BAB I PENDAHULUAN. berkembang, termasuk Indonesia. Menurut Kemenkes RI (2016) terdapat 34,2% balita di Indonesia memiliki asupan protein rendah pada

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan. pada malam hari (rabun senja). Selain itu, gejala kekurangan vitamin A

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan vitamin A (KVA). KVA yaitu kondisi kurang zat gizi mikro

BAB I PENDAHULUAN. menjadi terhambat dan menyebabkan rickets, sedangkan kekurangan. kalsium pada kelompok dewasa akan menyebabkan Osteoporosis yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dibuat dengan menambahkan santan, gula merah, daun pandan dan. pisang.menurut Veranita (2012), bolu kukus adalah bolu yang berbahan

BAB I PENDAHULUAN. penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), tahun terjadi peningkatan konsumsi tepung terigu di

BAB I PENDAHULUAN. yang rentan mengalami masalah gizi yaitu kekurangan protein dan energi.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Melalui penganekaragaman pangan didapatkan variasi makanan yang

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan terigu oleh masyarakat Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data dari APTINDO (2014) dilaporkan bahwa konsumsi tepung

BAB I PENDAHULUAN. penderita DM pada tahun 2013 (2,1%) mengalami peningkatan dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam. rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu

SUBSTITUSI TEPUNG BIJI NANGKA PADA PEMBUATAN KUE BOLU KUKUS DITINJAU DARI KADAR KALSIUM, TINGKAT PENGEMBANGAN DAN DAYA TERIMA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, teksturnya yang lembut sehingga dapat dikonsumsi anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan salah satu. permasalahan gizi di Indonesia (Herman, 2007). Balita yang menderita KEP

BAB I PENDAHULUAN. Berbasis Sumber Daya Lokal yang tertulis dalam Peraturan Presiden RI

BAB I PENDAHULUAN. Proses penggilingan padi menjadi beras tersebut menghasilkan beras sebanyak

BAB I PENDAHULUAN. oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan mulai

BAB I PENDAHULUAN. ini disebabkan karena Indonesia belum mampu memproduksi gandum di dalam

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

I. PENDAHULUAN. tidak ada sama sekali. Saat produksi ikan melimpah, belum seluruhnya

BAB I PENDAHULUAN. (APTINDO, 2013) konsumsi tepung terigu nasional meningkat 7% dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada anak-anak membuat anak buta setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah gizi di Indonesi adalah gizi kurang yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dan jagung, dan ubi kayu. Namun, perkembangan produksinya dari tahun ke tahun

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan. penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1.

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini masalah pangan dan gizi menjadi permasalahan serius di

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan.

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

BAB I PENDAHULUAN. antara lain serealia, palmae, umbi-umbian yang tumbuh subur di hampir

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan Tempat dan Waktu Penelitian. Kg/Kap/Thn, sampai tahun 2013 mencapai angka 35 kg/kap/thn.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia (archipelagic state).

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai masalah yang berkaitan dengan pangan dialami banyak

BAB I PENDAHULUAN. hasil laut yang berlimpah terutama hasil tangkapan ikan. Ikan merupakan sumber

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah umum yang biasa ditemui dalam peggunaan hasil protein

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. KEP disebabkan karena defisiensi zat gizi makro. Meskipun

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2010 mengimpor terigu sebesar kg, untuk tahun

BAB I PENDAHULUAN. Biskuit crackers merupakan makanan kecil ringan yang sudah. memasyarakat dan banyak dijumpai di pasaran. Hal ini setidaknya dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kekurangan protein merupakan salah satu masalah gizi utama di

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah kesehatan global yang prevalensinya terus

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kekurangan gizi yang sering terjadi di Indonesia salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat banyak mengonsumsi mi sebagai makanan alternatif

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG WORTEL PADA PEMBUATAN BISKUIT DITINJAU DARI KADAR β-karoten, SIFAT ORGANOLEPTIK DAN DAYA TERIMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan

I PENDAHULUAN. berlebihan dapat disinyalir menyebabkan penyakit jantung dan kanker. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. usia dini sangat berdampak pada kehidupan anak di masa mendatang. Mengingat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber bahan pangan yang berpotensi untuk. diolah menjadi produk pangan, namun banyak sumberdaya pangan lokal

BAB I PENDAHULUAN. talas memiliki ukuran granula pati yang sangat kecil yaitu 1-4 µm. ukuran

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH:

BAB I PENDAHULUAN. pada 2002, konsumsi kalsium di kalangan masyarakat baru mencapai rata-rata

BAB I PENDAHULUAN. Mie adalah makanan alternatif pengganti beras yang banyak. dikonsumsi masyarakat. Mie menjadi populer dikalangan masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. hanya bisa didapatkan dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari (Rasyid, 2003;

BAB I PENDAHULUAN. penyakit pada konsumen (Silalahi, 2006). Salah satu produk yang. makanan ringan, jajanan atau cemilan. Makanan ringan, jajanan atau

PENGARUH PERENDAMAN DALAM LARUTAN GULA TERHADAP PERSENTASE OLIGOSAKARIDA DAN SIFAT SENSORIK TEPUNG KACANG KEDELAI (Glycine max)

SIFAT ORGANOLEPTIK, OVERRUN, DAN DAYA TERIMA ES KRIM YANG DIBUAT DARI CAMPURAN SUSU KEDELAI DAN SUSU SAPI DENGAN PERBANDINGAN YANG BERBEDA

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan sebagian kecil masyarakat (Chasanah dkk., 2013).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah. dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan

I PENDAHULUAN. Umumnya dalam sebuah penelitian diawali dengan identifikasi masalah. hipotesis dan sekaligus untuk menjawab permasalahan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. macam komoditi pangan pertanian, tetapi kemampuan produksi pangan di

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama,

I. PENDAHULUAN. semakin meningkat setiap tahunnya. Konsumsi daging ayam pada tahun 2013

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup. Pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagian besar produk makanan jajanan di pasaran yang digemari. anak-anak berbahan dasar tepung terigu. Hal ini dapat menyebabkan

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditambahkan dengan starter Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Kerupuk adalah salah satu produk olahan tradisional yang digemari

PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG BIJI NANGKA TERHADAP KOMPOSISI PROKSIMAT DAN SIFAT SENSORIK KUE BOLU KUKUS

BAB 1 PENDAHULUAN. dari makanan pokok dan bermacam-macam lauk-pauk dan buah-buahan, tetapi disertai pula dengan bermacam-macam jajanan atau kue-kue.

SUBSTITUSI TEPUNG PISANG AWAK MASAK(Musa paradisiaca var. awak) DAN KECAMBAH KEDELAI (Glycine max ) PADA PEMBUATAN BISKUIT SERTA DAYA TERIMA.

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kurang optimal. Oleh karena itu, pemenuhan zat gizi harus benar benar

I. PENDAHULUAN. seluruh penduduk Indonesia. Pemenuhan kebutuhan pangan harus dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya terus meningkat secara global, termasuk di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

Pengertian Bahan Pangan Hewani Dan Nabati Dan Pengolahannya

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan hidup saja, tetapi seberapa besar kandungan gizi

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, makanan yang dikonsumsi merupakan makanan yang sehat, dengan vegetarian. Makanan vegetarian saat ini mulai digemari oleh

I PENDAHULUAN. udang kerang/tiram, kepiting, tripang, cumi-cumi, rumput laut dan lain sebagainya.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi merupakan masalah yang banyak dihadapi oleh negaranegara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut Kemenkes RI (2016) terdapat 34,2% balita di Indonesia memiliki asupan protein rendah pada tahun 2014. Rendahnya asupan protein ini berdampak pada gangguan pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh, penumpukan cairan di dalam jaringan (edema), kekebalan tubuh menurun, gangguan absorbsi dan transportasi zat gizi (Almatsier, 2004). Masalah ini perlu segera diatasi dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh negara Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan adalah melalui peningkatan konsumsi ikan sebagai sumber protein. Hal ini didukung oleh produksi ikan di Indonesia yang cukup tinggi pada tahun 2015, mencapai lebih dari 14,79 juta ton (Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2016), selain itu harga ikan lebih murah dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya. Salah satu ikan yang banyak ditemukan di Indonesia adalah ikan tongkol (Euthynnus affinis C.), dimana produksinya pada tahun 2010 mencapai 117.941 ton dan termasuk peringkat ke sepuluh, lebih tinggi dari produksi perikanan tangkap ikan kakap merah, ikan tenggiri, ikan madidihang, ikan pepetek dan ikan kakap putih (Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2011). Tingginya produksi ikan di Indonesia, tidak diikuti dengan tingkat konsumsinya. Rata-rata konsumsi ikan pada tahun 2015 masih tergolong rendah yaitu sebesar 41,11 kilogram per kapita per tahun, lebih rendah bila 1

dibandingkan dengan Malaysia dan Jepang, masing-masing sebanyak 70 kilogram per kapita per tahun dan 140 kilogram per kapita per tahun. Provinsi Jawa Tengah merupakan daerah dengan tingkat konsumsi ikan paling rendah di Indonesia, diantaranya daerah Wonigiri, Sragen, Solo, Boyolali, Temanggung, Banjarnegara, dan Kebumen dengan tingkat konsumsi ikan kurang dari 20 kilogram per kapita per tahun (Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2016). Pengolahan tepung ikan merupakan salah satu bentuk penganekaragaman hasil olahan perikanan dan termasuk produk olahan setengah jadi yang dapat ditambahkan pada pembuatan suatu produk (Mervina dkk., 2012). Pemanfaatan tepung ikan ini dapat mendukung upaya pemerintah untuk meningkatkan konsumsi ikan pada masyarakat dengan membiasakan rasa ikan sejak usia dini. Tepung memiliki beberapa keunggulan antara lain, mempunyai masa simpan lebih lama, lebih praktis dalam proses distribusi dan lebih fleksibel pemanfaatannya untuk diolah menjadi berbagai produk pangan yang digemari masyarakat (Rauf dan Sarbini, 2015), seperti biskuit. Terdapat empat faktor yang menentukan kualitas biskuit, yaitu penampakan, flavor, tekstur dan nutrisi produk tersebut (Phadungath, 2007). Penambahan tepung ikan tongkol dalam pembuatan biskuit dapat meningkatkan nilai gizi, yaitu protein. Menurut Direktorat Hasil Ikan Olahan (2007) ikan tongkol mengandung protein yang tinggi sebesar 26 gram per 100 gram lebih tinggi dibandingkan ikan bandeng (20 gram), ikan lele (17,7 gram), ikan mas (16 gram), ikan gabus (20 gram), dan ikan kembung (22 gram). Sedangkan tepung ikan tongkol mengandung kadar protein 41,47 2

gram lebih tinggi dibandingkan dengan ikan tongkol, yaitu sebesar 67,47 gram per 100 gram (Ilza, 2013). Menurut Kemenkes RI (2011) biskuit yang memiliki kadar protein tinggi dapat dijadikan sebagai produk makanan tambahan untuk anak balita. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) balita merupakan salah satu upaya perbaikan pola konsumsi pada usia balita untuk mencegah kejadian Kekurangan Energi dan Protein di Indonesia (KEP). Biskuit yang disubstitusi tepung ikan tongkol berpotensi menjadi produk PMT. Karakteristik fisik seperti kekerasan (hardness) perlu dipelajari karena dapat mempengaruhi bentuk fisik, tekstur, penampakan dan kerenyahan secara organoleptik pada biskuit (Wenzhao dkk., 2013). Kekerasan biskuit dipengaruhi oleh bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatannya. Sedangkan komponen yang sangat berperan terhadap kekerasan biskuit adalah kandungan protein pembentuk gluten, lemak dan gula. Kadar protein pada tepung berpengaruh pada kekerasan biskuit, semakin tinggi kadar protein semakin keras tekstur biskuit karena sifat hidrofilik pada tepung dapat menyerap air yang mengakibatkan tingkat kekerasan biskuit tinggi (Dahrul dkk., 2008). Kualitas biskuit, selain dinilai dari nilai gizi dan sifat fisik juga bisa dinilai dengan penilaian organoleptik. Salah satu penilaian organoleptik adalah uji hedonik atau uji kesukaan. Uji kesukaan biasanya dilakukan oleh panelis untuk menilai suka atau tidaknya produk yang dihasilkan. Berdasarkan latar belakang tersebut, telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh substitusi tepung ikan tongkol terhadap kadar protein, kekerasan dan daya terima pada biskuit. 3

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut dirumuskan masalah : Apakah ada pengaruh substitusi tepung ikan tongkol terhadap kadar protein, kekerasan dan daya terima biskuit?. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui pengaruh substitusi tepung ikan tongkol terhadap kadar protein, kekerasan dan daya terima biskuit. 2. Tujuan Khusus a. Mengukur kadar protein pada biskuit yang disubstitusi tepung ikan b. Mengukur kekerasan pada biskuit yang disubstitusi tepung ikan c. Mengukur daya terima pada biskuit yang disubstitusi tepung ikan d. Menganalisis pengaruh substitusi tepung ikan tongkol terhadap kadar protein biskuit. e. Menganalisis pengaruh substitusi tepung ikan tongkol terhadap kekerasan biskuit. f. Menganalisis pengaruh substitusi penggunaan tepung ikan tongkol terhadap daya terima biskuit. g. Menginternalisasi nilai-nilai keislaman yang berkaitan dengan makanan. 4

D. Manfaat penelitian 1. Bagi Peneliti Untuk menambah wawasan pengetahuan dalam penelitian mengenai pengaruh substitusi tepung ikan tongkol terhadap kadar protein, kekerasan dan daya terima pada biskuit. 2. Bagi Masyarakat Menambah penganekaragaman pangan dan meningkatkan konsumsi sumber protein hewani. 3. Bagi Peneliti Lanjutan Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan atau referensi apabila mengadakan penelitian sejenis. 5