PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN MATEMATIS SISWA SMA MELALUI MODELPEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

dokumen-dokumen yang mirip
PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA

MATERI STATISTIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA MTS

BAB IV HASIL PENELITIAN. hanya pada ranah kognitif. Tes hasil belajar sebelum diperlakukan diberi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data nilai tes kemampuan

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS MELALUI PEMBELAJARAN PROBLEM POSING PADA SISWA SMP

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIK SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PROBLEM POSING

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN QUESTION STUDENT HAVE UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMK

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kemampuan pemahaman matematik siswa dan data hasil skala sikap.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN. (dalam Risna, 2011) yang menyatakan bahwa: Soejadi (2000) mengemukakan bahwa pendidikan matematika memiliki dua

PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMP PENCAWAN MEDAN. Arisan Candra Nainggolan

Jurnal Pendidikan Matematika PARADIKMA, Vol 7 Nomor 3, hal 38-47

PENERAPAN METODE MIND MAPPING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS MAHASISWA PADA MATA KULIAH KALKULUS I

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SDN Kumpulrejo 01 Salatiga

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMK TAMANSISWA SUKADAMAI KABUPATEN ASAHAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mengolah data tersebut sesuai dengan langkah-langkah yang ditentukan pada BAB

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SMP Negeri 3 Camba Kabupaten Maros. Data-data yang dianalisis adalah data

Kelompok Tes Ketegori Rata-rata Simpangan Baku Pretes 5,38 1,44 Kelompok Postes 7,69 1,25 Eksperimen Hasil Latihan 2,31 0,19 Kelompok Kontrol

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Juli sampai dengan 07 Agustus tahun ajaran 2017/2018 di ketiga kelas

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses dalam Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA PADA PEMBELAJARAN KALKULUS MELALUI PENDEKATAN KONSTEKSTUAL

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Penggunaan WhatsApp Messenger Sebagai Mobile Learning Terintegrasi Metode Group Investigation Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis

Kata kunci : Pendekatan pembelajaran Matematika (PBM), Pemecahan Masalah Matematika, Komunikasi matematik.

Penerapan Metode Inkuiri Untuk Meningkatkan Disposisi Matematis Siswa SMA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Data yang diperoleh dari hasil tes maupun pengukuran masih belum berarti

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan membahas mengenai analisis data dari hasil pengolahan

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMK DI KOTA CIMAHI

BAB III METODE PENELITIAN

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN EXPERIENTIAL LEARNING TERHADAP KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA MTs

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB III METODE PENELITIAN. subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek apa

Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving Terhadap Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus

Eva Nuraisah 1, Riana Irawati 2, Nurdinah Hanifah 3. Program Studi PGSD Kelas UPI Kampus Sumedang Jl. Mayor Abdurachman No.

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. serta sikap siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan. Untuk mengetahui

97 Ismail Hanif Batubara : Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis. WAHANA INOVASI VOLUME 6 No.1 JAN-JUNI 2017 ISSN :

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1 SDN Mangunsari 07 Salatiga Eksperimen % 2 SDN 03 Karangrejo Kontrol

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 2012/2013. SMP Negeri 3 Kaloran terletak 6 KM dari pusat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

BAB IV HASIL PENELITIAN

PENCAPAIAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PROBLEM-BASED LEARNING (PBL)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting untuk menentukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penalaran matematis siswa dan data hasil skala sikap. Selanjutnya, peneliti

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kec. Kedungwaru Tulungagung tahun ajaran 2014/2015. Penelitian ini berlokasi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sampai bulan April. Mulai dari tahap persiapan, observasi, eksperimen dan

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS MAHASISWA IAIN PADANGSIDIMPUAN MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH. Oleh: Diyah Hoiriyah, M.

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN. terhadap hasil belajar siswa kelas VII pada materi Himpunan MTs Aswaja

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Cilegon yang berlokasi di Jl.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PEMBELAJARAN STRATEGI REACT TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MAHASISWA PGSD TENTANG KONEKSI MATEMATIS

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGGUNAAN PEMBELAJARAN INKUIRI DALAM MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA DI KOTA BENGKULU

Kata Kunci: Pendekatan pembelajaran Matematika (PBM), Penalaran Matematika, Pemecahan Masalah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK MAHASISWA PGSD DITINJAU DARI PERBEDAAN JENIS KELAMIN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan untuk menyelidiki peningkatan pembelajaran

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional) Pasal 37 menegaskan bahwa mata pelajaran matematika

Hubungan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dengan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognitif Berbasis Soft Skill

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Uji Perbandingan Rata-Rata

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PEMBELAJARAN PENEMUAN UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1 IVA 23 50% Kontrol 2 1VB 23 50% Eksperimen Jumlah %

Transkripsi:

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN MATEMATIS SISWA SMA MELALUI MODELPEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH Henra Saputra Tanjung DosenSTKIP Bina Bangsa Meulaboh, Jl. Nasional Meulaboh-Tapaktuan Peunaga Cut Ujong Kec. Meureubo Kab. Aceh Barat 23615, E-mail: hnrsaputra@gmail.com Abstrak:Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran biasa, (2) interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa. Jenis penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen. Populasi dalam penelitian ini terdiri dari seluruh siswa SMA Negeri 1 Kuala Nagan Raya, sedangkan sampelnya terdiri dari 32 siswa pada kelas X-1 sebagai kelas eksperimen dan 30 siswa pada kelas X-2 sebagai kelas kontrol. Pengambilan sampel dilakukan melalui teknik purposive sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes kemampuan komunikasi matematis. Pengujian hipotesis statistik dalam penelitian ini menggunakan uji ANAVA dua jalur pada program SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. Hasil rerata peningkatan kemampuan komunikasi matematis yang diberi pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran biasa masing-masing sebesar 0,52 dan 0,45, (2) tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis matematis siswa. Kata-kata kunci: komunikasi Matematis, Model Pembelajaran Berbasis Masalah PENDAHULUAN Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik sebagai alat bantu dalam penerapan-penerapan bidang ilmu lain maupun dalam pengembangan matematika itu sendiri. Dalam kehidupan sehari-hari banyak aktivitas yang dilakukan manusia berhubungan dengan matematika, contohnya menghitung keuntungan hasil usaha, berbelanja, dan lainlain. Pentingnya matematika untuk dipelajari menyebabkan matematika menjadi salah satu bidang studi yang dipelajari pada setiap jenjang pendidikan baik di tingkat dasar, menengah maupun perguruan tinggi. Matematika yang diajarkan di sekolah bukan hanya untuk keperluan kalkulasi saja, tetapi lebih dari itu matematika dipelajari karena begitu banyak kegunaannya antara lain dengan belajar matematika : kita mampu melakukan perhitungan-perhitungan, perhitungan menjadi lebih sederhana dan praktis, dan dengan belajar matematika diharapkan siswa mampu menjadi manusia yang berpikir logis, kritis, tekun, bertanggung jawab dan mampu menyelesaikan persoalan (Russefendi, 1991:208). Tujuan pembelajaran matematika, yaitu : (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tetap dalam pemecahan masalah, (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan 42

manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan penyelesaian matematika, (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan pemahaman masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menemukan solusi, (4) mengkomunikasikan gagasan matematika dengan simbol, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin, tahu perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Permendikbud, 2013). Hal ini juga sesuai dengan tujuan kurikulum 2013 yaitu mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia (Permendikbud, 2013). Dari beberapa uraian di atas, menunjukkan pentingnya mempelajari matematika dalam menata kemampuan berpikir para siswa, bernalar, memecahkan masalah, berkomunikasi, mengaitkan materi matematika dengan keadaan sesungguhnya, serta mampu menggunakan dan memanfaatkan teknologi. Sumarmo (dalam Saragih, 2007:2) menyatakan bahwa kemampuan-kemampuan dalam tujuan pembelajaran matematika itu disebut dengan daya matematis ( mathematical power) atau keterampilan matematika ( doing math). Istilah daya matematis tidak tercantum secara eksplisit dalam kurikulum pembelajaran matematika di Indonesia, namun tujuan pembelajaran matematika dalam kurikulum di Indonesia menyiratkan dengan jelas tujuan yang ingin dicapai yaitu: (1) kemampuan pemecahan masalah ( problem solving), (2) kemampuan berargumentasi ( reasonning), (3) kemampuan berkomunikasi ( communication), (4) kemampuan membuat koneksi (connection), dan (5) kemampuan representasi (representation). Kelima hal tersebut oleh NCTM (2000) dikenal dengan istilah standar proses daya matematis ( mathematical power process standards). Dari beberapa kemampuan di atas, salah satu kemampuan yang sangat penting untuk diperhatikan dalam pembelajaran matematika adalah kemampuan komunikasi matematis siswa. Hal senada juga dikemukakan Saragih (2007) yang menyatakan kemampuan komunikasi dalam pembelajaran matematika perlu untuk diperhatikan, ini disebabkan komunikasi matematika dapat mengorganisasi dan mengkonsolidasi berpikir matematis siswa baik secara lisan maupun tulisan yang mengakibatkan siswa memiliki pemahaman matematika yang mendalam tentang konsep matematika yang dipelajari. Baroody (1993:100) menjelaskan bahwa ada dua alasan penting mengapa komunikasi dalam matematika perlu ditumbuhkembangkan di kalangan siswa. Pertama, mathematics as language, artinya matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir (a tool to aid thinking), alat untuk menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika juga sebagai suatu alat yang berharga untuk mengkomunikasikan berbagai ide secara jelas, 43

tepat dan cermat. Kedua, mathematics learning as social activity, artinya sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika, matematika juga sebagai wahana interaksi antar siswa, dan juga komunikasi antara guru dan siswa. METODE Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Kuala Nagan Raya. Adapun waktu penelitian ini dilakukan pada semester 2 tahun ajaran 2016/2017 dengan jadwal pelaksanaannya dikoordinasikan dengan kegiatan sekolah. Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian ini adalah karena pentingnya kemampuan komunikasi matematis siswa SMA, belum adanya penelitian tentang peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang dilakukan di SMA Negeri 1 Kuala Nagan Raya tersebut. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi SMA Negeri 1 Kuala Nagan Raya tahun ajaran 2016/2017 yang berjumlah 245 siswa. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah 71 siswa. Namun karena ini adalah penelitian eksperimen dan berdasarkan pernyataan Ruseffendi (2005:47) bahwa pada penelitian eksperimen, subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek seadanya. Lebih lanjut Ruseffendi (2005:92) menyatakan bahwa banyaknya siswa untuk penelitian percobaan (eksperimen) paling sedikit 30 orang perkelompok. Berdasarkan pernyataan Ruseffendi dan ukuran sampel yang diperoleh sebanyak 71 siswa, dan dikarenakan waktu serta kepala sekolah yang tidak mengijinkan siswanya di acak untuk dijadikan sampel penelitian, maka sampel diperoleh berdasarkan kelas yang sudah ada pada lokasi penelitian sebanyak dua kelas. Sampel penelitian ini ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling (penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu). Seperti yang dinyatakan Riduwan (2010:63) bahwa purposive sampling dikenal juga dengan sampling pertimbangan yaitu teknik sampling yang digunakan peneliti jika peneliti mempunyai pertimbanganpertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampelnya atau pengambilan sampel untuk tujuan tertentu. Setelah berkonsultasi dengan guru matematika di sekolah tersebut, terdapat beberapa pertimbangan untuk menentukan sampel dalam penelitian ini sehingga dipilih sebagai sampel adalah kelas X. Salah satu pertimbangannya adalah semangat belajar matematika siswa kelas X rendah. Dan adapun alasan memilih kelas X ini adalah merujuk kepada teori perkembangan kognitif Piaget yang menyatakan bahwa anak pada rentang usia 11 tahun sampai dewasa akan memasuki periode operasi formal. Siswa kelas X rata-rata akan berada pada interval usia ini, sehingga siswa kelas X ini akan memasuki periode operasi formal. Sehingga berdasarkan teori perkembangan kognitif piaget, pada tahap ini seorang anak mampu berpikir logis untuk semua jenis masalah hipotesis, dan ia dapat menggunakan penalaran ilmiah dan dapat menerima pandangan orang lain. Berdasarkan hal ini, maka kelas X tepat untuk menerima eksperimen dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah. Selain itu materi yang dipilih 44

pada penelitian ini adalah Statistika yang merupakan materi yang dipelajari pada kelas X SMA. Berdasarkan pertimbangan dari guru matematika di sekolah yang akan diteliti terpilih kelas X IPA sebagai kelas eksperimen (kelompok siswa yang diberi pembelajaran berbasis masalah) dan kelas X IPS sebagai kelas kontrol (kelompok siswa dengan pembelajaran biasa). HASIL DAN PEMBAHASAN penelitian ini memperoleh sejumlah data yang meliputi ; (1) hasil skor pretes kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol, (2) hasil skor postes kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sehingga analisis data yang akan dipaparkan adalah analisis data kemampuan komunikasi matematis siswa data interaksi pembelajaran dan kemampuan awal matematika (KAM) terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Tes Kemampuan Awal Matematika (KAM) diberikan untuk mengetahui kesetaraan rerata kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dan untuk mengelompokkan siswa berbdasarkan KAM yaitu tinggi, sedang dan rendah. Untuk tujuan tersebut, peneliti menggunakan soal yang sudah dipelajari. Soal tersebut terdiri 20 soal pilihan ganda. Untuk memperoleh gambaran KAM siswa dilakukan perhitungan rerata dan simpangan baku. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran D, sedangkan hasil rangkuman disajikan pada tabel 1 berikut: Tabel 1 Deskripsi Kemampuan Matematika Siswa Tiap Kelas Sampel Berdasarkan Nilai Tes Kemampuan Awal Matematika Kelas Kelas eksperimen (Kelompok PBM) Kelas Kontrol (Kelompok Biasa) Skor Ideal 20 N xmin xmaks _ x SD 32 6 17 11,78 2,836 30 6 17 11,76 2,563 Tabel 1 diatas memberikan gambaran bahwa skor rerata KAM untuk masing-masing kelas sampel penelitian relatif sama. Untuk mengetahui kesetaraan skor KAM kelas sampel penelitian, perlu dilakukan uji analisis yang meliputi: uji normalitas distribusi data dan uji perbedaan rerata. Hipotesis yang diuji untuk mengetahui normalitas data KAM adalah: H 0 :Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. H a :Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal. Kriteria pengujian: jika signifikansi yang diperoleh > 0,05, maka sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan jika signifikansi yang diperoleh < 0,05, maka sampel bukan berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Untuk menguji hipotesis tersebut digunakan uji Kolmogorov-Smirnov Z. Sedangkan hasil rangkuman tersajikan pada tabel 2 berikut: 45

Tabel 2 Hasil Uji Normalitas Nilai Kemampuan Awal Matematika Siswa Nilai_KA M Kolmogorov-Smirnov a Kelas Statistic df Sig. Eksperimen,099 32,200 * Kontrol,111 30,200 * Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai signifikansi Kolmogorov Smirnov berturut-turut adalah 0,200 untuk kelas eksperimen dan kontrol. Nilai kedua signifikan tersebut lebih besar dari nilai taraf signifikan 0,05, sehingga hipotesis nol yang menyatakan data berdistribusi normal untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat diterima. Dengan kata lain data untuk kelompok eksperimen dan kontrol mempunyai data yang berdistribusi normal. Karena data pada kedua kelompok (kontrol dan eksperimen) berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan melakukan pengujian homogenitas varians. Hipotesis yang diuji untuk mengetahui homogenitas dari data tes KAM siswa yaitu sebagai berikut: H 0 : Sampel berasal dari varians kelompok data yang homogen H a : Sampel berasal dari varians kelompok data yang tidak homogen. Kriteria untuk pengujian homogenitas dengan menggunakan uji Levene sebagai berikut: Jika nilai signifikansi > 0,05, Maka varian kelompok data homogen Jika nilai signifikansi < 0,05, Maka varian kelompok data tidak homogen. Hasil perhitungan homogenitas ditampilkan pada tabel 3 berikut: Tabel 3 Hasil Uji Homogenitas Nilai Kemampuan Awal Matematika Siswa Test of Homogeneity of Variance Nilai_KA M Levene Statistic df1 df2 Sig. Based on Mean,059 1 60,809 Based on Median,047 1 60,829 Based on Median and with,047 1 59,981,829 adjusted df Based on trimmed mean,056 1 60,814 Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai signifikansi sebesar 0,809 yang lebih besar dari taraf signifikan 0,05, sehingga hipotesis nol yang menyatakan tidak ada perbedaan variansi antar kelompok data dapat diterima. Hal ini menunjukkan bahwa kedua kelompok data 46

kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai variansi data yang homogen. Untuk melihat perbedaan rata-rata kemampuan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dianalisis dengan menggunakan analisis varians yang bertujuan untuk melihat apakah antara kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki kemampuan yang sama. Hipotesis yang diuji adalah : H 0 Ha : Tidak terdapat perbedaan rerata KAM antar siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol. : Terdapat perbedaan rerata KAM antar siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol. Berikut ini hasil perhitungan uji perbedaan rata-rata nilai kemampuan awal matematika siswa kelas eksperimen dan kontrol dapat dilihat pada tabel 4 berikut: Tabel 4 Analisis Varians Uji Perbedaan Rata-rata Kemampuan Awal Matematika Siswa antar Kelompok Data Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means Nilai_K AM Equal variances assumed Equal variances not assumed F Sig. T Df Sig. (2- tailed) Mean Differenc e Std. Error Differe nce 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper,311,579,053 60,958,033,623-1,215 1,281,053 57,260,958,033,623-1,215 1,282 Berdasarkan pada tabel di atas hasil perhitungan terlihat bahwa nilai signifikansi 0,958 yang lebih besar dari taraf signifikan 0,05 (0,958 > 0,05) sehingga hipotesis nol yang menyatakan tidak terdapat perbedaan rerata kemampuan awal matematika siswa antar kelompok data dapat diterima. Dengan demikian, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol memliki kemampuan awal matematika yang sama. Selanjutnya dilakukan pengelompokkan kemampuan matematika siswa (tinggi, sedang, dan rendah) dibentuk berdasarkan nilai KAM siswa. Untuk siswa yang memiliki nilai KAM X SD dikelompokkan dalam kemampuan matematika tinggi, siswa yang memiliki nilai KAM diantara kurang dari dari X SD X SD dikelompokkan dalam dan lebih kemampuan matematika sedang, sedangkan siswa yang memiliki nilai KAM X SD dikelompokkan dalam kemampuan rendah. Untuk nilai X 58, 4677 dan SD 13, 16, sehingga X SD 71, 6277 dan X SD 45,3077. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran D, 47

sedangkan hasil rangkuman tersajikan pada tabel 5 berikut: Tabel 5 Sebaran Sampel Penelitian Kelas Sampel Penelitian Kemampuan Siswa Tinggi Sedang Rendah Kelas eksperimen (kelompok PBM) 5 21 6 Kelas kontrol (kelompok Pembelajaran Biasa) 4 21 5 Jumlah 9 42 11 Berdasarkan tabel di atas diperoleh pada kelas eksperimen tingkat kemampuan siswa untuk kategori tinggi ada 5 siswa, sedang 21 siswa dan rendah 6 siswa, sedangkan pada kelas kontrol tingkat kemampuan siswa untuk kategori tinggi ada 4 siswa, sedang 21 siswa dan rendah 5 siswa. Data kemampuan komunikasi matematis dikumpulkan dan dianalisis untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematis siswa sebelum dan sesudah pemberian perlakuan pembelajaran. Data ini diperoleh dari hasil pretes dan postes kemampuan komunikasi matematis siswa serta N-Gainnya. Keseluruhan hasil analisis dan kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilihat pada lampiran. Dari hasil analisis perhitungan tes komunikasi matematis siswa kedua kelompok pembelajaran disajikan pada tabel 6 berikut: Tabel 6 Deskripsi Data Kemampuan Komunikasi Matematis Kedua Kelompok Pembelajaran Aspek Pembelajaran Pembelajaran Berbasis Masalah Pembelajaran Biasa Pretes Postes N-Gain Pretes Postes N-Gain N 32 32 32 30 30 30 Rata-rata 21,375 40,3125 0,5212 21,267 37,867 0,454 Simpangan Baku 8,526 10,950 0,218 7,071 10,335 0,201 60 40 20 0 PBM P. Biasa Pretes Postes 0,6 0,4 0,2 0 PBM P. Biasa N-Gain Simpangan Baku Gambar 1 Rata-rata Skor Kemampuan Komunikasi Matematis Gambar 2 Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis 48

Secara deskriptif ada beberapa simpulan yang berkenaan dengan kemampuan komunikasi matematis siswa berdasarkan kemampuan tinggi, sedang dan rendah yang dapat diungkap dari tabel 6, gambar 1 dan gambar 2 yaitu: a. Sebelum pembelajaran, rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah hanya sebesar 21,375, sedangkan nilai rata-rata komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran biasa dengan rata-rata sebesar 21,267. b. Setelah pembelajaran, terjadi peningkatan rata-rata kemampuan komunikasi matematis kedua kelompok siswa tersebut. Siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah mendapatkan rata-rata komunikasi matematis sebesar 40,3125, (N-Gain sebesar 0,5212). Berdasarkan kategori Hake (1998), peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah termasuk dalam kategori sedang (0,3 < g 0,7), sementara siswa yang memperoleh pembelajaran biasa mendapatkan rata-rata komunikasi matematis sebesar 37,867 (N-Gain sebesar 0,454). Berdasarkan kategori Hake (1998), peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran biasa termasuk dalam kategori sedang ( 0,3 g 0,7). c. Berdasarkan gambar 1, memberikan informasi rata-rata skor pretes kemampuan komunikasi matematis siswa pada pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran biasa, namun berdasarkan kualitas skor postes kemampuan komunikasi matematis siswa pada pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran biasa mengalami peningkatan dari hasil pretes. d. Berdasarkan gambar 2, memberikan informasi peningkatan antara skor pretes dengan postes kemampuan komunikasi matematis ( N-Gain kemampuan komunikasi matematis) siswa pada pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran biasa mengalami peningkatan data N-Gain kemampuan komunikasi matematis siswa. Hasil analisis deskriptif terhadap data kemampuan komunikasi matematis siswa kedua kelompok pembelajaran berdasarkan pengelompokan kategori kemampuan awal matematika (KAM) siswa disajikan pada tabel 7 berikut: Tabel 7 Deskripsi Data Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kedua Kelompok Pembelajaran Untuk Kategori KAM Kategori KAM Tinggi Sedang Statistik Pembelajaran Pembelajaran Berbasis Masalah Pembelajaran Biasa Pretes Postes N-Gain Pretes Postes N-Gain N 5 5 5 4 4 4 Rata-rata 33,8 56,2 0,86 33,5 52,5 0,64 SB 0,78 1,61 0,06 0,5 1,56 0,045 N 21 21 21 21 21 21 Rata-rata 22,19 40,14 0,63 21,71 38,19 0,43 49

Rendah SB 4,46 7,93 0,21 2,72 7,23 0,19 N 6 6 6 5 5 5 Rata-rata 8,17 27,67 0,38 9,6 24,8 0,328 SB 1,77 5,49 0,38 1,62 4,22 0,31 Berdasarkan tabel 7 di atas dapat dilihat bahwa ada peningkatan rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dan yang memperoleh pembelajaran biasa. Untuk pembelajaran berbasis masalah, siswa dengan KAM tinggi memproleh rata-rata peningkatan kemampuan komunikasi matematis ( N-Gain) yang lebih besar dari pada siswa dengan KAM sedang dan KAM rendah demikian juga untuk pembelajaran biasa, siswa dengan KAM tinggi memperoleh rata-rata peningkatan kemampuan komunikasi matematis ( N-Gain) yang lebih tinggi dari pada siswa dengan KAM sedang dan KAM rendah. Di samping itu, siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah mendapatkan rata-rata peningkatan kemampuan komunikasi matematis ( N-Gain) yang lebih besar dari pada siswa yang mendapat pembelajaran biasa untuk setiap pasangan kategori KAM. Berdasarkan kategori Hake (1998), rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah, KAM tinggi termasuk dalam kategori N-Gain tinggi (g > 0,7), KAM seda ng dan KAM rendah termasuk dalam kategori N-Gain sedang ( 0,3 g 0,7). Sementara untuk pembelajaran biasa kategori KAM tinggi, KAM sedang dan KAM rendah termasuk dalam kategori N-Gainsedang ( 0,3 g 0,7). Gambar 3 berikut dapat lebih memperjelas peningkatan kemampuan komunikasi matematis ( N-Gain) siswa berdasarkan dua kelompok pembelajaran (Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Biasa) untuk setiap kategori KAM. 1 0,8 0,6 0,4 PBM 0,2 P. Biasa 0 Gambar 3 Peningkatan N-Gain Kemampuan Berdasarkan Komunikasi gambar Matematis 3 untuk Siswa KAM Berdasarkan tinggi lebih Kategori KAM tinggi peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dari pada KAM sedang dan KAM rendah pada Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Biasa. Hal ini memberikan suatu argumen awal bahwa Kemampuan Awal Matematik (KAM) siswa cukup berperan dalam mempengaruhi hasil belajar siswa. Interaksi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah interaksi antara faktor pembelajaran dan kemampuan awal siswa dalam peningkatan kemampuan komunikasi siswa. Selanjutnya, faktor pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa tidak berpengaruh secara bersama-sama terhadap peningkatan kemampuan komunikasi, hal ini 50

terlihat dari hasil penelitian yang menunjukkan tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa dalam meingkatkan kemampuan komunikasi. Hasil penelitian rata-rata gain ternormalisasi kemampuan komunikasi berdasarkan pembelajaran berbasis masalah untuk kelompok tinggi (0,86), sedang (0,63) dan rendah (0,38). Sedangkan pembelajaran biasa rata-rata gain ternormalisasi untuk kelompok tinggi (0,64), sedang (0,43) dan rendah (0,33). Berdasarkan selisih rata -rata, bahwa tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap komunikasi matematis siswa. Dalam hal ini, KAM tidak berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa, karena siswa dengan kategori KAM tinggi mempunyai peningkatan lebih besar dibandingkan KAM kategori sedang dan rendah. Sehingga tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa terhadap komunikasi matematis siswa. Pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah membuat siswa lebih aktif, karena masalah yang diberikan merupakan masalah dalam kehidupan seharihari. Hal itu sejalan dengan pendapat Rusman (2012) bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betulbetul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikir siswa secara berkesinambungan dalam pemecahan masalah. Adanya pembentukan pembelajaran kelompok ini akan membangun keinginan dan keingintahuan pada diri siswa, sehingga kemampuan komunikasi matematis siswa yang rendah akan menjadi lebih tinggi. Siswa yang kurang aktif akan menjadi lebih aktif karena pembelajaran melibatkan siswa dalam kelompok belajar dan masalah yang diberikan dalam bentuk kehidupan sehari-hari. Interaksi sosial dengan teman sebaya, khususnya berargumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas pemikiran dan pada akhirnya memuat pemikiran itu menjadi lebih logis (Trianto,2009). Berdasarkan penjelasan tersebut jelas dikatakan pembelajaran berbasis masalah lebih berperan dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa dan kemampuan awal matematika siswa tidak memberikan pengaruh terhadap komunikasi matematis siswa. Selanjutnya, hasil penelitian kemampuan komunikasi dalam interaksi antara faktor pembelajaran dengan faktor kemampuan awal matematika siswa dapat diketahui dari hasil uji ANAVA dua jalur yang diperoleh dari nilai signifikansi sebesar 0,753 lebih besar dari taraf signifikansi 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini tidak terdapat interaksi antara pembelajaran (PBM dan PB) dengan tingkat kemampuan awal siswa (tinggi, sedang dan rendah) terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa. Hasil temuan ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Marzuki (2012) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematika terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa. 51

KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis, pembelajaran matematika baik dengan pembelajaran berbasis masalah (PBM) maupun dengan pembelajaran biasa dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Berdasaran rumusan masalah, hasil penelitian, dan pembahasan diperoleh beberapa simpulan yang berkaitan dengan faktor pembelajaran, kemampuan awal matematika dan kemampuan komunikasi matematis siswa, kesimpulan tersebut sebagai berikut: 1. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan dengan pembelajaran biasa. Siswa yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah memperoleh rata-rata kemampuan komunikasi matematis sebesar 40,31 sebelumnya 21,38 ( N-Gain kemampuan komunikasi matematis sebesar 0,52), sementara siswa yang diajarkan dengan pembelajaran biasa memperoleh rata-rata kemampuan komunikasi matematis sebesar 37,87 sebelumnya 21,27 (N-Gain kemampuan komunikasi matematis sebesar 0,45). 2. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematika (KAM) terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa. Dalam hal ini diartikan bahwa interaksi antara pembelajaran (pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran biasa) dan kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang dan rendah) tidak memberikan pengaruh secara bersamasama yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa. Perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa disebabkan oleh pembelajaran yang digunakan bukan karena kemampuan awal matematika siswa. SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan temuantemuan dalam pelaksanaan penelitian, peneliti memberi saran sebagai berikut: 1. Kepada Guru Pembelajaran berbasis masalah (PBM) pada kemampuan komunikasi matematis siswa dapat diterapkan pada semua kategori KAM. Oleh karena itu hendaknya pembelajaran ini terus dikembangkan di lapangan yang membuat siswa terlatih dalam menyelesaikan masalah mengenai kemampuan komunikasi matematika meliputi kemampuan mengekspresikan, mendemonstrasikan dan melukiskan ide-ide matematika ke dalam bentuk gambar, tabel, grafik atau model matematika lain; kemampuan menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide atau model matematik; dan kemampuan menggunakan keahlian membaca, menulis dan menelaah untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide serta informasi matematika sehingga pembelajaran lebih baik khususnya materi statistika. Peran guru sebagai fasilitator perlu didukung oleh sejumlah kemampuan antara lain kemampuan memandu diskusi di kelas, memberi scaffolding kepada 52

siswa serta kemampuan dalam menyimpulkan. Disamping itu kemampuan menguasai bahan ajar sebagai syarat mutlak yang harus dimiliki guru agar siswa aktif dalam pembelajaran. Untuk menunjang keberhasilan implementasi pembelajaran berbasis masalah diperlukan bahan ajar yang lebih menarik dirancang berdasarkan permasalahan kontekstual yang merupakan syarat awal yang harus dipenuhi sebagai pembuka belajar mampu stimulus awal dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan. 2. Kepada Lembaga Terkait Pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah (PBM), masih sangat asing bagi guru dan siswa terutama pada guru dan siswa di daerah, oleh karena itu perlu disosialisasikan oleh sekolah dengan harapan dapat meningatkan kemampuan belajar siswa, khususnya meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa yang tentunya akan berimplikasi pada meningkatnya prestasi siswa dalam penguasaan materi matematika. 3. Kepada Peneliti Untuk peneliti lebih lanjut hendaknya penelitian dengan pembelajaran berbasis masalah dalam peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa secara maksimal untuk memperoleh hasil penelitian yang maksimal. Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan pembelajaran berbasis masalah dalam peningkatan kemampuan matematika lain dengan menerapkan lebih dalam agar implikasi hasil penelitian tersebut dapat diterapkan di sekolah DAFTAR PUSTAKA Baroody, A.J. (1993). Problem Solving, Reosoning, and Communicating, K-8. Helping Children Think Mathematically. New York: Merril, an inprint of Macmillan Publishing, Company. Hake, R. R. (1998). Interaktive -engagement versus traditional methods: A sixthousand-student survey of mechanics test data for introductory physics courses. Jurnal American Association of Physics Teachers, 66 (1):64-74. (online).tersedia:http://web.mit.edu/rsi/ www/2005/minipaper/papers/hake.df. Diakses: 21 September 2014. Marzuki. (2012). Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematika antara Siswa yang Diberi Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pembelajaran Langsun. Tesis Tidak Dipublikasikan. Medan : Program Pascasarjana UNIMED. National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston. VA: NCTM. Permendikbud. (2013). Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah atas/madrasah Aliyah, Jakarta: Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Riduwan. (2010). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta. Rusman. (2012). Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru Edisi Dua. Jakarta : Rajawali Press. Russeffendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetisinya dalam Pengajaran 53

Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. -------------------. (2005). Dasar-Dasar Penelitian dan Bidang Lainnya. Press. Non-Eksakta Semarang: IKIP Semarang Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi tidak dipublikasikan. Bandung: Program Pascasarjana UPI Bandung. Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 54