BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. tersebut pada saat ini dikatakan sebagai era ekonomi kreatif yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. maupun internasional mengawali terbukanya era baru di bidang ekonomi yaitu

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas sehingga tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam suatu bisnis terdapat 2 fungsi mendasar yang menjadi inti dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

minimal 1 (satu) kali, sedangkan pada tahun 2013 tidak dilaksanakan pameran/ekspo.

BAB I PENDAHULUAN. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2007) ekonomi gelombang ke-4 adalah

Strategi Pemasaran Produk Industri Kreatif Oleh Popy Rufaidah, SE., MBA., Ph.D 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan teknologi yang semakin pesat di era globalisasi akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2015 ANALISIS POTENSI EKONOMI KREATIF BERBASIS EKOWISATA DI PULAU TIDUNG KEPULAUAN SERIBU

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 36 TAHUN 2015 TENTANG

Pengembangan Ekonomi Kreatif dan Pemberdayaan Pemuda Indonesia Ahmad Buchori Kepala Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan

2015 PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN DAN DIFERENSIASI PRODUK TERHADAP PENDAPATAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi kreatif atau industri kreatif. Perkembangan industri kreatif menjadi

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN PROVINSI LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan industri baik dari segi manufaktur maupun jasa. Salah satu strategi

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia menyadari bahwa ekonomi kreatif memiliki peran penting

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 6 KESIMPULAN dan SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada awalnya, perekonomian Indonesia lebih mengandalkan dalam sektor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Tingginya tingkat pengangguran di Indonesia sampai saat ini adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. informasi (e-commerce), dan akhirnya ke ekonomi kreatif (creative economy).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. sebagai industri gelombang ke-4 setelah pertanian, industri dan teknologi

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Persaingan bisnis di era globalisasi ini mendorong banyak individu

BAB I PENDAHULUAN. sehingga bisa mengurangi tingkat pengangguran. Selain UMKM ada juga Industri

BAB I PENDAHULUAN. ancaman bagi para pelaku usaha agar dapat memenangkan persaingan dan

BAB I PENDAHULUAN. keempat, yaitu industri ekonomi kreatif (creative economic industry). Di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berpenduduk terbanyak didunia. Dan juga

BAB 1. Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Semakin sulitnya keadaan perekonomian dunia saat ini yang diakibatkan krisis

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Pada awalnya seperti diketahui, kegiatan perekonomian hanya

BAB I PENDAHULUAN. Industri Kecil Menengah (IKM). Sektor industri di Indonesia merupakan sektor

Landasan Konseptual Perencanaan dan Perancangan. Pengembangan Kawasan Kerajinan Gerabah Kasongan BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga miskin dan kemiskinan pada umumnya

BAB PENDAHULUAN. Kreativitas ditemukan di semua tingkatan masyarakat. Kreativitas adalah ciri

BAB I PENDAHULUAN. karena setiap negara menginginkan proses perubahan perekonomian yang lebih

PERTUMBUHAN EKONOMI KREATIF SEBAGAI PENGGERAK INDOSTRI PARIWISATA

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., MA. Pertemuan 12: Industri kreatif

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi kreatif di Indonesia. Konsep Ekonomi Kreatif merupakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia terlahir dengan karunia berupa kecerdasan. Kecerdasan

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang semakin arif dan bijaksana. Kegiatan pariwisata tersebut

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi beserta penemuan-penemuan baru menyebabkan perubahan dari

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan globalisasi ditandai dengan semakin tingginya intensitas

BAB I PENDAHULUAN. Mada 1990) 1 P4N UG, Rencana Induk Pembangunan Obyek Wisata Desa Wisata Kasongan (Universitas Gajah

BAB I PENDAHULUAN. dapat dijadikan sebagai prioritas utama dalam menunjang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan Institut Teknologi Bandung

oleh semua pihak dalam pengembangan dunia pariwisata.

PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR KESEJAHTERAAN RAKYAT URUSAN PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF. No Jenis/Series Arsip Retensi Keterangan

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan dengan cara menghasilkan dan memberdayakan kemampuan berkreasi

PEREKONOMIAN INDONESIA

Industri Kreatif Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

PENTINGNYA PEMETAAN DAN HARMONISASI REGULASI EKONOMI KREATIF

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, terdapat satu hal yang belakangan ini sering didengungkan, baik

BAB I PENDAHULUAN. dengan usaha lainnya. Menurut Porter dalam Solihin (2012 :42), intensitas

BAB I Pendahuluan. Gambar 1.1 Gelombang Perekonomian Dunia. (sumber:

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 18 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA BANDUNG TAHUN

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 68 TAHUN 2016 TENTANG

mutualisme begitupun dengan para pelaku industri marmer dan onix di Tulungagung, Jawa Timur. Tentunya dalam menghadapi persaingan dengan perusahaan

TERMS OF REFERENCE (TOR) EAGLE AWARDS DOCUMENTARY COMPETITION 2014

BAB I PENDAHULUAN. penelitian yang akan dilakukan, rumusan masalah yang menjadi topik

Perkembangan Industri Kreatif

melestarikan alam, lingkungan dan sumber daya yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. industri mendorong perusahaan untuk dapat menghasilkan kinerja terbaik. Dalam

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Kesiapan Kondisi Jayengan Kampoeng Permata Sebagai Destinasi Wisata

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia, industri kreatif dibagi menjadi 15 subsektor, diantaranya: mode,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. usaha memberi konsekuensi kepada persaingan yang semakin kompetitif, berubah. Penerapan knowledge management dalam knowledge based

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

2017, No Peraturan Kepala Badan Ekonomi Kreatif Nomor 1 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Ekonomi Kreatif (Berita Negara R

PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sektor pariwisata merupakan sektor penting dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia setelah Bali. Aliran uang yang masuk ke provinsi DIY dari sektor

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN ± 153 % ( ) ± 33 % ( ) ± 14 % ( ) ± 6 % ( )

BAB I PENDAHULUAN. mampu mengelola alam bagi peningkatan kesejahteraannya. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. pertama adalah gelombang ekonomi pertanian. Kedua, gelombang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. penduduk cukup beragam suku bangsanya. Suku Minahasa yang paling banyak

PENDAHULUAN BAB I. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1. Hotel Des Indes (kiri) yang Menjadi Komplek Duta Merlin (kanan) Sumber:google.co.id, 5 Maret 2015

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat serta pengaruh perekonomian global. pemerintah yaitu Indonesia Desain Power yang bertujuan menggali

LANDASAN AKTIVITAS PEMIMPIN BISNIS

BAB I PENDAHULUAN. pasar bebas khususnya di bidang ekonomi, terlebih kepada negara yang semakin

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang pertumbuhan perekonomian mengalir dalam era ilmu pengetahuan dan ide yang menjadi motor dalam perkembangan ekonomi. Era tersebut pada saat ini dikatakan sebagai era ekonomi kreatif yang perkembangannya di Indonesia disikapi dengan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan berbasis kreatifitas. Ekonomi kreatif merupakan bentuk perekonomian yang lahir dari inteligen kreatif antara lain: seniman, artis, pendidik, mahasiswa, insinyur, dan penulis. Mereka seringkali mempunyai kemampuan berpikir menyebar dan mendapatkan pola yang menghasilkan gagasan baru. Gagasan dan perkembangan perekonomian ini menjadikan ekonomi kreatif sebagai sistem transaksi penawaran dan permintaan yang bersumber pada kegiatan ekonomi dari industri kreatif. Industri kreatif sendiri merupakan kelompok industri yang terdiri atas berbagai jenis industri yang masing-masing memiliki keterkaitan dalam proses pengeksploitasian ide atau kekayaan intelektual menjadi nilai ekonomi tinggi yang dapat menciptakan kesejahteraan dan lapangan pekerjaan. Kementerian Perdagangan Indonesia menyatakan bahwa industri kreatif adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreatifitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Perkembangan industri kreatif di Indonesia bersumber dari kegiatan ekonomi kreatif yang terdiri atas 15 bidang yaitu: (1) jasa periklanan, 1

(2) arsitektur, (3) pasar seni dan barang antik, (4) kerajinan, (5) desain, (6) fesyen, (7) video, film, dan fotografi, (8) permainan interaktif, (9) musik, (10) seni pertunjukan, (11) penerbitan dan percetakan, (12) layanan komputer dan piranti lunak, (13) televisi dan radio, (14) riset, dan (15) kuliner. Gambar 1.1. Klasifikasi industri kreatif di Indonesia Sumber: Kementerian Perdagangan RI Tahun 2007 Pengembangan ekonomi kreatif ini di Indonesia dapat melalui beberapa sektor industri, salah satunya adalah industri pariwisata. Pariwisata dan ekonomi kreatif merupakan dua mata rantai yang tidak dapat dipisahkan. Hubungan antara pariwisata dan ekonomi kreatif adalah kenyataan bahwa kawasan wisata menumbuhkan lapangan pekerjaan bagi warga sekitar destinasi wisata, juga mengembangkan adanya infrastruktur yang memadai untuk mendukung pasar wisata seperti bandara yang baik, keamanan, dan jalan. Hal lain yang dapat memberikan gambaran adanya keterkaitan antara pariwisata dan ekonomi kreatif adalah melalui penyediaan usaha kecil atau mikro tertentu bagi warga. Masyarakat sekitar dapat memanfaatkan usaha kecil terkait misalnya membuka toko dan 2

melayani kebutuhan wisatawan kemudian berkolaborasi dengan seniman lokal dan pengrajin untuk memasok handcraft dan tentunya akan memberikan dampak yang sangat besar bagi peningkatan perekonomian masyarakat. Pariwisata dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan suatu daerah tujuan wisata. Media pariwisata diyakini akan memberikan porsi bagi pengembangan industri kreatif guna memperkuat citra bangsa serta mendorong semakin luasnya ruang kreatifitas bagi insan kreatif bangsa. Namun demikian, kemampuan SDM dalam alih teknologi dan kreatifitas masih relatif rendah. Hal inilah yang kemudian menjadi suatu fenomena sulitnya mencari pekerjaan. Bagi mereka yang memiliki pendidikan SD sampai SMP biasanya memilih pekerjaan di sektor informal seperti menjadi pedagang/saudagar, buruh bangunan, buruh tani serta pengrajin gerabah. Ini berdampak pada perkembangan industri kreatif yang cenderung lamban. Pemahaman masyarakat yang minim terhadap sektor ini menjadi salah satu penyebabnya. Masyarakat masih belum mengetahui tentang pengartian sektor ekonomi kreatif, prospek perkembangannya, serta beragam hal terkait dengan pemahaman terhadap sektor ini. oleh karena itu menurut Hermantoro (2011) perlu disiapkannya SDM yang cerdas dalam memahami perubahan perilaku pasar yang telah terjadi. Wisatawan saat ini dinilai mencari produk wisata yang bisa memberikan ruang bagi pengembangan diri selama mereka berwisata. Demikian juga dengan Kerajinan Gerabah Karasa en di Desa Webriamata, Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur. Masyarakat di desa ini berusaha meningkatkan perekonomian rumah tangga mereka melalui 3

pengembangan kerajinan gerabah. Gerabah adalah perkakas yang terbuat dari tanah liat atau tanah lempung yang kemudian dibentuk dan dibakar untuk dijadikan alat-alat yang berguna bagi kehidupan. Penduduk Desa Webriamata yang banyak mengandalkan sektor pertanian dan perkebunan ini mulai melirik sektor baru yakni industri kerajinan gerabah. Desa Webriamata sebagai salah satu desa di Kabupaten Malaka yang merupakan daerah industri kecil gerabah. Sebagian besar anggota dari industri kecil gerabah ini adalah ibu rumah tangga dan remaja putri yang tidak memiliki pekerjaan. Industri kecil ini dilakukan di ruang yang terbatas yakni di rumah ketua kelompok dengan jumlah tenaga kerja yang terlibat di dalamnya kurang lebih 38 orang. Usaha kerajinan yang ditekuni oleh penduduk Desa Webriamata ini memiliki ciri khas yang unik dan sangat digemari oleh wisatawan yang berkunjung ke desa tersebut maupun masyarakat yang hadir pada event pariwisata dimana Gerabah Karasa en Desa Webriamata dipamerkan. Proses pembuatan gerabah yang menghabiskan waktu kurang lebih 7 hari untuk satu gerabah ini tergolong masih sederhana karena pembuatannya masih manual mulai dari pembentukan model hingga tahap penyelesainnya (finishing). Status pendidikan para pengrajin pada umumnya SD dan SMP ini berusaha meningkatkan perekonomian mereka melalui gerabah yang diproduksi walaupun penjualan gerabah yang terjadi selama ini belum memberikan dampak yang signifikan terhadap perekonomian rumah tangga mereka. Sistem pemasaran yang tergolong masih sangat sederhana, pengrajin belum mengetahui secara pasti pasar sasaran yang tepat dalam memasarkan gerabah mereka. Pengrajin akan 4

memproduksi gerabah apabila ada permintaan. Pengrajin belum mengetahui cara mengklasifikasi konsumen yang tepat, sehingga pengrajin cenderung tidak ingin memproduksi gerabah dalam jumlah yang banyak karena takut tidak habis terjual di lain sisi mereka harus memenuhi kebutuhan rumah tangga setiap harinya. Keterbatasn pendidikan khususnya dalam bidang pengembangan industri kerajinan gerabah dan pendidikan berbasis pariwisata juga menjadi salah satu kendala yang dihadapi oleh para pengrajin karena mereka belum mendapat pendidikan atau pelatihan guna mengembangkan kerajinan gerabah ini. Karya seni merupakan ungkapan jiwa yang kreatif, bukan sekadar objek melainkan sebuah hasil renungan mendalam mengenai segala sesuatu yang ada (Pirous, 2003). Selanjutnya, nilai bentuk karya tersebut merupakan cerminan dari kualitas kepandaian dan kreatifitas dalam memvisualisasikan ide atau gagasannya. Dalam kenyataannya karya seni itu dalam pengembangannya memerlukan dukungan baik dari segi modal maupun moral. Demikian pula halnya yang terjadi pada usaha kerajinan gerabah di Desa Webriamata. Dukungan yang selama ini mereka dapatkan masih kurang untuk mengembangkan usaha mereka terutama dalam hal modal dan pemasaran. Selama itu, modal yang mereka peroleh hanya berasal dari satu pihak swasta dan sejumlah dana terbatas dari pemerintah daerah. Situasi tersebut menjadi salah satu kendala utama dalam mengembangkan industri gerabah di Desa Webriamata disamping kendala lainnya seperti pendidikan serta akses yang masih kurang memadai untuk mengantarkan gerabah atau membawa gerabah misalnya karena jalan yang rusak dan dapat mengakibatkan pecah dan rusaknya gerabah. Aksesibilitas tersebut juga yang 5

mempengaruhi distribusi pemasaran Gerabah Karasa en Desa Webriamata. Hal ini jugalah yang kemudian menjadi pokok-pokok yang melatarbelakangi penelitian yang akan dilaksanakan ini. 6

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang tersebut maka secara ringkas rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah 1. Bagaimana perkembangan dan keunikan kerajinan gerabah Desa Webriamata? 2. Bagaimana sistem pemasaran Gerabah Karasa en Desa Webriamata? 3. Apakah strategi pemasaran yang tepat untuk menjadikan gerabah Karasaen Desa Webriamata sebagai souvenir wisatawan? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian yang penulis lakukan adalah 1. Mengetahui dan menganalisis perkembangan dan keunikan kerajinan Gerabah Karasa en Desa Webriamata.; 2. Mengetahui dan menganalisis sistem pemasaran kerajinan Gerabah Karasa en Desa Webriamata; 3. Mengetahui dan menganalisis strategi pemasaran yang tepat untuk menjadikan gerabah Karasaen Desa Webriamata sebagai souvenir wisatawan; 7

1.4 Manfaat Penelitian Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan informasi dan bahan pemikiran yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan tentang gerabah dan implementasinya bagi dunia pariwisata serta sebagai refrensi bagi penelitian selanjutnya terkait dengan mengidentifikasi pasar sasaran dalam memasarkan sebuah produk wisata. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pengrajin gerabah Karasa en untuk mengidentifikasi pasar sasaran yang tepat bagi kerajinan gerabah mereka. selain itu, diharapkan dapat menjadi refrensi bagi pemerintah dan stakeholder terkait dalam menyusun sebuah strategi pemsaran yang tepat dalam memasarkan gerabah Karasa en dan menjadikannya sebagai sebuah produk wisata andalan Kabupaten Malaka. 1.5 Keaslian Penelitian Penelitian yang terkait dengan kerajinan gerabah memang sudah banyak dilakukan tetapi belum ada literatur maupun penelitian-penelitian yang tentang identifikasi pasar kerajinan Gerabah Karasa en Desa Webriamata sebagai souvenir wisatawan. Informasi yang dapat dikumpulkan tentang kerajinan gerabah Karasae n masih sangat minim, itupun hanya dicantumkan secara umum di beberapa blog yang sedikit mengulas gerabah Karasa en di Desa Webriamata. Dalam sub bab ini peneliti akan menguraikan beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini utamanya yang berkaitan industri kerajinan gerabah sebagai berikut : 8

Tabel 1.1. Penelitian Terdahulu No Judul Penulis Tahun Temuan 1 Analisis Strategi Pemasaran Sentra Industri Gerabah Pasca Gempa Bumi Di Kecamatan Pundong Bantul 2 Souvenir : Apa dan Mengapa Kita Membeli. 3 Strategi Pengembangan Kerajinan Gerabah Tradisional Gorontalo Guna Mendukung Industri Kreatif SUNDARI TUTI WILKINS HUGH I WAYAN SUDANA 2007 Strategi pemasaran yang diterapkan oleh pengrajin adalah make to order. Serta berusaha bekerjasama dengan perusahaan lain yang menguntungkan indutri kerajinan gerabah mereka. 2009 Perbedaan pendapat antara laki-laki dan perempuan dalam membeli souvenir. Otentisitas. Motivasi pembelian mempengaruhi perilaku konsumen 2014 Sinergisitas tiga konsep revitalisasi. Ketiga konsep tersebut adalah: konsep atau metode teknik kering untuk merevitalisasi cara pengolahan bahan baku; konsep diversifikasi teknik produksi untuk merevitalisasi teknik produksi tradisional; dan konsep revitalisasi tekstual dan kontekstual untuk merevitalisasi produk kerajinan gerabah tradisional 9