BAB I PENDAHULUAN. pada penggunaan lambang suatu kerajaan (Zoest, 1993, hal. 6). Simbol

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. pada penggunaan lambang suatu kerajaan (Zoest, 1993, hal. 6). Simbol"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Simbol merupakan tanda yang muncul dari kesepakatan sosial, misal pada penggunaan lambang suatu kerajaan (Zoest, 1993, hal. 6). Simbol sangat erat dengan kehidupan manusia. Hal tersebut memunculkan ungkapan bahwa manusia adalah animal symbolicum, yakni makhluk hidup yang mampu menciptakan, menggunakan, dan mengembangkan simbol-simbol, untuk berkomunikasi serta beradaptasi dengan lingkungan guna melestarikan jenisnya (Cassier, 1987; Ahimsa-Putra, 2012, hal ). Manusia menggunakan simbol sudah sangat lama, yakni sejak masa awal Prasejarah. 1 Pada masa tersebut, simbol diduga memiliki kaitan yang erat dengan pandangan hidup manusia. Hal ini seperti tergambarkan dalam artikel yang berjudul Gejala Pleonasme dalam Kesenian Kuno Indonesia. Tulisan Tanudirjo (1986) tersebut menyatakan bahwa lukisan dinding memiliki makna yang dalam bagi masyarakat pendukungnya. Memasuki masa akhir Prasejarah, yakni masa Perundagian, manusia semakin memperlihatkan penggunaan simbol pada benda-benda hasil budayanya (Poesponegoro, 2009, hal ). Pada masa tersebut penggunaan simbol ditunjukkan salah satunya dalam bentuk ragam hias. 1 Temuan lukisan gua di Lasecoux, Prancis menurut para ahli merupakan bentuk simbolisme yang digunakan oleh manusia masa Prasejarah Awal. Lukuisan tersebut berasal dari masa Paleolitik (Bahn, 1991, hal ; Sektiadi, 1998, hal. 2-3). 1

2 2 Secara nirsadar ragam hias menjadi transformasi dari gagasan yang ada dalam pikiran manusia masa Prasejarah. Dari berbagai macam artefak masa Perundagian yang memiliki ragam hias, terdapat kapak perunggu yang merupakan salah satu masterpiece pada masa tersebut, bersama dengan nekara. Kedua artefak itu memiliki hiasan yang sangat raya dibandingkan dengan artefak lainnya (Soejono, 1980, hal. 371). Hal tersebut menjadi salah satu keistimewaan kedua benda itu. Ragam hias pada kapak perunggu dan nekara diduga melambangkan kehidupan religi pada masa Perundagian (Kempers, 1988, hal. 296). Hal ini sejalan dengan pendapat Bintarti yang menyatakan bahwa ragam hias pada masa Prasejarah merupakan hasil penggabungan antara ideologi dan teknologi (Bintarti, 1985, hal ). Keistimewaan berikutnya ditunjukkan melalui konteks ditemukannya kapak perunggu dan nekara. Kapak perunggu merupakan bekal kubur penting pada masa Perundagian, sedangkan nekara merupakan salah satu wadah kubur pada masa Prasejarah. Data tersebut menunjukkan bahwa kedua artefak itu dapat digunakan untuk menjelaskan stratifikasi sosial pada masa lampau. Hal itu dikarenakan tidak semua penguburan pada masa Perundagian memiliki bekal kubur, baik berupa kapak perunggu maupun memiliki wadah kubur berupa nekara (Poesponegoro, 2009, hal ).

3 3 Melalui penjelasan di atas, maka dapat dilihat bahwa nekara dan kapak perunggu merupakan artefak pada masa Perundagian yang menarik untuk diteliti. Penelitian kali ini difokuskan pada kapak perunggu, khususnya mengenai ragam hias kapak perunggu. Artefak yang digunakan sebagai objek penelitan adalah kapak corong Bandung, candrasa, dan kapak Rote koleksi Museum Nasional. Objek penelitian di sini memiliki rincian satu buah kapak corong Bandung, tiga buah candrasa, dan satu buah kapak Rote. Objek penelitian tersebut memiliki hiasan yang lebih raya dibandingkan dengan kapak perunggu lainnya. Seperti sudah disebutkan sebelumnya bahwa ragam hias masa Prasejarah merupakan gabungan ideologi dan teknologi pada masa itu, maka secara nirsadar manusia masa Perundagian dimungkinkan menuangkan gagasan mengenai pandangan hidupnya melalui ragam hias kapak perunggu. Selain itu, dibandingkan dengan studi mengenai nekara, penelitian bertema kapak perunggu di Museum Nasional masih jarang sekali dilakukan (Soejono, 1980; Kempers, 1988). I.2.Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas maka pada penelitian ini dapat diangkat suatu rumusan masalah: Makna apakah yang terkandung dalam ragam hias kapak corong Bandung, candrasa, dan kapak Rote koleksi Museum Nasional?

4 4 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna yang terdapat dalam ragam hias kapak corong Bandung, candrasa, dan kapak Rote. Tujuan selanjutnya adalah melalui makna ragam hias dari ketiga artefak itu, maka diharapkan dapat digunakan untuk mengetahui konsep pemikiran dan kehidupan manusia masa Prasejarah, khususnya masa Perundagian. I.3.Keaslian Penelitian A. N. J. Th. à Th. Van der Hoop (1949) pernah melakukan penelitian mengenai ragam hias di Indonesia. Salah satu yang menjadi pokok bahasan di dalam tulisan Hoop adalah ragam hias topeng atau wajah manusia dalam kapak perunggu. Hoop berpendapat bahwa motif topeng menandakan ritual penolakan kekuatan jahat. Bernet Kempers (1988) melakukan penelitian mengenai nekara perunggu di Asia Tenggara. Penelitian Kempers kali ini, selain membahas nekara di Asia Tenggara juga menjelaskan tentang kapak perunggu di Indonesia, di antaranya candrasa dan kapak Rote. Pembahasan berfokus pada keistimewaan yang dimiliki kedua artefak tersebut. Kempers menyatakan bahwa candrasa dan kapak Rote memiliki bentuk dan dekorasi yang berbeda dibandingkan dengan kapak perunggu pada umumnya. Makna ragam hias pada candrasa dan kapak Rote diduga memiliki kaitan dengan Dewa Petir dan Dewi Sri. Penelitian Jakob Sumardjo (2002) dengan tema pelacakan hermeneutis-historis terhadap artefak-artefak kebudayaan di Indonesia

5 5 adalah penelitian yang membahas hasil budaya manusia dari masa Prasejarah hingga masa kini. Salah satu yang dibahas pada tulisan ini adalah makna kapak corong Bandung. Penelitian Jacob Sumardjo ini masih kurang tepat karena kapak yang dibahas pada tulisan ini merupakan hasil temuan dari Pulau Rote, bukan dari Bandung. Penelitian-penelitian dengan tema makna ragam hias kapak perunggu di atas memiliki kesempatan untuk dikaji ulang. Hal tersebut dikarenakan dalam penelitian-penelitian di atas tidak dijelaskan metode maupun pendekatan yang digunakan untuk mencapai makna ragam hias suatu objek. Jakob Sumardjo dalam salah satu bagian bukunya juga memberikan pengakuan bahwa hasil penelitian yang dilakukannya perlu dibuktikan lagi (Sumardjo, 2002, hal. 73; Sedyawati, 2006). Sementara itu, penelitian lain tentang kapak perunggu lebih difokuskan pada klasifikasi objek tersebut. Bernet Kempers (1959) dalam bukunya Ancient Indonesian Art melakukan penelitian mengenai kesenian kuno di Indonesia. Kempers di dalam tulisannya membahas berbagai macam tinggalan arkeologi, salah satunya candrasa dan kapak Rote. Pembahasan yang dilakukan lebih ditekankan pada hiasan yang terdapat pada kapak perunggu. Penelitian mengenai kapak perunggu juga pernah dilakukan oleh R. P. Soejono (1971) dalam artikel berjudul The Distribution of Types of Bronze Axes in Indonesia. Artikel tersebut membahas persebaran dan pengklasifikasian kapak perunggu berdasarkan bentuk. Akan tetapi, Soejono tidak membahas ragam hias kapak.

6 6 Mochamad Ariefianto (1994) melakukan penelitian dengan judul Ragam Hias Benda Perunggu Prasejarah Koleksi Museum Nasional Jakarta. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui persebaran berbagai macam ragam hias, keteraturan-keteraturan pada benda-benda perunggu tersebut dan untuk melihat hubungan antara suatu jenis motif hias dengan artefak yang menjadi konteksnya. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ragam hias geometris terdapat pada setiap jenis benda perunggu Prasejarah, sedangkan teknik hias yang banyak digunakan pada benda-benda perunggu masa Prasejarah adalah teknik hias cetak. Anggara Yonathan (1993) melakukan penelitian dengan judul Klasifikasi Kapak Perunggu Indonesia Suatu Evaluasi Hasil Penelitian. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengevaluasi hasil pengelompokan kapak perunggu yang sudah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. Metode yang digunakan adalah dengan membandingkan klasifikasiklasifikasi yang sudah pernah ada. Penelitian tersebut berkesimpulan bahwa klasifikasi yang dibuat oleh para ahli didasarkan pada perbedaan atribut kapak. Semakin banyak atribut yang digunakan sebagai pembeda maka semakin sulit pengklasifikasian kapak perunggu. I.4.Tinjauan Pustaka Bagian keaslian penelitian telah menjelaskan bahwa perlu adanya suatu pendekatan baru dalam penelitian tentang makna ragam hias kapak perunggu. Pada penelitian ini pendekatan yang dipilih adalah

7 7 strukturalisme. Levi-Strauss (2005, hal. 10) berpendapat bahwa pendekatan strukturalisme adalah suatu pendekatan yang melakukan pencarian akan struktur di balik kenyataan yang dapat diamati. Hal tersebut diketahui dengan mencari keteraturan yang dapat membuat suatu fakta tertentu. Strukturalisme digunakan untuk membuktikan adanya logika tertentu dalam suatu budaya yang dapat dilihat dan untuk menggambarkan cara logika tersebut dalam bekerja. Hoed (2008, hal. 35) juga menyatakan bahwa strukturalisme adalah model pendekatan untuk melihat makna yang ada di balik simbol tertentu pada suatu kebudayaan. Pendekatan strukturalisme melihat kebudayaan sebagai suatu yang terstruktur dan abstrak. Arti dari maksud tersebut adalah bahwa struktur yang ada dalam suatu kebudayaan bersifat abstrak dan hanya terdapat dalam kognisi manusia. Ahimsa-Putra (2006, hal ) menyatakan bahwa pada pendekatan strukturalisme terdapat beberapa pandangan. Pertama, ada anggapan bahwa budaya manusia dan hasilnya merupakan suatu bentuk bahasa atau kode-kode tertentu sehingga terdapat keteraturan dan keterulangan pada hasil budaya manusia. Kedua, anggapan bahwa manusia memiliki kemampuan dasar yang diwariskan, yaitu kemampuan membuat struktur. Ketiga, relasi-relasi suatu fenomena budaya dengan fenomena-fenomena yang lain pada titik waktu tertentu menjadi salah satu penentu makna fenomena tersebut. Keempat, relasi-relasi yang ada pada struktur dalam

8 8 dapat disederhanakan menjadi oposisi berpasangan, misal siang-malam, iya-tidak, atau langit-bumi. Strukturalisme Levi-Strauss memiliki dua konsep penting, yakni struktur dan transformasi. Levi-Strauss memiliki pandangan bahwa struktur adalah model yang dibuat untuk memahami atau menjelaskan gejala budaya yang dianalisis. Pada analisis strukturalisme, struktur dibedakan menjadi dua, yakni struktur luar dan dalam. Struktur luar adalah relasi antarunsur yang dapat dibuat atau dibangun berdasarkan ciri-ciri yang tampak. Struktur dalam adalah susunan tertentu yang dibangun berdasarkan atas struktur luar yang sudah dibuat. Struktur dalam dapat diketahui dengan cara membandingkan struktur luar yang tampak (Ahimsa-Putra, 2006, hal. 61). Paradigma strukturalisme juga menekankan adanya transformasi. Pengertian transformasi menurut pandangan struktural adalah alih rupa atau malih dalam bahasa Jawa. Perubahan yang terjadi dalam transformasi strukuralisme adalah sebuah perubahan pada tataran permukaan, sedangkan pada tataran yang lebih dalam lagi tidak mengalami perubahan (Ahimsa-Putra, 2006, hal. 62). Transfromasi strukturalisme dalam fenomena kebudayaan dapat dilihat melalui musik. Pada awalnya musik merupakan sebuah notasi-notasi yang ditulis dalam sebuah kertas. Kemudian notasi tersebut dimainkan dan direkam menggunakan cd player sehingga dapat terdengar suatu alunan

9 9 musik. Pada contoh ini dapat dilihat bahwa notasi-notasi balok tersebut tidak berubah sama sekali, yang berubah hanyalah bentuk luarnya (Ahimsa-Putra, 2006, hal ). Nurani (1999) menyebutkan bahwa penggunaan mitos dalam strukturalisme perlu dilakukan untuk mencapai makna suatu tinggalan masa lalu. Mitos digunakan karena penceritaannya tidak hanya berfungsi sebagai sarana penghibur, tetapi dapat dilihat sebagai suatu ungkapan simbolis dari konflik-konflik batin manusia (Ahimsa-Putra, 1994/1995; Nurani, 1999, hal. 54). Selain itu, penceritaan kembali suatu mitos dianggap dapat memberikan suatu keselamatan bagi si pencerita. Sarana dalam penceritaan mitos dapat melalui suatu karya seni (Subagya, 1981; Nurani, 1999, hal. 54). Mitos digunakan karena hal tersebut merupakan salah satu dasar dalam kepercayaan suku bangsa murba yang digunakan untuk menjadi pedoman hidupnya (Eliade, 2002, hal. 65). Dalam pandangannya, Levi-Strauss menyatakan bahwa mitos dipilih karena melalui hal itu, nalar manusia dapat diketahui oleh orang lain (Levi-Strauss, 2005, hal ). Pandangan mengenai mitos oleh Levi- Strauss setara dengan pandangan Sigmund Freud tentang mimpi, yaitu mimpi merupakan keinginan-keinginan yang tidak disadari, kadang tidak konsisten dan kadang tidak nyata dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, mitos bisa dikatakan sebagai suatu penyamaran keadaan jiwa manusia dalam melihat sekitarnya (Ahimsa-Putra, 2006, hal ).

10 10 Sementara itu, karateristik mitos yang dijelaskan pada penelitian ini merujuk pada beberapa buku. Pertama, Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain karya James Danandjaja (1984). Kedua, Religi Suku Murba di Indonesia karya Harun Hadiwijono (1985). Ketiga, Teori-teori Agama Primitif karya Evan Pritchard (1984). Buku-buku tersebut menjelaskan mengenai kepercayaan dan mitos suku bangsa murba. Referensi tersebut digunakan untuk mendeskripsikan pandangan suku bangsa murba tentang dunia dan tentang mitos yang ada dalam hidupnya. Mitos-mitos suku bangsa murba dipilih karena di Indonesia masih memiliki suku bangsa tersebut. Definisi dari suku bangsa murba sendiri adalah suku-suku bangsa di suatu daerah yang masih ada hingga saat ini dan masih menjalankan adat-adat yang sudah berlangsung dari masa Prasejarah. Berkaitan dengan definisi tersebut maka mitos-mitos suku bangsa murba ini dianggap bisa mewakili alam pikir manusia pada masa lalu (Hadiwiyono, 1985). Sejalan dengan Levi-Strauss (2005), penggunaan mitos suatu suku bangsa di Indonesia mungkin akan memiliki berbagai macam kritik. Levi- Strauss mengungkapkan jawaban atas kritik tersebut. Menurutnya dalam suatu masyarakat purba, khususnya masa perundagian di Indonesia yang sudah mengenal perdagangan, pelayaran, dan navigasi pasti akan menimbulkan suatu hubungan antara masyarakat dalam taraf tertentu, salah satunya soal kepercayaan. Hal ini juga dilakukan Levi-Strauss dalam

11 11 memecahkan mitos daerah Amerika Utara dengan menggunakan mitos daerah Amerika Selatan. Pendapat di atas diperkuat dengan penelitian Hadiwiyono (1985) dengan tema suku bangsa murba di Indonesia. Hadiwiyono menyatakan bahwa suku-suku bangsa di Indonesia memiliki pola-pola mitos yang sama, misalnya tentang perkawinan suci, peperangan dan lain-lain. Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan kumpulan mitos suku bangsa murba di Indonesia untuk mengetahui makna ragam hias pada objek penelitian. I.5.Metode Penelitian Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka di atas, maka terdapat sebuah kesempatan untuk melakukan penelitian ulang mengenai makna ragam hias kapak perunggu. Penelitian ulang ini nantinya akan menggunakan strategi yang berbeda dari penelitian sebelumnya. Penelitian ini dilakukan untuk menemukan penafsiran atas data yang berupa ragam hias pada kapak corong Bandung, candrasa, dan kapak Rote dengan menggunakan pendekatan yang baru, yakni paradigma strukturalisme. Paradigma strukturalisme memiliki strategi dalam menyimpulkan suatu penafsiran. Langkah pertama adalah mencari struktur luar yang tampak pada artefak yang dikaji. Berikutnya struktur luar yang ada dikomparasikan sehingga ditemukan struktur dalam atau tema mitos. Penggunaan mitos di sini bersumber dari data-data etnografi yang sudah ada. Struktur tersebut merupakan komponen penting yang digunakan

12 12 untuk menentukan pemilihan mitos. Pada penelitian ini, mitos digunakan untuk membantu menjelaskan tema yang ada pada ragam hias objek penelitian. Selanjutnya adalah menganalisis mitos dengan cara strukturalisme. Langkah terakhir adalah menggabungkan analisis mengenai struktur dan mitos sehingga mendapatkan suatu penafsiran. Berkaitan dengan hal tersebut maka penelitian ini memiliki beberapa tahap, berikut penjelasan tahap-tahap dalam penelitian ini. I.5.1.Tahap Pengumpulan Data Pada tahap ini dilakukan dua kegiatan pokok, yaitu studi pustaka dan observasi koleksi kapak perunggu Museum Nasional. Studi pustaka digunakan untuk mengetahui hiasan yang ada di objek penelitian. Hal tersebut juga digunakan untuk mengetahui penerapan pendekatan struktural. Observasi dilakukan untuk pengamatan ulang mengenai kondisi objek penelitian dan pengambilan gambar sebagai bukti hasil pengamatan ulang yang dilakukan. I.5.2.Tahap Pengolahan dan Analisis Data Pada tahap pengolahan dilakukan deskripsi mengenai objek penelitian. Deskripsi mengenai objek penelitian menggabungkan hasil studi pustaka mengenai ragam hias kapak dan observasi mengenai kondisi kapak. Berikutnya dijelaskan mengenai suku bangsa murba di Indonesia dan pola pemikirannya. Setelah itu dijabarkan mengenai mitos, khususnya menurut paradigma strukturalisme.

13 13 Analisis ragam hias dilakukan dengan menggunakan pendekatan strukturalisme. Menurut asumsi strukturalisme, gagasan yang dikemukakan manusia merupakan suatu konsep simbolik (Sektiadi, 1998, hal. 13; Bahn, 1991, hal ). Kondisi benda arkeologi yang dikaji kali ini sudah terpisah dari masyarakat yang menghasilkannya, maka makna yang terkandung di dalamnya tidak bisa dikaji secara pasti dengan bantuan masyarakat pendukungnya. Kajian yang tepat untuk mencapai makna dari benda arkeologi yang memiliki fakta seperti itu adalah dengan melalui pola-pola yang tercermin dalam kebudayaan bendawi (Sektiadi, 1998, hal. 13; Magetsari, 1995, hal. 2). Analisis pada penelitian ini dibagi menjadi tiga jenis analisis, yakni analisis variasi ragam hias, analisis penggambaran ragam hias, dan analisis mitos. Analisis ragam motif hias dan analisis motif penggambaran ragam hias digunakan untuk menunjukkan struktur luar pada objek penelitian. Struktur luar yang ada pada objek digunakan untuk mencari struktur dalam. Analisis ketiga adalah analisis cerita mitos. Cerita mitos dipilih berdasarkan tema ragam hias. Pada penelitian ini cerita mitos hanya diambil intisari ceritanya saja. I.5.3.Interpretasi Ragam Hias Berdasarkan analisis yang dilakukan, maka akan dihasilkan gejala atau fenomena tertentu dari analisis tersebut. Gejala atau fenomena yang dihasilkan oleh ketiga analisis tersebut saling dihubungkan dan dikaitkan, sehingga memunculkan suatu makna tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pulau Alor merupakan salah satu pulau yang terletak di Kepulauan Nusa Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang diperkirakan berasal dari

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. (2006). Strukturalisme Levi-Strauss: Mitos dan Karya Sastra. Yogyakarta: Kepel Press.

DAFTAR PUSTAKA. (2006). Strukturalisme Levi-Strauss: Mitos dan Karya Sastra. Yogyakarta: Kepel Press. 94 DAFTAR PUSTAKA Ahimsa-Putra, Heddy Shri (1994/1995). "Analisis Struktural dan Makna Mitos Orang Bajo". Laporan Penelitian Fakultas Sastra UGM, (2006). Strukturalisme Levi-Strauss: Mitos dan Karya Sastra.

Lebih terperinci

: Mas ul Hadi : B Kosma/Jur/SMT : i/psikologi/2 Label : Tugas 1 Mata Kuliah : Antropologi Dosen

: Mas ul Hadi : B Kosma/Jur/SMT : i/psikologi/2 Label : Tugas 1 Mata Kuliah : Antropologi Dosen Nama : Mas ul Hadi NIM : B07210025 Kosma/Jur/SMT : i/psikologi/2 Label : Tugas 1 Mata Kuliah : Antropologi Dosen : Chabib Mustofa, S.Sos., M.Si REVIEW TEORI ANTROPOLOGI STRUKTURAL LEVI STRAUSS Tentu kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan masyarakat masa lampau merupakan catatan sejarah yang sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau pegangan hidup bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. logam tertentu. Kemampuan ini sangat mengagumkan dan revolusioner. Sehingga

BAB I PENDAHULUAN. logam tertentu. Kemampuan ini sangat mengagumkan dan revolusioner. Sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak berubahnya teknologi batu ke teknologi logam, kehidupan manusia dalam segala aspek sosial, politik, maupun ekonomi menjadi semakin maju (Haryono, 2001: 1).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1. Batasan Masalah Karya seni mempunyai pengertian sangat luas sehingga setiap individu dapat mengartikannya secara berbeda. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, karya

Lebih terperinci

Please purchase PDFcamp Printer on to remove this watermark.

Please purchase PDFcamp Printer on  to remove this watermark. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata budaya terdiri dari dua kata yaitu budi dan daya. Koentjaraningrat berpendapat bahwa kata budaya berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah, ialah bentuk jamak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 1.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka dalam suatu penelitian sangatlah penting, terutama untuk memperoleh pandangan-pandangan dan teori-teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara maju di Asia yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara maju di Asia yang sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang merupakan salah satu negara maju di Asia yang sebagian besar masyarakatnya tidak memeluk suatu agama atau kepercayaan tertentu. Namun, bukan berarti kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ragam hias atau disebut juga dengan ornamen di Indonesia merupakan kesatuan dari pola-pola ragam hias daerah atau suku-suku yang telah membudaya berabad-abad.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam periodesasinya disebut seni prasejarah indonesia. Seni prasejarah disebut

BAB I PENDAHULUAN. Dalam periodesasinya disebut seni prasejarah indonesia. Seni prasejarah disebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa perkembangan seni rupa Indonesia dimulai sejak zaman prasejarah. Dalam periodesasinya disebut seni prasejarah indonesia. Seni prasejarah disebut juga seni primitif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia, mitos dan ritual saling berkaitan. Penghadiran kembali pengalaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ritual merupakan suatu proses pelaksanaan tradisi. Meskipun sudah ada ritual tanpa mitos-mitos dalam beberapa periode jaman kuno. Dalam tingkah laku manusia,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. bahwa dongeng adalah hasil mekanisme bekerjanya human mind

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. bahwa dongeng adalah hasil mekanisme bekerjanya human mind BAB V SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan Levi Strauss, seorang antropolog berkebangsaan Prancis menganggap bahwa dongeng adalah hasil mekanisme bekerjanya human mind atau nalar manusia. Pendapat ini, didasarkan

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah Negara yang kaya akan kebudayaan yang tersebar dari Sabang sampai Marauke. Berbagai macam suku, ras adat istiadat mengenai ragam budaya Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai suku dengan aneka

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai suku dengan aneka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai suku dengan aneka adat istiadat yang berbeda satu sama lain. Proses sejarah yang panjang serta kondisi geografis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada sekitar abad IV sampai pada akhir abad XV M, telah meninggalkan begitu banyak peninggalan arkeologis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan. Banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama memiliki hubungan yang erat dengan kebudayaan. Banyak bangunan-bangunan megah yang sengaja dibangun oleh tangan-tangan manusia sebagai wujud berdiamnya Allah di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Kajian pustaka merupakan suatu pustaka yang dijadikan pedoman dalam melakukan suatu penelitian yang sering disebut

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN

BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN 2.1 Uraina Tentang Seni Kata seni berasal dari kata "SANI" yang kurang lebih artinya "Jiwa Yang Luhur/ Ketulusan jiwa". Menurut kajian ilmu di eropa

Lebih terperinci

BAB 1: SEJARAH PRASEJARAH

BAB 1: SEJARAH PRASEJARAH www.bimbinganalumniui.com 1. Studi tentang kebudayaan adalah suatu studi yang mempelajari... (A) Gagasan-gagasan untuk mewujudkan tindakan dan artefak (B) Kesenian (C) Karya sastra dan cerita rakyat (D)

Lebih terperinci

Hafiful Hadi Sunliensyar Mahasiswa Program Studi Pascasarjana Ilmu Arkeologi, FIB, Universitas Gadjah Mada

Hafiful Hadi Sunliensyar Mahasiswa Program Studi Pascasarjana Ilmu Arkeologi, FIB, Universitas Gadjah Mada Menggali Makna Hias Bejana Perunggu Nusantara: Pendekatan Strukturalisme Levi-Strauss Explore The Meaning of Nusantara Bronze Vessels Ornament: Levi-Strauss Structuralism Approach Hafiful Hadi Sunliensyar

Lebih terperinci

BAB II DATA DAN ANALISA. Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh. 3. Pengamatan langsung / observasi

BAB II DATA DAN ANALISA. Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh. 3. Pengamatan langsung / observasi BAB II DATA DAN ANALISA 2. 1 Data dan Literatur Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh dari: 1. Media elektronik: Internet 2. Literatur: Koran, Buku 3. Pengamatan langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Tinggalan manusia masa lampau merupakan gambaran gagasan yang tercipta karena adanya jaringan ingatan, pengalaman, dan pengetahuan yang diaktualisasikan ke

Lebih terperinci

Mata Kuliah Persepsi Bentuk

Mata Kuliah Persepsi Bentuk Modul ke: Mata Kuliah Persepsi Bentuk Pertemuan 11 Fakultas FDSK Nina Maftukha, S.Pd., M.Sn Program Studi Desain Produk www.mercubuana.ac.id IDE Dalam dunia seni rupa umumnya dikenal ada dua struktur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya keanekaragaman seni dan budaya. Kebudayaan lokal sering disebut kebudayaan etnis atau folklor (budaya tradisi). Kebudayaan lokal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu tonggak utama pembangun bangsa. Bangsa yang maju adalah bangsa yang mengedepankan pendidikan bagi warga negaranya, karena dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Pengertian Megalitik telah banyak disinggung oleh para ahli sebagai suatu tradisi yang menghasilkan batu-batu besar, mengacu pada etimologinya yaitu mega berarti

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sudah tersebar diseluruh dunia termasuk di Indonesia. Tembikar atau keramik atau porselen

BAB II LANDASAN TEORI. sudah tersebar diseluruh dunia termasuk di Indonesia. Tembikar atau keramik atau porselen BAB II LANDASAN TEORI Cina adalah Negara komunis yang terdiri dari hampir seluruh kebudayaan, sejarah dan geografis. Negara Cina memiliki banyak kebudayaan, namun salah satu kebudayaan yang paling terkenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan hal-hal di luar karya sastra. Faktor sejarah dan lingkungan ikut

BAB I PENDAHULUAN. dengan hal-hal di luar karya sastra. Faktor sejarah dan lingkungan ikut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan karya imajinatif yang mempunyai hubungan erat dengan hal-hal di luar karya sastra. Faktor sejarah dan lingkungan ikut membentuk karya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Struktur karya sastra dibedakan menjadi dua jenis yaitu struktur dalam

BAB I PENDAHULUAN. Struktur karya sastra dibedakan menjadi dua jenis yaitu struktur dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Struktur karya sastra dibedakan menjadi dua jenis yaitu struktur dalam (intrinsik) dan luar (ekstrinsik). Pada gilirannya analisis pun tidak terlepas dari kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pulau Jawa kaya akan peninggalan-peninggalan purbakala, di antaranya ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini tersebar di

Lebih terperinci

Model-model dari mitos asal usul orang Sasak dalam tembang Doyan Neda tersebut menggambarkan bahwa di dalam mitos terdapat suatu keteraturan tentang

Model-model dari mitos asal usul orang Sasak dalam tembang Doyan Neda tersebut menggambarkan bahwa di dalam mitos terdapat suatu keteraturan tentang BAB V KESIMPULAN Permasalahan pertama yang berusaha diungkap melalui penelitian ini adalah membuktikan dan sekaligus mempertegas pernyataan Levi-Strauss, yang mengatakan bahwa mitos asal usul orang Sasak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani. Kebutuhan mencakup

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani. Kebutuhan mencakup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat pada umumnya mempunyai suatu pola kehidupan yang terbentuk dari setiap kebiasaan anggota masyarakat yang disepakati. Polapola kehidupan tersebut menjadi

Lebih terperinci

Mata Kuliah Persepsi Bentuk

Mata Kuliah Persepsi Bentuk Modul ke: Mata Kuliah Persepsi Bentuk Pertemuan 11 Fakultas FDSK Ali Ramadhan S.Sn.,M.Ds Program Studi Desain Produk Grafis Dan Multimedia www.mercubuana.ac.id IDE Dalam dunia seni rupa umumnya dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, yang sampai sekarang masih banyak anak-anak yang belum tahu

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, yang sampai sekarang masih banyak anak-anak yang belum tahu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah merupakan segala sesuatu yang telah terjadi di masa lampau. Sejarah juga selalu menjadi hal yang penuh misteri bagi sebagian anak-anak, karena sejarah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budaya Menurut Marvin Harris (dalam Spradley, 2007:5) konsep kebudayaan ditampakkan dalam berbagai pola tingkah laku yang dikaitkan dengan kelompokkelompok masyarakat tertentu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah pikiran yang dapat berbentuk fisik (tangible) dan non-fisik (intangible). Tinggalan fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian dari kebudayaan. Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dunia ini banyak hal yang tidak terbaca karena selalu ada sesuatu yang tidak bisa terungkap secara kasat mata. Untuk mengungkapkan sesuatu kadang tabu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dari bahan-bahan tradisional untuk membuat tato (Gumilar, 2005:51).

BAB I PENDAHULUAN. dan dari bahan-bahan tradisional untuk membuat tato (Gumilar, 2005:51). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tato adalah gambar atau simbol pada kulit yang diukir dengan menggunakan alat sejenis jarum. Dulu, orang-orang menggunakan teknik manual dan dari bahan-bahan tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi saat ini khususnya penggunaan teknologi perangkat smartphone semakin meningkat. Smartphone tidak hanya alat yang digunakan untuk komunikasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan kreatif yang objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya (Semi,1989:8).

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. oleh peneliti terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. oleh peneliti terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan. BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Penelitian ini memuat tentang hasil hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Moses, 2014 Keraton Ismahayana Landak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Moses, 2014 Keraton Ismahayana Landak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Selain itu kesenian juga mempunyai fungsi lain, seperti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jawa Barat dikenal sebagai Kota Parahyangan/Tatar Sunda, yang berarti tempat para Rahyang/Hyang bersemayam. Menurut cerita cerita masyarakat kuno, Tatar Parahyangan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH Pokok Bahasan : Pengantar Perkuliahan /Silabus mata kuliah Pengertian Ruang lingkup antropologi. Pertemuan ke- : 1 dan 2 Pengertian dan Ruang Lingkup Antropologi 1. Pengertian. 2. Antropologi: ilmu tentang

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh. Prana Nusa Putra C KRIYA TEKSTIL SURAKARTA

SKRIPSI. Oleh. Prana Nusa Putra C KRIYA TEKSTIL SURAKARTA EKSPRESI ESTETIK KAIN NAMPAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Melengkapi Gelar Sarjana Seni Rupa Jurusan Kriya Seni/ Tekstil Fakultas Sastra dan Seni Rupa Oleh Prana Nusa Putra

Lebih terperinci

Mengenal Jenis, Bentuk, dan Teknik Pembuatan Karya Seni Rupa Tradisional Daerah Setempat

Mengenal Jenis, Bentuk, dan Teknik Pembuatan Karya Seni Rupa Tradisional Daerah Setempat Mengenal Jenis, Bentuk, dan Teknik Pembuatan Karya Seni Rupa Tradisional Daerah Setempat : Umi Faradillah, S.Pd Standar Kompetensi Mengapresiasi Karya Seni Rupa Kompetensi Dasar 1. Mengidentifikasi jenis

Lebih terperinci

Ota Rabu Malam. Musik Ritual. Disusun oleh Hanefi

Ota Rabu Malam. Musik Ritual. Disusun oleh Hanefi Ota Rabu Malam Musik Ritual Disusun oleh Hanefi MUSIK RITUAL Disusun oleh Hanefi Sistem Kepercayaan Pendekatan Sosiologis Tokoh: Emile Durkheim (1858-19170 Bentuk agama yang paling elementer dapat ditemukan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditemui hal-hal

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditemui hal-hal BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditemui hal-hal berkenaan dengan bentuk, simbol serta sekilas tentang pertunjukan dari topeng Bangbarongan Ujungberung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya (Sudjiman,

Lebih terperinci

METODE PEMBELAJARAN BAHASA SASTRA Prosedur dan Kultur. Meyridah SMAN Tambang Ulang, Tanah Laut

METODE PEMBELAJARAN BAHASA SASTRA Prosedur dan Kultur. Meyridah SMAN Tambang Ulang, Tanah Laut METODE PEMBELAJARAN BAHASA SASTRA Prosedur dan Kultur Meyridah SMAN Tambang Ulang, Tanah Laut merydah76@gmail.com ABSTRAK Tulisan ini bertujuan memberikan kontribusi pemikiran terhadap implementasi pembelajaran

Lebih terperinci

SIMBOLISME KEPURBAKALAAN MEGALITIK DI WILAYAH PAGAR ALAM, SUMATERA SELATAN

SIMBOLISME KEPURBAKALAAN MEGALITIK DI WILAYAH PAGAR ALAM, SUMATERA SELATAN SIMBOLISME KEPURBAKALAAN MEGALITIK DI WILAYAH PAGAR ALAM, SUMATERA SELATAN AGUS ARIS MUNANDAR Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Disampaikan dalam Seminar Nasional

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki beragam jenis kesenian seperti tarian adat, alat musik, lagu, pakaian daerah dan sebagainya, yang menampilan ciri

Lebih terperinci

SENI KRIYA. Oleh: B Muria Zuhdi

SENI KRIYA. Oleh: B Muria Zuhdi SENI KRIYA Oleh: B Muria Zuhdi PENGERTIAN SENI KRIA Kriya dalam konteks masa lampau dimaknai sebagai suatu karya seni yang unik dan karakteristik yang di dalamnya mengandung muatan nilai estetik, simbolik,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tradisi slametan, yang merupakan sebuah upacara adat syukuran terhadap rahmat. dan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT.

BAB II LANDASAN TEORI. tradisi slametan, yang merupakan sebuah upacara adat syukuran terhadap rahmat. dan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT. 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Seni Pertunjukan dalam Tradisi Masyarakat Seni pertunjukan yang terdapat dalam tradisi masyarakat, umumnya masih banyak ditemui ritual-ritual yang berkenaan dengan sebuah prosesi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka mempunyai peranan penting dalam melakukan penelitian karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keberadaan

I PENDAHULUAN. Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keberadaan 1 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keberadaan kebudayaan adalah hasil dari karya manusia. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan sistem nilai yang terkandung dalam sebuah masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan yang membentuk lapis-lapis

Lebih terperinci

NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI

NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI NILAI-NILAI SOSIAL DAN BUDAYA DALAM MITOS KIAI KALADETE TENTANG ANAK BERAMBUT GEMBEL DI DATARAN TINGGI DIENG KABUPATEN WONOSOBO SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut

BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE A. Latar Belakang Indonesia adalah Negara kepulauan yang berada di garis khatulistiwa dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. makna koleksi tersebut dalam konteks budaya tempat koleksi berasal. Perbedaan. koleksi epigrafi Jawa Kuno, dan koleksi etnik Aceh.

BAB V PENUTUP. makna koleksi tersebut dalam konteks budaya tempat koleksi berasal. Perbedaan. koleksi epigrafi Jawa Kuno, dan koleksi etnik Aceh. BAB V PENUTUP Setelah dilakukan penelitian secara cermat dan mendalam dapat diketahui bahwa pemaknaan koleksi di Pameran Asia Tenggara memiliki perbedaan dengan makna koleksi tersebut dalam konteks budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Koentjaraningrat (1947), wujud kebudayaan ada tiga macam: 1)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Koentjaraningrat (1947), wujud kebudayaan ada tiga macam: 1) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan adalah keseluruhan aktivitas manusia, termasuk pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat, dan kebiasaan kebiasaan lain. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Syafrida Eliani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Syafrida Eliani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia dengan keanekaragaman suku bangsa, memiliki kekayaan berbagai ornamen yang diterapkan sebagai penghias dalam berbagai benda, seperti lukisan, sulaman,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Upacara adat Belian merupakan suatu bentuk kebudayaan asli Indonesia yang sampai saat ini masih ada dan terlaksana di masyarakat Dayak Paser, Kalimantan Timur. Sebagai salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Metode keilmuan adalah suatu cara dalam memperoleh pengetahuan yang berupa

BAB I PENDAHULUAN. Metode keilmuan adalah suatu cara dalam memperoleh pengetahuan yang berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah Seni. Dalam seni banyak unsur kemanusiaan yang masuk di dalamnya, khususnya perasaan, sehingga sulit diterapkan untuk metode keilmuan. Metode

Lebih terperinci

TUGAS 3. Wawasan Budaya Nusantara. (memberi contoh pada kepercayaan-kepercayaan) Dosen pembimbing : Ranang A.S., S.Pd., M.Sn

TUGAS 3. Wawasan Budaya Nusantara. (memberi contoh pada kepercayaan-kepercayaan) Dosen pembimbing : Ranang A.S., S.Pd., M.Sn TUGAS 3 Wawasan Budaya Nusantara (memberi contoh pada kepercayaan-kepercayaan) Dosen pembimbing : Ranang A.S., S.Pd., M.Sn Oleh : Gresiana Suci Ramadhanti / 13148140 Sri Rahayu Ramadhani / 13148149 PRODI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa masing-masing individu artis memilih sendiri peraturan dan parameter

BAB I PENDAHULUAN. bahwa masing-masing individu artis memilih sendiri peraturan dan parameter BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Seni pada awalnya adalah proses dari manusia, dan oleh karena itu merupakan sinonim dari ilmu. Dewasa ini, seni bisa dilihat dalam intisari ekspresi dari kreatifitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Belajar 9 Tahun Dalam Sastra Dayak Ngaju, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2003), 20.

BAB I PENDAHULUAN. Belajar 9 Tahun Dalam Sastra Dayak Ngaju, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2003), 20. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku Dayak Ngaju merupakan suku Dayak yang berdomisili di Provinsi Kalimantan Tengah. Umumnya, suku Dayak Ngaju tinggal di sepanjang sungaisungai besar seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum merupakan tempat dimana berbagai informasi yang berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Museum merupakan tempat dimana berbagai informasi yang berkaitan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Museum merupakan tempat dimana berbagai informasi yang berkaitan dengan sejarah dan budaya dikumpulkan dan disimpan. Pengertian tersebut sesuai dengan arti dari bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi maka pesat juga perkembangan dalam dunia mode dan fashion. Munculnya subculture seperti aliran Punk, Hippies,

Lebih terperinci

PARTISIPAN : (Yang menjual anak) Nama : Alamat : Umur : Pekerjaan : Pendidikan : Jabatan dalam gereja/masyarakat :

PARTISIPAN : (Yang menjual anak) Nama : Alamat : Umur : Pekerjaan : Pendidikan : Jabatan dalam gereja/masyarakat : PARTISIPAN : (Yang menjual anak) Nama : Alamat : Umur : Pekerjaan : Pendidikan : Jabatan dalam gereja/masyarakat : Pertanyaan-pertanyaan : 1. Aspek manusia : penjual, pembeli dan si anak (Pada saat wawancara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Museum adalah suatu tempat yang menyimpan benda-benda bersejarah yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembelajaran dan pariwisata. Menurut KBBI edisi IV, Museum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan pustaka yang berkaitan dengan topik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seni adalah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika dan artistik. Sepanjang sejarah, manusia tidak terlepas dari seni. Karena seni adalah salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang subordinatif, di mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN. yang subordinatif, di mana bahasa berada dibawah lingkup kebudayaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan bagian dari kebudayaan, ada juga yang mengatakan bahwa bahasa dan kebudayaan merupakan dua hal yang berbeda, namun antara bahasa dan kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jepang merupakan salah satu negara yang terkenal akan ragam kebudayaannya. Situmorang (1995: 3) menjelaskan bahwa kebudayaan adalah sebuah jaringan makna yang dianyam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing yang sangat strategis, yang terletak di tengah-tengah jalur perdagangan yang menghubungkan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebudayaan suatu bangsa tidak hanya merupakan suatu aset, namun juga jati diri. Itu semua muncul dari khasanah kehidupan yang sangat panjang, yang merupakan

Lebih terperinci

Gaya dan Stilistika Citra, Metafora,Simbol, dan Mitos

Gaya dan Stilistika Citra, Metafora,Simbol, dan Mitos Gaya dan Stilistika Citra, Metafora,Simbol, dan Mitos Gaya dan Stilistika Menurut KBBI gaya adalah ragam (cara, rupa, bentuk, dsb) yang khusus (mengenai tulisan, karangan, pemakain bahasa, bangunan rumah,

Lebih terperinci

Kajian Perhiasan Tradisional

Kajian Perhiasan Tradisional Kajian Perhiasan Tradisional Oleh : Kiki Indrianti Program Studi Kriya Tekstil dan Mode, Universitas Telkom ABSTRAK Kekayaan budaya Indonesia sangat berlimpah dan beragam macam. Dengan keanekaragaman budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada hakikatnya, matematika merupakan induk dari ilmu pengetahuan lain dan sekaligus berperan untuk membantu perkembangan ilmu tersebut (Suherman, 2012).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surakarta selain dikenal sebagai kota batik, juga populer dengan keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kekhasan

Lebih terperinci

BAB III GAGASAN BERKARYA

BAB III GAGASAN BERKARYA BAB III GAGASAN BERKARYA 3.1 Tafsiran Tema Karya untuk Tugas Akhir ini mempunyai tema besar Ibu, Kamu dan Jarak. Sebuah karya yang sangat personal dan dilatar belakangi dari pengalaman personal saya. Tema

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Walter dalam Sobur, 2004:164). Hidup senantiasa digerakkan oleh simbolsimbol

BAB I PENDAHULUAN. dan Walter dalam Sobur, 2004:164). Hidup senantiasa digerakkan oleh simbolsimbol BAB I 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Bahasa merupakan sesuatu yang khas dimiliki oleh manusia. Manusia sebagai animal symbolicum, yaitu makhluk yang menggunakan media berupa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Fenomena kebudayaan dan agama selalu hadir di tengah kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Apalagi bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya dengan suku yang dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu paradigma arkeologi sebagai ilmu yang mempelajari masa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu paradigma arkeologi sebagai ilmu yang mempelajari masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu paradigma arkeologi sebagai ilmu yang mempelajari masa lampau adalah merekonstruksi kehidupan masa lalu. Rekonstruksi kehidupan masa lalu yang dimaksud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem religi/kepercayaan terhadap sesuatu menjadi suatu Kebudayaan. Sistem

BAB I PENDAHULUAN. sistem religi/kepercayaan terhadap sesuatu menjadi suatu Kebudayaan. Sistem 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap kebudayaan memiliki sistem religi atau sistem kepercayaan, termasuk dalam kebudayaan etnis Tionghoa. Etnis Tionghoa selalu melestarikan kebudayaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Komunikasi dan edukasi..., Kukuh Pamuji, FIB UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Komunikasi dan edukasi..., Kukuh Pamuji, FIB UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas permuseuman kini makin berkembang sebagai akibat dari terjadinya perubahan paradigma. Apabila pada awalnya aktivitas permuseuman berpusat pada koleksi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suku bangsa yang ada di Indonesia memiliki ciri khas budaya tersendiri. Selain

BAB 1 PENDAHULUAN. suku bangsa yang ada di Indonesia memiliki ciri khas budaya tersendiri. Selain 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah negeri yang kaya dengan budayanya. Setiap suku bangsa yang ada di Indonesia memiliki ciri khas budaya tersendiri. Selain bahasa daerah,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka memuat hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Kajian pustaka memuat hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian tentang geguritan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia lahir, hidup dan berinteraksi secara sosial-bekerja, berkarya,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia lahir, hidup dan berinteraksi secara sosial-bekerja, berkarya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia lahir, hidup dan berinteraksi secara sosial-bekerja, berkarya, beribadah, dan dilatarbelakangi oleh lingkungan budaya di mana ia hidup. Budaya memiliki norma-norma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pengindonesiaan dari kata tattoo yang berarti goresan, gambar, atau

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pengindonesiaan dari kata tattoo yang berarti goresan, gambar, atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan kebutuhan hidup manusia yang dipicu oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terus mengalami perkembangan dari zaman ke zaman. Semakin banyaknya

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Pengertian Ritual Ritual adalah tehnik (cara metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama,

Lebih terperinci

2. Fungsi tari. a. Fungsi tari primitif

2. Fungsi tari. a. Fungsi tari primitif 2. Fungsi tari Tumbuh dan berkembangnya berbagai jenis tari dalam kategori tari tradisional dan tari non trasional disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor ekternal. Faktor internal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki acara adat yang berbeda-beda dalam upacara adat perkawinan, kematian dan memasuki rumah baru.dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk dalam berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk dalam berbagai hal, seperti keanekaragaman budaya, lingkungan, alam, dan wilayah geografis. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup diperhitungkan karya-karyanya dan dianggap sebagai pengarang produktif

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN

PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN A. PENGANTAR Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) merupakan salah satu unsur dalam Tri Darma Perguruan Tinggi. Secara umum, PkM tidak hanya untuk

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa

BAB I. PENDAHULUAN. Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa pengaruh islam dan masa pengaruh eropa. Bagian yang menandai masa prasejarah, antara

Lebih terperinci