Dampak Kebijakan Fiskal Terhadap Sovereign Bond Spread Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. merupakan biaya yang ditanggung pemerintah untuk melakukan peminjaman, dan

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dengan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

APBN 2013: Mendorong Peningkatan Kualitas Belanja

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang membutuhkan dana. Menurut Fahmi dan Hadi (2009:41), pasar modal

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan

PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH TERHADAP INVESTASI SWASTA DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pinjaman luar negeri merupakan sesuatu yang wajar untuk negaranegara

1. Tinjauan Umum

VII. SIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. cepat dan terintegrasi dengan adanya teknologi canggih. Perkembangan teknologi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Perekonomian Suatu Negara

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal,

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

ABSTRAK. Kata kunci: PDB, Kurs, Impor, Utang luar negeri

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

Mandatory Spending, SAL dan Kelebihan Pembiayaan (overfinancing) APBN

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,

BAB I PENDAHULUAN. Hutang luar negeri Indonesia memiliki sejarah yang sangat panjang.

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB I PENDAHULUAN. internasional tidak bisa lepas dari hal-hal yang sedang dan akan berlangsung di

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2010 Japan Credit Rating Agency Ltd. merevisi naik peringkat

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar.

DISPARITAS FISKAL ANTAR PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk menilai

BAB I PENDAHULUAN. proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

BAB I PENDAHULUAN. tabungan paksa dan tabungan pemerintah (Sukirno dalam Wibowo, 2012).

Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat (Yunan, 2009:2). Pertumbuhan ekonomi juga berhubungan dengan proses

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

BAB I PENDAHULUAN. minyak dunia yang turun, dollar yang menguat dan revolusi shale gas oleh Amerika

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan cara pembangunan infrastruktur sebagai pendorong

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

PELATIHAN MANAJEMEN OBLIGASI DAERAH TAHAP MIDDLE/2

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk melakukan hedging kewajiban valuta asing beberapa bank. (lifestyle.okezone.com/suratutangnegara 28 Okt.2011).

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. di masa yang akan datang (Tandelilin, 2000). Kegiatan investasi adalah

I. PENDAHULUAN. Hal ini dilakukan karena penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak tidak

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi pada arus modal eksternal, prospek pertumbuhan yang tidak pasti. Krisis

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu negara seperti Indonesia. Belanja Pemerintah tersebut dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. mengalokasikan dana dari pihak yang mengalami surplus dana kepada pihak yang

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

BAB I PENDAHULUAN. boleh dikatakan stabil selama lebih kurang tiga puluh tahun tiba-tiba harus. langsung berdampak pada perekonomian dalam negeri.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari peran perbankan dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang memiliki banyak sumber daya alam dan

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. yang merata baik material/spiritual berdasarkan Pancasila di dalam Negara

I.PENDAHULUAN. antar negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

Ikhtisar Perekonomian Mingguan

BAB I PENDAHULUAN. 12,94% meskipun relatif tertinggal bila dibandingkan dengan kinerja bursa

Q & A TERKAIT DAMPAK SISTEMIK BANK CENTURY

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA

(Studi Pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah) Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana S1. Program Studi Akuntansi

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

PENGARUH KOMITE AUDIT, KOMISARIS INDEPENDEN, STRUKTUR KEPEMILIKAN, DEBT COVENANT, DAN GROWTH OPPORTUNITIES TERHADAP KONSERVATISME AKUNTANSI

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

Herdiansyah Eka Putra B

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO

KEBIJAKAN FISKAL PAJAK DITANGGUNG PEMERINTAH. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. iklimnya, letak geografisnya, penduduk, keahliannya, tenaga kerja, tingkat harga,

Ujian Akhir Semester Semester Genap 2016/2017 PEREKONOMIAN INDONESIA Waktu Pengerjaan: 180 Menit 24 Mei 2017 TUTUP BUKU

BAB I PENDAHULUAN. Keberlanjutan fiskal menurut Adams et al. (2010) didefinisikan sebagai

NAIK LAGI, UTANG PEMERINTAH RI KINI RP 3.323,36 TRILIUN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENGARUH REALISASI PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA ALOKASI UMUM (DAU), DAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) TERHADAP REALISASI BELANJA DAERAH

Transkripsi:

Dampak Kebijakan Fiskal Terhadap Sovereign Bond Spread Indonesia SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) Pada Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro Disusun Oleh : MELIA SANTA NOVA Nim 12020112130037 FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2016

ii PERSETUJUAN SKRIPSI Nama Penyusun : Melia Santa Nova Nomor Induk Mahasiswa : 12020112130037 Fakultas/ Jurusan Judul Skripsi Dosen Pembimbing : Ekonomika dan Bisnis/ Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan : DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL TERHADAP SOVEREIGN BOND SPREAD INDONESIA : Dr. Hadi Sasana, S.E., M.Si. Semarang, 13 September 2016 Dosen Pembimbing, (Dr. Hadi Sasana, S.E., M.Si.) NIP. 196901211997021001

iii PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN Nama Penyusun : Melia Santa Nova Nomor Induk Mahasiswa : 1202011212130037 Fakultas/ Jurusan Judul Skripsi : Ekonomika dan Bisnis/ Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan : DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL TERHADAP SOVEREIGN BOND SPREAD INDONESIA Telah dinyatakan lulus ujian pada tanggal 22 September 2016 Tim Penguji 1. Dr. Hadi Sasana, S.E., M.Si.) (...) 2. Arif Pujiyono, S.E., M.Si (...) 3. Dr. Nugroho, SBM, MSi (...) Mengetahui, Pembantu Dekan I (Anis Chariri, S.E., M.Com., Ph.D., Akt.) NIP. 19670809 199203 1001

iv PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Melia Santa Nova, menyatakan bahwa skripsi dengan judul: DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL TERHADAP SOVEREIGN BOND SPREAD INDONESIA adalah hasil tulisan saya sendiri. Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain, yang saya akui seolah-olah sebagai tulisan yang saya salin itu, atau yang saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan penulis aslinya. Apabila saya melakukan tindakan yang bertentangan dengan hal tersebut di atas, baik disengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri ini. Bila kemudian terbukti bahwa saya melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolaholah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijasah yang telah diberikan oleh universitas batal saya terima. Semarang, 13 September 2016 Yang membuat pernyataan, (Melia Santa Nova) NIM. 12020112130037

v MOTTO DAN PERSEMBAHAN Sebab Aku ini, TUHAN, Allahmu, memegang tangan kananmu dan berkata kepadamu: "Janganlah takut, Akulah yang menolong engkau." (Yesaya 41 : 13) Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa. (Roma 12 : 12) Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-nya. (1 Tawarikh 16 : 34). Skripsi ini saya persembahkan khusus untuk kedua orang tua yang telah merawat, membesarkan dan mendidik saya serta kakak-kakak saya. Semoga Tuhan selalu menuntun, membimbing dan melindungi kami semua.

vi ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak kebijakan fiskal terhadap sovereign bond spread Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data kuartalan sejak 2004.Q1-2014.Q4. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi OLS (Ordinary Least Square). Hasil analisis ordinary Least Square menunjukkan bahwa total utang pemerintah, dan belanja subsidi berpengaruh positif signifikan terhadap variabel sovereign bond spread, defisit anggaran berpengaruh positif tidak signifikan terhadap variabel sovereign bond spread, sedangkan belanja modal berpengaruh negatif signifikan terhadap sovereign bond spread. Hasil analisis menunjukan bahwa belanja subsidi merupakan variabel yang paling besar kontribusinya dalam menjelaskan variasi sovereign bond spread. Kata kunci: Sovereign Bond Spread, Kebijakan Fiskal, Ordinary Least Square

vii ABSTRACT This purpose of this research is to analyze the impact of fiscal policy on Indonesian sovereign bond spreads. The data used in this study include the quarterly data since 2004.Q1-2014.Q4. The analytical tool used in this research is an OLS regression (Ordinary Least Square). Ordinary Least Square analysis results showed that total government debt, and spending subsidies significant positive effect on the variable sovereign bond spreads, the budget deficit is not a significant positive effect on the variable sovereign bond spreads, while capital spending significant negative effect on sovereign bond spreads. Results of the analysis showed that the subsidy is a variable that most big contribution in explaining the variation of sovereign bond spreads. Keywords: Sovereign Bond Spread, Fiscal Policy, Ordinary Least Square

viii KATA PENGANTAR Puji Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan kasih-nya penulis sampai saat ini masih diberikan bermacam kenikmatan tiada ternilai harganya hingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Dampak Kebijakan Fiskal Terhadap Sovereign Bond Spread Indonesia adalah suatu hal yang mustahil tentunya bila skripsi ini bisa selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis bermaksud mengucapkan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada: 1. Dr. Suharnomo S.E. M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro. 2. Akhmad Syakir Kurnia, SE.,Msi.,Ph.D selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro. 3. Dr. Hadi Sasana, S.E.,M.Si. selaku Dosen Pembimbing skripsi atas waktu, perhatian, arahan dan segala bimbingan kepada penulis selama penulisan skripsi ini. Terima kasih juga atas ilmu yang diberikan kepada saya. 4. Drs.H.Edy Yusuf Agung Gunanto, Msc.Ph.D. selaku Dosen Wali yang telah banyak membantu dan memberikan motivasi selama perkuliahan ini. 5. Evi Yulia Purwanti, SE., Msi selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro. 6. Semua dosen, jajaran staf, petugas FEB UNDIP yang telah memberikan ilmu dan fasilitas selama penulis menjalani masa perkuliahan.

ix 7. Kedua orang tua tercinta Ibu Lilis Sianturi dan Bapak Parlindungan, Kakakkakak serta keluargaku untuk kasih sayang, kepercayaan, didikan, arahan, motivasi, doa serta kesabaran kepada penulis selama ini. 8. Teman terbaik Romy Siregar yang selalu mendukung, memotivasi, memberi arahan, kesabaran, bantuan dan doanya kepada penulis selama ini. 9. Sahabat-sahabatku Wahyu Fitriyanti, Ninda, Marlina F, Rosediana, Ratih, Yunita, Salis, yang telah memberikan banyak kenangan dan menjadi teman seperjuangan baik dari awal perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini. Tanpa dukungan dari pihak-pihak diatas, tentunya penulis tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan bagi perbaikan dimasa yang akan datang. Mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Semarang,13 September 2016 Penulis Melia Santa Nova NIM12020112130037

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan ekonomi untuk mengendalikan keseimbangan makroekonomi dan mengarahkan kondisi perekonomian ke arah yang lebih baik dengan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah (Kementerian Keuangan RI, 2010). Salah satu komponen pendukung dari pertumbuhan ekonomi yang lebih baik adalah besaran dan kualitas belanja pemerintah yang dituangkan kedalam Undang-Undang APBN tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN merupakan instrument untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabilitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum. Dalam pasal 23 Undang Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bahwa APBN merupakan suatu komponen penting di dalam penyelenggaraan suatu negara, hal tersebut dapat dimengerti karena APBN merupakan mesin penggerak penyelenggaraan. Kondisi fiskal

2 dan keputusan mengenai kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah dapat menjadi salah satu faktor penentu dari sovereign bond spread Indonesia. Sovereign bond spread adalah biaya yang harus dibayar sebuah negara untuk melakukan peminjaman atau dengan kata lain merupakan premi resiko dari surat utang yang diterbitkan oleh sebuah negara. Sovereign bond spread merupakan biaya yang ditanggung oleh pemerintah untuk melakukan peminjaman (European Central Bank 2013). Sovereign bond spread biasanya dijadikan sebagai penentu posisi resiko dan gagal bayar suatu negara di seluruh dunia. Kemampuan pembayaran utang suatu negara di masa depan sangat ditentukan dari seberapa besar melakukan pembiayaan dengan utang dan untuk apa saja utang tersebut dipergunakan. Kebijakan fiskal pemerintah dianggap sebagai salah satu faktor utama sebagai penentu sovereign bond spread. Kemampuan pembayaran dimasa depan erat kaitannya dengan seberapa besar melakukan pembiayaan dengan utang, dan untuk apa utang tersebut digunakan. Semakin besar utang yang dimiliki suatu negara tanpa berbanding lurus dengan pemasukan dan produktifitasnya akan mendorong sovereign bond spread yang besar. Ekspansi fiskal yang besar yang berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama, yang dibiayai dengan utang, telah mengakibatkan beberapa negara Eropa, seperti Portugal, Irlandia, Yunani, dan Spanyol mengalami krisis utang dan defisit fiskal yang berat, dalam upaya menciptakan kesehatan fiskal ada beberapa hal yang harus dipenuhi. Pertama dengan menurunkan secara bertahap defisit APBN menuju seimbang atau surplus melalui peningkatan disiplin anggaran. Kedua mengusahakan penurunan jumlah

3 (stock) utang publik dan rasionya terhadap PDB. Strategi penurunan defisit anggaran salah satunya dapat ditempuh melalui pengendalian dan penajaman prioritas alokasi belanja negara. Sementara itu, penurunan rasio utang publik terhadap PDB dapat dilakukan antara lain melalui strategi pengelolaan utang dan pemilihan aternatif kebijakan pembiayaan yang tepat dalam rangka penurunan rasio utang dan meningkatan pendapatan nasional. Penurunan belanja pemerintah memiliki dampak yang lebih baik dibandingkan dengan penaikan pajak. Pemotongan belanja negara merupakan sinyal perubahan permanen dalam kebijakan fiskal. berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Codogno, Favero, and Missale (2003) menyatakan bahwa kondisi anggaran belanja yang baik dapat menjadikan premi risiko sebuah negara menjadi lebih rendah. Pengalokasian di pos yang produktif yang menjanjikan pengembalian pada perekonomian di masa yang akan datang akan memberikan dorongan untuk sovereign bond spread yang lebih kecil, dan sebaliknya pengalokasian di pos yang konsumtif dengan keadaan defisit fiskal yang besar akan mendorong sovereign bond spread yang lebih besar. Komposisi belanja pemerintah penting untuk keberlanjutan fiskal. Jika sebuah negara mengalami defisit anggaran yang besar pemerintah harus dapat bijak untuk melakukan pemotongan pada pos-pos yang tepat agar anggaran pemerintah (APBN) tetap sehat dan tidak kolaps yang akan menyebabkan krisis ekonomi yang lebih besar, karena masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap kemampuan pemerintah dalam mengelola anggaran, sebagai contoh mengurangi upah dan program kesejahtraan melalui reformasi struktural cenderung memiliki efek lebih baik dan

4 meningkatkan kredibilitas komitmen pemerintah yang kuat untuk melakukan keberlanjutan fiskal. Telah banyak dilakukan penelitian tentang hubungan antara sovereign bond spread dengan variabel fiskal sebuah negara. Studi sebelumnya yang dilakukan oleh Codogno, Favero, and Missale (2003) menemukan bahwa kebijakan fiskal dapat berpengaruh terhadap premi risiko sebuah negara, kondisi anggaran yang baik dapat menurunkan risiko sebuah negara. Kriztin (2012), Heinemann dkk.(2014), Bernoth dkk.(2012) menemukan adanya hubungan yang signifikan antara variabel fiskal seperti utang pemerintah dan defisit anggaran terhadap sovereign bond spread di Negara-Negara Eropa. Selanjutnya Oliveira (2012) yang melakukan penelitian terhadap Negara-Negara Eropa, menemukan bahwa variabel spesifik seperti belanja subsidi, belanja modal juga signifikan mempengaruhi sovereign bond spread. Sedangkan Baldacci dkk. (2008), dengan menggunakan sampel 30 negara berkembang, menemukan bahwa komposisi belanja untuk investasi publik memberikan kontribusi untuk sovereign bond spread lebih rendah selama posisi fiskal tetap berkelanjutan dan defisit fiskal tidak dalam keadaan buruk.

5 250,000 Gambar 1.1 Defisit Anggaran Indonesia Tahun 2004 2014 (Dalam Miliar Rupiah) Defisit Anggaran 200,000 150,000 100,000 Defisit Anggaran 50,000 - Sumber: Direkorat Jenderal Pengelolaan Utang, Diolah Berdasarkan gambar 1.1 dapat kita lihat bahwa dari tahun ke tahun Anggaran Pemerintah Belanja Negara (APBN) cenderung mengalami defisit. Pada tahun 2005 defisit mencapai Rp 14,4 miliar jumlah ini kemudian melonjak drastis pada APBN 2013 yang defisitnya mencapai Rp 211,673 miliar, akan tetapi dilihat dari ketentuan Undang-Undang Keuangan Negara mengenai batas rasio defisit per PDB yang memberi batas 3 persen, Indonesia masih berada dalam batas aman. Rasio defisit per PDB pada tahun 2010 sebesar 0,73 persen, tahun 2011 sebesar 1,14 persen, dan tahun 2012 sebesar 1,86 persen dari PDB, dan tahun defisit APBN 2014 adalah 2,4 persen (DJPU,2014). Namun posisi defisit dan utang yang dikatakan aman tersebut menjadi dipertanyakan ketika pemerintah Indonesia terlalu banyak mengalokasikan kepada pos-pos konsumtif seperti subsidi yang dapat dilihat dari gambar 1.2

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 6 Gambar 1.2 Komposisi Belanja Pemerintah Pusat Indonesia, 2004-2014 (%) 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Belanja Subsidi Belanja Pegawai Pembayaran bunga utang Bantuan Sosial Belanja barang Belanja Modal Sumber: Direkorat Jenderal Pengelolaan Utang, Diolah Berdasarkan gambar 1.2 dapat dilihat bahwa pengeluaran pemerintah Indonesia terlalu banyak mengalokasikan kepada pos-pos konsumtif seperti subsidi, selain itu berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan dapat diketahui bahwa dana subsidi yang telah diberikan tidak tepat sasaran, hal tersebut dapat semakin memberatkan APBN. Sejak tahun 2004 belanja subsidi menjadi belanja terbesar dalam pos belanja pemerintah pusat, Porsi subsidi yang masih dominan dapat mengurangi diskresi pemerintah dalam melakukan ekspansi untuk mendukung pembangunan infrastuktur dan program prioritas lainnya. Alokasi belanja yang kurang tepat dapat mempengaruhi sentimen pasar mengenai keberlanjutan fiskal dan menyebabkan sentimen negatif terhadap output potensial sehingga pemerintah harus cermat mengelola pos-pos pengeluaran. Pengalokasian di pos yang produktif yang menjanjikan pengembalian pada perekonomian di masa yang akan datang akan memberikan dorongan untuk sovereign bond spread

2004Q1 2004Q4 2005Q3 2006Q2 2007Q1 2007Q4 2008Q3 2009Q2 2010Q1 2010Q4 2011Q3 2012Q2 2013Q1 2013Q4 2014Q3 7 yang lebih kecil, dan sebaliknya pengalokasian di pos yang konsumtif dengan keadaan defisit fiskal yang besar akan mendorong sovereign bond spread yang lebih besar. Gambar 1.3 Pergerakan Sovereign Bond Spread 2004-2014 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Thailand Singapura Malaysia Indonesia Sumber : Blomberg, sudah diolah kembali Berdasarkan gambar 1.3 di atas dapat dilihat bahwa pergerakan sovereign bond spread Indonesia lebih tinggi dibandingkan negara lainnya lainnya. Pada tahun 2005 kuartalan ketiga Indonesia mencapai sovereign bond spread tertinggi yaitu sebesar 10.61 bps berbeda dengan negara lainnya seperti Malaysia yang hanya 2.61 bps, Thailand 2.58 bps, Singapura 1.13 bps. Hal ini dapat terjadi karena kondisi fiskal yang kurang baik sehingga berimplikasi pada sovereign bond spread Indonesia. Menurut Laporan Perekonomian Indonesia oleh Bank Indonesia, pada tahun 2005 ketidakseimbangan keuangan global dan melonjak

8 nya harga minyak internasional memicu ketidakstabilan dalam negeri. besarnya subsidi BBM yang harus disediakan pemerintah dengan tingginya harga minyak dunia telah pula menimbulkan sentimen negatif para pelaku pasar terhadap sustainabilitas kondisi fiskal Indonesia ditambah kinerja perekonomian yang buruk membuat sovereign bond spread meningkat. Nizar (2013) menyimpulkan bahwa defisit dalam neraca pembayaran Indonesia salah satunya dapat disebabkan oleh peningkatan impor minyak (minyak) akibat bertambahnya konsumsi bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri. Peningkatan konsumsi BBM ini menyebabkan membengkaknya subsidi dalam APBN dan pada akhirnya menambah defisit anggaran. Hal yang sama terjadi pada tahun 2008. subsidi BBM yang besar dinilai telah sangat membebani anggaran negara. Beban makin membesar ketika harga minyak mentah dunia melonjak. Tahun 2008 Indonesia harus mengimpor minyak mentah sebanyak 247 ribu bph dan BBM sebesar 424 ribu bph. Impor BBM tersebut sudah meliputi 30 persen dari kebutuhan BBM dalam negeri (Santosa, 2011) dan mengakibatkan meningkatnya sovereign bond spread Indonesia. Indonesia saat ini sedang melakukan penguatan kebijakan fiskal dalam rangka percepatan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan. Akan tetapi konsolidasi fiskal ini menghadapi beban berat berupa utang publik yang cukup tinggi, subsidi yang semakin meningkat terutama subsidi BBM dan penerimaan pajak yang kurang optimal. Kenaikan harga minyak dunia yang diikuti dengan penurunan kurs rupiah terhadap dollar AS, semakin menambah

9 beban APBN dan dikhawatirkan akan mengganggu kesinambungan fiskal Pemerintah. Hubbard (2012) menjelaskan terdapat dua masalah fiskal yang akan dihadapi negara-negara di masa mendatang yaitu volume utang yang tidak terkendali dan keseimbangan anggaran yang sulit dicapai. Banyak studi yang menghubungkan antara sovereign bond spread dengan kebijakan fiskal sebuah negara, penelitian terdahulu yaitu Kristin (2010), menyatakan ada hubungan kebijakan fiskal baik dalam hal utang maupun anggaran defisit di negara eropa. Masalah fiskal ini akan terus meningkat seiring dengan peningkatan harapan hidup dan tingginya pengeluaran pemerintah untuk membiayai program-program kesejahteraan masyarakat. Kondisi ini menyebabkan efektifitas kebijakan fiskal berkurang karena ruang fiskal (fiscal space) terbatas. Tabel 1.1 Credit Rating Indonesia, 2004-2014 Tahun S&P Fitch Moody's 2004 B+ B+ B2 2005 B+ B+ B2 2006 BB- BB- B1 2007 BB- BB- Ba3 2008 BB- BB Ba3 2009 BB- BB Ba2 2010 BB BB+ Ba1 2011 BB+ BBB- Ba1 2012 BB+ BBB- Baa3 2013 BB+ BBB- Baa3 2014 BB+ BBB- Baa3 Sumber: Direkorat Jenderal Pengelolaan Utang

10 Hubungan sovereign bond spread juga tercermin melalui sovereign rating yang diberikan oleh perusahaan pemeringkat. Pada dasarnya rating merupakan penilaian credit worthiness (kemampuan suatu institusi untuk melunasi utang kreditnya) suatu institusi baik pemerintah/negara (sovereign) maupun perusahaan swasta. Berdasarkan tabel 1.1 dapat dilihat hasil rating Indonesia menurut perusahaan pemeringkat pada tahun 2004 hingga 2014 rating Indonesia berada dalam posisi High Credit Quality yang artinya bahwa ekspektasi risiko kredit rendah. Mengindikasikan kapasitas kuat dalam membayar komitmen keuangan secara tepat waktu. Pada tahun 2012 Indonesia naik peringkat menjadi Good Credit Quality merupakan kategori investment grade paling rendah. Mengindikasikan kapasitas memadai dalam membayar komitmen keuangan, namun jika ada perubahan yang merugikan dalam situasi dan kondisi ekonomi, kapasitas ini mungkin berubah. Fabozzi (2007) menyatakan bahwa peringkat utang digunakan pasar untuk menilai kemungkinan risiko gagal bayar atas suatu kewajiban. Sedangkan menurut Bathia (2002) peringkat utang negara mengindikasikan kapasitas negara dalam melunasi kewajibannya secara penuh dan tepat waktu semakin baik rating suatu institusi maka institusi tersebut dianggap memiliki risiko pengembalian utang paling rendah, sehingga kualitas instrument surat berharga yang diterbitkannya semakin baik dan akan semakin diminati oleh investor yang akan berujung ada biaya pengembalian modal (cost of capital) yang paling rendah. Salah satu indikator penilaian kelayakan investasi yang umum digunakan, dan sudah menjadi standar di dunia adalah peringkat utang (rating)

11 yang diberikan oleh lembaga internasional yang disebut lembaga rating. Pada dasarnya rating merupakan penilaian credit worthiness (kemampuan suatu institusi untuk melunasi kreditnya) suatu institusi baik pemerintah/negara (sovereign) maupun perusahaan swasta. Semakin baik rating suatu institusi, maka institusi tersebut dianggap memiliki risiko pengembalian utang paling rendah, sehingga kualitas instrumen surat berharga yang diterbitkannya semakin baik dan akan semakin diminati oleh investor, yang akan berujung pada biaya pengembalian modal (cost of capital) yang semakin rendah. Dalam perspektif negara, semakin baik posisi rating suatu negara, dapat membuat negara tersebut menjadi lebih atraktif bagi investor, bukan hanya pada investasi portofolio, namun juga investasi langsung karena negara tersebut dinilai memiliki perekonomian yang lebih sehat. Hal ini tentunya akan memberikan manfaat yang sangat besar bagi negara tersebut, di mana investasi yang tinggi bisa memberikan multiplier effect pada penurunan pengangguran dan kemiskinan. Posisi rating negara Indonesia sendiri hingga akhir 2011 masih berada pada status non investment grade, non investment grade adalah kategori bahwa suatu negara dianggap memiliki kemampuan yang meragukan dalam memenuhi kewajibannya. Negara yang masuk kategori ini biasanya cenderung sulit memperoleh pendanaan. Dan pada akhir tahun 2011 dan awal 2012 indonesia baru menerima investment grade dari lembaga rating yaitu Fitch dan Moody s. investment grade yang diterima Indonesia adalah yang paling rendah, sedangkan S&P belum memberikan status investment grade bagi Indonesia atau masih menempatkan Indonesia pada kategori speculative grade. S&P dan lembaga rating

12 lainya telah memberikan Indonesia catatan mengenai hal-hal yang dinilai oleh lembaga tersebut masih menjadi faktor penghambat bagi Indonesia (rating concern) untuk memperoleh status investmen grade. Antara lain beban subsidi yang masih tinggi, celah fiskal yang terbatas, pendapatan per kapita yang dianggap masih rendah jika dibandingkan dengan negara peers, tingkat penerimaan pajak yang masih rendah serta risiko politik Indonesia yang dianggap masih tinggi. Hal yang dapat menaikkan rating adalah, (1) Pengelolaan fiskal yang konservatif, ( 2 ) Utang pemerintah yang rendah dan (3) Sistem keuangan yang semakin stabil. Kebijakan yang lebih efektif dan terarah dapat memperkuat sektor fiskal dan cadangan devisa, serta memperbaiki ketahanan eksternal perekonomian Indonesia. Ada beberapa Negara yang obligasinya memperoleh peringkat credit rating yang sangat rendah, Yunani memperoleh Caa2 dari Moody s (Moody s, 2015). Peringkat yang buruk dari obligasi Yunani tersebut akibat dari krisis utang yang menyebabkan berbagai ketidakpastian akan pengembalian dana. Beberapa negara lain yang juga memiliki kondisi fiskal yang menurun seperti Italia dan Spanyol juga mendapat penurunan credit rating. Pasar cenderung sangat sensitif terhadap perilaku pemerintah dan isu kebijakan fiskal pemerintah, dimana hal tersebut terkait dengan ekspektasi tingkat pengembalian di masa depan.peringkat utang negara sendiri digunakan untuk memberikan penilaian risiko gagal bayar kewajiban yang dimiliki oleh suatu pemerintahan negara. Pemerintah biasanya meminta untuk dinilai peringkat utangnya agar dapat memudahkan akses mereka ke pasar modal internasional. Akses sebuah negara ke pasar modal internasional

13 merupakan hal yang penting untuk meningkatkan investasi dan pertumbuhan. Bagi Indonesia sendiri sebagai negara dengan perekonomian terbuka, mendapat akses ke pasar keuangan internasional sangatlah penting. Saat ini posisi kepemilikan asing surat utang negara Indonesia semakin meningkat dan untuk meningkatkan sumber pembiayaan asing tersebut, salah satunya dengan memperbaiki posisi peringkat Indonesia secara terus menerus. Dalam rangka memperoleh kemudahan akses tersebut, negara perlu mendapatkan penilaian peringkat utang yang memadai dari beberapa lembaga pemeringkat. Dengan posisi peringkat utang yang baik sebuah negara dapat memperoleh aliran modal ke dalam negeri. Sebaliknya jika negara gagal memepertahankan posisi peringkat utang yang baik, sangat mungkin memicu terjadinya pembalikan arus modal keluar dan gangguan sistem keuangan dan ekonomi (Setty & Dodd, 2003). Dalam perspektif negara semakin baik posisi rating suatu negara dapat membuat negara tersebut menjadi lebih atraktif bagi investor, bukan hanya pada investasi portofolio, namun juga investasi langsung karena negara tersebut dinilai memiliki perekonomian yang lebih sehat. Hal ini tentunya memberian mamfaat yang sangat besar bagi negara tersebut, dimana investasi yang tinggi bisa memberikan multiplier effect pada penurunan pengangguran dan kemiskinan.

14 1.2. Rumusan Masalah Dari latar belakang permasalahan sebelum nya dapat diketahui bahwa sovereign bond spread Indonesia bergerak lebih tinggi dibanding beberapa negara ASEAN lainnya hal itu dapat terjadi karena kondisi fiskal yang kurang baik berimplikasi pada menurunnya credit rating dan melebarnya sovereign bond spread. kemampuan membayar utang negara hingga tahun 2011 masih dalam posisi non investment grade yang artinya bahwa suatu negara dianggap memilik kemampuan yang meragukan dalam memenuhi kewajiban nya sehingga Indonesia harus memperbaiki posisi peringkat utang secara terus menerus. Dari kasus di negara eropa seperti Yunani, Spanyol kondisi fiskal yang kurang baik cenderung merespon sovereign bond spread. Selain itu, studi-studi empiris pada penelitian sebelumnya menangkap adanya hubungan antara variabel fiskal dengan sovereign bond spread di negara-negara Eropa, seperti Maltriz (2012), Heinemann dkk.(2014), Bernoth dkk.(2012), dan kristin dkk.(2012). Baldacci dkk. (2008) juga menemukan adanya fiskal terhadap pergerakan sovereign bond spread pada tiga puluh negara berkembang. Adanya hubungan antara variabel fiskal yang terbukti dari kasus beberapa negara dan studi empiris sebelumnya dan kondisi fiskal Indonesia menjadi alasan penulis untuk mengetahui dampak kebijakan fiskal terhadap sovereign bond spread Indonesia

15 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis pengaruh utang pemerintah Indonesia terhadap sovereign bond spread Indonesia? 2. Menganalisis pengaruh defisit anggaran Indonesia terhadap sovereign bond spread Indonesia 3. Menganalisis pengaruh belanja modal Indonesia terhadap sovereign bond spread Indonesia 4. Menganalisis pengaruh belanja subsidi Indonesia terhadap sovereign bond spread Indonesia 1.4. Mamfaat Penelitian Mamfaat dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut dalam aspek kebijakan fiskal dan sovereign bond spread yang sama maupun aspek yang berhubungan. 2. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan dimasa yang akan datang dalam rangka mengatasi dampak kebijakan fiskal terhadap sovereign bond spread Indonesia

16 1.5.Sistematika Penulisan Penelitian ini disusun dengan sistematika Bab yang terdiri dari Bab I Pendahuluan, Bab II Tinjauan Pustaka, Bab III Metode Penelitian, Bab IV Hasil dan Pembahasan dan Bab V kesimpulan. 1. Bab I Pendahuluan Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, serta sistematika penelitian. 2. Bab II Tinjauan Pustaka Bab ini berisi tentang landasan teori, penelitian terdahulu, kerangka pemikiran teoritis, dan hipotesis penelitian. 3. Bab III Metode Penelitian Bab ini berisi tentang penelitian dan definisi operasional, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data serta metode analisis data. 4. Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab ini berisi tentang deskripsi objek penelitian, hasil perhitungan dan pengujian hipotesis. 5. Bab V Penutup Bab ini berisi tentang Kesimpulan, Keterbatasan Penelitian dan Saransaran.