagar

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. hubungan perdagangan antara bangsa Indonesia dan India. Hubungan itu

Cagar Budaya Candi Cangkuang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif kualitatif. Isaac & Michael

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pembentukannya setiap budaya yang dimunculkan dari masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. pulau-pulau besar dan Pulau Sumatera salah satunya. Pulau Sumatera memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Republik Perancis saat ini merupakan salah satu negara yang dapat

BENDA MUATAN ASAL KAPAL TENGGELAM SITUS KARANG KIJANG BELITUNG: SURVEI AWAL ARKEOLOGI BAWAH AIR

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas masyarakat. Komponen-komponen pendukung kota dapat dibuktikan

BAB III METODE PENELITIAN. ini digunakan karena adanya realitas sosial mengenai perempuan yang menderita

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENULISAN PERISTIWA SEJARAH

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140), yang disebut lingkungan hidup

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan perumahan, yang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap warga

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian deskriptif (descriptive research) adalah jenis penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. Bugis, Makassar, Toraja, dan Mandar. Setiap kelompok etnik tersebut memiliki

Abito Bamban Yuuwono. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. seseorang akan mampu menilai banyak hal mengenai budaya seperti gaya hidup,

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. yang seluas-luasnya. Sebagai bagian dari arsitektur, mesjid merupakan konfigurasi dari

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pengindonesiaan dari kata tattoo yang berarti goresan, gambar, atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu paradigma arkeologi sebagai ilmu yang mempelajari masa lampau adalah merekonstruksi kehidupan masa lalu. Rekonstruksi kehidupan masa lalu yang dimaksud disini adalah mengkaji aspek-aspek mendasar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat masa lalu. Salah satu aspek dari kehidupan masa lalu yang menarik perhatian arkeologi adalah kehidupan sosial. Namun kajian terhadap kehidupan sosial terkadang menghadapi kendala berupa terbatasnya data yang dapat mewakili. Tidak banyak situs arkeologi yang menyediakan data yang mampu membantu rekonstruksi kehidupan sosial. Salah satu situs yang berpotensi menyediakan data untuk rekonstruksi kehidupan sosial adalah situs Benteng Somba Opu. Situs Benteng Somba Opu merupakan sebuah situs arkeologi dari periode Islam di Nusantara. Letaknya di Kelurahan Somba Opu, Kecamatan Barombong Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Situs ini menurut sejarahnya merupakan tinggalan dari Kerajaan Gowa-Talo dan sempat menjadi pusat pemerintahan pada abad XVI-XVII. Kesimpulan tersebut diperoleh oleh Mukhlis (1975) dalam penafsirannya terhadap buku Sejarah Gowa. Mukhlis menekankan bahwa Benteng Somba Opu telah ada pada awal abad XVI namun baru dijadikan istana pada masa pemerintahan Tunipallangga (1547-1565) sebagai akibat majunya perdagangan maritim di Makassar pada waktu itu (Bulbeck 2005 : 128). Kondisi masyarakat Makassar pada abad XVII sering kali dapat diketahui melalui catatan-catatan harian istana ataupun pedagang yang singgah. Tradisi

2 menulis catatan harian ini paling tua ditemui pada awal abad XVII menggunakan berbagai bahasa seperti Bahasa Makassar, Bugis, Arab, Romawi, dan Melayu (Ceperkovic, 2005 : 95). Catatan-catatan harian ini menunjukkan bahwa sekurang-kurangnya pada abad XVII Makassar telah menjadi sebuah kawasan Kosmopolis tempat persinggahan pedagang dari berbagai penjuru bumi. Kejayaan perdagangan Makassar pada abad XVII juga didukung oleh temuan arkeologi. Survei permukaan yang dilakukan David Bulbeck tahun 1986 dalam The South Sulawesi Prehistorical and Historical Archaeology Project (SSHPHAP) menemukan keramik, utuh dan fragmen, di Kawasan Situs Benteng Somba Opu. Pecahan keramik tersebut dipertanggalkan secara relatif berasal dari akhir abad XVI. Keramik tersebut merupakan keramik import dari China, Thailand, dan Vietnam (Bulbeck, 1992, dalam Bulbeck 2005 : 129). Kepurbakalaan di Situs Benteng Somba Opu cukup rumit karena merupakan gabungan antara situs pemukiman, pemakaman, dan benteng pertahanan. Pada situs ini terdapat data arkeologis berupa fitur yaitu dinding benteng yang terbuat dari tanah maupun bata, pemakaman, dan sisa-sisa pemukiman. Selain itu terdapat pula temuan berupa artefak, sebagian besar artefak ini merupakan artefak pecah belah (gerabah dan keramik). Temuan artefak di situs ini cukup banyak dan menarik perhatian untuk dikaji lebih lanjut. Kajian yang mungkin dilakukan adalah menganalisis fungsinya : digunakan untuk aktifitas sesuai fungsinya pada kehidupan sehari-hari atau lebih bersifat simbolik dan digunakan pada kegiatan ceremonial. Lebih jauh lagi, nilai simbolik dari artefak tersebut dapat dinilai lebih jauh untuk melihat nilai (antrophy) dari benda tersebut. Dengan mengklasifikasi temuan tersebut, diharapkan dapat diinterpretasi bagaimana kehidupan sosial masa lalu.

3 Sebagian besar artefak yang ditemukan di Situs Benteng Somba Opu adalah artefak pecah belah (keramik dan gerabah). Artefak pecah belah merupakan temuan yang umum ditemukan di semua situs arkeologi. Keramik dan gerabah memiliki arti penting dalam kehidupan sehari-hari. Pada dasarnya gerabah merupakan sebuah teknologi untuk memenuhi kebutuhan wadah untuk menyimpan bahan makanan untuk waktu konsumsi yang relatif lama. Di sisi lain, selain digunakan dalam aktivitas sehari-hari (utilitarian), gerabah juga kerap digunakan sebagai alat perlengkapan religius suatu komunitas (ceremonial) (Soegondho, 1995 : 1). Pada perkembangannya, wadah-wadah dengan jenis yang lebih beragam dibuat dengan tujuan estetis dan lebih bertujuan sebagai barang mewah yang menandakan prestise pemiliknya (Soegondho, 1995 : 3). Oleh karena itu, pada penelitian ini artefak pecah belah akan lebih sering dibahas meskipun tidak menutup kemungkinan adanya kajian terhadap artefak jenis lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan kehidupan sosial penduduk Benteng Somba Opu pada Abad XVI-XVII berdasarkan interpretasi artefak pecah belah. Kehidupan sosial yang ingin dikaji antara lain : stratifikasi sosial, relasi antar kelas, dan determinasi ekonomi yang menandai batas-batas kelas sosial tersebut. Keterkaitan artefak pecah belah dengan data lain seperti tata letak dan struktur bangunan serta catatan sejarah juga akan digunakan sebagai data sekunder untuk membantu interpretasi.

4 B. Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian Penelitian ini ditujukan untuk menjawab masalah : Bagaimanakah stratifikasi sosial penduduk Benteng Somba Opu abad XVI-XVII dilihat dari temuan artefak pecah belah yang ada? Sesuai dengan permasalahan di atas maka penelitian ini memiliki beberapa tujuan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengkaji ulang data arkeologis, khususnya artefak pecah belah, yang pernah ditemukan di Situs Benteng Somba Opu. 2. Menginterpretasi stratifikasi sosial penduduk Benteng Somba Opu abad XVI-XVII berdasarkan temuan artefak pecah belah. 3. Menghadirkan sebuah narasi interpretatif baru mengenai Sejarah Kerajaan Gowa-Tallo. i C. Tinjauan Pustaka Penelitian ini mencoba lebih berfokus pada kehidupan sosial di masa lalu. Beberapa terminologi tidak menggunakan referensi umum. Untuk itu, dalam bagian ini penggunaan istilah yang diacu akan dijelaskan. Benteng Somba Opu merupakan sebuah kota-kerajaan yang diperkuat dengan sebuah benteng. Seperti sebuah benteng pada umumnya, Benteng Somba Opu memiliki dinding (fortifikasi) yang berfungsi sebagai pelindung ataupun pemisah bagian dalam benteng. Pada umumnya, sebutan benteng digunakan untuk menyebut dinding dan daerah di dalamnya. Namun, dalam tulisan ini, sebutan benteng pada Benteng Somba Opu lebih tepat diartikan sebagai suatu kawasan yang meliputi baik kota-kerajaan yang berada di dalam

5 dinding maupun pemukiman pendukung pyang berada di sisi luar dinding benteng. Masyarakat adalah sekelompok manusia yang bertempat tinggal di dalam suatu tempat tertentu dengan batas yang jelas dengan faktor utamanya adalah hubungan yang kuat di dalam anggota kelompok. Menurut Koentjaraningrat, masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat tertentu yang bersifat kontinyu dan yang terikat oleh rasa identitas bersama (Koentjaraningrat, 2009 : 118). Benteng Somba Opu pada abad XVI- XVII digambarkan sebagai sebuah kawasan dagang yang ramai oleh pedagang asing. Keberadaan pedagang asing yang menetap hanya untuk beberapa musim membuat sebutan masyarakat tidak tepat untuk menyebut penghuni Benteng Somba Opu kala itu. Sebagai ganti dari istilah masyarakat, Istilah penduduk. Istilah penduduk yang digunakan dalam tulisan ini tidak sepenuhnya mengacu pada arti masyarakat melainkan lebih dekat pada formasi sosial. Formasi sosial adalah istilah ekonomis untuk menyebut hubungan antar orang dalam kehidupan bersama tanpa mempedulikan identitas bersama (Mulyanto, 2011; 244). Stratifikasi sosial atau pelapisan sosial adalah pembedaan atau pengelompokan anggota masyarakat secara vertikal (Soekanto, 1990 : 252). Dalam kajian ini, stratifikasi sosial disesuaikan dengan penyebutan formasi sosial sebagai penduduk. Maka stratifikasi sosial dalam penelitian ini lebih tepat bila diartikan sebagai tatanan vertikal penduduk suatu wilayah. Tentu saja dalam terminologi ini pedagang yang singgah hanya dalam waktu beberapa bulan dihitung sebagai penduduk. Penelitian arkeologis pertama di Benteng Somba Opu dilakukan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional bekerjasama dengan Suaka Peninggalan Sejarah

6 dan Purbakala Sulawesi Selatan pada tahun 1977. Tahun 1980, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional kembali melakukan survey permukaan di kawasan Benteng Somba Opu. Penelitian ini dilanjutkan pada Tahun 1986, Francis David Bulbeck dalam The South Sulawesi Prehistorical and Historical Archaeology Project. Bulbeck melakukan penelitian arkeologis dan historis pada berbagai situs peninggalan, terutama benteng, Kerajaan Gowa-Tallo (Bulbeck, 2005 : 114). Pada akhir dekade 1980, penelitian di Benteng Somba Opu mulai intensif. Pada 1987, penggalian dilakukan oleh mahasiswa dengan monitor dari Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Sulawesi Selatan. Kegiatan ini menemukan banyak struktur, artefak, dan ekofak. Pada tahun 1989, penggalian kembali dilakukan dalam rangka penyelamatan. Penggalian tahun 1989 ini terkait dengan proyek pembangunan Taman Miniatur Sulawesi Selatan pada tahun 1991 oleh pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Skripsi pertama yang menyinggung Benteng Somba Opu, meskipun tidak secara khusus, adalah skripsi tahun 1983 karya Darwas Rasyid melakukan penelitian untuk kepentingan tugas akhir Jurusan Sejarah Universitas Hasanuddin dengan judul Benteng-Benteng Pertahanan Kerajaan Gowa. Pada tugas akhirnya ini, Rasyid mencoba menjelaskan fungsi dan latar belakang sejarah berdirinya benteng-benteng pertahanan Kerajaan Gowa (Rasyid, 1983, Rostia, 2006). Hasir Sonda (1999) melakukan penelitian untuk tugas akhir studi pasca sarjananya di Universitas Indonesia dengan judul Benteng-Benteng Kerajaan Gowa-Tallo di Sulawesi Selatan Tinjauan Bentuk dan Fungsinya (Kajian Arkeologi Sejarah). Dalam tesisnya, Hasir Sonda menjelaskan fungsi keenam benteng pertahanan Kerajaan Gowa-Tallo berdasarkan kajian arkeologi kesejarahan.

7 Terakhir tahun 2005, penelitian untuk tugas akhir juga dilakukan oleh mahasiswa Jurusan Arkeologi, Universitas Hasanudim, Muhammad Iqbal dengan judul Determinasi Lingkungan dalam Penempatan Benteng-Benteng Kerajaan Gowa abad ke-16 hingga ke-17. Dalam karyanya, Iqbal mencoba menjelaskan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi keletakan benteng-benteng Kerajaan Gowa-Talo (Rostia, 2005, Saputri, 2013). Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan pada Benteng Somba Opu dapat disimpulkan bahwa penelitian lebih cenderung bersifat umum. Benteng Somba Opu dipandang sebagai salah satu benteng pertahanan Kerajaan Gowa- Tallo dan dikaji dalam konteks makro. Ekskavasi yang dilakukan lebih sering bersifat penyelamatan (salvation). Ekskavasi penyelamatan di suatu situs arkeologi bertujuan untuk menyelamatkan data arkeologis yang terancam kerusakan. Oleh karena tujuannya itu ekskavasi penyelamatan lebih fokus pada perekaman data sehingga menyisakan banyak data untuk dikaji lebih lanjut. Penelitian berfokus pada benteng sebagai tempat pertahanan dan istana. Penelitian Bulbeck lebih memfokuskan pada teknologi konstruksi bangunan pertahanan. Sementara itu, penelitian Iqbal, Sonda, dan Rasyid mengkaji sejarah dan faktor-faktor yang mempengaruhi keletakan Somba Opu dan bentengbenteng lainnya sebagai pertahanan Kerajaan Gowa-Tallo abad XVI-XVII. Pendekatan yang telah dilakukan antara lain: pendekatan kesejarahan dan lingkungan. Hal ini menyisakan celah untuk melakukan penelitian lain dengan pendekatan yang berbeda, seperti misalnya kajian interpretatif yang menekankan pada stratifikasi sosial yang ada pada masa lalu.

8 D. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan penalaran induktif. Penalaran ini adalah penalaran yang bergerak dari kajian fakta-fakta atau gejala yang bersifat khusus untuk kemudian disimpulkan sebagai gejala yang bersifat umum (Tanudirjo, 1989: 34). Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian interpretatif-teoritis. Penelitian dengan strategi ini mencoba melakukan sintesis terhadap informasi-informasi yang telah didapatkan sebelumnya (Tanudirjo, 1989: 35). Dalam penelitin ini informasi-informasi itu akan dicoba ditafsirkan untuk menggambarkan kondisi sosial penduduk Benteng Somba Opu pada masa lalu. Pemahaman sejarah dalam penelitian ini adalah pemahaman posmodern. Pemahama sejarah ini adalah sebuah pemahaman yang berlandaskan paradigma yang meyakini sejarah sebagai sebuah narasi, bukan sebagai fakta. Pemahaman ini memandang kajian mengenai masa lalu sebagai sesuatu yang idealistik dan tidak mungkin bersikap netral ii (Jenkins, 1997 :5). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan hermeneutik. Kajian hermeneutika arkeologi adalah sebuah metode penafsiran arkeologi paska-prosesual yang mengedepankan komentar-komentar kritis dan kesadaran mengenai subjektifitas dalam memaknai data. Dalam pendekatan ini tinggalan budaya masa lalu dipandang sebagai sebuah simbol bahasa. Simbol bahasa tersebut sejatinya tidak memiliki arti jika dikaji secara terpisah. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, artefak akan dikaji berdasarkan konteksnya. Artefak pecah belah hanya menjadi sebuah media bahasa simbol yang menjelaskan bahasa dari masa lalu (Shaw, 1999 : 573). Langkah-langkah penelitian ini dapat dibagi kedalam tiga tahap:

9 I.Pengumpulan data Tahap pengumpulan data adalah tahap awal dari sebuah penelitian induktif. Data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dibedakan ke dalam data primer dan sekunder. Pembagian data ini bukan berdasarkan cara memperolehnya (first hand/second hand) melainkan berdasarkan stratusnya dalam analisis. Data primer penelitian ini adalah temuan artefak di Benteng Somba Opu. Temuan artefak di Benteng Somba Opu yang diperoleh dari berbagai penelitian sebelumnya akan dikumpukan dan dirangkum dalam bentuk deskripsi kualitatif dan kuantitatif. Setidaknya ada tiga data yang merupakan hasil penelitian yang digunakan sebagai data primer dalam penelitian ini. Data tersebut antara lain adalah hasil survei Francis David Bullbeck pada tahun 1986, laporan ekskavasi yang dilakukan tim Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Sulawesi Selatan pada tahun 1992, dan hasil klasifikasi koleksi keramik Museum Karaeng Pattingaloang yang dilakukan Muslimin Effendy. iii Selain data penelitian terdahulu, observasi juga menjadi data pada penelitian ini. Hasil observasi dilapangan kemudian digunakan sebagai verifikasi data-data tekstual maupun digunakan sebagai pembantu interpretasi. Observasi dilakukan dengan pengamatan situs secara langsung. Pengamatan meliputi daerah Situs Benteng Somba Opu dan sekitarnya serta Museum Karaeng Pattingaloang beserta koleksinya. Pengamatan situs Benteng Somba Opu dilakukan beberapa kali dengan jangka waktu yang acak. iv Data sekunder dalam penelitian ini adalah kajian pustaka dan data-data lain yang digunakan sebagai alat bantu interpretasi. Studi pustaka akan dilakukan untuk memperoleh pengetahuan umum mengenai benteng-benteng di

10 Nusantara, khususnya di Sulawesi Selatan. Data sekunder lain berupa gambaran keruangan benteng Somba Opu abad XVII termuat dalam berbagai sumber. Sumber-sumber tersebut antara lain catatan harian kerajaan yang merupakan tradisi khas Sulawesi Selatan abad XVII (Ceperkovic, 2005 : 95). Selain itu, observasi yang dilakukan selama penelitian juga menghasilkan beberapa data yang dalam analisis ditempatkan sebagai data sekunder. II. Pengolahan Data Dari data yang dikumpulkan dari penelitian-penelitian terdahulu kemudian disinopsiskan untuk mendapatkan gambaran lebih besar dari artefak pecah belah di Benteng Somba Opu. Artefak-artefak tersebut akan dilihat karakteristiknya secara umum sehingga dapat dipahami keberadaannya. Pemahaman mengenai keberadaan tersebut dapat digunakan untuk menggolongkan artefak-artefak sesuai jenisnya. Untuk artefak keramik, jenis atau gaya menjadi atribut utama yang dianalisis. Jenis atau gaya sebuah keramik dapat menjelaskan asal maupun waktu pembuatannya, sedangkan untuk artefak gerabah, bentuk dan motif hias menjadi atribut utamanya. Dengan melihat penyelesaiannya dapat diperkirakan value atau nilai dari artefak tersebut. Nilai secara mekanis adalah jumlah dari waktu kerja yang diperlukan secara sosial untuk memproduksi komoditi (Mulyanto, 2011: 145). Sedangkan bentuk dapat digunakan untuk memperkirakan fungsi artefak tersebut. Lokasi penemuan juga menjadi data yang penting. Artefak juga akan diklasifikasikan sesuai dengan lokasi penemuannya. Hal ini diiharapkan dapat memberikan konteks yang lebih jelas pada artefak.

11 III. Interpretasi Pada tahap interpretasi data primer kemudian disintesiskan dengan informasi-informasi lain yang menjadi data sekunder untuk memperoleh kesimpulan baru. Data artafektual yang telah diklasifikasikan berdasarkan atribut yang telah ditentukan kemudian diinterpretasi untuk mendapatkan gambarangambaran mengenai masalah penelitian. Dalam hal ini stratifikasi sosial penduduk Benteng Somba Opu pada abad XVI-XVII. Interpretasi dibantu dengan data lain berupa informasi dan teori yang berkaitan. Pendekatan hermeneutik dalam interpretasi arkeologi menekankan pemberian makna pada suatu objek materi sesuai dengan konteksnya. Maka pada tahap interpretasi ini artefak pecah belah yang telah dikaji karakteristik dan konteksnya akan ditafsirkan berdasarkan informasi-informasi yang berkaitan. Informasi tersebut berupa data arkeologis lain, data sejarah, maupun data etnografis. Data arkeologis lain dapat membantu memahami keberadaan artefak pecah belah dalam konteks sistem maupun konteks arkeologisnya. Keterkaitan artefak pecah belah dengan fitur-fitur di dekatnya maupun artefak lain merupakan sebuah koneksi simbol yang tidak dapat dipisahkan. Meskipun demikian, data itu saja tidak cukup untuk memperoleh pemahaman mengenai masa lalu. Data sejarah merupakan data yang digunakan untuk melengkapi penjelasan menegenai data-data arkeologi. Catatan-catatan asing maupun lokal serta sketsa-sketsa VOC sebelum penyerangan ke Benteng Somba Opu dapat membantu menggambarkan keberadaan Benteng Somba Opu pada masa lalu. Data etnografis, diperlukan untuk memahami budaya masyarakat pendukung Benteng Somba Opu. Meskipun dari segi temporal masyarakat

12 Makassar saat ini dan masyarakat Makassar yang menghuni Benteng Somba Opu terpisah beberapa ratus tahun, namun masih ada pola-pola yang bisa dikatakan telah ada sejak dahulu. Pola-pola tersebut dapat kembali dipertegas dengan melihat data sejarah atau naskah-naskah tua yang menjelaskan kehidupan masyarakat Makassar masa lalu.

i Mengenai narasi sejarah Kerajaan Gowa-Tallo yang telah ada sebelumnya akan saya jelaskan pada bab selanjutnya. ii Karena pemahaman sejarah posmodern, saya meyakini bahwa tulisan ini merupakan sebuah narasi yang penuh dengan kepentingan dan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, segala impresi, opini pribadi, pengalaman saat penelitian, dan berbagai faktor eksternal lain yang saya rasa sangat mempengaruhi karya ini akan saya tuliskan dalam catatan di akhir setiap bab sebagai kompensasi dari aturan penulisan skripsi yang berlaku. iii Hasil Survei proyek South Sulawesi Historical and Archaeology Project oleh David Bullbeck dimuat dalam disertasinya A Tale of Two Kingdoms: The Historical Archaeology of Gowa and Tallok, South Sulawesi, Indonesia, pada tahun 1992. Sedangkan hasil klasifikasi Muslimin Effendy dimuat dalam terbitan Jaringan Perdagangan Keramik: Makassar Abad XVI-XVII, tahun 2005. Saya rasa, tentang laporan ekskavasi cukup jelas. iv Pada beberapa kesempatan, saya melakukan observasi sambil mengikuti acara-acara kebudayaan yang berlangsung di sekitar situs. Saya merasa ini cukup penting karena dapat membantu saya memahami arti Benteng Somba Opu pada masa kini.