BAB I PENDAHULUAN. yang didapatkan dibangku perkuliahan dan diterapkan di tempat kerja

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

BAB II ASPEK HUKUM TENTANG KEPEMILIKAN TANAH SERTA BANGUNAN DI ATASNYA OLEH ORANG ASING DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

BAB I P E N D A H U L U AN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, oleh karena itu perlindungan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

AKIBAT HUKUM PERJANJIAN PEMILIKAN HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING (WNA) DENGAN AKTA NOMINEE

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Milik adalah hak turuntemurun,

HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING


Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KEABSAHAN JUAL BELI TANAH HAK MILIK OLEH PERSEROAN TERBATAS. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok

BAB 2 ISI 2.1. Hukum Tanah Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEROLEHAN HAK ATAS TANAH YANG BERASAL DARI REKLAMASI PANTAI

BAB I PENDAHULUAN. Boedi Harsono, Hukum Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2005, hlm. 560

BAB I PENDAHULUAN. tanah.tanah sendiri merupakan modal utama bagi pelaksanaan pembangunan

Sertifikat hak guna..., Fransiska KrisnaniBudi Utami, FH UI, Universitas Indonesia

PELAKSANAAN PENINGKATAN HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK UNTUK RUMAH TINGGAL DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. tanah terdapat hubungan yang erat. Hubungan tersebut dikarenakan. pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Berdasarkan prinsip

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR TENTANG PENGUASAAN HAK ATAS TANAH DI INDONESIA BAGI WARGA NEGARA ASING

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH.

PENDAFTARAN TANAH ADAT Oleh : Indah Mahniasari, SH. Abstraksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. lain sebagai tempat tinggal, tempat untuk melakukan berbagai aktifitas

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat (Margono Slamet, 1985:15). Sedangkan W.J.S Poerwadarminta

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan tanah untuk melangsungkan kehidupan. Begitu pentingnya tanah

BAB 1 PENDAHULUAN. Jual beli tanah..., Ni Wayan Nagining Sidianthi, FH UI, 2010.

BAB II PERALIHAN HAK ATAS TANAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN A. Tinjauan Umum Mengenai Peralihan Hak Atas Tanah

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

BAB I PENDAHULUAN. segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah

PENDAFTARAN TANAH ADAT. Indah Mahniasari. Abstrak

PELAKSANAAN PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH HAK GUNA BANGUNAN YANG DITERLANTARKAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Lex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK GUNA BANGUNAN. Hak guna bangunan dalam pengertian hukum barat sebelum dikonversi berasal dari hak

Hukum Agraria dan Pendaftaran Tanah

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Gorontalo. Dalam penelitian ini yang dikaji adalah pertama, melakukan observasi

BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB I PENDAHULUAN. Agraria berasal dari bahasa latin ager yang berarti tanah dan agrarius

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sehari-hari senantiasa akan melakukan

BAB III MACAM-MACAM HAK ATAS TANAH. yang mutlak, tak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat. Turun temurun dan dapat beralih.

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 4 TAHUN Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK ATAS TANAH

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan sarana teknologi menjadikan interaksi antar negara dan antara

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III KRITERIA, OBJEK DAN SUBJEK TANAH TERLANTAR DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. bisa digunakan manusia untuk dipakai sebagai usaha. Sedangkan hak atas

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sebagai

HAK WARGA NEGARA ASING ATAS PENGUASAAN TANAH DI INDONESIA. Oleh : Vina Jayanti I Nyoman Wita. Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam arti hukum, tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam

PEROLEHAN TANAH OLEH PEMERINTAH DAERAH YANG BERASAL DARI TANAH HAK MILIK

HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA)

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk, sementara disisi lain luas tanah tidak bertambah. mendapatkan kepastian hukum atas tanah yang dimilikinya.

Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

HAK ATAS TANAH BAGI PARTAI POLITIK

BAB I PENDAHULUAN. Pressindo, Jakarta, 2009, hlm Erwin Kallo, Panduan Hukum Untuk Pemilik/Penghuni Rumah Susun, Minerva Athena

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL. (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah. bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan aktivitas di atas tanah, sehingga setiap saat manusia

BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF. Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai

BAB II PENGATURAN TANAH TERLANTAR MENURUT HUKUM AGRARIA. tidak terpelihara, tidak terawat, dan tidak terurus.

HAT hak menguasai negara

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam pelaksanaan administrasi pertanahan data pendaftaran tanah yang

Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam kehidupan. manusia, hewan, dan juga tumbuh-tumbuhan. Fungsi tanah begitu penting dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah persoalan hak atas tanah. Banyaknya permasalahan-permasalahan

BAB I P E N D A H U L U A N. aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan dengan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

BAB II PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM. A. Defenisi Pengadaan Tanah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan permukaan bumi yang memiliki dua dimensi dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerja Praktik merupakan suatu proses penerapan disiplin ilmu yang didapatkan dibangku perkuliahan dan diterapkan di tempat kerja praktik dilaksanakan. Dalam kerja praktik mahasiswa ditempatkan pada suatu tempat yang berkaiatan dengan bidang ilmu yang ditempuhnya dalam waktu tertentu sehinggga dapat membantu mahasiswa agar lebih memahami bidang studi yang ditekuninya dan mendapatkan gambaran nyata pengimplementasian ilmunya di dunia nyata. Mahasiswa akan belajar mengatasi kesenjangan antara teori yang didapatkan di bangku kuliah dengan permasalahan di lapangan sebenarnya. Kegiatan kerja praktik juga menguji disiplin mahasiswa dalam melaksanakan dan menjalankan tugasnya selama menjalankan kerja praktik, mahasiswa dituntut untuk mampu menyelesaikan tugas dan tanggung jawab yang diberikan oleh pihak instansi maupun pihak akademik selama kerja praktik berlangsung. Kerja praktik membantu mahasiswa dalam pembelajaran secara praktis seperti dalam hal peralihan hak benda tidak bergerak yang banyak terjadi di masyarakat. Benda tidak bergerak yang dimaksud adalah tanah. Tanah dalam sistem hukum benda Indonesia dapat dikategorikan sebagai benda. Beberapa sistem hukum menganggap tanah sebagai benda atau 1

2 real property, seperti dalam negara-negara yang berlatar belakang sistem hukum Anglo Saxon. 1 Boedi Harsono membagi pengertian tanah menjadi permukaan bumi atau lapisan bumi yang di atas sekali, keadaan bumi di suatu tempat, permukaan bumi yang diberi batas dan bahan-bahan dari bumi, bumi sebagai bahan sesuatu (pasir, cadas, napal dan sebagainya). 2 Jadi, Objek dari sistem hukum pertanahan adalah hak penguasaan atas tanah itu sendiri. Kerangka dasar pembangunan hukum tanah haruslah diletakkan dalam upaya mewujudkan cita-cita hukum yaitu, dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pasal 33 ayat (3) yang menjadi dasar pembentukan hukum agraria nasional. Makna dari kebijakan pertanahan tersebut adalah bahwa berbagai ketentuan yang dibuat itu hendaklah memberikan landasan bagi setiap orang untuk mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk menerima bagian manfaat tanah, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya, sehingga dapat memperoleh kehidupan yang layak. 3 Secara khusus, penjabaran politik pertanahan meliputi hal-hal sebagai berikut : 4 1. Mencegah perbuatan yang bersifat memperkaya diri secara tidak adil bagi sebagian kecil masyarakat; 1 Martin Roestamy, Konsep-Konsep Hukum Kepemilikan Properti Bagi Asing, Alumni, Bandung, 2011, Hlm.48. 2 Ibid., Hlm. 47. 3 Maria S.W. Sumardjono, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, Kompas, Jakarta, 2008, Hlm. 20. 4 Ibid., Hlm. 21

3 2. Mengupayakan penggunaan tanah secara optimal dan mencegah penelantaran tanah; 3. Menjaga kelayakan harga tanah sehingga terjangkau bagi semua pihak. 4. Menjaga ketersediaan bahan pangan; 5. Melestarikan sumber daya alam berupa tanah dan lingkungannya; 6. Melindungi hak perseorangan dan masyarakat hukum adat serta memberikan jaminan terhadap kepastian haknya; 7. Memberikan kemungkinan untuk menyediakan tanah bagi kepentingan umum dengan memberikan penghormatan bagi perorangan yang terkena dampak berupa ganti kerugian yang adil, yang meliputi hal-hal yang bersifat fisik/materiil dan nonfisik/immaterial, sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku; Berbagai kegiatan perekonomian tampil tiga pelaku di dalamnya yakni Negara/Pemerintah, pihak swasta dan masyarakat, masing-masing mempunyai posisi tawar yang berbeda karena perbedaan di dalam akses terhadap modal dan akses politik, berkenaan dengan sumber daya alam berupa tanah yang terbatas itu. Kedudukan yang tidak seimbang dalam posisi tawar diantara masyarakat dan pihak swasta lebih dikukuhkan dengan adanya kewenangan pembuat kebijakan untuk merancang kebijakan yang biasa terhadap kepentingan sekelompok kecil masyarakat tersebut dalam upaya penguasaan dan pemanfaatan tanah. Hak-hak atas tanah yang individual dan bersifat pribadi tersebut dalam konsepsi Hukum Tanah Nasional terkandung dalam dirinya unsur

4 kebersamaan. Unsur kebersamaan atau unsur kemasyarakatan tersebut ada pada tiap hak atas tanah, karena semua hak atas tanah secara langsung ataupun tidak langsung bersumber pada hak bangsa, yang merupakan hak bersama. Sifat pribadi hak-hak atas tanah yang sekaligus mengandung unsur kebersamaan atau kemasyarakatan tersebut tercantum dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut Undang- Undang Pokok Agraria atau UUPA) yang mengatur bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 1 sampai Pasal 3 mengatur bahwa adanya hak bangsa sebagai hak penguasaan atas tanah yang tertinggi. Hak bangsa adalah sebutan yang diberikan oleh para ilmuwan hukum tanah pada lembaga hukum dan hubungan hukum konkret dengan bumi, air, ruang angkasa Indonesia, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Undang-Undang Pokok Agraria sendiri tidak memberikannya nama yang khusus. Hak ini merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi dalam hukum tanah nasional. Hak-hak penguasaan atas tanah yang lain secara langsung atau tidak langsung bersumber padanya. Hak Bangsa mengandung dua unsur yaitu unsur kepunyaan dan unsur tugas kewenangan untuk mengatur dan memimpin penguasaan dan penggunaan tanah bersama yang dipunyainya. Hak bangsa atas tanah bersama tersebut bukan hak kepemilikan dalam pengertian yuridis. Dengan demikian, dalam rangka mempertahankan hak bangsa, ada hak milik perorangan atas tanah. Tugas kewenangan untuk

5 mengatur penguasaan dan memimpin penggunaan tanah bersama tersebut pelaksanaannya dilimpahkan kepada Negara. Pasal 16 UUPA mengatur bahwa yang termasuk dalam hak-hak atas tanah adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Membuka Tanah, Hak Memungut Hasil Hutan dan hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagaimana yang disebutkan Pasal 53 UUPA. Seseorang yang mengaku memiliki hak atas sesuatu harus dapat membuktikan kepemilikannya tersebut. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam Pasal 1865 Burgerlijk Wetboek (selanjutnya disebut BW) yang menegaskan bahwa, segala peristiwa atau kejadian yang menimbulkan hak harus dibuktikan. Seseorang tidak dapat mengaku memiliki hak atas sesuatu tanpa memiliki bukti adanya kepemilikan tersebut. Dalam hal kepemilikan atas sebidang tanah, seseorang tidak dapat mengaku memiliki sebidang tanah tanpa memiliki bukti adanya kepemilikan atas sebidang tanah tersebut. Pasal 1867 BW menyebutkan bahwa pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan otentik atau dengan tulisan di bawah tangan. Ketentuan dari pasal di atas diketahui bahwa baik tulisan otentik atau tulisan di bawah tangan oleh hukum keduanya diakui sebagai alat bukti tertulis bagi pemegang surat tersebut. Surat sebagai alat pembuktian tertulis dapat dibedakan dalam akta dan surat bukan akta. Kemudian akta

6 dapat dibedakan pula menjadi akta otentik dan akta di bawah tangan. 5 Sebagaimana yang dijelaskan dalam pasal 1868 BW bahwa, suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan Undang-Undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat. Sementara akta di bawah tangan cara pembuatan atau terjadinya tidak dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat pegawai umum, tetapi cukup oleh pihak yang berkepentingan saja. Sehingga kekuatan pembuktian pada akta otentik memiliki kepastian hukum yang lebih dibanding dengan akta di bawah tangan karena pejabatlah yang menerangkan kebenaran dari apa yang dilihat, didengar dan dilakukan pejabat, sedangkan untuk akta di bawah tangan maka pengakuan dari pihak yang bertanda tangan menjadi kekuatan pembuktian secara formal. 6 Akta di bawah tangan juga dapat menjadi alat pembuktian yang sempurna terhadap orang yang menandatangani serta para ahli warisnya dan orang-orang yang mendapatkan hak darinya hanya apabila tanda tangan dalam akta di bawah tangan tersebut diakui oleh orang terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai. Bukti kepemilikan atas tanah merupakan pembuktian yang sempurna dan harus dibuat dalam akta otentik dihadapan pejabat umum yang berwenang, untuk itu Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disebut PPAT) merupakan jabatan yang memang sejak semula dimaksudkan untuk membuat akta mengenai perbuatan hukum dengan 5 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 2002, Hlm. 149 6 Noni Syahputri, Tinjauan Yuridis Alas Hak di Bawah Tangan Sebagai Dasar Pendaftaran Hak Atas Tanah, Tesis Pascasarjana, Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara, Medan, 2009, Hlm. 6

7 objek hak atas tanah dan hak jaminan atas tanah sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tersebut. Kewenangan PPAT diatur dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang PPAT (selanjutnya disebut PP No. 37/1998 tentang PPAT), yaitu : 1. Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, seorang PPAT mempunyai kewenangan membuat akta otentik mengenai semua perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (2) mengenai hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di dalam daerah kerjanya. 2. PPAT Khusus hanya berwenang membuat akta mengenai perbuatan hukum yang disebut secara khusus dalam penunjukannya. Perbuatan hukum yang dimaksudkan tersebut adalah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (2) PP No. 37/1998 tentang PPAT, yaitu: 1. Jual beli; 2. Tukar-menukar; 3. Hibah; 4. Pemasukan dalam perusahaan (inbreng); 5. Pembagian hak bersama; 6. Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik; 7. Pemberian Hak Tanggungan; 8. Pemberian Kuasa Membebankan Hak Tanggungan.

8 Pengertian akta PPAT menurut Pasal 1 angka 4 PP No. 37/1998 juncto Pasal 1 angka 4 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional (selanjutnya disebut BPN), adalah akta yang dibuat oleh PPAT sebagai bukti dilaksanakannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Hak atas tanah meliputi semua hak yang diperoleh langsung dari negara disebut hak primer dan semua hak yang berasal dari pemegang hak atas tanah lain berdasarkan pada perjanjian bersama, disebut hak sekunder. 7 Kedua hak tersebut pada umumnya mempunyai persamaan, di mana pemegangnya berhak untuk menggunakan tanah yang dikuasainya untuk dirinya sendiri atau untuk mendapat keuntungan dari orang lain melalui perjanjian dimana satu pihak memberikan hak-hak sekunder pada pihak lain. Tiap-tiap hak mempunyai karakteristik tersendiri dan semua harus didaftarkan menurut ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Pasal 20 UUPA Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Salah satu kekhususan dari Hak Milik ini tidak dibatasi oleh waktu dan diberikan untuk waktu yang tidak terbatas lamanya yaitu selama hak milik ini masih diakui dalam rangka berlakunya UUPA, kecuali ketentuan yang terdapat dalam Pasal 27 UUPA. Pasal 27 UUPA menjelaskan bahwa Hak Milik itu hapus apabila : 1. Tanahnya jatuh kepada negara : 7 Lovetya, Hak Milik Atas Tanah, Pengaturan Hak Milik Atas Tanah dan Pendaftaran Tanah, Tugas Mata Kuliah Hukum Agraria, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, Desember, 2008, Hlm. 3

9 a. Karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18 b. Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya c. Karena diterlantarkan d. Karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 26 ayat (2) 2. Tanahnya musnah. Berdasarkan ketentuan pada Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 26 ayat (2) Peralihan hak kepada Warga Negara Asing (selanjutnya disebut WNA atau orang asing) menjadi dibatasi, karena dalam kepemilikannya WNA hanya dapat memiliki hak pakai atas tanah dan hak sewa atas bangunan. Kebijakan terhadap orang asing dilandasi pertimbangan, selain demi kepentingan nasional dan melindungi kepemilikan bangsa Indonesia, juga bahwa keberadaan mereka hanya sementara. Untuk tempat tinggal orang asing dapat menyewa rumah milik orang Indonesia atau bila ingin membangun rumah sendiri, dimungkinkan menguasai dan menggunakan tanah yang bersangkutan dengan Hak Sewa ataupun Hak Pakai. Bila menggunakan Tanah Negara dapat dengan Hak Pakai, sedangkan jika tanah yang bersangkutan tanah hak milik orang Indonesia, bisa dengan Hak Sewa untuk Bangunan atau Hak Pakai, sebagaimana diatur dalam Pasal 41 dan Pasal 44 UUPA. Hak sewa untuk bangunan dan hak pakai menurut hukumnya dapat diberikan dengan jangka waktu sampai 25 tahun, Tanah Hak Pakai dapat dijadikan jaminan kredit dengan dibebani Hak Tanggungan.

10 Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian bagi orang asing yang berkedudukan di Indonesia, mengatur bahwa orang asing yang berkedudukan di Indonesia dapat memiliki sebuah rumah untuk tempat tinggal atau hunian dengan hak atas tanah tertentu. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia tersebut adalah orang asing yang kehadirannya di Indonesia memberikan manfaat bagi pembangunan nasional, yaitu orang yang memiliki dan memelihara kepentingan ekonomi di Indonesia dengan melaksanakan investasi untuk memiliki rumah tempat tinggal atau tempat hunian. Cara memperoleh rumah tidak dapat dilepaskan dari cara memperoleh hak atas tanah tempat rumah tersebut berdiri. Untuk memperoleh rumah tersebut dapat dilakukan dengan perbuatanperbuatan hukum sebagai berikut : a. Orang asing dapat membeli hak pakai atas tanah negara atau hak pakai atas tanah hak milik dari pemegang hak pakai yang bersangkutan beserta rumah yang ada di atasnya atau membeli hak pakai atas tanah negara atau tanah hak milik dan kemudian membangun rumah diatasnya. b. Orang asing dapat pula memperoleh Hak Pakai atas tanah Hak Milik atau tanah sewa untuk bangunan atau persetujuan penggunaan tanah dalam bentuk lain dari pemegang Hak Milik. c. Dalam hal rumah hunian atau tempat tinggal yang akan dipunyai oleh orang asing berbentuk satuan rumah susun, maka orang asing yang bersangkutan harus membeli hak milik atas satuan

11 rumah susun yang dibangun di atas hak pakai atas tanah negara. Tempat tinggal atau hunian yang dapat dimiliki oleh orang asing yaitu terbatas pada rumah yang tidak termasuk klasifikasi rumah sederhana atau rumah sangat sederhana. d. Pembatasan pemilikan rumah/satuan rumah susun oleh orang asing: Rumah/satuan rumah susun harus dihuni sendiri, harus dihuni selama sekurang-kurangnya 30 hari secara kumulatif dalam satu tahun kalender, rumah dapat disewakan melalui perusahaan Indonesia berdasarkan perjanjian antara orang asing sebagai pemilik rumah dengan perusahaan tersebut. Akibat terbatasnya WNA untuk mendapatkan status kepemilikan hak atas tanah dan bangunan, banyak saat ini WNA memilih untuk mencari celah hukum agar dapat memiliki hak atas tanah dan bangunan di Indonesia. Sebagaimana kasus yang banyak terjadi saat ini seperti, si a WNA membeli rumah di suatu daerah di Indonesia tetapi dengan menggunakan nama si b yang merupakan Warga Negara Indonesia (selanjutnya disebut WNI atau orang Indonesia) untuk dapat memiliki status hak milik atas tanah yang diatasnya berdiri sebuah bangunan dengan melakukan perjanjian yang dibuat sebelumnya oleh si a dan b tanpa dihadapan pejabat yang berwenang sehingga tidak dicatatkan dalam buku tanah di Badan Pertanahan Nasional. Jadi, walaupun tanah yang didaftarkan atas nama si b, namun pada dasarnya kepemilikan tanah tersebut adalah milik a. Dalam hal ini, peran PPAT sangat penting dalam

12 menganalisis setiap adanya permohonan peralihan hak akibat perbuatan maupun peristiwa hukum, untuk menjamin kepastian hukum akan hak-hak atas tanah, terutama yang diperuntukan bagi WNA. Berdasarkan Latar Belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan kerja praktik di kantor P.P.A.T Nina Migiandany, S.H yang beralamat di jalan Muararajeun Nomor 22 Bandung dan melakukan penelitian untuk membuat laporan selama melakukan kerja praktik di tempat tersebut. Adapun Laporan Kerja Praktik adalah karya tulis yang disusun menurut kaidah keilmuan di bawah pengawasan dan pengarahan dosen pembimbing Kerja Praktik untuk menjadi salah satu persyaratan akademik dalam menyelesaikan program Strata Satu di Jurusan Ilmu Hukum Universitas Komputer Indonesia. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian dalam penyusunan laporan berdasarkan latar belakang di atas dengan judul, Tinjauan Hukum Mengenai Peran Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Terhadap Warga Negara Asing Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

13 B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka identifikasi masalahnya adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah implementasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria terhadap kepemilikan tanah dan bangunan bagi warga negara asing di Indonesia? 2. Bagaimana peran PPAT dalam peralihan hak atas tanah terhadap warga negara asing? C. Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan penulisan laporan kerja praktek adalah : 1. Untuk menganalisis peraturan tentang kepemilikan tanah dan bangunan bagi warga negara asing menurut hukum di Indonesia. 2. Untuk mengetahui peran PPAT dalam peralihan hak atas tanah terhadap warga negara asing. D. Manfaat Kegiatan 1. Manfaat bagi Mahasiswa a. Dengan mengikuti kerja praktek, mahasiswa diharapkan dapat meningkatkan kemampuan hard skill dan soft skillnya.

14 b. Mampu melihat hubungan antara dunia kerja dan dunia pendidikan. c. Mampu menggunakan pengalaman kerjanya untuk mendapatkan kesempatan kerja yang diinginkan setelah menyelesaikan kuliahnya. d. Memberikan pengalaman kerja awal bagi mahasiswa sebelum terjun langsung ke dunia kerja yang nyata dan wadah untuk menjalin kerjasama yang baik antara lembaga pendidikan dengan pihak instansi yang terkait. 2. Manfaat bagi Akademik a. Meningkatkan hubungan antara universitas dengan perusahaan. b. Sebagai salah satu alat evaluasi terhadap kurikulum yang berlaku sehingga nantinya mampu merelevansikan kurikulum mata kuliah dengan kebutuhan dunia kerja. 3. Manfaat bagi Perusahaan a. Diharapkan perusahaan mampu meningkatkan hubungan kemitraan dengan perguruan tinggi. b. Memberi kontribusi dalam pelaksanaan pengembangan dan peningkatan Sumber Daya Manusia yang berdaya saing. c. Mampu melihat kemampuan potensial yang dimiliki mahasiswa peserta KerjaPraktek, sehingga dapat menjadi wadah penyerapan karyawan atau tenaga kerja.

15 E. Jadwal Kerja Praktik Kerja Praktek ini diawali dengan persiapan pada bulan September hingga Oktober dengan melakukan pengecekan ke tempat-tempat yang menjadi referensi untuk dijadikan tempat kerja praktek, dalam hal ini peneliti mencari tempat untuk kerja praktek ke kantor-kantor PPAT. Setelah menemukan kantor yang dapat menerima mahasiswa yang akan melakukan kerja praktek di kantor tersebut, dibuatlah surat permohonan kepada kepala kantor tersebut untuk dapat melakukan kerja praktek di tempat tersebut. Kemudian, pada bulan Oktober peneliti memulai aktifitas di kantor PPAT untuk kerja praktek dan berakhir hingga bulan November dengan waktu kerja selama 100 jam. Aktifitas yang dilakukan di kantor PPAT dimulai dari pengenalan peran PPAT yang kemudian diperlihatkan pula macam-macam akta yang dibuat oleh PPAT. Selanjutnya, penelitibelajar membuat akta, dari mulai menerima permohonan client, mengumpulkan warkah yang dibutuhkan untuk melengkapi persyaratan pembuatan akta, kemudian membuat akta dengan komparisi yang sesuai dengan warkah. Setelah itu, peneliti juga berkesempatan untuk mendengarkan pembacaan akta oleh PPAT kepada para pihak yang menghadap dan mengajukan permohonan balik nama ke BPN. Selama melakukan kerja praktek, peneliti juga melakukan persiapan untuk membuat laporan kerja praktek pada bulan November yang dimulai dengan analisis dan penyusunan laporan selama kerja praktek berlangsung dan kemudian dibuat laporan dari hasil kerja praktek tersebut yang dibimbing oleh dosen pembimbing.