2 Pada penelitian ini, digunakan model yang telah di pubikasikan oleh Cathy Morris dan Harold Lecar (1981) (ML Model). 24 Model ini diturunkan dari hasil eksperimen mengenai sifat listrik dari serat otot angsa putih (Barnacle Muscle Fiber (BMA)) yang menunjukan aktivitas listrik saat diterapkan suatu arus luar. Serat ini terutama mengandung beda potensial saluran kalium (voltage gated K + ) dan arus Ca + dengan sebuah arus K + yang diaktifkan oleh Ca + di bagian dalam sel. Kedua parameter ini sangat berperan dalam aktivasi potensial listrik pada BMA yang dapat terjadi melalui suatu mekanisme perbedaan konduktansi Ca + dalam aktivasi dan beda potensial K + untuk pemulihan. 24 Model ini terdiri dari persamaan dua dimensi yang melibatkan parameter arus dan kapasitansi membran, dengan parameter aktivasi utama berdasarkan nilai konduktansi dari saluran kalsium dan kalium pada membran. Secara matematis, pada model ini digunakan suatu fungsi persamaan kemungkinan yang diturunkan dengan asumsi bahwa dalam sebuah kesetimbangan (keadaan stabil), keadaan terbuka dan tertutup nya saluran pada membran dibatasi distribusi Boltzmann. Dengan demikian, keterlibatan parameter dalam model dua dimensi ini dapat memudahkan dalam analisisnya baik secara fisika maupun mengenai sistem dinamiknya terhadap interpretasi fungsi biologi dari membran pada saraf dalam suatu jaringan tubuh. Metode analisis yang dipakai pada penelitian ini adalah dengan penerapan penggunaan perangkat lunak untuk komputasi. Metode yang digunakan adalah analisis numerik persamaan differensial (PD) yang terbagi atas visualisasi penjalaran impuls dengan menggunakan metode Rungge-Kutta 4 (RK-4), analisis sistem dinamik meliputi bifurkasi dan ruang fase, serta metode sinkronisasi penjalaran impuls pada saraf kompleks (lebih dari satu sel saraf). Simulasi yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan MATLAB sebagai sarana pengolah data dari analisis kuantitatif model persamaan matematis. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh arus listrik terapan tetap serta arus DC dan AC bergantung waktu pada propagasi saraf tipe 1 dan 2. Analisis sistem dinamik saraf tipe 1 dan 2 pada model Morris- Lecar (1981), serta sinkronisasi sistem saraf terkopel pada jaringan kompleks (lebih dari satu saraf). 1.3 Perumusan Masalah 1. Bagaimana tingkat ketepatan metode RK-4 terhadap pola propagasi saraf tipe 1 dan 2 dengan berbagai variasi nilai arus terapan pada model? 2. Apakah variasi nilai arus terapan pada model Morris-Lecar mempengaruhi pola potensial aksi pada saraf? 3. Bagaimana karakteristik sistem dnamik pada model Morris-Lecar dapat menjelaskan secara kualitatif pola propagasi saraf tipe 1 dan 2? 4. Bagaimana pola propagasi dan sinkronisasi saraf tipe 1 dan 2 pada sistem saraf kompleks terkopel? 1.4 Hipotesis 1. Metode RK-4 memiliki keakuratan yang tinggi pada simulasi pola penjalaran saraf. 2. Karakteristik sistem dinamik pada model ML untuk tipe 1 adalah saddle-node dan untuk tipe 2 adalah Andronov-Hopf. 3. Pola propagasi pada sistem kompleks memiliki jenis sinkronisasi sefase dan berbeda fase pada tiap sel saraf terkopel. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saraf 2.1.1 Neurofisiologi Saraf neuron adalah suatu sel saraf yang merupakan unit anatomis dan fungsional dari sistem saraf. Secara fisiologi,saraf terdiri dari tiga bagaian utama yaitu: dendrit, badan sel atau soma, dan axon. 1 Dendrit merupakan bagian masukan dari sebuah saraf dan penerima masukan sinaptik dari luar
3 lingkungan saraf atau dari saraf lain. 2 Bagian soma merupakan konstruksi utama pada saraf yang didalamnya terdapat unit-unit seluler yang penting seperti inti sel (nucleus) dan mitokondria. 2 Bentuk perpanjangan badan sel yang panjang dan berseludang disebut akson yang berfungsi sebagai penghantar informasi ke luar sel menuju lingkungan luar sel atau sel lain. 1 Terkadang ada beberapa sinyal dapat diterima oleh akson. 2 Struktur saraf secara umum dapat dilihat pada Gambar 1. efektor. 1 Melalui mekanisme difusi listrik, pada synapsess ini saraf satu dengan yang lain saling terhubung. Gambar 2. Sinapsis. 1 Gambar 1. Struktur Saraf. 3 Ketiga komponen utama ini saling bersinergi sehingga memiliki kemampuan spesifik untuk menerima, meneruskan, dan menyampaikan pesan dalam bentuk neural impuls karena sifat khas saraf yang sangat peka terhadap rangsangan dan dapat menghantarkan pesan elektrokimia. 2 Pada akson bagian terminal terdapat synapses, yaitu bagian akson yang telah mengalami spesifikasi struktur tempat neurotransmitter dilepaskan untuk berkomunikasii dengan saraf lainnya. Synapses merupakan satuimpuls dapat lewat satunya tempat suatu dari suatu saraf ke saraf lainnya atau 2.1.2 Mekanisme Ionic Transport pada saraf Aktivitas listrik yang terjadi pada saraf dalam penjalarannya melibatkan arus ionik pada membran saraf antara lain Na +, K +, Ca +, dan Cl -. 3 Konsentrasi tiap ion berbeda pada lingkungan di dalam dan di luar membran. Pada bagian luar membran (ekstraseluler) memiliki konsentrasi ion Na + dan Cl - yang lebih besar.sedangkan padaa bagian dalam membrane (intraseluler) memiliki konsentrasi K + yang tinggi dan molekul bermuatan yang bersifat negatif (A - ). Pada keadaan setimbang, bagian dalam maupun luar membran memiliki konsentrasi dan nilai potensial keseimbangan tertentu saat tidak menerima rangsangan dari luar.kondisi ini biasa disebut dengan Nernst Potential. 3 Nilai-nilai potensial keseimbangan tiap ion dapat dilihat pada Gambar 3.
4 Gambar 3.Nilai Nernst Potential tiap ion di lingkungan dalam dan luar membran pada mamalia saat T=37 0 C (310 K). 3 Mekanisme penjalaran saraf terkait dengan mekanisme transport ionik dari dan ke luar membran melalui saluran ionik (ionic channelis). Saluran ini berupa pori yang mampu melewatkan molekul pada membran. Terdapat beberapa tipe dari saluran ionik. Namun yang paling berpengaruh pada nilai potensial membran adalah saluran Na + dam K +. 4 yang berperan secara aktif dalam mekanisme penjalaran pulsa pada saraf akibat adanya perbedaan beda potensial di dalam dan di luar membran. Saat saraf dalam keadaan tidak menerima maupun mengirimkan signal disebut dalam keadaan at rest (istirahat). 4 Pada keadaan ini lingkungan intraseluler lebih negatif. Pada keadaan at rest, ion kalium (K + ) dapat melewati membran dengan mudah sedangkan ion natrium (Na + ) sulit melewati membran. Begitu pula molekul-molekut negatif (A - ) tidak dapat melewati membran. Tiap-tiap ion dan molekul di lingkungan membran memiliki nilai potensial, sehingga pada keadaan istirahat (setimbang), nilai beda potensial keseluruhannya dapat dikalkulasikan yaitu sekitar -70 mv disebut resting potential (RP). 4 Ini berarti bahwa saat keadaan istirahat, lingkungan intraseluler memiliki nilai potensial lebih rendah 70 mv dibandingkan lingkungan ekstraseluler. Nilai RP Ini bervariasi sebagai suatu konsekuensi saat bahwa keadaan saraf satu dengan yang lain berbeda-beda. Sebagai contoh, dalam jurnal E.M Izhikevich (2003) menyebutkan nialai RP berkisar antara - 40 mv hingga -60 mv. 5 Keadaan keseimbangan dapat tercapai pada saat gradien konsentrasi dan gradien potensial listrik sebanding dan berlawanan arah satu sama lain. Nilai bersih dari arus pada membran adalah nol. Keadaan ini disebut equilibrium potential yang bergantung pada jenis ion spesifik yang di sajikan dalam bentuk Nernst equation berikut; 4 = RT zf ln[ion] [Ion] (1) [Ion] in dan [Ion] out adalah konsentrasi di dalam dan luar membran, Z adalah nilai valensi ion [Z(K + )= +1, Z(Na + )= -1], R adalah konstanta gas, T merupakan temperatur absolut, dan F adalah konstanta Faraday. Kondisi ketika saraf mengirimkan sinyal atau informasi terjadi apabila ada action potential (AP). Keadaan ini biasa disebut spike saat terjadi AP. 3 AP ini terjadi akibat adanya aktivitas depolarisasi arus pada membran saraf. Ini berarti bahwa saat RP bergerak naik menuju 0 mv. Ketika nilai potential kira-kira mencapai -55 mv, saraf akan terangsang untuk menghasilkan AP. Nilai potensial ketika saraf mulai mengirimkan informasi (spiking) disebut nilai potensial ambang (threshold potential). 4 Rangsangan pertama saat terjadinya AP disebabkan oleh saluran
5 natrium yang terbuka. Karena pada saat keadaan istirahat lebih banyak ion natrium di luar membran, maka ion ini masuk ke dalam lingkungan intraseluler melalui membran. Ion natrium memiliki muatan positif, menyebabkan saraf lebih bermuatan positif sehingga mengakibatkan depolarisasi. Saat setelah terjadi depolarisasi, saluran kalium mulai terbuka tetapi dengan laju yang lebih lambat dari pembukaan saluran natrium. Saat saluran kalium terbuka, ion kalium akan keluar sel. Ini menyebabkan penghambatan pada proses depolarisasi. Saat pembukaan saluran kalium mencapai maksimum, maka saluran sodium mulai tertutup sehingga menyebabkan nilai AP kembali menuju -70 mv. 25 Gambar 4. Mekanisme terjadinya potensial aksi pada saraf. 1 2.2Model Morris-Lecar (1981) Cathy Morris dan Harold Lecar mengusulkan sebuah model untuk menjelaskan mekanisme sifat listrik pada serat otot angsa pada tahun 1981.Model ini merupakan persamaan dua dimensi yang hanya melibatkan sebuah arus pengaktifan Ca +, sebuah arus penyearah K + untuk pemulihan, dan arus pasif kebocoran pada membrane (passive leak). Persamaan model ini adalah sebagai berikut. = ()( )!( ) " ( " )+$ %% (2)! =! ()! (3) ' ( () Parameter V merupakan membran potensial, dan W merupakan parameter pemulihan yang merepresentasikan nilai variasi normalisasi konduktansi ion K +. parameter W sebanding dengan nilai pengaktifan kemungkinan bahwa saluran ion K + pada keadaan terbuka (konduksi). Persamaan (3) menggambarkan proses pemulihan oleh saluran protein saat terjadi transisi antara keadaan ion konduksi dengan ion non-konduksi. Kunci utama dari eksitasi listrk yang menyebabkan action potential adalah energi dan tingkat transisi untuk proses pembukaan saluran adalah sangat bergantung pada beda potensial membran. Secara matematis, fungsi kemungkinan pembukaan saluran M (V) dan W (V) diturunkan dengan asumsi bahwa pada keadaan setimbang, pembukaan dan penutupan sebuah saluran dibatasi berdasarkan distribusi Boltzman. Fungsi konduksi ini diberikan sebagai berikut. 1+tanh-. 0 ()= / (4) 2 1+tanh- 2 0! ()= 3 (5) 2 Persamaan (4) dan (5) dapat disederhanakan dengan cara
6 menghilangkan fungsi hiperbolik tanh menjadi suatu fungsi eksponensial yang lebih sederhana seperti pada persamaan berikut. 1 ()= 1+exp8 2- (6). 09 /! ()= 1 1+exp8 2-2 3 09 (7) Dalam penelitian ini digunakan fungsi seperti pada persamaan (4) dan (5). Konstanta waktu untuk pemulihan saluran K + dalam pengaruh perubahan beda potensial bergantung pada beda potensial membran. ' ( ()= 1 cosh- 2 2 3 0 (8) Parameter ø merupakan skala waktu untuk proses pemulihan. Nilai ø dapat divariasikan untuk berbagai sel yang berbeda-beda dan sangat sensitif terhadap suhu lingkungan membran. 26 Model ini sangat sederhana dalam menjelaskan mekanisme listrik pada membran saraf. Model propagasi saraf yang bergantung pada tiga arus ionik: I Ca, merupakan penyebab utama eksitasi listrik, I K, arus utama yang berperan dalam proses pemulihan, dan I L merupakan nilai arus kebocoran membran termasuk didalamnya nilai Resting Potential. Berbagai sistem dan fenomena eksitasi potensial dapat dimodelkan dengan memvariasikan nilai konduktansi membran (g Ca, g K, dan g L ). 24 Karena model ini berdasarkan atas konduktansi dan arus pada membran, maka baik secara teori maupun eksperimen dapat disinkronkan untuk didemonstrasikan. 2.3 Sistem Dinamik dan Bifurkasi Konsep mengenai ruang fase,titik kritis,serta Stabilitas merupakan hal yang fundamental dalam dinamika sistem. Konsep dinamika sistem ini dapat digambarkan oleh suatu set persamaan autonomous. Ini berarti suatu set persamaan yang di dalamnya tidak memiliki hubungan ketergantungan. 7 Pada persamaan saraf ini yang dimaksud autonomous berarti laju variabel terkait baik potensial membran V maupun parameter pemulihan W tidak bergantung pada skala waktu untuk nilai arus terapan tetap. 3 Pada model saraf Morris-Lecar, variabel dimensional yang terkait adalah potensial membran V dan parameter pemulihan W. jika V dan W di plot pada suatu bidang dua dimensi maka disebut sebagai bidang fase atau ruang fase (phase portrait) sedangkan kurva yang terbentuk merupakan trayektori bagi PDB V dan W. 7 2.3.1 Equilibrium Langkah penting dalam analisis sistem dinamik adalah menentukan nilai keseimbangannya (equilibrium) yaitu pada kondisi: @(A,C)=0 (9) (A,C)=0 (10) titik (x,y) adalah sebuah equilibrium. 3 Penginisiasian pada kondisi awal (x 0,y 0 ) saat x = 0 dan y =0, dan trayektori yang terjadi tetap selama kondisi equilibrium, maka x(t)=x 0, dan y(t)= y 0 untuk t 0. Sifat dari trayektori ini dapat bersifat divergen atau konvergen dari titik equilibriumnya bergantung pada kestabilannya. 3 Sebagai contoh, pada model HH terkait pada saluran ion K + pada kurva I-V memiliki tiga titik nol.
7 memiliki titik equilibrium (x 0,y 0 ). Fungsi nonlinier f dan g dapat dilinierisasi dekat equilibrium sebagai berikut. Gambar 5.Titik kritis pada keadaan stabil. 3 Gambar 6.Titik kritis pada keadaan tak Stabil. (a) tiga equilibrium -66 mv, -56 mv, dan -28 mv (b) satu equilibrium -61 mv. 3 Kedaan trayektori pada equilibrium berkaitan dengan stabilitas sistem dinamik. Sebuah equilibrium dikatakan stabil apabila setiap trayektori mendekati titik equilibrium pada t 0. Ini berarti trayektori bersifat convergen terhadap equilibrium (Gambar 5) untuk t. Sebaliknya sebuah equilibrium dikatakan tidak stabil apabila trayektori bersifat divergen atau menyebar dari equilibrium (Gambar 6.) 2.3.2 Analisis linier lokal Agar lebih memahami mengenai analisis sistem dinamik, perlu diketahui karakteristik suatu sistem dinamik itu sendiri dengan menganalis keadaan disekitar sistem pada keadaan stabil. Diberikan sistem dinamik dua dimensi sebagai berikut: A =@(A,C) (11) C =(A,C) (12) @(A,C)=G(A A H )+I(C C H ) +hkhlmnom (13) (A,C)=P(A A H )+N(C C H ) +hkhlmnom (14) high order dapat berupa (x-x 0 ) 2, (x-x 0 )(y-y 0 ), (x-x 0 ) 3, dan seterusnya. a, b, c, dan d adalah suatu operator sebagai berkut: G= Q@ QA (A H,C H ) (15.G) I= Q@ QC (A H,C H ) (15.I) P= Q QA (A H,C H ) (15.P) N= Q QC (A H,C H ) (15.N) Sebagai contoh untuk menganalisis persamaan berikut S =GS+IT (16) T =PS+NT (17) Bentuk matriksnya adalah sebagai berikut U S T V=8G I P N 98S T 9 (18) matiks linierisasi yang terkait adalah W=8 G I P N 9 (19) disebut matriks jacobian. 2.3.3 Nilai eigen dan vektor eigen Sebuah vektor yang elemennya tidak ada yang nol disebut vektor eigen V dari sebuah matriks L yang berkaitan dengan nilai eigen λ jika;
8 LV = λv (notasi matriks) (20) nilai eigen sangat penting dalam hal analisis sistem dinamik dilihat dari stabilitas titik equilibriumnya. Untuk menentukan nilai eigen harus melalui suatu persamaan karakteristik berikut: karakteristik sebagai kombinasi tiap-tiap kemungkinan nilai eigen seperti pada Gambar 7. 3 NOX8 G Y I P N Y 9=0 (21) bentuk polinomial dari persamaan matriks diatas adalah (G Y)(N Y) IP=0 (22) atau, Y / 'Y+ =0 (23) 8 ' XMW G+N 9=8 9=8 detw GN IP 9 (24) sebagi suatu fungsi polinomial maka memiliki dua nilai solusi dalam bentuk Y.,/ = τ± '/ 4 (25) 2 nilai eigen bernilai real (nyata) jika ' / 4 0 atau komplek-konjugat jika ' / 4 <0. Pada keadaan ini solusi umum dari sistem linier ini berbentuk Gambar 7. Klasifikasi titik equilibrium. 3 Titik node, terjadi jika nilai eigen adalah real dan memiliki tanda yang sama. Titik ini stabil ketika nilai eigen keduanya bernilai negatif dan tidak stabil ketika keduanya bernilai positif. Trayektori bersifat konvergen saat stabil dan divergen saat tak stabil Gambar 8. U S(X) T(X) V=P.O`.a b. +P / O`/a b / (26) ketika nilai eigen keduanya bernilai negatif maka akan stabil. Jika sedikitnya satu nilai eigen bernilai positif maka akan tidak stabil. 2.3.4 Klasifiaksi equilibrium Nilai eigen mempengaruhi karakteristik geometri di dekat titik equilibrium. Dari nilai eigen yang diperoleh, didapatkan titik-titik Gambar 8. Tititk equilibrium node,λ 1 =-1, λ 2 =-3 (stabil), λ 1 =+1, λ 2 =+3 (tidak stabil). 3 Titik saddle, terjadi jika nilai eigen adalah real dan memiliki tanda yang
9 berlawanan. Titik saddle selalu tidak stabil, dikarenakan terdapat nilai eigen yang bernilai positif. Vektor eigen bersifat konvergen menuju nilai eigen negatif dilanjutkan divergen dari nilai eigen positif. Gambar 9. Saddle equilibrium λ 1 =+1, λ 2 =-1. 3 Titik focus nilai eigen imajiner (kompleks-konjugat). Stabil pada saat nilai eigen memiliki suku real negatif dan tak stabil ketika memiliki suku real yang positif. Suku imajiner dari nilai eigen menentukan frekuensi rotasi dari trayektori yang mengelilingi titik focus. 3 Gambar 10.Focus equilibrium λ 1 =- 3±i (stabil) atau λ 1 =+3±i (tidak stabil). 3 2.4 Propagasi saraf Jaringan saraf memiliki sifat dapat terangsang (excitability). Dalam kasus ini berarti suatu jaringan saraf memiliki sifat khas pada keadaan istirahat menuju keadaan eksitasi yang menghasilkan suatu potensial aksi pada keadaan ketika saraf mengalami rangsangan. 3 Berbagai macam stimulus dari luar sel saraf sangat mempengaruhi prilaku saraf saat setelah terstimulasi. Saraf yang terkena stimulus, belum tentu akan menghasilkan suatu potensial aksi jika stiumulus tersebut tidak sesuai dengai karakteristik kimia dan fisik dari jaringan saraf tertentu, atau tidak cukup untuk mencapai nilai potensial ambang (threshold potential). Dari sudut pandang sistem dinamik, saraf memiliki sifat excitable atau dapat terangsang karena saraf memiliki bifurkasi keadaan keseimbangan yang dekat dengan keadaan potensial aksi dalam ruang fasenya. 3 Tipe dari bifurkasi ini akan menentukan tipe propagasi dalam saraf. Dalam hal ini, akan dijelaskan hubungan antara jenis bfurkasi dengan tipe propagasi saraf yang berkaitan dengan sistem dinamik saraf tersebut. Sebuah sistem dinamik pada saraf dengan dengan sebuah keseimbangan yang stabil, adalah excitable. Ini berarti bahwa jika terdapat suatu rangsangan yang letaknya dekat dengan titik keseimbangan, maka akan meninggalkan titik keseimbangan tersebut (dengan stimulus yang cukup) dan akan membentuk suatu trayektori dan akan kembali lagi ke titik keseimbangan tersebut seperti pada Gambar11. 3 Jika stimulus tersebut terjadi secara berkelanjutan, maka akan menimbulkan trayektori yang periodik sehingga membentuk suatu limit cycle, Seperti dapat dilihat pada Gambar 11.
10 Gambar 11.Suatu limit cycle. (a)keadaan terangsang excitability.sebuah trayektori (kotak kecil) terinisiasi dengan titik kestabilan dan kembali ke tiik kestabilan tersebut.(b)sistem tereksitasi dekat dengan bifurkasi akan membenmtuk limit cycle karena titik keseimbangannya belum terinisiasi (selama stimulus diterapkan secara kontinu). 3 2.4.1 Bifurkasi Dari bahasan sebelumnya, bifurkasi yang terjadi pada sistem dinamik saraf berkaitan dengan nilai dan vektor eigen. Sebuah sistem dinamik akan stabil apabila semua nilai eigen dari matriks jacobian pada keadaan setimbang memiliki nilai real negatif. Ketika suatu parameter berubah (misal arus eksternal I ) berubah maka nilai eigen akan berubah tanda. Ini dapat menyebabkan suatu bifurkasi saat keseimbangan (bifurcation of the equilibrium). 3 Dengan asumsi sistem memiliki dua keadaan stabil (Bistable), Selama keseimbangan dekat dengan limit cycle dan berlangsung secara periodik, Dua kemungkinan bifurkasi yang dapat terjadi adalah sebagai berikut: Sebuah nilai eigen yang negatif akan berubah menjadi nol. Ini dapat terjadi pada tipe bifurkasi saddle-node dan titik keseimbangan menghilang baik di dalam maupun luar trayektori. Dua nila eigen kompleks-konjugat dengan bagian real negatif mendekati sumbu imaginer sehingga nilainya akan imaginer. Ini terjadi pada bifurkasi tipe Andronov-Hopf, dan titik keseimbangan akan kehilangan kestabilan tetapi tidak menghilang. Dari kombinasi ketiga titik keseimbangan (node, saddle, focus), dengan perubahan tanda pada nilai eigen, maka akan dihasilkan 4 tipe bifurkasi pada keadaan transisi istirahat (equilibrium) menuju keadaan eksitasi (spiking state). Disajikan pada Gambar 12. Gambar 12.Transisi terjadi dari keadaan istirahat menuju keadaan eksitasi yang terjadi melalui bifurkasi keseimbangan (tanda panah).bifurkasi saddle-node pada in vitropyramidal neuron of rat s primary visual cortex.bifurkasiandronov-hopf pada in vitro brainstem mesencephalic V neuron. 3 Menurut sebuah teori yang berkaitan dengan sistem dinamik pada saraf yang menghubungkan sebuah sistem tereksitasi adalah merupakan bagian dari suatu bifurkasi dari keadaan
11 dinamik (spiking state) yang berulang (oscillatory dynamics) menuju kedaan istirahat (resting) akan menghasilkan suatu bifurkasi pada keadaan eksitasi (bifurcation of a limit cycle). Bifurkasi ini terjadi ketika sebuah trayektori terinisiasi diluar titik keseimbangan dan memiliki kemampuan untuk eksitasi secara periodik. Ini akan menghasilkan sistem dinamik yang menampilkan suatu limit cycle (Gambar 13). Gambar 14. Sistem dinamik tereksitasi dapat memiliki bifurkasi yang berbeda baik melalui keadaan bistable atau tidak. 3 Gambar 13.Limit cycle empat bifurkasi pada keadaan istirahat. 3 Dalam hal ini, suatu sistem dinamik dapat beralih dari keadaan istirahat (resting state) menuju keadaan eksitasi (spiking state) baik melalui keadaan bistable maupun tidak (monostable). Secara singkat dapat dilihat pada Gambar 14. 2.4.2 Klasifikasi propagasi saraf Mekanisme bifurkasi pada saraf tereksitasi pertama kali dipelajari oleh Hodgkin (1948). Ia menerapkan berbagai variasi nilai arus pada membran tereksitasi sel saraf otak tikus dan mencatat hasil yang didapatkan. Dalam penelitiannya menunjukan ketika arus yang diterapkan lemah, saraf target tidak menunjukan reaksi apapun. Ketika arus yang diterapkan kuat, maka terjadi eksitasi pada membran sehingga menyebabkan potensial aksi. Berdasarkan besar atau kecilnya nilai rata-rata arus yang diterapkan pada membran untuk terjadinya suatu potensial aksi, secara garis besar
12 Hodgkin (1948) mengklasifikasikan eksitasi saraf menjadi dua kelas. 24 Eksitasi saraf tipe 1 (class 1 neural excitability). Suatu potensial aksi dapat dihasilkan dengan frekuensi acak rendah dan bergantung pada arus yang diterapkan. Eksitasi saraf tipe 2 (class 2 neural excitability). Suatu potensial aksi dapat dihasilkan dalam suatu pita frekuensi tertentu dan relatif tidak bergantung terhadap perubahan kekuatan arus yang diterapkan. Gambar 15. Propagasi eksitasi saraf (a) tipe 1 dan (b) tipe 2 dengan arus terapan DC konstan pada sela saraf tikus. 3 Tipe eksitasi 1 dan 2 ini lah yang akan dibahas pada penelitian ini dengan perlakuan variasi nilai arus terapan sebagai suatu konstanta, arus DC atau pun AC bergantung waktu. Selain itu, dibahas pula untuk analisis dinamik dan model saraf terkopel untuk kasus yang lebih kompleks. 2.5 Sinkronisasi Otak manusia merupakan sebuah jaringan kompleks yang memiliki sekitar 10 11 sel saraf yang saling terhubung oleh 10 14 sampai 10 15 penghubung (conector). 10 ini menunjukan bahwa fenomena sinkronisasi antar sel saraf dalam proses pengolahan informasi dalam bentuk impuls adalah suatu hal yang pasti terjadi dalam sistem dinamik pada saraf. 11 Sistem kompleks pada saraf merupakan suatu set kumpulan unit saraf yang terhubung dan saling terosilasi yang dapat dimodelkan sebagai sutau unit sel yang berpasangan (coupled oscillator). coupled oscillator ini saling tersinkronisasi dalam proses pengolahan informasi pada saraf. 12 Salah satu cara untuk menganalisis dan memahami fenomena ini adalah dengan mengasumsikan sistem kompleks ini menjadi suatu unit kecil osilator, kemudian menganalisis mode ini pada dimensi yang lebih kecil dari sudut pandang fisisnya saja. Hoppensteadt dan Izhikevich (1997) telah melakukan beberapa analisis kualitatif pada sistem kompleks ini dengan memodelkan suatu solusi periodik dan sinkronisasinya pada dua sel saraf terkopel. 3 Analisis yang dilakukan oleh Izhikevich dan Hoppensteadt adalah dengan mereduksi model satu saraf menjadi suatu model fase (phase model) yang diturunkan dari sistem dinamik limit cycle pada spiking neuron.. Hasil dari analisis model fase dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik dari osilator tekopel pada model saraf kompleks. 12 Model fase digambarkan oleh suatu variabel fase (ϑ). Θ didefinisikan sebagai fase setelah spiking neuron. Dua osilator terkopel dapat menempati tiga keadaan sinkronisasi yaitu in-phase, antiphase, atau out-of-phase ketika perbedaan fasenya ϑ 2 - ϑ 1 masing-masing sebanding dengan 0, setengan periode, atau variasi nilai lainnya. (Lihat Gambar 16). 3
13 =@(b )+q g f g jb g m (28) h. K=1,2,3,..,os=1,2,3, o (a) (b) (c) Gambar. 16. Tiga kondisi sinkronisasi (a) sefase (b) berlawanan fase (c) berbeda fase. 3 Secara umum, osilator saraf terkopel dapat di modelkan seperti persamaan berikut: A =@ (A )+ef g (A )ijx X g gh. l g m (27) Dengan x i [0,1] merupakan potensial membran ke-i pada saraf. Fungsi f i merupakan persamaan pada sistem dinamik.. ketika x i mencapai 1, maka saraf ke-i akan spiking dan x i akan kembali ke 0. X g merupakan waktu yang dibutuhkan saat spiking hingga reset. Parameter dimensional ε menggambarkan kekuatan dari koneksi antar unit saraf. Fungsi g ij mewakili parameter yang berkaitan dengan efek dari pasangan unit saraf ke-j saat spiking terhadap unit saraf ke-i saat spiking. ε g ij (x i ) merupakan increament bagi x i setelah l ij 0. Increamnet ini dihasilkan dari suatu fungsi delta dirac δ dengan δ(t) =0 untuk semua X 0,i(0)= NGopi=1 dengan mengasumsikan f i dan g ij adalah kontinu. 13 Bentuk sederhana dari persamaan (27) adalah model n saraf dengan pengaruh keterhubungan antar unit saraf dan kekuatannya. V merupakan potensial membran, f(v i ) merupakan fungsi potensial membran kei seperti pada persamaan (21). ε merupakan parameter yang bertanggung jawab atas kekuatan kopling. Sedangkan g ij merupakan sutau fungsi kopling antar saraf. Fungsi kopling ini memiliki berbagai macam bentuk bergantung terhadap acuan apa model fungsi tersebut dibangun. Pada model ini, diasumsikan bahwa saraf terhubung satu dengan lainnya secara sinaptik dengan fungsi kopling sebagai fungsi sigmoid berikut. 4 g jb g m= 1 1+exp8σjb g t g m9 (29) Dengan parameter σ berperan dalam pengaturan laju kopling dan θ j merupakan potensial ambang tiap sel saraf ke-j. Contoh hasil simulasi yang telah dilakukan oleh Izhikevich dengan menggunakan model integrate and fire untuk dua saraf terkopel disajikan pada Gambar 17. 13 Gambar 17. Dua saraf terkopel dengan peta frekuensi impuls (a)berbeda fase (b) sefase (c) berlawanan fase. 31