BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN. faktor faktor yang mempengaruhi, model regresi global, model Geographically

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 3 METODE PENELITIAN. disajikan pada Gambar 3.1 dan koordinat kabupaten/kota Provinsi Jawa Timur disajikan

ANALISIS ANGKA BUTA HURUF DI JAWA TIMUR MENGGUNAKAN GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION BERBASIS KOMPUTER

Lampiran 1 LAPORAN REALISASI DAU, PAD TAHUN 2010 DAN REALISASI BELANJA DAERAH TAHUN 2010 KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR (dalam Rp 000)

DANA PERIMBANGAN. Lampiran 1. Data Dana Perimbangan

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

EVALUASI/FEEDBACK KOMDAT PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN

Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur

Lampiran 1. Tabel Durbin-Watson LAMPIRAN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

BAB III METODE PENELITAN. Lokasi pada penelitian ini adalah Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur.

Pemodelan Angka Putus Sekolah Usia SMA di Jawa Timur dengan Pendekatan Regresi Spline Multivariabel

P E N U T U P P E N U T U P

Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur

PEMBANGUNAN PERPUSTAKAAN DESA/KELURAHAN DI JAWA TIMUR 22 MEI 2012

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 557 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN KABUPATEN / KOTA SEHAT PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki

JURUSAN STATISTIKA - FMIPA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER. Ayunanda Melliana Dosen Pembimbing : Dr. Dra. Ismaini Zain, M.

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) KOTA PROBOLINGGO TAHUN 2016

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 125 TAHUN 2008

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) JAWA TIMUR TAHUN 2015

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

2. JUMLAH USAHA PERTANIAN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG


SEMINAR TUGAS AKHIR 16 JANUARI Penyaji : I Dewa Ayu Made Istri Wulandari Pembimbing : Prof.Dr.Drs. I Nyoman Budiantara, M.

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR TIMUR

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 41/PHPU.D-VI/2008 Tentang Sengketa perselisihan hasil suara pilkada provinsi Jawa Timur

EVALUASI TEPRA KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR OKTOBER 2016

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5.1 Trend Ketimpangan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi

per km 2 LAMPIRAN 1 LUAS JUMLAH WILAYAH JUMLAH KABUPATEN/KOTA (km 2 )

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. mengurus dan mengatur keuangan daerahnya masing-masing. Hal ini sesuai

1.1. UMUM. Statistik BPKH Wilayah XI Jawa-Madura Tahun

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode statistik. Penelitian dengan pendekatan kuantitatif yang

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 94 TAHUN 2016

PEMODELAN JUMLAH KEMATIAN BAYI DI JAWA TIMUR DENGAN GEOGRAPHICALLY WEIGHTED POISSON REGESSION (GWPR)

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG

Pemodelan Angka Putus Sekolah Tingkat SLTP dan sederajat di Jawa Timur Tahun 2012 dengan Menggunakan Analisis Regresi Logistik Ordinal

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. ditingkatkan saat beberapa perusahaan asal Belanda yang bergerak di bidang pabrik

Pemodelan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan Kabupaten/Kota di Jawa Timur Menggunakan Regresi Data Panel

Peramalan Jumlah Kepemilikan Sepeda Motor dan Penjualan Sepeda Motor di Jawa Timur dengan Menggunakan Regresi Data Panel

TABEL II.A.1. LUAS LAHAN KRITIS DI LUAR KAWASAN HUTAN JAWA TIMUR TAHUN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Analisis Biplot pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Variabel-variabel Komponen Penyusun Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

PEMODELAN DAN PEMETAAN ANGKA BUTA HURUF PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN PENDEKATAN REGRESI SPASIAL. Bertoto Eka Firmansyah 1 dan Sutikno 2

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI

Pemodelan dan Pemetaan Pendidikan di Provinsi Jawa Timur Menggunakan Geographically Weighted Regression

LUAS AREAL DAN PRODUKSI / PRODUKTIVITAS PERKEBUNAN RAKYAT MENURUT KABUPATEN TAHUN Jumlah Komoditi TBM TM TT/TR ( Ton ) (Kg/Ha/Thn)

Pemodelan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Unmet Need KB di Provinsi Jawa Timur dengan Pendekatan Regresi Nonparametrik Spline

BAB III METODE PENELITIAN

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG

Analisis Indikator Tingkat Kemiskinan di Jawa Timur Menggunakan Regresi Panel

BAB V PENUTUP. maka diperoleh kesimpulan yang dapat diuraikan sebagai berikut : tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Timur.

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/359/KPTS/013/2015 TENTANG PELAKSANAAN REGIONAL SISTEM RUJUKAN PROVINSI JAWA TIMUR

VISITASI KE SEKOLAH/MADRASAH BADAN AKREDITASI NASIONAL SEKOLAH/MADRASAH

KAJIAN AWAL KETERKAITAN KINERJA EKONOMI WILAYAH DENGAN KARAKTERISTIK WILAYAH

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro)

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pengamatan ke pengamatan lain. Model regresi yang baik adalah yang

PEMETAAN DAN MODEL REMAJA PUTUS SEKOLAH USIA SMA DI PROVINSI JAWA TIMUR PADA TAHUN 2009 DENGAN METODE GWR (GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION)

BERITA RESMI STATISTIK

Gambar 1. Analisa medan angin (streamlines) (Sumber :

KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR: 21/Kpts/KPU-Prov-014/2013 TENTANG

EVALUASI PROGRAM KKBPK DATA MARET 2017 PERWAKILAN BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL PROPINSI JAWA TIMUR,

BERITA RESMI STATISTIK

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. sebuah provinsi yang dulu dilakukan di Indonesia atau dahulu disebut Hindia

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA Seminar Hasil Tugas Akhir

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pusat dan pemerintah daerah, yang mana otonomi daerah merupakan isu strategis

KABUPATEN / NO ORGANISASI PERANGKAT DAERAH ALAMAT KANTOR KOTA. Dinas PMD Kab. Trenggalek

Analisis Cluster Average Linkage Berdasarkan Faktor-Faktor Kemiskinan di Provinsi Jawa Timur

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Jawa Timur dengan Pendekatan Regresi Semiparametrik Spline

PENGARUH UPAH MINIMUM DAN DISITRIBUSI PENDAPATAN TERHADAP JUMLAH PENDUDUK MISKIN JAWA TIMUR

Pemetaan Kabupaten/Kota di Jawa Timur Menurut Jaminan Kesehatan dengan Metode Biplot

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Program dari kegiatan masing-masing Pemerintah daerah tentunya

STATISTIK UJI PARSIAL PADA MODEL MIXED GEOGRAPHICALLY WEIGHTED REGRESSION (STUDI KASUS JUMLAH KEMATIAN BAYI DI JAWA TIMUR TAHUN 2012)

Oleh : Nita Indah Mayasari Dosen Pembimbing : Dra. Ismaini Zain, M.Si

Muhammad Aqik Ardiansyah. Dra. Destri Susilaningrum, M.Si Januari Dr. Setiawan, MS

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi harus di pandang sebagai suatu proses yang saling

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

Nomor : KT.304/ 689 /MJUD/XI/2014 Surabaya, 20 Nopember 2014 Lampiran : - Perihal : Awal Musim Hujan 2014/2015 Prov. Jawa Timur.

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 406 TAHUN 1991 TENTANG

PERKIRAAN BIAYA (Rp) PENUNJUKAN LANGSUNG/ PEMBELIAN SECARA ELEKTRONIK PENGADAAN LANGSUNG

Transkripsi:

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN Pada bab ini dibahas tentang pola penyebaran angka buta huruf (ABH) dan faktor faktor yang mempengaruhi, model regresi global, model Geographically Weighted Regression (GWR), pemetaaan dan aplikasi model pada pemrograman. Melalui pemodelan tersebut didapatkan faktor faktor yang signifikan mempengaruhi nilai ABH dengan adanya pengaruh spasial. 4.1 Hasil Analisis Data dan Pembahasan 4.1.1 Gambaran Angka Buta Huruf dan Faktor yang Mempengaruhi di Provinsi Jawa Timur Pola penyebaran ABH di Provinsi Jawa Timur disajikan pada Gambar 4.1. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa di daerah Provinsi Jawa Timur, ABH dapat dikelompokkan dalam 5 kelompok besar, yaitu kelompok 1 = 0 persen - 5,99 persen kelompok 2 = 6 persen - 11,99 persen kelompok 3 = 12 persen - 17,99 persen kelompok 4 = 18 persen - 23,99 persen kelompok 5 = 24 persen - 29,99 persen Tercatat 8 dari 9 daerah Kota yang ada di Provinsi Jawa Timur, memiliki ABH yang termasuk dalam kelompok 1, antara lain Kota Batu, Kota Surabaya, Kota Mojokerto, Kota Kediri, Kota Pasuruan, Kota Madiun, Kota Malang dan Kota Blitar. Kota Probolinggo adalah satu-satunya daerah kota yang termasuk dalam ABH kelompok 2 dengan tingkat ABH sebesar 7,08 persen. Hampir seluruh daerah kabupaten yang ada

35 di Provinsi Jawa Timur memiliki ABH yang lebih tinggi dari daerah Kota. Hanya ada 2 kabupaten yang memiliki ABH yang termasuk dalam kelompok 1, yaitu Kabupaten Sidoarjo dengan tingkat ABH di angka 2,94 persen dan Kabupaten Gresik dengan tingkat ABH di angka 5,17 persen. Gambar 4.1 Penyebaran Angka Buta Huruf di Provinsi Jawa Timur Daerah Kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang termasuk dalam kelompok 2 antara lain Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Kediri, Kabupaten Jombang, Kabupaten Blitar, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Magetan, Kabupaten Malang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten Madiun. Kemudian daerah Kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang termasuk dalam kelompok 3 antara lain Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Tuban, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Jember, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Ngawi, dan Kabupaten Pamekasan.

36 Daerah Kabupaten di Pronvinsi Jawa Timur yang termasuk dalam kelompok 4 antara lain Kabupaten Situbondo, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Sumenep dan Kabupaten Bangkalan. Angka buat huruf di kelompok 5 hanya meliputi 1 kabupaten saja, yaitu Kabupaten Sampang dengan tingkat ABH di angka 28,44 persen dan bisa dikatakan bahwa Kabupaten Sampang adalah Kabupaten yang memiliki ABH terbesar di Provinsi Jawa Timur. Wilayah Kabupaten Ngawi, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Tuban dan Kabupaten Lamongan adalah contoh kabupaten yang saling berdekatan dan memiliki karakteristik ABH yang sama. Dengan demikian, dapat dikatakan bawasannya terdapat kasus faktor lokasi atau Spasial terhadap ABH di lokasi tersebut. Kabupaten tersebut juga memiliki kesamaan dalam hal kepemilikan telepon rumah (x1), kepemilikan telepon selular (x2), kepemilikan komputer (x3), dan penggunaan internet di sekolah dalam waktu sebulan terakhir (x4) seperti yang disajikan pada Gambar 4.2.

37 Gambar 4.2 Penyebaran Angka Buta Huruf berdasarkan Faktor a) x1 b) x2 c) x3 d) x4

38 4.1.2 Model Regresi Global 4.1.2.1 Penaksiran Parameter Model Regresi Global Proses penaksiran parameter model regresi global bisa ditampilkan dengan menggunakan syntax sebagai berikut : Dataset <- read.table("c:/users/andiyono/documents/skripsi/z Data/yang dipake/data.txt",header=true, sep="", na.strings="na", dec=".", strip.white=true) LinearModel.1 <- lm(y ~ x1 +x2 +x3 +x4, data=dataset) summary(linearmodel.1) Gambar 4.3 Syntax Penaksiran Parameter Model Regresi Global Hasil pemodelan regresi global disajikan pada Tabel 4.1. Berdasarkan hasil uji signifikansi menggunakan uji F, didapatkan nilai F hitung = 14,97 yang lebih dari F (0,05;4;33) =2,65. Hal ini menunjukkan bahwa ada variabel independen yang sifnifikan berpengaruh. Setelah melakukan uji F, maka dilakukan uji signifikansi secara parsial melalui uji T. Variabel yang signifikan berpengaruh dengan α = 5% adalah persentase rumah tangga yang mempunyai telepon selular. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai t hit = 3.077 yang lebih besar dari t (0,025;33) yaitu sebesar 2,0345. Sementara itu variabel yang signifikan berpengaruh dengan α = 10% adalah persentase rumah tangga yang mengakses internet di sekolah dalam waktu sebulan terakhir. Hal ini ditunjukkan oleh nilai t hit = 1.842 yang lebih besar dari t (0,05;33) yaitu sebesar 1,69.

39 Tabel 4.1 Penaksiran Parameter Model Regresi Global Prediktor Koefisien t hit P value Konstanta 32.33063 6.639* 1.49e-07 persentase rumah tangga yang mempunyai telepon rumah persentase rumah tangga yang mempunyai telepon selular 0.01647 0.084 0.93353-0.33296-3.077* 0.00418 persentase rumah tangga yang memiliki komputer 0.13259 0.459 0.64951 persentase rumah tangga yg mengakses internet di sekolah dalam waktu sebulan terakhir R 2 = 64,47%, F hit = 14.97 F (0,05;4;33) =2,65 t (0,025;33) = 2,0345, t (0,05;33) = 1,69 * : signifikan pada α = 5% ** : signifikan pada α = 10% -0.94074-1.842** 0.07455 Dari koefisien Tabel 4.1 di atas, dapat diketahui bahwa persentase rumah tangga yang memiliki telepon selular memiliki nilai koefisien regresi sebesar -0.33296 dan persentase rumah tangga yang mengakses internet di sekolah memiliki koefisien regresi sebesar -0.94074. Nilai negatif pada koefisien persentase rumah tangga yang mempunyai telepon selular menunjukkan bahwa variabel tersebut memiliki pola hubungan yang berkebalikan terhadap ABH. Semakin tinggi nilai persentase rumah tangga yang mempunyai telepon selular, maka nilai ABH semakin rendah. Pemodelan global juga menghasilkan nilai R 2 sebesar 64.47% yang artinya faktor-faktor TIK secara global menjelaskan variansi model sebesar 64,47%.

40 4.1.2.2 Pengujian Asumsi Residual Model Regresi Global Setelah dilakukan pemodelan global, dilakukan uji asumsi residual yang meliputi uji kenormalan data, uji independen data, dan uji identik. Uji ini bertujuan untuk mengetahui kebaikan model global dan efek spasial yang ada. Uji kenormalan data dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Hipotesis untuk uji Kolmogorov Smirnov adalah sebagai berikut: H 0 H 1 : Residual berdistribusi normal : Residual tidak berdistribusi normal Proses pengujian Kolmogorov Smirnov dapat dilakukan dengan syntax dan output sebagai berikut : LinearModel.1 <- lm(y ~ x1 +x2 +x3 +x4, data=dataset) res = LinearModel.1$residual ks.test(res, "pnorm", mean(res), sd(res), alternative=c("two.sided")) One-sample Kolmogorov-Smirnov test data: res D = 0.1416, p-value = 0.3946 alternative hypothesis: two-sided Gambar 4.4 Hasil Pengujian Kolmogorov-Smirnov Berdasarkan hasil pengujian Kolmogorov-Smirnov, didapatkan nilai D = 0,1416 yang lebih besar dari nilai Tabel Kolmogorov-Smirnov yaitu 0,194, maka dapat diambil keputusan bawah H 0 diterima atau residual berdistribusi normal.

Setelah dilakukan uji kenormalan residual, dilanjutkan dengan uji autokorelasi antara daerah. Uji korelasi ini disebut juga uji independen dengan menggunakan Durbin- Watson. Hipotesis untuk uji Durbin-Watson adalah sebagai berikut: H 0 : ρ = 0 tidak ada korelasi residual H 1 : ρ = 0 ada korelasi residual Proses pengujian Durbin-Watson dapat dilakukan dengan syntax dan output sebagai berikut: 41 library(lmtest) LinearModel.1 <- lm(y ~ x1 +x2 +x3 +x4, data=dataset) dwtest(linearmodel.1) Durbin-Watson test data: LinearModel.1 DW = 1.2398, p-value = 0.003791 alternative hypothesis: true autocorrelation is greater than 0 Gambar 4.5 Hasil Pengujian Durbin-Watson Berdasarkan hasil pengujian Durbin-Watson diatas dengan nilai DW = 1.2398 yang lebih kecil dari nilai Tabel Durbin-Watson yaitu 1.2614, maka dapat diambil keputusan bawah H 0 ditolak atau ada korelasi antar daerah. Hal terakhir yang perlu diuji adalah uji keidentikan suatu data, apakah residual yang diamati termasuk ke dalam data yang identik atau tidak identik. Uji identik data ini dapat dilakukan dengan uji Glejser. Hipotesis untuk uji Glejser adalah sebagai berikut: H 0 H 1 : data berdistribusi identik : data tidak berdistribusi identik berikut: Proses pengujian Glejser dapat dilakukan dengan syntax dan output sebagai

42 LinearModel.1 <- lm(y ~ x1 +x2 +x3 +x4, data=dataset) res = abs(linearmodel.1$residuals) Glejer <- lm(res ~ x1 +x2 + x3+ x4, data=dataset) summary(glejer) Call: lm(formula = res ~ x1 + x2 + x3 + x4, data = Dataset) Residuals: Min 1Q Median 3Q Max -3.6358-1.8597-0.3667 1.0751 9.0415 Coefficients: Estimate Std. Error t value Pr(> t ) (Intercept) 0.41632 3.25547 0.128 0.899 x1-0.11436 0.13102-0.873 0.389 x2 0.07462 0.07233 1.032 0.310 x3 0.05289 0.19327 0.274 0.786 x4-0.32273 0.34151-0.945 0.352 Residual standard error: 2.89 on 33 degrees of freedom Multiple R-squared: 0.07644, Adjusted R-squared: -0.03551 F-statistic: 0.6828 on 4 and 33 DF, p-value: 0.6089 Gambar 4.6 Hasil Pengujian Glejser Berdasarkan hasil pengujian Glejser di atas dengan nilai F-statistik = 0.6828 yang lebih kecil dari nilai tabel F (0,05;4;33) yaitu 2,6588 maka dapat diambil keputusan bawah H 0 diterima yang artinya data residual telah identik. Asumsi residual yang terpenuhi melalui regresi global adalah asumsi identik dan berdistribusi normal. Sementara itu asumsi residual yang tidak terpenuhi melalui regresi global adalah asumsi independen. Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya pengaruh spasial pada ABH di Provinsi Jawa Timur dengan indikator TIK. Asumsi independen yang tidak terpenuhi menunjukkan bahwa antar pengamatan atau lokasi saling berhubungan.

43 4.1.3 Model Geographically Weighted Regression (GWR) Langkah-langkah dalam pemodelan GWR adalah menentukan bandwidth optimum, pembobot dan penaksiran parameter GWR. Dari model GWR ini akan didapatkan faktor faktor TIK yang berpengaruh secara lokal terhadap ABH. 4.1.3.1 Penentuan Bandwidth Optimum berikut : Proses penentuan bandwidth optimum dapat dilakukan dengan syntax sebagai library(spgwr) col.bw <- gwr.sel (y ~ x1 + x2 + x3 + x4, coords=cbind(dataset$longitude,dataset$latitude), data=dataset, adapt=true, gweight=gwr.bisquare) gwr1 <- gwr (y ~ x1 + x2 + x3 + x4, data=dataset, adapt=col.bw, coords=cbind(dataset$longitude,dataset$latitude), hatmatrix=true, gweight = gwr.bisquare) gwr1$bandwidth Gambar 4.7 Syntax Penentuan Bandwidth Optimum Hasil dari syntax di atas adalah nilai bandwidth tiap daerah yang dapat dilihat pada Tabel 4.2. Fungsi dari bandwidth adalah untuk menentukan bobot dari suatu lokasi terhadap lokasi lain yang digunakan sebagai pusat. Sebagai contoh Kabupaten Sampang yang memiliki ABH tertinggi memiliki nilai bandwidth 1,2903. Hal ini menunjukkan daerah sekitar Kabupaten Sampang dalam radius 1,2903 o akan dianggap memiliki pengaruh lokasi dari Kabupaten Sampang. Semakin dekat wilayah dengan daerah pusat, akan semakin besar pula pengaruh yang diberikan.

Tabel 4.2 Tabel Bandwidth Optimum Setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Kabupaten Pacitan 1,6652 Kabupaten Magetan 1,3564 Kabupaten Ponorogo 1,2924 Kabupaten Ngawi 1,3793 Kabupaten Trenggalek 1,2714 Kabupaten Bojonegoro 1,0742 Kabupaten Tulungagung 1,0623 Kabupaten Tuban 1,2279 Kabupaten Blitar 0,9487 Kabupaten Lamongan 0,9993 Kabupaten Kediri 0,7976 Kabupaten Gresik 1,0160 Kabupaten Malang 1,0373 Kabupaten Bangkalan 1,1414 Kabupaten Lumajang 1,1595 Kabupaten Sampang 1,2903 Kabupaten Jember 1,6614 Kabupaten Pamekasan 1,4725 Kabupaten Banyuwangi 2,1924 Kabupaten Sumenep 1,7078 Kabupaten Bondowoso 1,8381 Kota Kediri 0,8640 Kabupaten Situbondo 1,8739 Kota Blitar 0,9339 Kabupaten Probolinggo 1,2417 Kota Malang 1,0179 Kabupaten Pasuruan 0,9475 Kota Probolinggo 1,1521 Kabupaten Sidoarjo 0,9091 Kota Pasuruan 0,9640 Kabupaten Mojokerto 0,8811 Kota Mojokerto 0,8814 Kabupaten Jombang 0,8420 Kota Madiun 1,1838 Kabupaten Nganjuk 0,8431 Kota Surabaya 0,9481 Kabupaten Madiun 1,0653 Kota Batu 0,7893 44 4.1.3.2 Penentuan Pembobot Setelah mendapatkan nilai bandwidth seperti pada Tabel 4.2 di atas, langkah selanjutnya adalah mencari nilai pembobot untuk daerah sekitarnya. Mengikuti contoh sebelumnya dengan pusat di kabupaten Sampang, maka daerah yang berada dalam radius bandwidth 1,2903 o akan diberi bobot yang mengikuti fungsi kernel Bi-square dan daerah di luar radius akan dianggap berpengaruh sangat kecil dan akan diberi bobot nol. Persamaan untuk mendapatkan pembobot di Kabupaten Sampang adalah 2 [1 (dij/1,2903) ] w j(u i, vi ) = 0, jika d, jika d ij ij < 1,2903 1,2903

45 Tabel 4.3. Hasil perhitungan bobot untuk kabupaten Sampang sebagai pusat tersaji dalam Tabel 4.3 Pembobot Kabupaten Sampang Kabupaten / Kabupaten / d ij W i Kota Kota d ij W i Kab. Pacitan 2,335385 0 Kab. Magetan 1,989531 0 Kab. Ponorogo 1,963515 0 Kab. Ngawi 1,947774 0 Kab. Trenggalek 1,971120 0 Kab. Bojonegoro 1,460177 0 Kab. Tulungagung 1,733502 0 Kab. Tuban 1,363749 0 Kab. Blitar 1,591303 0 Kab. Lamongan 0,957935 0,201443 Kab. Kediri 1,294201 0 Kab. Gresik 0,721712 0,472165 Kab. Malang 1,227825 0,008929 Kab. Bangkalan 0,325678 0,876642 Kab. Lumajang 1,079940 0,089691 Kab. Sampang 0 1 Kab. Jember 1,249807 0,003817 Kab. Pamekasan 0,247544 0,927742 Kab. Banyuwangi 1,624446 0 Kab. Sumenep 0,627013 0,583480 Kab. Bondowoso 1,128006 0,055573 Kota Kediri 1,462889 0 Kab. Situbondo 1,092886 0,079856 Kota Blitar 1,527815 0 Kab. Probolinggo 0,817135 0,358732 Kota Malang 1,113283 0,065311 Kab. Pasuruan 0,811673 0,365163 Kota Probolinggo 0,725001 0,468245 Kab. Sidoarjo 0,686658 0,513796 Kota Pasuruan 0,696791 0,501796 Kab. Mojokerto 1,010941 0,149103 Kota Mojokerto 0,887488 0,277635 Kab. Jombang 1,107612 0,069235 Kota Madiun 1,814858 0 Kab. Nganjuk 1,423530 0 Kota Surabaya 0,578792 0,638055 Kab. Madiun 1,705464 0 Kota Batu 1,050127 0,113992 4.1.3.3 Penaksiran Parameter GWR Hasil panaksiran parameter GWR dapat dilihat pada Tabel 4.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai ABH di tiap kabupaten adalah dapat berbeda beda. Sebagai contoh Kabupaten Sampang, faktor yang mempengaruhi nilai ABH adalah persentase rumah tangga yang memiliki komputer dan persentase rumah tangga yang mengakses internet di sekolah dalam waktu sebulan terakhir. Contoh lainnya adalah Kabupaten

46 Sidoarjo dimana faktor yang mempengaruhi nilai ABH adalah persentase rumah tangga yang mengakses internet di sekolah. Model yang terbentuk untuk Kabupaten Sampang adalah y sampang = 21,076 0,315x1 + 0,094x2 0,575x3 1,024 x4 Variabel yang signifikan berpengaruh dengan α = 10% adalah persentase rumah tangga yang mengakses internet di sekolah dalam waktu sebulan terakhir. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai t hit = 2,05 yang lebih besar dari t (0,05;24,505) yaitu sebesar 1,7108. Selanjutnya variabel lain yang juga signifikan berpengaruh dengan α = 10% adalah persentase rumah tangga memiliki komputer. Hal ini ditunjukkan oleh nilai t hit = 1.79 yang lebih besar dari t (0,05;24,505) yaitu sebesar 1,7108. Nilai t hitung setiap variabel di semua kabupaten/kota dapat dilihat di Lampiran 6. Pada Tabel 4.4 terlihat juga nilai R 2 yang menunjukkan seberapa besar varian yang mampu dijelaskan oleh faktor-faktor independen terhadap nilai ABH. Pada penaksiran parameter GWR, semua kabupaten/kota memiliki nilai R 2 antara 73.05% dan 92.75%.

47 Tabel 4.4 Penaksiran Parameter GWR Kabupaten/Kota Konstanta b1 b2 b3 b4 R 2 Kab. Pacitan 33,163 0,143-0,435* -0,074 0,221 73,05 % Kab. Ponorogo 34,046 0,153-0,449* -0,069 0,167 76,78 % Kab. Trenggalek 34,427 0,159-0,471* -0,046 0,309 74,24 % Kab. Tulungagung 33,892 0,157-0,465* -0,022 0,245 78,28 % Kab. Blitar 33,377 0,150-0,454* -0,001 0,157 82,46 % Kab. Kediri 26,384 0,179-0,264-0,323-0,266 92,75 % Kab. Malang 32,677 0,178-0,428* -0,029-0,007 85,65 % Kab. Lumajang 36,954 0,547-0,489* -0,454 0,200 90,56 % Kab. Jember 33,757 0,151-0,337* -0,290-0,124 90,58 % Kab. Banyuwangi 32,581 0,134-0,288* -0,308-0,413 89,65 % Kab. Bondowoso 31,125 0,000-0,225* -0,285-0,540 88,99 % Kab. Situbondo 30,400-0,039-0,191** -0,312-0,631 88,18 % Kab. Probolinggo 31,792-0,103-0,271* -0,148-0,134 89,91 % Kab. Pasuruan 28,512 0,189-0,296* -0,170-0,411 84,70 % Kab. Sidoarjo 19,719 0,094-0,073-0,349-0,852** 83,11 % Kab. Mojokerto 23,183 0,241-0,187-0,370-0,626 85,85 % Kab. Jombang 26,017 0,152-0,287** -0,111-0,333 84,26 % Kab. Nganjuk 30,875 0,175-0,367* -0,193-0,109 90,60 % Kab. Madiun 32,795 0,165-0,402* -0,164-0,031 83,13 % Kab. Magetan 31,963 0,152-0,389* -0,164 0,014 78,54 % Kab. Ngawi 30,292 0,155-0,341* -0,249-0,110 80,60 % Kab.Bojonegoro 27,063 0,170-0,254-0,388-0,311 88,52 % Kab. Tuban 23,632 0,173-0,165-0,497-0,496 88,33 % Kab. Lamongan 19,958 0,269-0,080-0,590* -0,845** 86,71 % Kab. Gresik 16,547 0,163 0,043-0,676* -1,129* 86,27 % Kab. Bangkalan 18,412-0,058 0,131-0,816* -1,311* 87,09 % Kab. Sampang 21,076-0,315 0,094-0,575** -1,024** 86,79 % Kab. Pamekasan 25,058-0,315 0,005-0,460-0,847 86,59 % Kab. Sumenep 26,115-0,302-0,008-0,504-0,759 84,20 % Kota Kediri 33,146 0,154-0,440* -0,013 0,019 88,08 % Kota Blitar 31,378 0,123-0,418** 0,017 0,090 83,01 % Kota Malang 30,873 0,181-0,393* -0,039-0,104 83,51 % Kota Probolinggo 30,213-0,200-0,232* -0,073-0,259 89,21 % Kota Pasuruan 27,079 0,037-0,216** -0,168-0,573 86,19 % Kota Mojokerto 19,657 0,168-0,126-0,307-0,658 80,16 % Kota Madiun 32,306 0,159-0,393* -0,169-0,018 80,99 % Kota Surabaya 17,599 0,068 0,043-0,599** -1,124* 85,71 % Kota Batu 24,564 0,170-0,255-0,153-0,416 81,77 % Keterangan : * : α = 5%, t (α/2; 24,505) = 2,0638 ** : α = 10%, t (α/2; 24,505) = 1,7108

48 4.1.4 Pemetaan Angka Buta Huruf di Provinsi Jawa Timur Gambar 4.8 Gambar 4.11 menggambarkan pemetaan signifikansi indikator TIK terhadap ABH di Provinsi Jawa Timur. Signifikansi tersebut dihitung dari nilai p value. Gambar 4.8 menunjukkan nilai p value persentase dari kepemilikan telepon rumah di Pronvinsi Jawa Timur. Seperti yang sudah dibahas pada pembahasan sebelumnya, bahwa persentase kepemilikan telepon rumah tidak signifikan berpengaruh terhadap ABH pada α 5% atau 10%. Hal ini terbukti dari hasil pemetaan yang menunjukkan tidak ada satupun daerah yang memiliki P value di bawah 0.05. Namun variabel ini masih signifikan berpengaruh di α < 31% terhadap 3 Kabupaten di Pulau Madura (Kabupaten Sampang, Pamekasan, dan Sumenep) dan Lumajang beserta Lamongan. Gambar 4.8 Pemetaan berdasarkan Persentase Kepemilikan Telepon Rumah

49 Gambar 4.9 menunjukkan Nilai p value : dari persentase kepemilikan telepon selular yang ada di Provinsi Jawa Timur. Provinsi Jawa Timur bagian selatan memiliki nilai p value hingga 0,1 sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor kepemilikan telepon selular sangat signifikan terhadap ABH di lokasi tersebut. Sementara itu lokasi yang berada di bagian utara memiliki nilai p value di atas 0,1 yang artinya tingkat ABH pada daerah tersebut tidak terpengaruh pada α 0,1. Gambar 4.9 Pemetaan berdasarkan Persentase Kepemilikan Telepon Selular Gambar 4.10 menunjukkan nilai p value dari persentase komputer yang ada di Provinsi Jawa Timur. Provinsi Jawa Timur bagian utara memiliki nilai p value hingga 0,1 sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor kepemilikan komputer sangat signifikan terhadap ABH di lokasi tersebut. Sementara itu lokasi yang berada di bagian selatan

memiliki nilai p value di atas 0,1 yang artinya tingkat ABH pada daerah tersebut tidak terpengaruh pada α 0,1. 50 Gambar 4.10 Pemetaan berdasarkan Persentase Kepemilikan Komputer Gambar 4.11 menunjukkan nilai p value dari persentase penggunaan internet di sekolah. Provinsi Jawa Timur bagian utara memiliki nilai p value hingga 0,1, sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor penggunaan internet di sekolah sangat signifikan terhadap ABH di lokasi tersebut. Sementara itu lokasi yang berada di bagian selatan memiliki nilai p value di atas 0,1 yang artinya tingkat ABH pada daerah tersebut tidak terpengaruh pada α 0,1.

Gambar 4.11 Pemetaan berdasarkan Persentase Penggunaan Internet di Sekolah 51

52 4.2 Usulan / Kondisi Yang Mendukung Hipotesis Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa Provinsi Jawa Timur memiliki karakteristik ABH yang hampir sama pada lokasi yang berdekatan. Oleh karena itu, untuk mendapatkan faktor faktor TIK yang mempengaruhi ABH dilakukan pemodelan spasial GWR. Hipotesis untuk mendapatkan faktor faktor TIK yang mempengaruhi ABH adalah sebagai berikut: Hipotesis pertama: H 0 = Tidak ada pengaruh persentase rumah tangga yang memiliki telepon rumah terhadap ABH. H 1 = Ada pengaruh persentase rumah tangga yang memiliki telepon rumah terhadap ABH. Berdasarkan hasil uji signifikansi dengan α = 5% maupun α = 10%, dapat disimpulkan bahwa H 0 gagal ditolak, artinya tidak ada pengaruh persentase rumah tangga yang memiliki telepon rumah terhadap ABH di daerah manapun. Hipotesis kedua : H 0 = Tidak ada pengaruh persentase rumah tangga yang memiliki telepon selular terhadap ABH H 1 = Ada pengaruh persentase rumah tangga yang memiliki telepon selular terhadap ABH Berdasarkan hasil uji signifikansi dengan α = 5%, dapat disimpulkan bahwa persentase rumah tangga yang memiliki telepon selular berpengaruh terhadap ABH di Kabupaten Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Situbondo, Jombang, Malang, Lumajang, Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Probolinggo, Pasuruan, Nganjuk,

53 Madiun, Magetan, Ngawi, Kota Kediri, Kota Malang, Kota Probolinggo, Kota Blitar, Kota Pasuruan dan Kota Madiun. Sementara itu untuk uji signifikansi dengan α = 10%, dapat disimpulkan bahwa persentase rumah tangga yang memiliki telepon selular berpengaruh terhadap ABH di Kabupaten Situbondo, Kabupaten Jombang, Kota Blitar, dan Kota Pasuruan. Hipotesis ketiga : H 0 = Tidak ada pengaruh persentase rumah tangga yang memiliki komputer terhadap ABH H 1 = Ada pengaruh persentase rumah tangga yang memiliki komputer terhadap ABH Berdasarkan hasil uji signifikansi dengan α = 5%, dapat disimpulkan bahwa persentase rumah tangga yang memiliki komputer berpengaruh terhadap ABH di Kabupaten Lamongan, Gresik, Bangkalan, dan Kota Surabaya. Sementara itu untuk uji signifikansi dengan α = 10%, dapat disimpulkan bahwa persentase rumah tangga yang memiliki komputer berpengaruh terhadap ABH di Kabupaten Sampang dan Kota Surabaya. Hipotesis keempat : H 0 = Tidak ada pengaruh persentase rumah tangga yang mengakses internet di sekolah terhadap ABH H 1 = Ada pengaruh persentase rumah tangga yang mengakses internet di sekolah terhadap ABH Berdasarkan hasil uji signifikansi dengan α = 5%, dapat disimpulkan bahwa persentase rumah tangga yang mengakses internet di sekolah berpengaruh terhadap ABH di Kabupaten Gresik, Bangkalan dan Kota Surabaya. Sementara itu untuk uji signifikansi dengan α = 10%, dapat disimpulkan bahwa persentase rumah tangga yang

54 mengakses internet di sekolah berpengaruh terhadap ABH di Kabupaten Sidoarjo, Lamongan, dan Sampang. Signifikansi indikator TIK juga dapat dilihat pada hasil pemetaan di Gambar 4.8 Gambar 4.11. ABH di lokasi yang berdekatan dipengaruhi oleh variabel yang sama. Hal ini juga menunjukkan karakteristik ABH di daerah yang berdekatan adalah sama. Berdasarkan hasil analisis signifikansi, maka ada beberapa usulan yang bisa disampaikan. Usulan yang pertama adalah untuk menurunkan tingkat ABH di Provinsi Jawa Timur melalui indikator TIK dapat difokuskan pada persentase rumah tangga yang memiliki telepon selular, komputer, dan mengakses internet di sekolah. Usulan yang kedua adalah karena setiap kabupaten/kota memiliki faktor yang berbeda terhadap ABH, maka kebijakan yang diberikan hendaknya sesuai dengan faktor yang mempengaruhinya. Usulan yang ketiga adalah untuk setiap kabupaten/kota yang berdekatan dapat diberikan kebijakan yang saling mendukung dan berkesinambungan antar lokasi. 4.3 Hasil Perancangan Layar Hasil perancangan layar disajikan dalam Gambar 4.12 Gambar 4.16. Gambar 4.12 adalah gambar awal program dijalankan. Fungsi tombol browse adalah untuk memilih file yang akan digunakan untuk proses perhitungan dan memodelkannya.

55 Gambar 4.12 Layar tampilan awal Setelah memilih file, maka tombol View Dataset akan menjadi aktif. Gambar 4.13 adalah gambar dimana tombol View Dataset setelah diklik. Fungsi tombol View Dataset adalah melihat isi dari file yang telah dipilih pada tampilan awal. Ketika tombol View Dataset diklik, tombol Model Regresi Global akan menjadi aktif. Gambar 4.13 Layar Tampilan View Dataset

56 Gambar 4.14 memperlihatkan layar tampilan model regresi global. Pada sisi kiri terlihat hasil model regresi global dan sisi sebelah kanan adalah dataset yang digunakan. Setelah model regresi global dipilih, maka tombol penaksiran parameter GWR akan aktif. Gambar 4.14 Layar Tampilan Model Regresi Global Layar tampilan penaksiran parameter GWR disajikan pada Gambar 4.15. Pada tampilan ini disajikan hasil penaksiran parameter GWR beserta nilai t hit dan nilai p value.

57 Gambar 4.15 Layar Tampilan Penaksiran Parameter GWR Tahap terakhir dari aplikasi program adalah tahap pemetaan. Layar tampilan pemetaan disajikan dalam Gambar 4.16. Pemetaan digambar berdasarkan nilai p value yang diperoleh pada tahap penaskiran parameter GWR. Gambar 4.16 Layar Tampilan Pemetaan