INGGRIS Aku membuka-buka tiap halaman dari buku panduan ini. Negara bernama Britania Raya atau sering disebut Inggris adalah tempat yang sepertinya akan menjadi persinggahan paling lama. Pekerjaan Ayah memaksa kami untuk ikut serta pindah dari hiruk pikuknya Jakarta ke negara ini. Inggris adalah negara bagian terbesar dan terpadat penduduknya dari negaranegara bagian yang membentuk Persatuan Kerajaan Britania Raya dan Irlandia Utara (United Kingdom of Great Britain and Northern Ireland). Negara lainnya adalah Skotlandia, Wales dan Irlandia Utara. Seringkali nama Inggris dipakai untuk menyebut keseluruhan negara ini. Berbeda dengan Skotlandia, Wales dan Irlandia Utara, Inggris tidak memiliki pemerintahan dan parlemen lokal (setingkat DPRD) sendiri. Beberapa informasi penting yang menurut Ayah, aku harus tahu. Aku hanya bisa memandangnya sambil mengunyah permen karet. Bahkan Ayah memberikan aku sebuah bendera Inggris kecil. Aku cuma tertegun saat Ayah menanyakan tentang sejarah dibalik bendera itu.
Bendera Inggris dikenal sebagai St. George Cross, menjadi bendera negara sejak abad ke-13, sebenarnya bendera tersebut dipakai sebagai wilayah maritime dari Republik Genoa, kerjaan Inggris membayar upeti kepada pemerintah Genoa dari tahun 1190 sehingga kapal-kapal Inggris dapat memakai bendera tersebut sebagai simbol perlindungan ketika melewati perairan Mediterania, Ayah bercerita panjang. Aku mencoba mencari sisi ketertarikanku atas cerita Ayah, tapi nihil, aku malah mengantuk. Dan Ayah hanya geleng kepala melihat sikapku. Ayah, seandainya Ayah bercerita tentang hal selain sejarah pasti aku antusias. Aku sedikit menoleh kearah pria muda di sebelahku. Ia tampak agak serius membaca buku tentang Inggris. Geografi tentang Inggris tepatnya. Aku seperti ikut membacanya dalam hati. Inggris meliputi 2/3 pulau Britania Raya dan menerima batas darat di utara dengan Skotlandia dan barat dengan Wales, di selatan dipisahkan dengan Perancis oleh selat Inggris. Ooo ternyata sungai besarnya pun ada tujuh, aku tahu cuma Thames aja, pikirku dalam hati. 2
Seketika aku merasa ada seseorang yang memperhatikanku. Aku diam. Pria muda itu tersenyum melihatku. Sepertinya ia sudah sejak beberapa menit yang lalu memperhatikan ulahku yang ikut membaca diamdiam buku yang sedang dipegangnya. Aku membalas senyumannya getir. Kepergok. Untunglah kepergok baca buku orang, bukan kepergok merhatiin orangnya. Pria muda yang ganteng. Mau pinjam? tanya pria muda itu menyodorkan bukunya. Aku menggeleng sambil tersenyum. Tiba-tiba saja ini seperti jembatan buat kami berbincang panjang selama di pesawat. Hanya obrolan secangkir kopi hitam dan cemilan ringan. Namun cukup seru setelah tahu kalau si pria muda itu nggak muda-muda banget. Usia 30 dengan raut ganteng imut cukup mengecoh. Apalagi setelah tahu alasan kepergiannya ke Inggris adalah untuk tunangan. Yup, hanya untuk tunangan. Namanya Razak. Aku masih terdiam menatap kearah jendela, menahan sisa kantuk dari tidurku yang tak begitu lelap. Hanya awan. Sang pramugari lalu memberikan secangkir kopi hitam. Aku tak merasa memesannya. 3
Dari Pak Razak, ujar sang pramugari tersenyum. Aku langsung menoleh kearahnya, ia mengangkat cangkir kopinya sambil tersenyum. Thanks, kataku tersenyum. Perbincangan di toilet memang seringkali terdengar lebih seru dari cerita sebenarnya. Menguping pembicaraan para pramugari yang terlihat agak kecentilan pada Razak, aku baru tahu kalau ia adalah anak seorang pejabat negeri ini. Tak heran salah seorang diantaranya melihatku agak sinis dan nyinyir. Ini yang aku nggak suka. Kenapa mbak? Ada masalah? tanyaku pada seorang pramugari yang terlihat sinis padaku. Ia langsung tersenyum sok ramah, mencoba menjaga image nama airlines nya mungkin. Aku kembali duduk, kulihat Razak sedang menggambar sesuatu. Gambar apa? tanyaku. Kamu lihatnya gambar apa? Razak balik bertanya. Entah, aku nggak pintar menebak gambar, terakhir kali bisa menebak gambarku sendiri saat psikotes masuk kerja, jawabku. Razak tertawa. Dimana nanti kamu tinggal selama di Inggris? kamu bertanya sambil terus menggambar. 4
London. Kenapa? aku memperhatikan hasil gambarnya. You will be in here, and I will be in..here, kamu menunjuk peta yang telah selesai digambar. Aku semakin nggak mengerti. Iya, kamu akan tinggal di London, jauh dari tempat aku akan menginap, di Newcastle upon Tyne, kamu menjawab kebingunganku dengan senyum. Ya sebenarnya sih aku cukup mengerti soal daerah yang cukup jauh itu, tapi nggak mengerti sama ucapannya yang seolah berharap kita untuk berdekatan. Hah? Oh ya?? Apa aku nggak salah menafsirkan sesuatu? Tunangan orang loh itu? Dan terlalu dini untuk menyimpulkan suatu kedekatan atau ketertarikan. Lalu Razak menyobek kertas yang bergambar peta tersebut dan memasukkannya ke dalam kantong jaketku. Aku hanya tersenyum. Senyum yang semakin membuatku penuh tanya, maksudnya apa kok aku harus menyimpan gambar peta nya? Hmm Penerbangan yang cukup menyenangkan, ujar Razak setelah kami tiba di bandara international Heathrow. Terima kasih sudah menjadi teman ngobrol yang seru, aku harap selama disini kita bisa bertemu, walau sekedar untuk minum kopi hitam, kamu menjabat erat tanganku. 5
Ya, sama-sama. Aku senang kita bisa berkenalan, sahutku tanpa bisa berharap banyak. Ayah dan Ibu masih sibuk mencari barang-barang kami saat aku dan Razak mengucap salam perpisahan. Lalu Razak menghampiri Ayah dan Ibu untuk berpamitan lebih dahulu. Laki-laki yang sopan, aku pikir Razak akan pergi begitu saja tanpa bertegur sapa pada Ayah dan Ibu. Simpan baik-baik peta kecilku, siapa tahu kamu membutuhkannya nanti, katamu mengingatkanku mengenai gambar peta itu. Oh, ya, jangan khawatir, peta ini pasti sangat berguna, aku sudah banyak belajar dari Dora the explorer, sahutku berusaha mencairkan suasana. Razak tertawa. Wajah yang tak akan terlupakan jika aku harus berkunjung ke bandara ini lagi. Tak seromantis Cinta dan Rangga di AADC pastinya, karena mungkin kita pun terlalu tua untuk itu. Dan terlalu dini untuk menganggap kisah ini ada. Untuk Razak, ataupun untukku. 6
Lalu sosokmu hilang ditengah kerumunan orangorang yang tengah sibuk akan jadwal penerbangan hari itu. Hilang bersama rasa yang tak akan pernah ada, hilang bersama dengan semua hal tentang Razak yang tak pernah aku tahu siapa kamu sebenarnya. Tanpa alamat, apalagi nomor telepon. Perkenalan yang unik. Karena kami tenggelam dalam perbincangan yang kami sendiri tak ingin tahu siapa kami sesungguhnya. Bandara ini begitu sesak, sehingga kendaraan mengantri berjejer. Mobil kami bersebelahan. Ayah dan Ibu masih sibuk bercerita pada sepupuku. Kami saling bertatap. Tepatnya saling mencuri tatapan. Aku tersenyum. Razak bersama sang tunangan, dan aku memandang awan. Mobilku lebih dulu menyusul, namun pandangan Razak masih ada hingga ujung persimpangan. * 7