BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penerapan Just In Time System pada PT. Primarindo Asia Infrastructure Penerapan Just In Time pada PT. Primarindo Asia Infrastructure baru mulai dilakukan pada awal tahun 1998 yang dikelompokkan dalam 3 (tiga) bagian, yaitu Just In Time Purchasing, Just In Time Production, dan Just In Time Transportation and Delivery. Dimana ketiga bagian ini akan dibahas satu per satu sebagai berikut : 1. Just In Time Purchasing Fungsi pembelian pada PT. Primarindo Asia Infrastructure pada dasarnya dibagi ke dalam 2 (dua) kelompok, yaitu pembelian dari dalam negeri / lokal dan pembelian dari luar negeri / impor. Prosedur kedua kelompok pembelian ini pada dasarnya sama, hanya terdapat sedikit perbedaan pada pembelian secara impor. Informasi yang diperlukan oleh bagian pembelian ini diperoleh dari bagian produksi, terutama mengenai jumlah bahan baku yang dibutuhkan, jenis serta waktu yang diperlukan. Untuk itu perlu dipertimbangkan mengenai tingkat persediaan yang ada serta letak geografis supplier (pemasok) yang ada, baik di dalam maupun di luar negeri. 34
Berikut ini akan dibahas mengenai cara pembelian pada PT. Primarindo Asia Infrastructure secara garis besarnya : 35 Gambar 4.1. Proses Pembelian Bahan Baku Pelanggan Gudang Pembelian Penerimaan Akuntansi Pesanan Pelanggan Permohonan Pembelian Permintaan Pembelian Pesanan Pembelian Pemeriksaan Salinan PO File Buat PO Surat Jalan Pemasok Pesanan Pembelian LPB Direksi Pemasok File Sumber : PT. Primarindo Asia Infrastructure
36 a. Berdasarkan pesanan (order) dan rencana produksi bagian yang membutuhkan bahan baku dalam hal ini adalah bagian gudang bahan baku. b. Setelah itu bagian gudang mengajukan permohonan pembelian 2 (dua) rangkap, yaitu untuk bagian pembelian dan arsip. Bagian pembelian membuat Purchase Order (PO) sebanyak 4 (empat) rangkap, rangkap pertama untuk supplier, kedua untuk bagian penerimaan, ketiga untuk gudang, dan keempat untuk akuntansi. Keempat Purchase Order ini diparaf oleh direksi. c. Apabila telah disetujui, bagian pembelian menghubungi supplier untuk pemesanan bahan baku, negosiasi harga, dan pengiriman bahan bakunya. d. Apabila telah dicapai kesepakatan, dibuat Surat Jalan (SJ) dari supplier ke bagian penerimaan (Receiving). e. Setelah barang diterima, bagian receiving memeriksa barang tersebut, apakah sudah sesuai dengan pesanan yang diminta baik jenisnya maupun jumlahnya. f. Apabila semuanya telah cocok, bagian receiving membuat Laporan Penerimaan Barang (LPB) rangkap 4 (empat). Rangkap pertama untuk bagian pembelian, rangkap kedua
untuk bagian gudang, rangkap ketiga untuk bagian akuntansi, dan rangkap keempat untuk arsip. 37 Untuk bahan baku impor secara garis besarnya sama, hanya berbeda pada waktu pemesanannya. Biasanya untuk bahan baku impor pemesanan dilakukan 1 (satu) sampai 2 (dua) bulan sebelum rencana produksi yang dimiliki pemasok serta frekuensi pelayaran yang digunakan untuk mengirimkan bahan baku pesanan PT. Primarindo Asia Infrastructure. Selain itu diperlukan pembukaan L/C oleh bank serta dokumen-dokumen yang diperlukan, yaitu Invoice, Packing List, Bill of Leading, dan Pemberitahuan Impor Barang. Di bawah ini adalah contoh pemesanan bahan baku dari supplier luar negeri untuk sepatu merk FILA. Tabel 4.1. Pemesanan Bahan Baku dan Produksi Sepatu Merk FILA No. Tgl. Tgl. Negara Jenis Bahan Pemesanan Produksi Pemasok Baku Untuk Model Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 1 31-10-2008 10-01-2009 Taiwan P.U.Leather B S BOOT BALL 360 2 31-10-2008 10-01-2009 Jerman P.U. B S BOOT BALL Synthetic LOW 540 3 15-11-2008 20-01-2009 Perancis Texon B S CLUB HOUSE 2.016 4 31-12-2008 01-03-2009 Belgia Super Polybag B S CLUB HOUSE 852 5 31-1-2009 01-04-2009 Italia Garment Leather I S AMP SPEED 200 Sumber : PT. Primarindo Asia Infrastructure Dari hasil pengamatan, maka penulis berpendapat bahwa proses pembelian bahan baku pada PT. Primarindo Asia Infrastructure belum diterapkan dengan baik, karena masih ada
38 bagian yang terlewatkan, yaitu bagian pemasaran yang seharusnya menampung pesanan pelanggan dan selanjutnya diteruskan ke bagian gudang untuk diproses permohonan pembelian bahan bakunya. Berikut adalah bagan alir proses pembelian bahan baku berdasarkan hasil pengamatan penulis secara garis besar : Gambar 4.2. Proses Pembelian Bahan Baku Setelah Diolah Pelanggan Pemasaran Gudang Pembelian Penerimaan Akuntansi Pesanan Pelanggan Penerimaan Pesanan Permohonan Pembelian Permintaan Pembelian Pesanan Pembelian Pemeriksaan Salinan PO File File Buat PO Pemasok Surat Jalan Pesanan Pembelian LPB Direksi Pemasok File Sumber : Data yang telah diolah Berdasarkan tabel 4.1., maka penulis berpendapat bahwa ada beberapa hal yang telah dijalankan oleh PT. Primarindo Asia
Infrastructure, tetapi belum sesuai dengan karakteristik Just In Time Purchasing, sebagai berikut : 39 a. Pengiriman bahan baku masih dilakukan oleh pemasok yang kebanyakan berasal dari luar negeri. b. Waktu pengiriman barang yang dipesan masih terbilang lama, yaitu sekitar 1 3 bulan. Tetapi disamping ketidaksesuaian di atas, ada beberapa hal yang telah dijalankan oleh PT. Primarindo Asia Infrastructure yang sesuai dengan karakteristik Just In Time Purchasing, yaitu : a. Jumlah bahan baku yang dikirim sudah sesuai dengan yang tertera dalam pesanan pembelian sehingga pemasok harus dapat memenuhi persyaratan tersebut dan tidak ada toleransi apabila terjadi kekurangan atau kelebihannya. b. Berkaitan dengan mutu, PT. Primarindo Asia Infrastructure telah melakukan spesifikasi produk. Artinya PT. Primarindo Asia Infrastructure telah mengikuti standar kualitas yang telah ditetapkan. Jadi, dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh penulis, maka penulis berpendapat bahwa penerapan JIT Purchasing yang ada pada PT. Primarindo Asia Infrastructure belum berjalan dengan baik sesuai dengan akuntansi manajemen dan teori yang
40 ada. Oleh karena itu, PT. Primarindo Asia Infrastructure masih memerlukan peningkatan-peningkatan, seperti mengurangi jumlah pemasok (supplier) yang berasal dari luar negeri. 2. Just In Time Production Dalam proses produksi yang dijalankan PT. Primarindo Asia Infrastructure, terdapat 4 (empat) departemen, yaitu : cutting (pemotongan), sewing (penjahitan), assembling (perakitan), dan packing (pengepakan). Jadwal produksi dibuat dengan memperhatikan jadwal pengiriman dan penerimaan bahan baku dari supplier ke gudang bahan baku. Jadwal ini diberikan kepada masing-masing departemen, agar masing-masing departemen dapat menyusun jadwal produksinya. Secara garis besar proses produksi yang dijalankan PT. Primarindo Asia Infrastructure, sebagai berikut : a. Bahan baku yang sudah ada dan siap diproses dikirim dari gudang bahan baku ke departemen cutting untuk pemotongan bahan-bahan sepatu sesuai dengan pola dan disain sepatu yang direncanakan. b. Setelah itu potongan-potongan tersebut dikumpulkan sekaligus diperiksa mutu bahan maupun hasil-hasil potongan yang telah distandarisasi.
41 c. Hasil potongan tadi oleh departemen cutting dikelompokkan sesuai nomor (ukuran) sepatu, lalu dikirim ke departemen sewing. d. Potongan-potongan tadi dijahit sesuai dengan pola yang telah ditentukan. e. Setelah dijahit, diperiksa pula mutu dan peletakan komponenya. Hasil jahit yang baik, diproses lanjut hingga menjadi bagian atas (upper) sepatu. f. Setelah upper jadi, dikelompokkan menurut ukurannya lalu dikirim ke departemen assembling. g. Di departemen assembling, upper, last sepatu, dan midsole / outsole diberi latek dan dipanaskan agar latek tersebut cepat kering. h. Kemudian upper tadi dipasangkan pada rubber / last sepatu. i. Selanjutnya dilakukan penarikan dengan mesin hingga berbentuk sepatu dan dipanaskan kembali. j. Setelah itu dilakukan pengeleman antara upper yang telah terbentuk dengan last sepatu dan outsolenya. Pada tahap ini pula diadakan pengendalian mutu untuk menjamin hasil pengeleman.
k. Apabila pengelemannya sudah kering, dilakukan proses pengepresan agar perekatan sempurna dan kuat. 42 l. Kemudian proses pendinginan dilakukan untuk membentuk muka sepatu agar sesuai dengan last sepatunya. m. Lalu dilakukan pembersihan akhir. n. Apabila pekerjaan tersebut telah selesai, sepatu dikirim ke departemen packing untuk dikemas. o. Setelah pengemasan, sepatu tadi dikirim ke gudang barang jadi dan siap untuk diekspor. Pada awal berproduksinya PT. Primarindo Asia Infrastructure masih menggunakan sistem manufaktur yang tradisional, yang dikenal dengan sistem dorong (push system). Kegiatan produksi dilakukan berdasarkan : a. Hasil peramalan pemasaran agar dapat menentukan bahan baku dan suku cadang yang diperlukan untuk proses produksi. Resiko yang dihadapi adalah apabila ramalan pemasaran tersebut meleset, karena tidak ada seorangpun yang dapat meramal secara tepat mengenai apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. b. Lay out / tata letak pabrik juga disesuaikan dengan proses produksi yang akan dilakukan. Bahan baku masuk ke pabrik
melalui bagian penerimaan dan kemudian disimpan di gudang bahan baku sebelum diproses. 43 Seiring dengan berjalannya waktu, PT. Primarindo Asia Infrastructure juga berusaha untuk menekan biaya operasionalnya. Kemudian push system ditinggalkan, diganti dengan sistem tarik (pull system). Kegiatan produksi tidak didasarkan lagi dari peramalan pasar, namun berdasarkan pesanan yang datang dari pembeli / buyer untuk dipasarkan ke luar negeri. Terutama pada awal tahun 1997-1998 dimana krisis moneter sangat memukul sektor perekonomian Indonesia khususnya sektor manufaktur, PT. Primarindo Asia Infrastructure mencoba untuk bertahan. Pada tahun 2008, PT. Primarindo Asia Infrastructure melakukan efisiensi ke dalam tubuh perusahaan (intern), yaitu mencoba menerapkan sistem Just In Time untuk proses produksinya. PT. Primarindo Asia Infrastructure berproduksi pada saat dan sebesar kuantitas yang diperlukan saja. Proses produksi dipicu oleh permintaan pesanan, sehingga suatu proses produksi hanya akan berjalan apabila dipicu oleh proses selanjutnya. Sistem produksi Just In Time pada PT. Primarindo Asia Infrastructure, sebagai berikut :
44 a. Pada sistem tarik (pull system), tiap-tiap stasiun kerja di departemen produksi hanya memproduksi sesuai dengan jumlah yang diminta oleh stasiun berikutnya. Dengan demikian jumlah persediaan yang ada di gudang dapat diminimumkan. Berbeda dengan sistem dorong (push system) yang sebelumnya pernah dijalankan PT. Primarindo Asia Infrastructure. b. Dalam push system, pada saat satu stasiun kerja menyelesaikan pekerjaannya, part yang telah selesai diteruskan ke stasiun kerja berikutnya tanpa memperhitungkan apakah stasiun tersebut telah siap bekerja atau belum. Hal ini menimbulkan waktu tunggu dan penumpukan persediaan. Pada saat push system, jumlah persediaan yang dipasok dari supplier keseluruhannya langsung dikirim dalam tiga kali pengiriman. Namun disini terjadi penumpukan persediaan karena bahan baku yang datang tidak langsung diproses karena harus menunggu persediaan yang sebelumnya. Hal ini mengakibatkan pemborosan waktu dan biaya inspeksi serta perawatan persediaan selama di gudang.
45 Penerapan pull system, sebagai berikut : a. Jumlah persediaan yang dipasok sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan pada jadwal produksi yang dibuat oleh departemen produksi. Sehingga pengiriman bahan baku dilakukan sepuluh kali pengiriman dengan lot yang kecil (small lot size). Disini tidak terjadi penumpukan persediaan karena bahan baku yang datang langsung diproses tanpa harus menunggu. Pengiriman dalam jumlah yang kecil (small lot size) dan sesuai dengan jadwal produksi dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi waktu dan biaya seperti efisiensi terhadap biaya inspeksi dan biaya perawatan bahan baku di gudang. Disamping itu juga untuk lebih meningkatkan pengendalian atas mutu bahan baku yang dikirim sehingga siap diproses. b. Lay out / tata letak pabrik pun diubah sedemikian rupa sehingga tiap departemen letaknya berdekatan satu sama lain. Pada saat ini tata letak pabrik berdasarkan produk untuk merk tertentu yaitu Reebok dan FILA. Kedua merk sepatu ini memiliki departemen produksi yang sama, hanya berbeda pada desain dan jenis bahan baku yang digunakan. Apabila dalam proses tersebut salah satu departemen mengalami kerusakan mesin, maka proses produksi secara
46 keseluruhan dihentikan. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi penumpukan salah satu departemen dan mencegah kerusakan yang lebih jauh lagi. Dengan lay out pabrik yang mengarah pada produk dan berbentuk sel tersebut, PT. Primarindo Asia Infrastructure mampu meningkatkan efisiensi terhadap waktu dan biaya, terlebih lagi setelah penerapan sistem JIT Production. Di bawah ini penulis akan mencoba menganalisa pengaruh penerapan sistem JIT terhadap efisiensi waktu dan biaya. a. Efisiensi Terhadap Waktu Sebelum diterapkannya sistem JIT, proses produksi PT. Primarindo Asia Infrastructure harus melalui beberapa tahap waktu, yaitu waktu inspeksi, waktu tunggu, waktu pergerakan barang, dan waktu simpan. Adapun total waktu mulai dari awal proses produksi sampai selesai dan dikirim kepada pelanggan disebut Throughput Time. Di bawah ini merupakan Tabel Throughput Time yang terjadi pada PT. Primarindo Asia Infrastructure sebelum diterapkan sistem JIT.
47 Tabel 4.2. Tabel Throughput Time Pada PT. Primarindo Asia Infrastructure Sebelum Ditetapkan JIT (dalam jam / pasang sepatu) Elemen Bahan Departemen Produksi Throughput Time Baku Cutting Sewing Assembling Packing Total Waktu pemrosesan - 0,03 0,04 0,05 0,02 0,14 Waktu inspeksi 0,065 0,025 0,01 0,015 0,01 0,125 Waktu pergerakan 0,05 0,02 0,045 0,02 0,015 0,15 Waktu tunggu - 0,01 0,03 0,015 0,02 0,075 Waktu simpan 0,07 - - - 0,01 0,08 Sumber : PT. Primarindo Asia Infrastructure Setelah kita melihat elemen-elemen Throughput Time, maka terlihat jelas bahwa sebelum sistem JIT diterapkan masih terdapat pemborosan waktu yang tidak bernilai tambah (nonvalue added), misalnya : 1) waktu inspeksi 2) waktu pergerakan 3) waktu tunggu 4) waktu simpan Jadi, Total Throughput Time sebelum penerapan JIT adalah : 0,14 + 0,125 + 0,15 + 0,075 + 0,08 = 0,57 jam / pasang sepatu 0,14 Manufacturing Cycle Efficiency = 0,57 = 0,2456 jam / pasang sepatu
48 Namun setelah sistem JIT diterapkan, ada beberapa perubahan waktu yang diperlukan untuk memproduksi sampai barang tersebut jadi dan siap untuk dikirm. Waktu tersebut dapat dipersingkat karena dalam sistem JIT ada beberapa elemen Throughput Time yang dapat diminimalkan. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel Throughput Time yang dapat diminimalkan. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel Throughput Time PT. Primarindo Asia Infrastructure setelah penerapan JIT. Tabel 4.3. Tabel Throughput Time Pada PT. Primarindo Asia Infrastructure Setelah Ditetapkan JIT (dalam jam / pasang sepatu) Elemen Bahan Departemen Produksi Throughput Time Baku Cutting Sewing Assembling Packing Total Waktu pemrosesan - 0,02 0,02 0,04 0,01 0,09 Waktu inspeksi 0,05 0,02 0,01 0,01 0,01 0,1 Waktu pergerakan - - - - - - Waktu tunggu - - - - - - Waktu simpan - - - - 0,01 0,01 Sumber : PT. Primarindo Asia Infrastructure Di sini terlihat bahwa terjadi pengurangan waktu yang cukup jelas. Teradpat tiga (3) elemen Throughput Time yang dihilangkan karena dalam sistem JIT elemen waktu tersebut tidak digunakan, yaitu : 1) Waktu Pergerakan 2) Waktu tunggu 3) Waktu simpan
49 Untuk waktu inspeksi, PT. Primarindo Asia Infrastructure belum bisa menghapusnya karena inspeksi masih terus dilakukan mengingat ketatnya pengendalian mutu yang ditetapkan. Namun demikian waktu inspeksi diminimalkan. Dalam sistem JIT PT. Primarindo Asia Infrastructure, lay out Departemen Produksi sudah membentuk saluran sel. Dalam satu sel terdapat 4 (empat) mesin, yaitu : 1) untuk memotong 2) untuk menjahit 3) untuk merakit 4) untuk mengemas. Hal ini menyebabkan waktu pergerakan barang menjadi nol (0), karena begitu barang selesai diproses dari satu bagian, barang tersebut langsung dikirim pada bagian selanjutnya dengan jarak yang berdekatan. Demikian halnya dengan waktu tunggu, dapat dihilangkan karena barang langsung diproses tanpa harus menunggu lama. Jadi, setelah penerapan JIT, Total Throughput Time adalah : 0,09 + 0,1 + 0,01 = 0,2 jam / pasang sepatu Sehingga waktu yang dapat dihemat adalah : 0,57 0,2 = 0,37 jam / pasang sepatu 0,09 MCE = = 0,45 jam / pasang sepatu 0,20
50 Nilai MCE setelah menggunakan sistem JIT (0,45 jam / pasang sepatu) lebih mendekati angka 1 (satu), yang berarti efisien, dibandingkan dengan MCE sebelum menerapkan sistem JIT (0,2456). Dengan demikian PT. Primarindo Asia Infrastructure telah mampu meningkatkan efisiensi terhadap waktu. Namun perusahaan masih terus meminimalkan waktu yang tidak bernilai tambah (non-value added). b. Efisiensi terhadap biaya Dari segi biaya, PT. Primarindo Asia Infrastructure tiap tahunnya terus berupaya untuk menekan biaya-biaya operasionalnya guna meningkatkan perolehan laba perusahaan. Usaha-usaha dalam menekan biaya terlihat dengan adanya pengurangan biaya-biaya yang tidak perlu dikeluarkan oleh perusahaan. Terlebih lagi setelah PT. Primarindo Asia Infrastructure menerapkan sistem JIT, terdapat pengurangan biaya upah tenaga kerja langsung, FOH, dan biaya pemakaian bahan baku. Untuk lebih jelasnya, efisiensi biaya yang dilakukan PT. Primarindo Asia Infrastructure adalah :
51 Sebelum penerapan JIT : Pemakaian bahan baku Rp 129.412.616.482 Tenaga Kerja Rp 32.038.142.424 Biaya Pabrikasi Rp 19.576.915.399 Jumlah Biaya Produksi Rp 181.027.674.305 Setelah penerapan JIT : Pemakaian bahan baku Rp 101.468.842.866 Tenaga Kerja Rp 25.778.305.835 Biaya Pabrikasi Rp 14.146.451.316 Jumlah Biaya Produksi Rp 141.393.600.017 Dengan demikian, jumlah biaya yang bisa dihemat adalah : Rp 181.027.674.305 Rp 141.393.600.017 = Rp 39.634.074.288 Penghematan di atas menunjukkan bahwa penerapan JIT memberi pengaruh besar terhadap efisiensi biaya dengan penjelasan sebagai berikut : 1) Pemakaian bahan baku Pemakaian bahan baku antara sebelum dan sesudah penerapan sistem Just In Time terlihat berbeda, karena pada dasarnya pendekatan JIT terhadap produksi adalah tidak sekedar meminimalkan tingkat persediaan atau mengurangi waktu produksi. Sistem
52 Just In Time itu sendiri menciptakan suatu produk yang berkualitas tinggi dalam keadaan yang paling efisien, karena mutu merupakan hal yang penting di dalam sistem Just In Time. Cacat tidak hanya menimbulkan pemborosan, tetapi juga bisa menyebabkan proses produksi terhenti. Karena tidak ada persediaan untuk mengganti kesalahan, maka mutu yang sempurna dituntut di dalam sistem JIT. Dalam hal ini, PT. Primarindo Asia Infrastructure telah berusaha untuk meminimalkan persediaan bahan baku yang ada dengan meminimalisasikan pemborosan terhadap produksi produk cacat, tetapi bila dilihat pada keterangan perhitungan beban pokok penjualan PT. Primarindo Asia Infrastructure, jumlah persediaan yang ada masih dalam jumlah yang cukup besar, oleh karena itu penerapan sistem Just In Time pada PT. Primarindo Asia Infrastructure belum sesuai dengan teori akuntansi manajemen yang ada, yaitu dengan menggunakan sistem Just In Time, maka persediaan menjadi nol atau ada persediaan tetapi jumlahnya tidak signifikan. 2) Tenaga Kerja
53 Untuk meningkatkan kualitas agar produk yang dihasilkan dapat bersaing di pasar internasional, maka Departemen Produksi PT. Primarindo Asia Infrastructure dibantu oleh staf ahli dari Korea dan untuk Quality Control (QC) dibantu oleh beberapa tim dari pihak Reebok dan FILA. Kegiatan proses produksi yang telah distandarisasi bermanfaat untuk kelancaran proses produksi, pedoman kerja untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan lebih terkendalinya masalah mutu. Perusahaan telah mengadakan suatu sistem produksi yang melibatkan seluruh pekerjaan karyawan dan menciptakan tahapan-tahapan produksi yang efisien. Untuk setiap penyimpangan yang terjadi, dilakukan penelusuran dan pencarian jawaban untuk memecahkan masalah yang dihadapi, lalu dilakukan perbaikan agar masalah yang sama tidak terulang kembali. 3) Biaya Pabrikasi Dengan mencoba menekan persediaan yang ada dan berusaha untuk memproses bahan baku menjadi barang jadi sesuai dengan karakteristik Just In Time, maka untuk biaya pabrikasi yang terdiri dari penyusutan aktiva tetap, gaji dan upah, makloon,
listrik dan energi, kendaraan dan reparasi sedikit berkurang. 54 Secara garis besar penerapan sistem Just In Time pada PT. Primarindo Asia Infrastructure belum berjalan dengan baik sesuai dengan akuntansi manajemen karena masih banyak kekurangan kekurangan. Ada beberapa hambatan yang terdapat dalam penerapan sistem JIT Production pada PT. Primarindo Asia Infrastructure, yaitu : 1) Masalah pelatihan ketrampilan karyawan. Karena tenaga kerja yang ada di PT. Primarindo Asia Infrastructure sebagian besar berpendidikan tertinggi SLTP dan SLTA (70%) maka pelatihan untuk meningkatkan ketrampilan sangat dibutuhkan agar proses produksi dapat berjalan lebih lancar lagi. Hal ini memerlukan biaya yang tidak sedikit. Namun, hingga saat ini telah dilakukan pelatihan kepada beberapa supervisor oleh tim ahli Korea yang pada gilirannya akan bertahap kepada seluruh tenaga kerja / buruh pabrik. Tujuan dari pelatihan ini adalah agar pekerja / buruh pabrik PT. Primarindo Asia Infrastructure dapat menjadi pekerja yang multifungsi (Multifunction
55 Workers). Para pekerja dilatih untuk mampu mengoperasikan lebih dari satu macam operasi produksi. Sehingga apabila terjadi keterlambatan atau keabsenan salah seorang pekerja maka pekerja yang lain dapat menggantikannya untuk tetap menjalankan proses produksi. 2) Masalah perawatan mesin / maintenance Proses produksi yang dilakukan dalam 1 minggu adalah 5 hari, dengan 1 hari beroperasi 8 10 jam. Untuk dapat meningkatkan efisiensi biaya dan waktu, mesin memerlukan perawatan yang intensif sehingga proses produksi tidak terganggu. Kedua hambatan tadi memerlukan biaya yang tidak sedikit dalam pelaksanaannya. Namun, hambatan tersebut harus dihadapi karena biaya yang akan dikeluarkan akan lebih kecil dibandingkan jika pelaksanaan pelatihan dan perawatan mesin tidak dilaksanakan. Mungkin dalam beberapa hari kegiatan proses produksi tidak akan berjalan karena kerusakan mesin misalnya. Pemborosan biaya dan waktu akan timbul, yang semestinya tidak harus terjadi. Disamping hambatan tadi, ada pula manfaat-manfaat yang diperoleh PT. Primarindo Asia Infrastructure dengan diterapkannya JIT Production, antara lain :
56 1) Efisiensi terhadap biaya Mengurangi biaya-biaya untuk kegiatan yang tidak bernilai tambah (non-value added), seperti biaya inspeksi ulang, biaya perpindahan barang dari satu departemen ke departemen yang lain dan biaya gudang. 2) Efisiensi terhadap waktu Mempersingkat waktu yang diperlukan untuk proses produksi dengan menghapuskan waktu inspeksi, waktu untuk memindahkan produk (moving time), waktu tunggu atau waktu simpan (waiting or storage time). 3) Pengendalian kualitas yang lebih baik 3. Just In Time Transportation and Delivery Proses penerimaan bahan baku maupun pengiriman barang jadi erat hubungannya dengan proses produksi. Bahan baku yang diterima dan barang jadi yang dikirim oleh PT. Primarindo Asia Infrastructure adalah barang-barang yang sesuai dengan pesanan dan sesuai dengan jadwalnya dengan proses sebagai berikut : a. Barang jadi yang siap untuk diekspor sebelumnya diperiksa terlebih dahulu oleh buyer inspector (dari Reebok dan FILA). b. Setelah itu sepatu-sepatu tersebut diberi label / seal. c. Alat angkut yang dipergunakan adalah truk truk peti kemas (container) yang dimiliki PT. Primarindo Asia Infrastructure agar lebih menghemat biaya pengiriman untuk transportasi
57 darat menuju pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta. Sedangkan untuk transportasi laut digunakan kapal laut ekspedisi / pelayaran. Seiring dengan pengiriman barang, PT. Primarindo Asia Infrastructure juga mempersiapkan Surat Jalan yang dibuat oleh bagian Gudang Barang Jadi beserta dokumen ekspor yang penting antara lain : a. Invoice b. Packing List c. Bill of Leading (B/L) Apabila dokumen tersebut sudah lengkap, maka pengiriman dapat dilakukan setelah melalui Pabean. Biaya pelayaran / ekspedisi ditanggung oleh pembeli. Sesuai dengan hasil survey / riset, dalam melakukan pengiriman barang jadi dari PT. Primarindo Asia Infrastructure sampai ke tangan pelanggan luar negeri melalui beberapa proses, yaitu : a. Mengenai pengiriman barang jadi masih mengalami keterlambatan. Keterlambatan ini terjadi mengingat jadwal pelayaran (ekspedisi) mengalami perubahan jadwal keberangkatan. b. Mengenai biaya pengirimannya, PT. Primarindo Asia Infrastructure menggunakan metode Free On Board (FOB)
58 Shipping Point, yaitu hanya menanggung biaya pengiriman dari gudang barang jadi sampai pelabuhan Tanjung Priok. Sedangkan biaya dari pelabuhan Tanjung Priok sampai ke tangan pelanggan ditanggung oleh pihak buyer (Reebok / FILA). PT. Primarindo Asia Infrastructure hanya mengeluarkan biaya untuk pengendara dan kurir yang mengantar produknya beserta biaya bahan bakar truk peti kemas yang dimiliki sendiri. c. Dalam pengiriman produk tersebut, PT. Primarindo Asia Infrastructure sangat memperhatikan masalah mutu pengiriman. Hal ini dimaksudkan agar barang yang dikirim jangan sampai mengalami kerusakan di perjalanan. Untuk itu diperlukan penataan yang baik dan pengepakan yang sempurna agar dapat menjamin mutu produk yang dikirim. Ada beberapa hambatan dalam menerapkan sistem Just In Time Transportation and Delivery, yaitu : a. Produk yang dihasilkan berorientasi ekspor, sehingga membutuhkan alat angkut khusus dalam hal ini kapal alut ekspedisi. Ekspedisi ini juga memiliki jadwal tersendiri yang perlu diperhitungkan waktu keberangkatannya. b. Pelabuhan Tanjung Priok yang jauh dari lokasi PT. Primarindo Asia Infrastructure (Bandung), memerlukan waktu dan biaya pengiriman.
59 Namun disamping hambatan-hambatan tersebut, ada pula manfaatnya, yaitu dengan memiliki alat angkut sendiri berupa truk peti kemas, perusahaan bisa kapan saja menggunakannya ketika dibutuhkan untuk pengambilan maupun pengiriman barang. Manajemen PT. Primarindo Asia Infrastructure merasa bahwa proses produksi yang dijalankan masih terdapat kekurangan-kekurangan. Karena itu, manajemen atas PT. Primarindo Asia Infrastructure berusaha untuk selalu memperbaiki proses produksi dengan meminta bantuan staf-staf dari Korea dan dari pihak Reebok serta FILA untuk melatih para karyawan beserta buruh di departemen produksi agar keterampilan mereka dapat bertambah. Produksi dalam sistem tepat waktu (JIT) berjalan dengan suatu proses sistem tarik (pull system), yaitu memproduksi sejumlah produk sesuai dengan permintaan dari operasi berikutnya atau dari pelanggan. Tidak ada produksi yang dilaksanakan sampai ada isyarat dari operasi berikutnya yang menunjukkan bahwa produk perlu diproduksi. Di bawah ini akan diperlihatkan Tabel mengenai dampak / pengaruh penerapan JIT terhadap efisiensi yang ada di PT. Primarindo Asia Infrastructure selama 2 (dua) tahun yang berbeda, yaitu pada saat PT. Primarindo Asia Infrastructure belum dan telah menerapkan Just In Time System.
Tabel 4.4. Pengaruh Penerapan JIT Terhadap Efisiensi Pada PT. Primarindo Asia Infrastructure 60 Elemen-elemen Sebelum Setelah Penerapan JIT Penerapan JIT Penghematan Efisiensi terhadap waktu 0,57 jam / 0,2 jam / 0,37 jam / produksi (Throughput pasang sepatu pasang sepatu pasang sepatu Time) Efisiensi terhadap biaya produksi Rp 181.027.674.305 Rp 141.393.600.017 Rp 39.634.074.288 Sumber : PT. Primarindo Asia Infrastructure Maka, secara umum dapat dikatakan PT. Primarindo Asia Infrastructure telah berusaha untuk menghilangkan pemborosanpemborosan seperti yang terlihat pada tabel 4.4., yaitu pemborosan pada waktu proses produksi sepatu, yaitu dari 0,57 jam / pasang sepatu menjadi 0,2 jam / pasang sepatu, sehingga dapat menghemat waktu sebanyak 0,37 jam / pasang sepatu. Selain menghilangkan pemborosan pada waktu proses produksi sepatu, PT. Primarindo Asia Infrastructure juga telah melakukan efisiensi terhadap biaya produksi, yaitu dari Rp 181.027.674.305 menjadi Rp 141.393.600.017, sehingga dapat menghemat biaya produksi sebesar Rp 39.634.074.288. Dengan demikian penerapan JIT sangat berpengaruh terhadap tingkat efisiensi pada PT. Primarindo Asia Infrastructure.