BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan post

Transkripsi

1 23 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan post test only group design. Penelitian eksperimental bertujuan untuk mengetahui kemungkinan hubungan sebab akibat dengan cara memberikan dua atau lebih perlakuan kepada dua atau lebih kelompok, kelompok-kelompok tersebut dibedakan yaitu, kelompok eksperimen dan kontrol. B. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Pusat Antar Universitas (PAU) Universitas Gajah Mada Yogyakarta. C. Subjek Penelitian Hewan uji yang digunakan adalah Rattus norvegicus jantan, berumur 2-3 bulan dengan berat badan antara g yang diperoleh dari PAU Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Banyaknya jumlah sampel ditentukan dengan rumus Federer : (k-1) (n-1) > 15 k: jumlah kelompok n: jumlah sampel dalam tiap kelompok 23

2 24 Besar sampel yang diperlukan dihitung dengan rumus: (k-1) (n-1) > 15 ; k = 5 (5-1) (n-1) > 15 4n-4 > 15 4n > 19 n > 4,75 Berdasarkan perhitungan tersebut maka jumlah sampel minimal yang diperlukan adalah 5 ekor Rattus norvegicus. Tetapi dalam percobaan ini menggunakan 6 ekor tikus untuk tiap kelompok untuk mengantisipasi adanya drop out. Jadi sampel total adalah 30 ekor. 1. Kriteria Inklusi a. Tikus putih jantan b. Umur 2-3 bulan c. Berat g d. Tidak ada cacat fisik 2. Kriteria drop out Tikus dikeluarkan dari percobaan (drop out) bila selama penelitian tikus mati, dan tikus tidak menjadi DM setelah 4 hari injeksi STZ. D. Teknik Sampling Teknik sampling dilakukan dengan cara purposive sampling. Pengambilan sampel dari populasi dilakukan secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan (Mustafa, 2000). Kemudian dibagi 24

3 25 menjadi lima kelompok yang masing-masing kelompok terdiri atas 6 ekor tikus dengan teknik randomisasi. E. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel bebas : Ekstrak daun sukun (Artocarpus altilis F.) 2. Variabel terikat : Kadar Malondialdehid (MDA) 3. Variabel Luar : a. Dapat dikendalikan : pakan yang diberikan selama perlakuan, umur, dan jenis kelamin, berat badan, suhu udara. b. Tidak dikendalikan : variasi kepekaan tikus terhadap suatu zat, penyakit pankreas, suhu udara, stres. F. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Ekstrak daun sukun (Artocarpus altilis F.) Ekstrak daun sukun yaitu hasil ekstrak etanol dari daun sukun. Daun sukun dikeringkan dan diekstrasi di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, dengan metode maserasi sebagai metode penyarian karena beberapa keuntungan yang dimilikinya, yaitu dapat mengekstrak senyawa polifenol, serta singkatnya waktu pembuatan. Tiga kilogram daun sukun dapat menghasilkan 300 g ekstrak daun sukun. Dosis yang diberikan adalah dosis yang pernah dipakai untuk menurunkan kadar gula darah pada mencit model DM, yaitu 2,8 g/kg BB, 25

4 26 5,6 g/kg BB, dan 11,2 g/kg BB (Tanuwijaya, 2007). Faktor konversi mencit (20 g) ke tikus (200 g) adalah 7,0 (Suhardjono, 1995). Untuk dosis 11,2 g/kg BB diganti dengan dosis 1,4 g/kg BB. Maka dosis ekstrak daun sukun yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Dosis I pada tikus 200 g = Dosis/20 g BB mencit x Faktor konversi = 1,4 x x 7 = 0,028 x 7 = 0,196 g/200 g BB = 200 mg/200 g BB Dosis II pada tikus 200 g = Dosis/20 g BB mencit x Faktor konversi = 2,8 x x 7 = 0,056 x 7 = 0,392 g/200 g BB = 400 mg/200 g BB Dosis III pada tikus 200 g = Dosis/20 g BB mencit x Faktor konversi = 5,6 x x 7 = 0,112 x 7 = 0,784 g/200 g BB = 800 mg/200 g BB Skala pengukuran ekstrak daun sukun adalah skala ordinal. 26

5 27 2. Kadar MDA Kadar MDA adalah kadar MDA tikus putih yang diukur setelah pemberian perlakuan selama 14 hari. MDA merupakan hasil akhir dari peroksidasi lipid yang terbentuk dari radikal bebas dengan PUFA. MDA digunakan sebagai indikator keberadaan radikal bebas dan stres oksidatif (Desminarti et al., 2012). Pengukuran kadar MDA dilakukan dengan cara mengambil darah tikus putih melalui vena plexus orbitalis dengan menggunakan tabung mikro kapiler sebanyak 2 ml tiap ekor lalu dimasukkan ke dalam tabung, disentrifugasi pada 3000 rpm selama 20 menit dengan suhu 4 C. Serum yang terpisah dari sel darah merah selanjutnya digunakan untuk pemeriksaan kadar MDA. Pemeriksaan dilakukan pada hari yang sama dengan pengambilan sampel darah. MDA diperiksa dengan pemeriksaan spektrofotometri panjang gelombang 532 nm dengan mengukur kadar Thio Barbituric Acid Reactive Substance (TBARS) berdasarkan perubahan warna merah akibat reaksi pembentukan kompleks asam thiobarbiturat-mda. Pemeriksaan kadar MDA serum dilakukan di PAU Universitas Gajah Mada Yogyakarta (Arkhaesi, 2008). Skala pengukuran variabel ini adalah skala rasio. 3. Streptozotocin (STZ) - Nicotinamide (NA) 27

6 28 Dosis STZ untuk tikus putih agar menjadi diabetik adalah 65 mg/kg BB dan dosis NA yang diberikan sebesar 230 mg/kg BB yang disuntikan secara intraperitoneal (Szkudelski, 2013). 4. Variabel luar yang dapat dikendalikan a. Makanan Makanan adalah salah satu sumber antioksidan dalam tubuh, sehingga perubahan kadar MDA dalam darah dapat dipengaruhi oleh makanan. Untuk itu pemberian makanan setiap perlakuan dibuat sama jumlah dan jenisnya, yaitu makanan buatan pellet dengan merk yang sama. b. Jenis kelamin tikus Dipilih tikus putih jenis kelamin jantan. c. Galur tikus Faktor genetik berperan dalam menentukan kadar MDA darah. Heterogenitas genetik dapat memberikan perbedaan tingkat respon pada makanan, yang akan berpengaruh terhadap kadar MDA darah. Untuk meminimalkan bias, digunakan tikus putih dari strain yang sama, sehingga sampel dapat dikatakan homogen. d. Umur tikus Tikus putih yang dipakai berumur 3 bulan. 28

7 29 e. Berat badan tikus Tikus dipilih yang sudah mencapai berat badan g sehingga memudahkan dalam konversi dosis. Data lengkap berat badan tikus dapat dilihat di lampiran. f. Suhu udara Tikus dikandangan dalam ruangan dengan suhu berkisar antara o C. 5. Variabel luar yang sulit dikendalikan a. Stress Kondisi psikologis tikus dipengaruhi lingkungan sekitar, seperti lingkungan yang terlalu ramai dan gaduh, pemberian perlakuan yang berulang kali, dan perkelahian antartikus. G. Instrumen Penelitian Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1) kandang tikus; 2) tabung mikro hematokrit; 3) spuit injeksi; 4) spuit pencekok/ oral 3 ml; 5) beker glass; 6) STZ-NA; 7) aquadest dan 8) pakan tikus. H. Cara Kerja 1. Membuat ekstrak daun sukun (Artocarpus altilis F.) Ekstrak pada percobaan ini dibuat di LPPT UGM, Yogyakarta. Ekstrak dibuat dengan metode maserasi dengan pelarut etanol dan hasilnya berupa ekstrak cair. Ekstrak cair kemudian diencerkan dan diberikan 29

8 30 peroral pada tikus. Volume cairan maksimal yang dapat diberikan per oral pada tikus adalah 5 ml/100 g BB (Suhardjono, 1995). Disarankan takaran dosis tidak sampai melebihi setengah kali volume maksimalnya (Imono dan Nurlaila, 1989). Ekstrak kemudian dilarutkan ke dalam Na Carboxymethyl Cellulose (CMC). Carboxymethyl Cellulose (CMC) merupakan suspending agent yang berfungsi mensuspensikan zat yang tidak larut. Biasanya digunakan dalam kadar 1 %. 2. Langkah penelitian a. Langkah I: Penentuan besar sampel dan adaptasi Sebanyak 30 ekor tikus putih jantan dibagi menjadi lima kelompok (berdasarkan Rumus Federer) dan diadaptasikan selama 3 hari di laboratorium dan diberi pakan standar. b. Langkah II: Induksi STZ-NA Tikus diinduksi STZ dengan dosis 65 mg/kg BB dan NA sebesar 230 mg/kg BB secara intraperitoneal pada hari yang sama, kecuali pada kelompok kontrol negatif tidak diinjeksi STZ. NA diberikan 15 menit sebelum STZ diberikan. c. Langkah III: Pemberian perlakuan Perlakuan diberikan pada hari ke-7 diberi perlakuan peroral sampai pada hari ke-22. 1) Kontrol normal tanpa induksi STZ-NA : NaCMC 1% + pakan 2) Kontrol negatif dengan induksi STZ-NA : NaCMC 1% + pakan 30

9 31 3) Kelompok perlakuan I : Ekstrak daun sukun dosis I + pakan 4) Kelompok perlakuan II : Ekstrak daun sukun dosis II + pakan 5) Kelompok perlakuan III : Ekstrak daun sukun dosis III + pakan d. Langkah IV: Pengukuran kadar MDA darah setelah perlakuan Pengukuran kadar MDA darah dilakukan setelah perlakuan selama 14 hari. e. Langkah V: Perhitungan data Semua kadar MDA darah tikus yang didapatkan setelah perlakuan ditabulasi, dibuat rata-rata kemudian dianalisis. 31

10 32 I. Rancangan Penelitian Tikus putih jantan (Rattus norvegicus) Randomisasi Hari Ke-1 KN K (-) KP I KP II KP III Adaptasi tikus selama 3 hari Hari Ke-4 Tes kadar gula darah Injeksi STZ-NA intraperitoneal 65 mg/kg BB- 230 mg/kgbb Hari Ke-7 Tes kadar gula darah Hari Ke-7 Kontrol normal Na Kontrol negatif Ekstrak daun Ekstrak daun sukun Ekstrak daun sukun CMC 1%+ Na CMC sukun dosis I I+ dosis III + pakan 1% + pakan dosis I + pakan pakan pakan Hari Ke-22 Pengukuran kadar MDA darah Analisis data J. Teknik Analisis Teknik analisis data yang digunakan tergantung pada hasil distribusi data dan skala pengukuran termasuk skala dengan variabel numerik (interval 32

11 33 atau rasio). Uji normalitas data dinilai dengan uji Saphiro-Wilk yang memiliki nilai signifikan apabila p >0,05. Jika distribusi data yang didapatkan normal, maka teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data parametrik berupa uji one way ANOVA, di mana jika hasil uji ANOVA signifikan maka dilanjutkan dengan post hoc LSD test. Uji one way ANOVA adalah uji untuk membandingkan perbedaan mean pada kelima kelompok sekaligus sehingga dapat diketahui apakah kelima kelompok memiliki mean selisih kadar MDA darah yang berbeda secara signifikan atau tidak. Uji Post Hoc LSD adalah uji untuk membandingkan perbedaan mean antar kelompok perlakuan. Jika ternyata data yang diperoleh tidak memenuhi syarat uji statistik parametrik one way ANOVA, maka akan digunakan uji statistik non parametrik yaitu uji Kruskal Wallis (Dahlan, 2008; Taufiqurrahman, 2008). Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis menggunakan SPSS for Windows release