A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Perbedaan Rerata Berat Badan Tikus Putih (Rattus novergicus) Pre test dan Post test Pemberian Induksi Asap Rokok dan Ekstrak Kulit Jeruk Manis (Citrus sinensis) Pengukuran berat badan objek penelitian dilakukan pada tanggal 27 September 2016. Pengukuran berat badan objek penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis ekstrak kulit jeruk manis yang akan diberikan pada setiap objek penelitian. Pengukuran berat badan kembali dilakukan pada tanggal 12 Oktober 2016 untuk mengetahui pengaruh pemberian perlakuan pada setiap objek penelitian. Data dianalisis menggunakan analisis descriptive. Tabel 5. Rerata Berat Badan Tikus Putih (Rattus novergicus) Pre test dan Post test Pemberian Induksi Asap Rokok dan Ekstrak Kulit Jeruk Manis (Citrus sinensis) Kelompok Rerata Berat Badan (gram) ± Kenaikan Berat SD Badan (gram) Pre test Post test P1 187,40 ± 5,45 204,20 ± 5,89 16,8 P2 186,20 ± 8,46 183,00 ± 8,15-3,2 P3 187,80 ± 5,80 193,00 ± 5,24 5,2 P4 180,60 ± 6,02 190,00 ± 5,14 9,4 P5 179,60 ± 6,80 193,80 ± 6,38 14,2 Data dilaporkan dalam bentuk rerata ± SD (standar deviasi). Tabel 5 menunjukkan bahwa kenaikan rata - rata berat badan tertinggi dari semua kelompok terdapat pada kelompok P1 (tidak diberikan perlakuan sama sekali) yaitu sebesar 16,8 gram. Kelompok P2 (hanya 33
34 diberi induksi asap rokok) didapatkan rata rata berat badan mengalami penurunan sebesar 3,2 gram. Kelompok P3, P4 dan P5 didapatkan hasil bahwa kelompok P5 (diberi induksi asap rokok dan ekstrak kulit jeruk manis 112,5 mg) mengalami kenaikan rata rata berat badan tertinggi sebesar 14,2 gram. 210 205 200 195 190 185 180 175 170 165 187.4 204.2 186.2 183 Perbandingan Berat Badan Tikus Pre test dan Post test 187.8 193 190 180.6 179.6 P1 P2 P3 P4 P5 193.8 Pre tets Post test Gambar 9. Grafik perbandingan berat badan tikus pre test dan post test 2. Perbedaan Rerata Kadar SGOT dan SGPT Tikus Putih (Rattus novergicus) Pre test dan Post test Pemberian Induksi Asap Rokok dan Ekstrak Kulit Jeruk Manis (Citrus sinensis) Distribusi data diuji persebarannya dengan menggunakan uji normalitas Shapiro wilk karena jumlah data kurang dari 50. Hasil analisa data berdistribusi tidak normal sehingga untuk mengetahui kebermaknaan perbedaan SGOT dan SGPT pada kelompok data pre test dan post test digunakan uji analisis statistik Wilcoxon. Hasil uji analisis data SGOT dan
35 SGPT pre test dan post test dapat dilihat pada tabel 6 untuk SGOT dan tabel 7 untuk SGPT. Tabel 6 Rerata Kadar SGOT Tikus Putih (Rattus novergicus) Pre test dan Post test Pemberian Induksi Asap Rokok dan Ekstrak Kulit Jeruk Manis (Citrus sinensis) Kelompok Kadar SGOT (U/L) ± SD Sesudah pemberian perlakuan Sebelum pemberian perlakuan Nilai p (Wilcoxon test) P1 37,48 ± 0,63 38,15 ± 0,55 0,041 P2 37,77 ± 0,63 62,53 ± 0,63 0,042 P3 37,86 ± 0,76 54,57 ± 1,00 0,043 P4 37,96 ± 0,40 40,68 ± 0,63 0,042 P5 38,54 ± 1,00 38,25 ± 0,40 0,414 Data dilaporkan dalam bentuk rerata ± SD (Standar Deviasi). Sebaran data diuji dengan Saphiro-Wilk: p < 0,05: data tidak terdistribusi normal. Setelah ditransformasi data tetap berdistribusi tidak normal, sehingga digunakan uji Wilcoxon: p < 0,05: berbeda bermakna. Tabel 6 menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna kadar SGOT pada tikus putih (Rattus novergicus) pre test dan post test pada kelompok P1, kelompok P2, kelompok P3 dan P4. Kelompok P5 tidak ada perbedaan yang bermakna pada kadar SGOT sebelum dan sesudah perlakuan. Kenaikan rata rata tertinggi kadar SGOT dari semua kelompok terdapat pada kelompok P2. Kelompok perlakuan P3, P4, P5 didapatkan hasil bahwa kelompok P3 (diberi induksi asap rokok dan ekstrak kulit jeruk manis 37,5 mg) mengalami kenaikan rata rata tertinggi kadar SGOT sebelum dan sesudah perlakuan.
36 70 60 50 40 62.53 Perbandingan Kadar SGOT 54.57 Pre test dan Post test 40.68 37.4838.15 37.77 37.86 37.96 38.5438.25 30 20 10 0 P1 P2 P3 P4 P5 Pre test Post test Gambar 10. Grafik perbandingan kadar SGOT pre test dan post test Tabel 7 Rerata Kadar SGPT Tikus Putih (Rattus novergicus)pre test dan Post test Pemberian Induksi Asap Rokok dan Ekstrak Kulit Jeruk Manis (Citrus sinensis) Kelompok Kadar SGPT (U/L) ± SD Sebelum Sesudah pemberian pemberian perlakuan perlakuan Nilai p (Wilcoxon test) P1 18,15 ± 0,55 18,35 ± 0,40 0,414 P2 18,25 ± 0,26 38,45 ± 0,63 0,042 P3 18,44 ± 0,34 29,13 ± 0,34 0,041 P4 18,15 ± 0,55 25,44 ± 0,73 0,042 P5 18,54 ± 0,79 20,68 ± 0,94 0,043 Data dilaporkan dalam bentuk rerata ± SD (Standar Deviasi). Sebaran data diuji dengan Saphiro-Wilk: p < 0,05: data tidak terdistribusi normal. Setelah ditransformasi data tetap berdistribusi tidak normal, sehingga digunakan uji Wilcoxon: p < 0,05: berbeda bermakna Tabel 7 menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna kadar SGPT pada tikus putih (Rattus novergicus) pre test dan post test pada kelompok positif, kelompok perlakuan satu, dua, dan tiga. Kelompok P1 tidak ada
37 perbedaan yang bermakna pada kadar SGPT sebelum dan sesudah perlakuan. Kenaikan rata rata tertinggi kadar SGPT dari semua kelompok terdapat pada kelompok P2. Kelompok P3, P4, P5 didapatkan hasil bahwa kelompok P3 (diberi induksi asap rokok dan ekstrak kulit jeruk manis 37,5 mg) mengalami kenaikan rata rata tertinggi kadar SGPT sebelum dan sesudah perlakuan. 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 38.45 Perbandingan Kadar SGPT Pre test dan Post test 29.13 25.44 20.68 18.1518.35 18.25 18.44 18.15 18.54 P1 P2 P3 P4 P5 Pre test Post test Gambar 11. Grafik perbandingan kadar SGPT pre test dan post test 3. Selisih Peningkatan Kadar SGOT dan SGPT Tikus Putih (Rattus novergicus)pre test dan Post test Data pre test dan post test rerata kadar SGOT dan SGPT darah tikus putih (Rattus novergicus) yang didapat, kemudian dihitung besar selisih untuk masing masing kelompok dengan menggunakan analisis
38 descriptive. Hasil perhitungan selisih kadar SGOT dan SGPT darah tikus putih (Rattus novergicus) pre test dan post test adalah sebagai berikut : Tabel 8. Selisih Peningkatan Kadar SGOT Tikus Putih (Rattus novergicus) Sesudah Perlakuan dan Sebelum Perlakuan Kelompok Rerata Peningkatan SGOT ± SD (U/L) P1 0,67 ± 0,43 P2 24,76 ± 0,68 P3 16,70 ± 1,51 P4 2,71 ± 0,73 P5-0,29 ± 0,94 Nilai p (Kruskal- Wallis Test) 0,00 Tabel 8 menunjukkan selisih peningkatan kadar SGOT pre test dan post test. Kelompok yang mengalami peningkatan kadar SGOT tertinggi yaitu kelompok P2 yang hanya diberi induksi asap rokok tanpa diberi ekstrak kulit jeruk manis (Citrus sinensis). Kelompok P3 (diberi asap rokok dan ekstrak kulit jeruk manis dengan dosis 37,5 mg/kgbb) mengalami peningkatan rata rata kadar SGOT tertinggi dari semua kelompok perlakuan dengan nilai 16,70 U/L, sedangkan kelompok P5 (diberi induksi asap rokok dan ekstrak kulit jeruk manis dengan dosis 112,5 mg/kgbb) mengalami peningkatan rata rata kadar SGOT terendah dari semua kelompok perlakuan dengan nilai -0,29. Perbedaan bermakna terdapat pada semua kelompok percobaan karena didapatkan nilai p = 0,00 (p < 0,05).
39 Tabel 9. Selisih Peningkatan Kadar SGPT Tikus Putih (Rattus novergicus)pre test dan Post test Kelompok Rerata Peningkatan SGPT ± SD (U/L) P1 0,19 ± 0,55 P2 20,19 ± 0,88 P3 10,68 ± 0,59 P4 7,28 ± 0,97 P5 2,13 ± 1,00 Nilai p (Kruskal- Wallis Test) 0,00 Tabel 9 menunjukkan selisih peningkatan kadar SGPT pre test dan post test. Kelompok yang mengalami peningkatan kadar SGPT tertinggi yaitu kelompok P2 yang hanya diberi induksi asap rokok tanpa diberi ekstrak kulit jeruk manis (Citrus sinensis). Kelompok P3 (diberi asap rokok dan ekstrak kulit jeruk manis dengan dosis 37,5 mg/kgbb) mengalami peningkatan rata rata kadar SGOT tertinggi dari semua kelompok perlakuan dengan nilai 10,68 U/L, sedangkan kelompok P5 (diberi induksi asap rokok dan ekstrak kulit jeruk manis dengan dosis 112,5 mg/kgbb) mengalami peningkatan rata rata kadar SGOT terendah dari semua kelompok perlakuan dengan nilai 2,13 U/L. Perbedaan bermakna terdapat pada semua kelompok percobaan karena didapatkan nilai p = 0,00 (p < 0,05). 4. Uji Kadar SGOT dan SGPT Antar Kelompok Perlakuan Post test Data berdistribusi tidak normal sehingga untuk menguji kadar SGOT dan SGPT antar kelompok perlakuan pada post test menggunakan uji Mann-Whitney. Hasil uji kadar SGOT dan SGPT antar kelompok perlakuan adalah sebagai berikut :
40 Tabel 10. Hasil Uji Kadar SGOT Antar Kelompok Perlakuan Post test Kelompok (SGOT) Nilai P (Mann-Whitney test) P1 P2 0,006 P3 0,007 P4 0,007 P5 0,066 P2 P3 0,008 P4 0,008 P5 0,008 P3 P4 0,008 P5 0,008 P4 P5 0,009 Tabel 10 menunjukkan kadar SGOT kelompok P1 dibandingkan dengan kelompok P5 menggunakan uji Mann-Whitney didapatkan nilai p>0,05 yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada kedua kelompok tersebut. Kelompok yang lain diuji menggunakan uji yang sama yaitu uji Mann-Whitney dan didapatkan nilai p<0,05 yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada kelompok yang diuji. Tabel 11. Hasil Uji Kadar SGPT Antar Kelompok Perlakukan Post test Kelompok (SGPT) Nilai P (Mann-Whitney test) P1 P2 0,009 P3 0,008 P4 0,009 P5 0,020 P2 P3 0,008 P4 0,009 P5 0,009 P3 P4 0,008 P5 0,008 P4 P5 0,009
41 Tabel 11 menunjukkan bahwa ada perbedaan bermakna kadar SGPT pada setiap kelompok yang diuji menggunakan uji Mann-Whitney (p<0,05). B. Pembahasan Distribusi data SGOT dan SGPT pada penelitian kali ini tidak normal, sehingga untuk menguji data antar kelompok serta data pre test dan post test SGOT serta SGPT digunakan Wilcoxon test dan Mann-Whitney test. Aktivitas enzimatik SGOT dan SGPT serta ALP dipelajari untuk mengevaluasi adanya gangguan di hepar. Level enzim hepar biasanya akan meningkat pada hepatoksisitas akut, namun cenderung menurun pada intoksikasi berkepanjangan karena ada kerusakan pada hepar (obi; et al, 2004 cit.imafidon et al, 2012). Sehingga untuk mengetahui efek hepatoprotektif dari ekstrak kulit jeruk manis (Citrus sinensis) dengan menguji kadar SGOT dan SGPT dalam plasma darah hewan uji. Hasil pada tabel 6 dan tabel 7 menunjukkan bahwa kadar SGOT dan SGPT pre test dan post test pada kelompok P2 mengalami peningkatan yang hanya diberi perlakuan berupa induksi asap rokok saja setelah di analisis datanya menggunakan Wilcoxon test menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna, dengan nilai p = 0,042 pada SGOT dan p = 0,042 pada SGPT. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Omotoso et al. pada tahun 2012 menunjukkan adanya peningkatan kadar SGOT dan SGPT pada tikus Wistar yang diinduksi dengan asap kapas dan dengan asap rokok, dan pada tikus yang diinduksi asap rokok (kelompok C) terjadi peningkatan yang lebih tinggi
42 dibandingkan dengan tikus yang diinduksi asap kapas (kelompok B). Asap rokok meningkatkan kadar beberapa enzim hepar seperti SGOT, SGPT dan ALP yang mampu mampu merangsang perubahan dalam sifat permeabilitas membran hepar (Padmavathi et al., 2009 cit. Omotoso et al., 2012). Aktivitas antioksidan dari glutathione berkurang ketika terpapar asap rokok sehingga menyebabkan kerusakan hepatotoksik yang lebih banyak pada jaringan hepar. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa hewan uji yang diinduksi dengan asap kapas aktivitas enzimnya lebih rendah sehingga tingkat stress oksidatif disebabkan oleh komponen asap rokok yang lain, terutama nikotin, serta juga disebabkan oleh karbon monoksida yang merupakan konstituen dari asap rokok (Omotoso et al, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Alsalhen (2014) yang berjudul Effect of cigarette smoking on liver functions: a comparative study conducted among smokers and non-smokers male in El-beida City, Libya juga menunjukkan hasil bahwa terdapat kenaikan SGOT dan SGPT pada perokok berat dibandingkan dengan kadar SGOT dan SGPT pada kelompok kontrol (p<0,05). Asap rokok menyebabkan lipid peroksidasi yang merusak membran sel pada hepar. Kerusakan sel hepar akan meningkatkan kadar aminotransferase sehingga terjadi peningkatan kadar SGOT dan SGPT (Rochling, 2001 ; Alsalhen dan Abdalsalam, 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Kumar (2015) yang berjudul Evaluation of lipid parameters, Liver Function Test, CRP and MDA (as a marker of lipid peroxidation) in chronic cigarette smokers juga menunjukkan bahwa
43 merokok dapat meningkatkan kadar SGOT dan SGPT Penurunan plasma protein pada perokok bisa juga merupakan efek buruk dari senyawa berbahaya rokok pada sel sel hati. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan pada plasma SGPT, SGOT dan ALP seperti dalam studi ini (Alsalhen et al, 2014). Penurunan protein dalam darah disebabkan karena hilangnya protein oleh pengurangan sintesis protein atau peningkatan aktivitas proteolytic yang disebabkan oleh paparan asap rokok atau melalui pelepasan radikal bebas oksidatif seluler kadar tinggi dapat berdampak terjadinya peningkatan aktivitas proteolytic (Tetley, 2006 cit. Alsalhen et al, 2014). Tanaman jenis Citrus diketahui merupakan sumber flavonoid yang baik. Beberapa jenis flavonoid penting yang bisa diisolasi dari buah tanaman Citrus antara lain naringin, naringenin, nobelitin, narirutin dan hesperidin. Jenis jenis flavonoid tersebut diketahui mempunyai efek antioksidan serta anti inflamasi yang kuat (Tripoli et al, 2007 cit. Alam et al, 2014). Sebagai : 1. Antioksidan dan anti inflamasi Efek 2. Hipoglemik dan anti diabetes 3.Kardioprotektif dan anti hipertensi Efek 4. Hipolipidemik dan hepatoprotektif 5. Mencegah obesitas Regulator energi AMPK PPARs PCG-1α Petanda inflamasi TNF-α IL-6 MCP-1 NF K -B
44 Tabel 10 dan tabel 11 menunjukkan kadar SGOT dan SGPT kelompok P2 paling tinggi dibandingkan dengan kelompok yang lain (p<0,05). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mostafa pada tahun 2015. Penelitian tersebut dilakukan pada tikus yang diinduksi paracetamol dan diberikan ekstrak, yaitu ekstrak kulit jeruk manis, kulit jeruk lemon dan kulit jeruk mandarin, menunjukkan hasil bahwa ekstrak kulit jeruk dapat berfungsi sebagai anti-hepato-nephrotoxic melawan kerusakan pada hepar dan ginjal. Efek hepatoprotektif tersebut disebabkan oleh adanya phyto-constituents seperti senyawa phenolic terutama karakteristik flavanone glycosides yang kebanyakan termasuk naringin, hesperidin, narirutin, dan neohesperidin (Mostafa et al, 2015). Penelitian yang dilakukan oleh Pantsulaia et al pada tahun 2014 juga membuktikan bahwa pemberian ekstrak kulit jeruk dapat memberikan efek protektif pada hepar yang diinduksi Concanavalin A. Nikotin yang terkandung dalam rokok menghambat proliferasi dan diferensiasi, serta menekan sel yang membentuk antibodi. Merokok mempengaruhi cell-mediated maupun respon imun humoral dan merangsang apoptosis sel limfosit serta menginduksi elevasi CD8 + T-cytotoxiclymphocytes, menurunkan sel CD4 +, aktivitas sel NK terganggu dan meningkatkan produksi sitokin pro-inflammatory (IL-1, IL-6, TNF-α) yang dapat menyebabkan kerusakan hepar. Ekstrak kulit jeruk yang diberikan bekerja dengan cara menurunkan kadar sitokin, baik TNF-α maupun IFN-γ, serta meningkatkan kadar IL-10 dan menunjukkan efek hepatoprotektif yang berujung pada
45 penghambatan produksi TNF-α dan IFN-γ (El-Zayadi, 2006; Pantsulaia, 2014). Tabel 8 dan tabel 9 menunjukkan bahwa dosis yang paling efektif bekerja sebagai hepatoprotektif adalah pada pemberian ekstrak kulit jeruk manis (Citrus sinensis) dengan dosis 112,5 mg/kgbb, karena didapatkan selisih peningkatan kadar SGOT sebesar 0,29 dan untuk kadar SGPT sebesar 2,13 (p = 0,0). Penelitian pantsulaia et al., 2014 digunakan dua dosis ekstrak kulit jeruk yaitu 75 mg/kg dan 150 mg/kg, kemudian setelah dilakukan penelitian, didapatkan hasil bahwa dosis ekstrak kulit jeruk yang mempunyai efek protektif terhadap hepar adalah pada dosis 75 mg/kg. Dijelaskan bahwa pada dosis ekstrak kulit jeruk 150 mg/kg tidak didapatkan adanya penghambatan peningkatan SGOT dan SGPT dikarenakan munculnya efek samping atau efek toksik pada dosis tersebut. Penelitian yang dilakukan Mostafa et al., 2015 menggunakan dosis 50 mg/kgbb dan hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kelompok yang diberi ekstrak kulit jeruk terlebih dahulu sebelum diberi paracetamol hasilnya signifikan mengurangi peningkatan kadar SGOT dan SGPT dibandingkan kelompok yang hanya diberi paracetamol. Penelitian yang dilakukan oleh Chen et al pada tahun 2013 menunjukkan bahwa pemberian air ekstrak kulit jeruk manis pada dosis 10 serta 100 mg/kgbb selama 28 hari menunjukkan efek protektif yang signifikan dengan menurunkan kadar SGOT dan SGPT serta memperbaiki gambaran histologi hepar tikus. Hasil penelitian tersebut juga diketahui bahwa
46 kadar hepatic glutathione rendah pada tikus yang di beri CCl 4 yang berperan sebagai hepatotoksik, dan dengan pemberian air ekstrak kulit jeruk manis dapat menormalkan kadar glutathione yang sebelumnya turun karena injeksi CCl 4. Beberapa studi menunjukkan bahwa kadar glutathione pada sel meningkat dengan adanya senyawa phenolic alami (Yu et al., 2007 cit. Chen et al., 2013). Pada penelitian kali ini didapatkan bahwa tikus yang diinduksi asap rokok kadar SGOT dan SGPT nya lebih tinggi daripada tikus yang tidak diinduksi asap rokok, kemudian pada kelompok yang diberi perlakuan berupa induksi asap rokok dan pemberian ekstrak kulit jeruk manis (Citrus sinensis) kadar SGOT dan SGPT nya lebih rendah daripada kelompok yang hanya diberi induksi asap rokok saja. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kulit jeruk manis(citrus sinensis) berpengaruh terhadap kadar SGOT dan SGPT pada tikus yang diinduksi asap rokok.