BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK GUNA BANGUNAN. Hak guna bangunan dalam pengertian hukum barat sebelum dikonversi berasal dari hak
|
|
- Hengki Sanjaya
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK GUNA BANGUNAN 2.1. Pengertian Hak Guna Bangunan Hak guna bangunan dalam pengertian hukum barat sebelum dikonversi berasal dari hak opstal yang diatur dalam Pasal 71 KUHPerdata bahwa hak numpang karang adalah suatu hak kebendaan untuk mempunyai gedung-gedung, bangunan-bangunan dan penanaman di atas pekarangan orang lain. Menurut Ruchiat apa yang diatur dalam UUPA barulah merupakan ketentuan-ketentuan pokok saja, sebagaimana terlihat dalam Pasal 50 ayat (2) bahwa ketentuanketentuan lebih lanjut mengenai Hak Guna Bangunan akan diataur dengan peraturan maupun peraturan menteri. Hal ini juga ditegaskan dalam Pasal 35 ayat (1) UUPA: Hak Guna Bangunan adalah Hak Milik untuk mendirikan dan mempunyai bangunanbangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang dengan 20 tahun, dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Dapat dijadikan jaminan hutang dibebani Hak Tanggungan. 1. Menurut Pasal 21 PP Nomor 40 Tahun 1996, tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan adalah: Tanah Negara, Tanah Hak Pengelolaan dan Tanah Hak Milik. Kewajiban pemegang Hak Guna Bangunan diatur dalam Pasal 30 PP Nomor 40 Tahun 1996 yang menentukan: 1. Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya. 1 Utomo, Budi, 2013, Hukum Perdata, Penerbit Sejahtera: Yogyakarta.
2 2. Menggunakan tanah sesuai dengan peruntunannya dan;persyaratannya sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya. 3. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada diatasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup. 4. Mengarahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Guna Bangunan itu dihapus. 5. Menyerahkan sertifikat Hak Guna Bangunan yang telah dihapus kepada kepala kantor Pertanahan. 2 Berdasarkan Pasal 12 UU Nomor 56 (Prp) tahun 1960 tentang Penetapan Luas tanah pertanian maksimum luas dan jumlah tanah untuk perusahaan dan pembangunan lainnya akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Hapusnya Hak Guna Bangunan menurut Pasal 40 UUPA karena: 1. Jangka waktu berakhir 2. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi. 3. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir. 4. Ditelantarkan 5. Tanahnya musnah 6. Ketentuan dalam Pasal 36 ayat (2) 2 Abdul R. Salian, Hermansyah, dan Ahmad Jalis, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus, Kencana Prenada Media Group, 2005, hal. 25.
3 Dalam hal ini, pemilik bangunan berbeda dari penguasa atas tanah dimana bangunan tersebut didirikan. Ini berarti seorang pemegang hak guna bangunan adalah berbeda dari pemegang hak milik atas sebidang tanah dimana bangunan tersebut didirikan; atau dalam konotasi yang lebih umum, pemegang hak guna bangunan bukanlah pemegang hak milik dari tanah dimana bangunan tersebut didirikan. Dari penjelasan III/3 dalam UUPA maka hak yang dipunyai oleh pemegang hak sangat terbatas oleh karena didirikan di atas tanah yang bukan haknya, jadi hanya terjadi sepanjang waktu tertentu. Tidak seperti halnya dengan hak milik yang haknya adalah terpenuh di antara hak-hak atas tanah. Setelah jangka waktunya berakhir hak guna bangunan dapat diperpanjang lagi paling lama 20 tahun atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunan. Hal tersebut ditentukan dalam Pasal 35 ayat (2) UUPA yang menentukan bahwa: Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan, jangka waktu tersebut dalam ayat (1) dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun Subjek dan Objek Dalam Hak Guna Bangunan Subjek Dalam Hak Guna Bangunan Pada prinsipnya yang dapat mempunyai hak guna bangunan ialah warga Negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia, serta berkedudukan di Indonesia pula. Hal tersebut seperti yang diatur dalam Pasal 36 ayat (1) UUPA jo Pasal 19 3 T. Keizerina Devi, "Perkembangan Hukum Perdata Sejak Masa Kolonial Sampai Kemerdekaan", Citra Justicia, Volume II No.2, Desember 2006, hal. 4.
4 Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 yang menentukan bahwa yang dapat mempunyai hak guna bangunan adalah: 1) Warga negara Indonesia 2) Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. 4 Berdasarkan ketentuan di atas bahwa yang dapat menjadi subjek hak guna bangunan adalah warga negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Dalam hal badan hukum asing ingin memiliki hak guna bagunan maka dua unsur, yakni didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, harus ada. Jadi hanya Warga Negara Indonesia saja yang dapat mempunyai hak guna bangunan ini, dan di sini terlihat bahwa prinsip nasionalitas tetap dipertahankan, sehingga orang yang bukan warga negara Indonesia hanya dapat mempunyai hak seperti yang ditentukan pada huruf b pasal di atas yaitu badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Apabila orang atau badan hukum pemegang hak guna bangunan tidak memenuhi syarat sebagai pemegang hak guna bangunan, maka orang atau badan hukum tersebut dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak guna bangunan yang dikuasainya kepada orang atau badan hukum yang memenuhi persyaratan sebagai pemegang hak guna bangunan. Jika hak guna bangunan yang dikuasainya tidak dilepaskan atau dialihkan maka hak guna bagunan tersebut akan hapus secara hukum. Hal tersebut secara tegas diatur dalam Pasal 36 ayat (2) UUPA, yang menentukan bahwa: 4
5 Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna bangunan dan tidak lagi memenuhi syaratsyarat yang tersebut dalam ayat 1 pasal ini dalam jangka waktu 1 tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh hak guna bangunan, jika tidak memenuhi syarat-syarat tersebut. Jika hak guna bangunan yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut, maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah 5 Pengaturan lebih lanjut mengenai hal di atas diatur dalam Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 yang menentukan bahwa: 1. Pemegang hak guna bangunan yang tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud Pasal 19 dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak atas tanah tersebut kepada pihak lain yang memenuhi syarat. 2. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) haknya tidak dilepaskan atau dialihkan, hak tersebut hapus karena hukum Objek dalam hak guna bangunan Pasal 35 Ayat (1) Undang-Undang no. 5 Tahun 1960 UUPA menjelaskan Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan atau mempunyai bangunan-bangunan diatas tanah yang bukan miliknya sendiri untuk jangka waktu 30 tahun. Hak guna bangunan dapat diberikan di atas tanah negara atau di atas tanah hak milik. Sedangkan pada Ayat (2) menjelaskan: Atas permintaan 5 Satjipto Raharjo, Hukum Masyarakat dan Pembangunan, (Bandung: Alumni, 1976), 111.
6 pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut pada ayat (1) dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun. Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan adalah: a. Tanah Negara. b. Tanah Hak Pengelolaan c. Tanah Hak Milik( Pasal 21 PP No. 40 Tahun 1996). Tanah Negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, adalah tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah. (Pasal 1 ayat (3), PP No. 24 Tahun 1997). Menurut ketentuan Pasal 37 UUPA, Hak Guna Bangunan terjadi: 2.1 Mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara: karena Penetapan Pemerintah. 2.2 Mengenai tanah milik, karena perjanjian yang berbentuk otentik antara pemilik tanah bersangkutan dengan pihak yang akan memperoleh Hak Guna Bangunan yang bermaksud menimbulkan hak tersebut. Tentang apa yang dimaksud dengan Penetapan Pemerintah, dinyatakan secara lebih terperinci dalam Pasal 22 PP No. 40 Tahun 1996, yang menerangkan bahwa; 1. Hak Guna Bangunan atas Tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk.
7 2. Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul pemegang Hak Pengelolaan. Hak Guna Bangunan atas tanah Negara atau atas tanah Hak Pengelolaan, terjadi sejak didaftar oleh Kantor Pertanahan. (Pasal 23 ayat (2) PP No. 40 Tahun 1996). Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik, terjadi dengan pemberian oleh pemegang Hak Milik, dengan Akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. (Pasal 24 ayat (1) PP No. 40 Tahun 1996). Jadi Hak Guna Bangunan tersebut timbul atau ada, pada waktu dibuatnya Akta oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah yang memuat ketentuan tentang pemberian Hak Guna Bangunan oleh pemegang Hak Milik atas tanah dimaksud. Namun baru mengikat pihak ketiga, apabila sudah didaftarkan di Kantor Pertanahan. Selengkapnya Pasal 24 dari PP No. 40 Tahun 1996 menyatakan bahwa: 1. Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik, terjadi dengan pemberian oleh pemegang Hak Milik dengan Akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. 2. Pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. 3. Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik, mengikat pihak ketiga sejak didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
8 4. Ketentuan mengenai tata cara pemberian dan pendaftaran Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik, diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden Jangka Waktu Perpanjangan Hak Guna Bangunan Sertifikat Hak Guna Bangunan adalah jenis sertifikat dimana pemegang sertifikat hanya bisa memanfaatkan tanah tersebut baik untuk mendirikan bangunan atau untuk keperluan lain, sedang kepemilikan tanah adalah milik negara. Sertifikat Hak Guna Bangunan mempunyai batas waktu 30 tahun. Setelah melewati batas 30 tahun, maka pemegang sertifikat harus mengurus perpanjangan SHGB-nya. Berbeda dengan Sertifikat Hak Milikyang kepemilikannya hanya untuk WNI. 7 Keuntungan dan kerugian memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan 1. Keuntungan Membeli Properti dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan a. Tidak Membutuhkan Dana Besar; b. Peluang Usaha Lebih Terbuka. Properti dengan status HGB biasanya dijadikan pilihan untuk mereka yang berminat memiliki properti tetapi tidak bermaksud untuk menempati dalam waktu lama dan c. Bisa dimiliki oleh Non WNI. 2. Kerugian membeli Properti dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan a. Jangka Waktu Terbatas b. Tidak Bebas
9 2.4. Cara mengubah Sertifikat Hak Guna Bangunan Menjadi Sertifikat Hak Milik Sertifikat Hak Guna Bangunan bisa di tingkatkan kepemilikannya menjadi Sertifikat Hak Milik, kita tinggal datang ke kantor pertanahan di wilayah tanah/rumah tersebut berada. Tanah dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan tersebut mesti dimiliki oleh warga negara indonesia (WNI) dengan luas kurang dari 600 meter persegi, masih menguasai tanah serta mempunyai Sertifikat Hak Guna Bangunan yang masih berlaku ataupun sudah habis masa. Biaya kepengurusan resmi (tahun 2013) adalah Rp , bisa di sesuaikan di masing-masing daerah. Hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain sesuai dengan syarat atau perjanjian yang jelas dan benar menurut hukum. Hal tersebut diatur dalam Pasal 35 ayat (3) UUPA yang menentukan bahwa hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Kata beralih dan dialihkan memiliki arti bahwa berpindahnya hak guna bangunan dari subjek hak guna bagunan kepada subjek hak guna bangunan lain mengakibatkan hapus atau tidaknya hak guna bangunan tersebut karena adanya peristiwa hukum atau perbuatan hukum. Hal tersebut seperti yang telah ditentukan dalam Pasal 36 ayat (2) UUPA yang menentukan bahwa: Orang atau badan hukum yang mempunyai hak guna bangunan dan tidak lagi memenuhi syaratsyarat yang tersebut dalam ayat (1) pasal ini dalam jangka waktu 1 tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh hak guna bangunan, jika ia tidak memenuhi syarat-syarat tersebut. Jika hak guna bangunan yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut, maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
10 Berdasarkan ketentuan di atas bahwa orang atau badan hukum yang tidak memenuhi syarat sebagai subjek hak guna bangunan wajib melepaskan atau mengalihkan hak guna bangunan yang dikuasainya kepada pihak lain dalam jangka waktu satu tahun dan ketentuan ini berlaku pula bagi pihak yang menerima hak guna bangunan. Jika hal tersebut tidak dilakukan maka hak guna bangunan tersebut akan hapus karena hukum. Hal ini dapat disimpulkan bahwa hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Peralihan hak guna bangunan wajib didaftarkan seperti yang ditentukan dalam Pasal 38 ayat (1) UUPA yang menentukan bahwa: Hak guna bangunan, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan hapusnya hak tersebut harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19 Berdasarkan ketentuan tersebut bahwa setiap pemberian, peralihan dan hapusnya hak guna bangunan wajib didaftarkan menurut Pasal 19. Peralihan hak guna bangunan diatur lebih lanjut dalam Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun Hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan. Hal tersebut ditentukan dalam Pasal 34 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 yang menentukan bahwa hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Peralihan hak guna bangunan dapat terjadi karena beberapa hal. Hal ini diatur dalam Pasal 34 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, yang menentukan bahwa: Peralihan hak guna bangunan terjadi karena: 1. Jual-beli;
11 2. Tukar-menukar; 3. Penyertaan modal; 4. Hibah; 5. Pewarisan. Kemudian apabila terjadi peralihan hak guna bangunan maka peralihan tersebut wajib didaftarkan di Kantor Pertanahan agar peralihan tersebut sah. Mengenai hal tersebut secara tegas diatur dalam Pasal 34 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 yang menentukan bahwa peralihan hak guna bangunan sebagimana yang diatur dalam ayat (1) harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Mengenai peralihan hak guna bangunan dengan jual beli, kecuali melalui lelang, tukar menukar, penyertaan dalam modal dan hibah harus dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah seperti yang telah ditentukan dalam Pasal 34 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun Jika jual beli tersebut dilakukan dengan lelang maka dibuktikan dengan berita cara lelang seperti yang telah ditentukan dalam Pasal 34 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun Dalam hal peralihan hak guna bangunan karena pewarisan maka peralihan tersebut harus dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang seperti yang telah diatur dalam Pasal 35 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun Mengenai hak guna bangunan di atas tanah hak pengelolaan dan tanah hak milik maka peralihannya diatur dalam Pasal 34 ayat (7) dan ayat (8) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun Peralihan hak guna bangunan di atas tanah hak pengelolaan diatur dalam Pasal 34 ayat (7) menentukan bahwa peralihan hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan harus dengan persetujuan tertulis dari pemegang hak pengelolaan. Peralihan hak
12 guna bangunan di atas tanah hak pengolaan di Kota Batam harus memiliki izin peralihan (IP) dari Otorita Pengembangan daerah Industri Pulau Batam (OPDIPB) selaku pemegang hak pengelolaan di Kota Batam. Peralihan hak guna bangunan di atas tanah hak milik diatur dalam Pasal 34 ayat (8) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 menentukan bahwa peralihan hak guna bangunan atas tanah hak milik harus dengan persetujuan tertulis dari pemegang hak milik yang bersangkutan Hak Dan Kewajiban Pemegang Hak Guna Bangunan Pasal 32 PP 40 /1996 menentukan bahwa pemegang hak guna bangunan berhak untuk menguasai dan memprgunakan tanah yang di berikan dengan hak guna bangunan selama jangka waktu tertentu untuk mendirikan dan mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi atau usaha nya serta untuk mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain dan membebani nya. Kewajiban kewajiban pemegang hak guna bangunan menurut ketentuan pasal 30 PP 40 /1996 adalah: 1. Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian hak nya; 2. Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukan nya dan persyaratan yang ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberian hak nya; 3. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup;
13 4. Menyerahkan kembali tanah yang di berikan dengan hak guna bangunan kepada negara, pemegang hak pengelolahan atau pemegang hak milik sesudah hak guna bangunan itu hapus; 5. Menyerah kan sertifikat hak guna bangunan yang telah hapus kepada kepala kantor pertanahan. Bagi pemegang hak guna bangunan yang letak tanah nya mengurung atau menutup perkarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum atau jalan air, yang bersangkutan juga wajib untuk untuk memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi perkarangan atau bidang tanah yang terkurung Pengertian Dan Tujuan Sanksi Hukum perdata formil atau hokum acara perdata adalah peraturan perundang undangan yang mengatur tentang pelaksanaan sanksi hukuman terhadap para pelanggar hak hak keperdataan sehingga sesuai dengan hokum perdata materiil mengandung sanksi yang sifatnya memaksa. Hukum perdata formil atau hokum acara perdata umumnya merupakak suatu peraturan pelaksanaan terhadap peraturan perundang undangan yang berlaku di dalam masayarakat atau yang biasa disebut dengan hukum positif. Apabila ada salah satu pihak atau beberapa di dalam hubungan bermasyarakat antara pihak uang satu dengan pihak yang lain di langgar hak nya, maka yang melakukan pelanggaran dapat dikenakan sanksi hukuman atas pelanggaran yang telah dilakukannya dan telah merugikan pihak lain Hukum perdata formil dalam hubungan nya antara pihak yang satu dengan pihak yang lain seringkali timbul suatu permasalahan hokum yang harus diselesaikan oleh para pihak di persidangan pengadilan dengan maksud untuk mencari keadilan atas perkara yang di hadapi nya. Jika dalam hubungan antara satu dengan yang lainnya baik itu berhubungan bermasyarakat, hubungan kerja sama, hubungan bisnis maupun hubungan bernegara ada ketentuan yang ada
14 dalam hokum positif dan atau perjanjian yang telah melakukan pelanggaran dan telah mengakibatkan kerugian pihak yang lain dapat dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan dengan perundang undangan yang berlaku.
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH.
1 of 16 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa tanah memilik peran
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tanah memiliki peran yang
Lebih terperinciPeraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah
Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 40 TAHUN 1996 (40/1996) Tanggal : 17 JUNI 1996 (JAKARTA)
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tanah memiliki peran yang
Lebih terperinciMenimbang: Mengingat:
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 40 Tahun 1996 Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH Menimbang: Presiden Republik Indonesia, a. bahwa tanah memiliki peran yang sangat
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH
Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH Presiden Republik Indonesia, a. bahwa tanah memilik peran yang
Lebih terperinciPENGERTIAN Hak Milik Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Hak Milik adalah hak turuntemurun,
LAMPIRAN: 1 Persandingan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Menurut Undang-Undang Pertanahan Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Agraria PENGERTIAN Hak Milik Hak Guna
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH Nomor 4 TAHUN Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK ATAS TANAH
PERATURAN PEMERINTAH Nomor 4 TAHUN 1996 Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tanah memiliki peran yang sangat penting artinya alam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Hak Guna Bangunan 1. Pengertian Hak Guna Bangunan Hak Guna Bangunan adalah salah satu hak atas tanah lainnya yang diatur dalam Undang Undang Pokok Agraria.
Lebih terperinciPengertian Hak Milik Hak Milik adalah hak atas tanah yang turun temurun, terkuat dan terpenuh. Kata terkuat dan terpenuh tidak berarti bahwa hak milik itu merupakan hak yang mutlak, tidak dapat diganggu
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 40 TAHUN 1996 (40/1996) TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK ATAS TANAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 40 TAHUN 1996 (40/1996) TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tanah memiliki peran
Lebih terperinciApa akibat hukum tidak adanya perpanjangan HGB, berkaitan dengan status tanahnya?
Status Tanah Setelah Berakhirnya Hak Guna Bangunan (HGB) Pertanyaan: Apa akibat hukum tidak adanya perpanjangan HGB, berkaitan dengan status tanahnya? 04 Februari 2016 Ringkasan Analisa Jawaban: 1. Hak
Lebih terperinciBAB II PERALIHAN HAK ATAS TANAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN A. Tinjauan Umum Mengenai Peralihan Hak Atas Tanah
13 BAB II PERALIHAN HAK ATAS TANAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 A. Tinjauan Umum Mengenai Peralihan Hak Atas Tanah Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, oleh karena itu perlindungan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perlindungan Hukum Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila haruslah memberikan perlindungan hukum terhadap warga masyarakatnya sesuai dengan yang tercantum dalam
Lebih terperinciDimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum
PROSUDUR PEMINDAHAN HAK HAK ATAS TANAH MENUJU KEPASTIAN HUKUM Oleh Dimyati Gedung Intan Dosen Fakultas Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai ABSTRAK Tanah semakin berkurang, kebutuhan tanah semakin meningkat,
Lebih terperinciPertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA
Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PENGERTIAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Hak penguasaan atas tanah memberikan kewenangan kepada pemegang haknya untuk
Lebih terperinciBAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN
BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN A. Hak Guna Bangunan Ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria Nomor
Lebih terperinciBUPATI BENGKAYANG, PROVINSI KALIMANTAN BARAT. PERATURAN BUPATI BENGKAYANG NOMOR i'i TAHUN 2014 TENTANG
BUPATI BENGKAYANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN BUPATI BENGKAYANG NOMOR i'i TAHUN 2014 TENTANG PERHITUNGAN BIAYA SEWA ASET TANAH HAK PENGELOLAAN MILIK PEMERINTAH KABUPATEN BENGKAYANG DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN PUSTAKA
28 BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Tanah Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi.tanah yang dimaksud di sini bukan mengatur tanah dalam segala
Lebih terperinciBab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas
Bab II HAK HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas tanah adalah Pasal 4 ayat 1 dan 2, 16 ayat 1 dan 53. Pasal
Lebih terperinciLex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016
PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH AKIBAT HIBAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG POKOK-POKOK AGRARIA 1 Oleh : Cry Tendean 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana
Lebih terperinciHAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA)
www.4sidis.blogspot.com HAK MILIK DAN HAK GUNA USAHA (Menurut UUPA) MAKALAH Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Pertanahan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kaitanya tentang hukum tanah, merupakan
Lebih terperinciLex Crimen Vol. VI/No. 5/Jul/2017
PEMINDAHAN HAK MILIK ATAS TANAH MELALUI LELANG MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 40 TAHUN 1996 DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 1 Oleh : Farrell Gian Kumampung 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya
Lebih terperinciBAB II KEWENANGAN PEMERINTAH DALAM PENGUASAAN TANAH MENURUT UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA
BAB II KEWENANGAN PEMERINTAH DALAM PENGUASAAN TANAH MENURUT UNDANG-UNDANG POKOK AGRARIA A. Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Sebagai Hukum Agraria Nasional Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945,
Lebih terperinciBAB III MACAM-MACAM HAK ATAS TANAH. yang mutlak, tak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat. Turun temurun dan dapat beralih.
BAB III MACAM-MACAM HAK ATAS TANAH A. Hak Milik 1. Pengertiannya Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat fungsi sosial. Kata-kata
Lebih terperinciWARGA PETISAH TENGAH PROTES, TAK BISA PERPANJANG HGB
WARGA PETISAH TENGAH PROTES, TAK BISA PERPANJANG HGB Sumber gambar: medanbisnisdaily.com MEDAN, SUMUTPOS.CO -Masyarakat yang berdomisili di Kelurahan Petisah Tengah protes karena tidak bisa memperpanjang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tanah.tanah sendiri merupakan modal utama bagi pelaksanaan pembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu kehidupan masyarakat Indonesia yang tata kehidupannya masih bercorak agraris dan sebagian besar
Lebih terperinciPEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN
PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN Disampaikan pada Seminar dengan Tema HGU & HGB : Problem, Solusi dan Perlindungannya bedasarkan UU No. 25 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia adalah negara yang susunan kehidupan rakyat dan perekonomiannya masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERTANAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ------ RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERTANAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.
Lebih terperinciBAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH TERHADAP WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK
Lebih terperinciSumber Berita : Sengketa di Atas Tanah 1,5 Juta Meter Persegi, Forum Keadilan, Edisi 24-30 Agustus 2015. Catatan : Menurut Yahya Harahap dalam Buku Hukum Acara Perdata halaman 418, Eksepsi secara umum
Lebih terperinciBAB 2 ISI 2.1. Hukum Tanah Nasional
BAB 2 ISI 2.1. Hukum Tanah Nasional Sebelum tahun 1960, di Indonesia berlaku sistem dualisme hukum agraria yang membingungkan, dimana dalam satu waktu yang bersamaan berlaku dua perangkat hukum yang positif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Hukum tanah disini bukan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pengertian konteks agraria, tanah berarti permukaan bumi paling luar berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Hukum tanah disini bukan mengatur tanah
Lebih terperinciSertifikat hak guna..., Fransiska KrisnaniBudi Utami, FH UI, Universitas Indonesia
10 BAB 2 SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN NOMOR 00609/JEMBATAN BESI SEBAGAI ALAT BUKTI YANG KUAT ( TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 40 K/PDT/2009 ) 2. Landasan Teori Umum 2.1. Pendaftaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang didapatkan dibangku perkuliahan dan diterapkan di tempat kerja
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerja Praktik merupakan suatu proses penerapan disiplin ilmu yang didapatkan dibangku perkuliahan dan diterapkan di tempat kerja praktik dilaksanakan. Dalam kerja praktik
Lebih terperinciLex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017
ASPEK YURIDIS PERALIHAN HAK ATAS TANAH MELALUI TUKAR-MENUKAR MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG POKOK-POKOK AGRARIA DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 40 TAHUN 1996 1 Oleh: Natalia Maria Liju
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria PERTAMA BAB I DASAR-DASAR DAN KETENTUAN-KETENTUAN POKOK Pasal 1 (1) Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan
Lebih terperinciHIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA
PERSPEKTIF Volume XX No. 3 Tahun 2015 Edisi September HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya e-mail: urip_sts@yahoo.com
Lebih terperinciAKIBAT HUKUM PERJANJIAN PEMILIKAN HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING (WNA) DENGAN AKTA NOMINEE
AKIBAT HUKUM PERJANJIAN PEMILIKAN HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING (WNA) DENGAN AKTA NOMINEE Mohammad Anis Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Darul Ulum Lamongan Jl. Airlangga 3 Sukodadi Lamongan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960, telah terjadi perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ruang lingkup bumi menurut UUPA adalah permukaan bumi dan tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. Permukan bumi sebagai dari bumi disebut tanah.
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : perlu diadakan peraturan tentang pendaftaran tanah sebagai yang dimaksud dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menentukan bahwa: Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 merupakan peraturan dasar bagi pembentukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menentukan bahwa: Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH 2. 1. Pendaftaran Tanah Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: (1) bahwa untuk menjamin kepastian hukum hak-hak
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menjamin kepastian hukum hak-hak
Lebih terperinciBAB III KRITERIA, OBJEK DAN SUBJEK TANAH TERLANTAR DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA
BAB III KRITERIA, OBJEK DAN SUBJEK TANAH TERLANTAR DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA 3.1. Kriteria Tanah Terlantar Dalam Peraturan Perundang-undangan Dalam ketentuan UUPA terkandung suatu
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK. Presiden Republik Indonesia,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa wakaf adalah suatu lembaga keagamaan yang dapat dipergunakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN YURIDIS TENTANG PELEPASAN HAK. yang selanjutnya disertai pemberian imbalan yang layak. Proses pelepasan hak
BAB II TINJAUAN YURIDIS TENTANG PELEPASAN HAK A. Pengertian Pelepasan Hak Pengertian pelepasan hak sendiri adalah pelepasan hubungan hukum antara sebidang tanah hak dengan pemiliknya, yang dilaksanakan
Lebih terperinciSTATUS KEPEMILIKAN TANAH HASIL KONVERSI HAK BARAT BERDASARKAN UU NO. 5 TAHUN 1960
JURNAL ILMU HUKUM 201 STATUS KEPEMILIKAN TANAH HASIL KONVERSI HAK BARAT BERDASARKAN UU NO. 5 TAHUN 1960 ULFIA HASANAH Jalan Garuda Tangkerang Tengah Marpoyan Damai Pekanbaru Abstrak Dengan berlakunya UU
Lebih terperinciKARYA ILMIAH AKIBAT HUKUM JUAL BELI TANAH HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH NEGARA YANG BERASAL DARI HARTA BAWAAN DENGAN
1 KARYA ILMIAH AKIBAT HUKUM JUAL BELI TANAH HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH NEGARA YANG BERASAL DARI HARTA BAWAAN DENGAN BANGUNAN YANG DIMILIKI OLEH PIHAK LAIN Tanah merupakan suatu faktor yang sangat penting
Lebih terperinciDALUWARSA PENGHAPUS HAK MILIK DALAM SENGKETA PERDATA
DALUWARSA PENGHAPUS HAK MILIK DALAM SENGKETA PERDATA ( Studi Putusan Pengadilan Negeri Wates Nomor : 06/PDT.G/2007.PN.WT ) STUDI KASUS HUKUM Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh
Lebih terperinciBAB II KEABSAHAN JUAL BELI TANAH HAK MILIK OLEH PERSEROAN TERBATAS. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
BAB II KEABSAHAN JUAL BELI TANAH HAK MILIK OLEH PERSEROAN TERBATAS 1. Syarat Sahnya Jual-Beli Tanah Hak Milik Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Argaria, LNRI Tahun 1960
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENGALIHAN PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DAN PENGGUNAAN VARIETAS YANG DILINDUNGI OLEH PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciPs 16 ayat (1) huruf b Diatur dalam Ps 28 sampai dg Ps 34 UUPA Ps 50 ayat (2) ketetuan lebih lanjut diatur dengan peraturan perundangan. PP No.
RAHMAD HENDRA Ps 16 ayat (1) huruf b Diatur dalam Ps 28 sampai dg Ps 34 UUPA Ps 50 ayat (2) ketetuan lebih lanjut diatur dengan peraturan perundangan. PP No.40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB, dan Hak Pakai,
Lebih terperinciBAB II ASPEK HUKUM TENTANG KEPEMILIKAN TANAH SERTA BANGUNAN DI ATASNYA OLEH ORANG ASING DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5
BAB II ASPEK HUKUM TENTANG KEPEMILIKAN TANAH SERTA BANGUNAN DI ATASNYA OLEH ORANG ASING DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK- POKOK AGRARIA DAN PERATURAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK (LNRI. No. 38, 1977; TLNRI No. 3107)
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK (LNRI. No. 38, 1977; TLNRI No. 3107) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa wakaf adalah suatu lembaga
Lebih terperinciHukum Agraria dan Pendaftaran Tanah
Hukum Agraria dan Pendaftaran Tanah DTSS PENILAIAN PROPERTI DASAR ANGKATAN II DIREKTORAT PENILAIAN DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA July 2016 Materi: Pengertian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus
12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.
Lebih terperinciKata Kunci : Konversi, hak tanah
1VOLUME 3 NO. 1 STATUS KEPEMILIKAN TANAH HASIL KONVERSI HAK BARAT BERDASARKAN UU NO. 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA DIHUBUNGKAN DENGAN PP NO. 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN
Lebih terperinciMENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Dalam pembangunan peran tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam pembangunan peran tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan akan meningkat, baik sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha, yang meliputi bidang
Lebih terperinciBAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS. Peranan tanah bagi pemenuhan berbagai kebutuhan manusia akan terus
1 BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS Peranan tanah bagi pemenuhan berbagai kebutuhan manusia akan terus meningkat, baik sebagai tempat bermukim maupun untuk kegiatan usaha. Hal ini menyebabkan tanah
Lebih terperinciHAK ATAS TANAH BAGI PARTAI POLITIK
HAK ATAS TANAH BAGI PARTAI POLITIK Agus Sekarmadji Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga Email: agussekarmadji_unair@yahoo.com Abstract Land Law in Indonesia does not clearly specify the political
Lebih terperinciMENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN METERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PEMBATALAN HAK ATAS TANAH NEGARA
Lebih terperinciHAT hak menguasai negara
HUKUM AGRARIA RH Hak atas tanah Dasar hukum ketentuan hak-hak atas tanah diatur dalam Pasal 4 ayat 1 UUPA : Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA Nomor: 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA Nomor: 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa untuk menjamin kepastian hukum hak-hak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan permukaan bumi yang memiliki dua dimensi dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah merupakan permukaan bumi yang memiliki dua dimensi dengan adanya dua satuan ukur yaitu panjang dan lebar. Tanpa disadari oleh manusia, tanah mempunyai
Lebih terperinciBAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN
BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN A. Pengalihan Hak Atas Bangunan Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: Penjualan, tukarmenukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENGALIHAN PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DAN PENGGUNAAN VARIETAS YANG DILINDUNGI OLEH PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciBAB II HAMBATAN PELAKSANAAN PERPANJANGAN SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH HAK PENGELOLAAN PEMERINTAH KOTA PEKANBARU
BAB II HAMBATAN PELAKSANAAN PERPANJANGAN SERTIPIKAT HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH HAK PENGELOLAAN PEMERINTAH KOTA PEKANBARU A. Hak Pengelolaan 1. Pengertian Hak Pengelolaan Hak Pengelolaan adalah suatu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kedudukan akan tanah dalam kehidupan manusia. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak-hak atas tanah mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia saat ini, makin padat penduduknya akan menambah lagi pentingnya kedudukan akan tanah dalam
Lebih terperinciPasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENGALIHAN PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DAN PENGGUNAAN VARIETAS YANG DILINDUNGI OLEH PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan aktivitas di atas tanah, sehingga setiap saat manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari-hari dan merupakan kebutuhan hidup manusia yang mendasar. Manusia hidup dan berkembang
Lebih terperinciPs 16 ayat (1) huruf Cc Diatur dalam Ps 35 sampai dg Ps 40 UUPA Ps 50 ayat (2) ketetuan lebih lanjut diatur dengan peraturan perundangan.
RAHMAD HENDRA Ps 16 ayat (1) huruf Cc Diatur dalam Ps 35 sampai dg Ps 40 UUPA Ps 50 ayat (2) ketetuan lebih lanjut diatur dengan peraturan perundangan. PP 40/96 tentang HGU, HGB, dan Hak Pakai, secara
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERPANJANGAN HAK GUNA BANGUNAN BERSAMA ATAS RUMAH SUSUN KLENDER
10 BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERPANJANGAN HAK GUNA BANGUNAN BERSAMA ATAS RUMAH SUSUN KLENDER 2. 1. TINJAUAN TENTANG TANAH DAN HAK YANG MELEKAT DI ATASNYA Pengaturan tanah di wilayah Indonesia tercantum
Lebih terperinci: AKIBAT HUKUM PENUNDAAN PROSES BALIK NAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA
Judul : AKIBAT HUKUM PENUNDAAN PROSES BALIK NAMA SERTIFIKAT DALAM PERJANJIAN JUAL BELI ATAS TANAH Disusun oleh : GALUH LISTYORINI NPM : 11102115 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR ATAS JAMINAN SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG BERDIRI DI ATAS HAK PENGELOLAAN
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR ATAS JAMINAN SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG BERDIRI DI ATAS HAK PENGELOLAAN Rangga Dwi Prasetya Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Narotama Surabaya
Lebih terperinciBAB II PEMBUATAN AKTA JUAL BELI YANG TIDAK SESUAI KETENTUAN DALAM PROSEDUR PEMBUATAN AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH
BAB II PEMBUATAN AKTA JUAL BELI YANG TIDAK SESUAI KETENTUAN DALAM PROSEDUR PEMBUATAN AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH A. Peralihan Hak Atas Tanah Melalui Jual Beli 1. Pengertian Hak Atas Tanah Tanah diberikan
Lebih terperinciHak pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya
Hak pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya Hak pengelolaan berasal dari hak penguasaan sebagai dimaksud dalam PP no. 8 tahun
Lebih terperinciPELAKSANAAN PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH HAK GUNA BANGUNAN YANG DITERLANTARKAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
PELAKSANAAN PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH HAK GUNA BANGUNAN YANG DITERLANTARKAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DENGAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 11 TAHUN
Lebih terperinciPEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL
PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL Urip Santoso (Dosen Tetap Pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Jln. Darmawangsa Dalam selatan Surabaya) Abstract: Government is a side or party
Lebih terperinciPeraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 Tentang : Pendaftaran Tanah
Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 Tentang : Pendaftaran Tanah Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 10 TAHUN 1961 (10/1961) Tanggal : 23 MARET 1961 (JAKARTA) Sumber : LN 1961/28; TLN NO. 2171
Lebih terperinciBAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF. Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai
BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF G. Pengertian Perjanjian Jaminan Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai pada Pasal 1131 KUHPerdata dan penjelasan Pasal 8 UUP, namun
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG TATA CARA PEROLEHAN TANAH BAGI PERUSAHAAN DALAM RANGKA PENANAMAN MODAL MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN
Lebih terperinciBUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI
BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciYANG TERMASUK HAK ATAS TANAH SEKUNDER ADALAH: - HAK GUNA BANGUNAN - HAK PAKAI - HAK SEWA - HAK USAHA BAGI HASIL - HAK GADAI - HAK MENUMPANG
YAITU HAK ATAS TANAH YANG TIDAK LANGSUNG BERSUMBER PADA HAK BANGSA INDONESIA DAN YANG DIBERIKAN OLEH PEMILIK TANAH DENGAN CARA PERJANJIAN PEMBERIAN HAK ANTARA PEMILIK TANAH DENGAN CALON PEMEGANG HAK YANG
Lebih terperinciSISTEMATIKAN HUKUM PERDATA. Andri Budi Santosa, Drh, MBA
SISTEMATIKAN HUKUM PERDATA Andri Budi Santosa, Drh, MBA 1 Sistematika Hukum Perdata Menurut BW 1. Hk Orang (Van Personen ) 2. Hk Benda (Van Zaken ) 3. Hk Perikatan( Van Verbinsissen ) 4. Pembuktian dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam kehidupan manusia, tanah merupakan faktor yang sangat penting.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia, tanah merupakan faktor yang sangat penting. Dimana tanah dalam kehidupan manusia sama sekali tidak bisa dipisahkan atau dilepas. Dan tanah
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL
PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDAFTARAN PENDUDUK DAN CATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Pengertian Pemungutan Kewajiban Memasuki masa pelaksanaan otonomi daerah, setiap daerah otonom baik kabupaten maupun kota mempunyai hak dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank
9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan memegang peranan sangat penting dalam bidang perekonomian seiring dengan fungsinya sebagai penyalur dana dari pihak yang mempunyai kelebihan dana kepada
Lebih terperinciPERAN DAN TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM MENGOPTIMALKAN PENERIMAAN BPHTB
negara. 2 Bagi pihak yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan berlaku PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM MENGOPTIMALKAN PENERIMAAN BPHTB BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak adalah iuran
Lebih terperinciMAKALAH HUKUM AGRARIA HAK PAKAI
MAKALAH HUKUM AGRARIA HAK PAKAI Disusun oleh : AYU WANDIRA PURBA ELPAKHRI AKMAL RAHMATIKA LINGGAR M RIDHO FURQAN BAKAS A RIZKI IMAN SARI SEKENDI ANDRIAJI SIDIK DWI PAMUNGKAS 08/268853/TK/34109 12/333383/TK/39751
Lebih terperinciMENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN METERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PEMBATALAN HAK ATAS TANAH NEGARA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era modern zaman sekarang, perdagangan tidak lagi dalam lingkup dalam negeri saja tetapi juga luar negeri. Adanya komunikasi atara warga suatu negara dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUN PUSTAKA. Di dalam UUPA terdapat jiwa dan ketentuan-ketentuan yang harus dipergunakan
BAB II TINJAUN PUSTAKA 2.1 Pengertian Peralihan Hak Atas Tanah Di dalam UUPA terdapat jiwa dan ketentuan-ketentuan yang harus dipergunakan sebagai ukuran bagi berlaku atau tidaknya peraturan-peraturan
Lebih terperinci