BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. systemic inflammatory response syndrome (SIRS) merupakan suatu respons

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. toksin ke dalam aliran darah dan menimbulkan berbagai respon sistemik seperti

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Meningitis adalah kumpulan gejala demam, sakit kepala dan meningismus akibat

BAB I PENDAHULUAN. dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada sepsis terjadi proses inflamasi sistemik atau systemic inflammatory

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis akut adalah peradangan dari apendiks vermiformis, merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi di

(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian

BAB I PENDAHULUAN. penyebab yang belum diketahui sampai saat ini, ditandai oleh adanya plak eritema

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. juta dolar Amerika setiap tahunnya (Angus et al., 2001). Di Indonesia masih

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

I. PENDAHULUAN. Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) adalah bakteri. Staphylococcus aureus yang mengalami kekebalan terhadap antibiotik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh

BAB I PENDAHULUAN. multiorgan, ini disebut septic shock. Sepsis merupakan SIRS (Systemic. tempat infeksi, maka ini disebut dengan sepsis berat.

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rumah sakit di Indonesia dengan angka kematian 5,7%-50% dalam tahun

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,

BAB 1 PENDAHULUAN. Diagnosis tuberkulosis (TB) paru pada anak masih menjadi masalah serius hingga saat ini. Hal

BAB I PENDAHULUAN. dunia (Musher, 2014). Penumonia komunitas merupakan penyakit infeksi saluran

ANALISIS SECARA KUALITATIF PENGGUNAAN ANTIBIOTIK BERDASARKAN KRITERIA GYSSENS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. KHS terjadi di negara berkembang. Karsinoma hepatoseluler merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan. akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap penyakit dan kondisi hidup yang tidak sehat. Oleh sebab itu,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah salah satu penyebab akut abdomen paling banyak pada

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit

BAB 1 PENDAHULUAN. mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut perkiraan World Health Oraganization (WHO) ada sekitar 5 juta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal

BAB I PENDAHULUAN. individu maupun masyarakat. Identifikasi awal faktor risiko yang. meningkatkan angka kejadian stroke, akan memberikan kontribusi

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kematian utama di dunia. Berdasarkan. kematian tertinggi di dunia. Menurut WHO 2002,

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome)

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kasus infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu jenis infeksi yang paling sering

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis didefinisikan sebagai adanya infeksi bersama dengan manifestasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DAFTAR ISI. SAMPUL DALAM... i. LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii. KATA PENGANTAR...iii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... vii

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sepsis adalah suatu kumpulan gejala inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan sindroma klinik akibat respon yang berlebihan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. juga dihadapi oleh berbagai negara berkembang di dunia. Stroke adalah penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. sampai bulan sesudah diagnosis (Kurnianda, 2009). kasus baru LMA di seluruh dunia (SEER, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sepsis didefinisikan sebagai adanya mikroorganisme atau toksin /zat beracun

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pneumonia adalah penyebab utama kematian anak di. seluruh dunia. Pneumonia menyebabkan 1,1 juta kematian

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang tertinggi seluruh dunia. Sepsis merupakan. penyebab kematian yang ke-10 terbesar di Amerika Serikat,

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi sel urotelium

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam sepuluh tahun terakhir terdapat beberapa perkembangan baru

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1

B A B I PENDAHULUAN. Sampai saat ini sepsis masih merupakan masalah utama kesehatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana

BAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh kompensasi anti-inflamasi atau fenotip imunosupresif yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. morbiditas dan mortalitas. Di negara-negara barat, kanker merupakan penyebab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian

UJI DIAGNOSTIK PLATELET LYMPHOCYTE RATIO DAN FIBRINOGEN PADA DIAGNOSIS TUMOR PADAT GANAS

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

CUT OFF POINT GAP SCORE

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 75 ibu hamil dengan usia kehamilan antara 21

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. imunitas, gangguan sensasi kornea, riwayat operasi kornea, abnormalitas

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada pasien gagal ginjal terminal (GGT). Keluhan pruritus yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesembilan di Amerika Serikat, sedangkan di seluruh dunia sirosis menempati urutan

BAB I PENDAHULUAN. Luka bakar khususnya luka bakar di atas derajat 1, sampai saat ini masih

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kontrol (hanya terapi empirik). Dua biomarker yaitu kadar TNF- serum diukur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menduduki urutan ke 10 dari urutan prevalensi penyakit. Inflamasi yang terjadi pada sistem saraf pusat

BAB 1 PENDAHULUAN. jamur, dan parasit (Kemenkes RI, 2012; PDPI, 2014). Sedangkan infeksi yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama. kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sakit kritis nondiabetes yang dirawat di PICU (Pediatric Intensive Care Unit)

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan kolonisasi kuman penyebab infeksi dalam urin dan. ureter, kandung kemih dan uretra merupakan organ-organ yang

PENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan dan kematian pada anak. 1,2 Watson dan kawan-kawan (dkk) (2003) di Amerika Serikat mendapatkan lebih dari 42000 kasus sepsis berat pada anak setiap tahunnya, dengan angka kematian 10,3%. 3,4 Mangia dkk (2005) melaporkan risiko kematian pada pasien systemic inflammatory response syndrome (SIRS) yang mengalami infeksi bakteri lebih tinggi dibandingkan dengan yang bukan terinfeksi bakteri. 5 Pavare dkk (2007) pada penelitiannya di Children s Clinical University Hospital, Latvia, mendapatkan 72% anak yang menderita SIRS, dan 8% diantaranya terbukti infeksi bakteri. 6 Angka kejadian sepsis akibat infeksi bakteri meningkat menjadi 21% pada tahun 2008. 7 Horeczko dkk (2010) melaporkan bahwa terdapat 6,2 juta anak setiap tahunnya yang menderita SIRS datang ke unit gawat darurat di Amerika Serikat. 8 Singhal dkk (2013) melaporkan +100.000 anak dengan sepsis berat setiap tahunnya datang ke unit gawat darurat di Amerika Serikat. 9 Yuniar dkk (2010) pada penelitiannya tentang epidemiologi sepsis pada anak di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) RS.dr.Cipto Mangunkusumo, mendapatkan angka kejadian sepsis sebesar 19,3% dengan biakan darah positif 43%. 10 Dewi (2010) di RS.dr.Cipto Mangunkusumo melaporkan terdapat 42 kasus sepsis selama 10 bulan, dengan bakteri terbanyak adalah Klebsiella 13

pneumoniae (24%), Serratia marcescens (14%) dan Burkholderia cepacia (14%). 11 Berdasarkan data rekam medis RS.dr.M.Jamil Padang tahun 2010, kejadian sepsis pada anak yang dirawat di bagian Ilmu kesehatan anak adalah sebanyak 121 kasus dengan rata-rata lama rawatan 8,79 hari. Angka kejadian sepsis neonatorum jauh lebih besar sebanyak 229 kasus, dengan lama rawatan 9,23 hari. 12 Tahun 2013 kejadian sepsis pada anak meningkat mencapai 141 kasus. 13 Tingginya angka kesakitan dan kematian akibat sepsis disebabkan karena sulit mendiagnosis sepsis dengan cepat. Sepsis sering tidak terdiagnosis karena gejala klinis yang tidak spesifik. Gejala klinis sepsis adalah gejala yang disebabkan oleh terjadinya proses SIRS. SIRS tidak hanya terjadi akibat infeksi bakteri saja, tetapi dapat juga terjadi pada trauma, luka bakar, infeksi virus dan jamur. Kultur bakteri perlu dilakukan untuk menentukan apakah SIRS itu adalah suatu sepsis akibat infeksi bakteri. 14 Kultur bakteri membutuhkan waktu yang cukup lama (48-72 jam), bahkan sampai 4 hari pada metode kultur konvensional. Bakteri yang teridentifikasi berdasarkan hasil kultur sangat rendah (30-50%). 14,15 Hal ini dapat menyebabkan keterlambatan talaksana, dan dapat saja terjadi penggunaan antibiotik spektrum luas yang berlebihan (overtreatment). Pada pasien yang menderita SIRS, keterlambatan tatalaksana dan overtreatment akan berdampak buruk terhadap pola resistensi kuman, biaya pengobatan, lama rawatan dan meningkatkan risiko infeksi nosokomial. Oleh karena itu dibutuhkan diagnosis yang cepat dan tepat, sehingga tatalaksana dapat diberikan sejak munculnya gejala awal sepsis (SIRS) dan prognosis menjadi lebih baik. 16 14

Beberapa teknik uji diagnostik lain seperti PCR (polymerase chain reaction) telah digunakan untuk mendeteksi adanya DNA bakteri dan jamur, namun masih memiliki keterbatasan karena membutuhkan primer yang spesifik untuk masing-masing bakteri, dan tidak dapat menentukan sensitivitas antibiotika seperti pada biakan darah. 17 Sepsis diawali oleh suatu SIRS sebagai respon host terhadap infeksi bakteri. Pada infeksi bakteri terjadi pelepasan sitokin-sitokin proinflamasi yaitu tumor necrosis factor (TNF)-α, IL-1β, IL-6, IL-8, dan IL-12. Sitokin-sitokin proinflamasi tersebut kemudian mencetuskan protein fase akut. 2,3,16 Interleukin-6 (IL-6) merupakan indikator dini respon inflamasi terhadap infeksi bakteri, virus dan jamur. IL-6 diinduksi oleh TNF-α, memiliki waktu paruh yang lebih panjang dibandingkan IL-1, IL-8 dan TNF-α. IL-6 dapat diukur secara tepat dalam darah segera setelah terinfeksi bakteri. Kadarnya meningkat dalam 2-4 jam pertama setelah infeksi, dan mencapai puncaknya 6-74 jam setelah terinfeksi. 18-20 Pavare dkk (2010) pada penelitiannya terhadap anak yang menderita SIRS mendapatkan hasil sensitivitas dan spesifisitas IL-6 adalah 80% dan 81% dalam mendiagnosis adanya bakteriemia. 14 CRP adalah protein fase akut yang diproduksi oleh hepatosit, terutama diinduksi oleh IL-6 pada awal terjadinya infeksi. Kadar CRP meningkat dalam 4 sampai 6 jam setelah rangsangan inflamasi, dan mencapai puncaknya sekitar 36-50 jam. CRP memiliki spesifisitas yang tinggi untuk infeksi bakteri pada anak, namun peningkatan kadar CRP sering terlihat setelah lebih dari 12-24 jam sejak proses infeksi dimulai. Sehingga CRP saja kurang bermakna untuk mendeteksi dini adanya infeksi bakteri. Pavare dkk (2010) mendapatkan nilai sensitivitas dan 15

spesifisitas CRP adalah 80% dan 77% dalam mendeteksi adanya bakteriemia. 14 Karena spesifisitasnya rendah, CRP sering digunakan dalam bentuk kombinasi dengan biomarker lainnya sebagai penunjang untuk menegakkan diagnosis dini infeksi bakteri. 21,22 Penggunaan kombinasi marker memberikan nilai sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik sebagai uji diagnostik dari pada marker tunggal. Kocabas (2007) pada penelitiannya tentang kombinasi IL-6 dan CRP sebagai marker untuk membedakan sepsis akibat infeksi bakteri mendapatkan nilai sensitivitas dan spesifisitas adalah 80,7% dan 100%. Penelitian tersebut telah memperlihatkan ketepatan IL-6 dan CRP sebagai marker diagnostik dini infeksi pada neonatus. 23 Penelitian kombinasi IL-6 dan CRP pada anak jarang dilakukan, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tersebut pada anak. Penelitian tentang kombinasi IL-6 dan CRP ini dilakukan bersamaan dengan penelitian tentang C-Reactive Protein sebagai parameter diagnostik dan luaran sepsis pada anak yang menderita Systemic Inflammatory Response Syndrome. Kadar CRP diperoleh dari kadar high sensitivity C-Reactive Protein (hs-crp) yang dapat memberikan kadar CRP dalam kuantitas kecil yang diukur dengan metode sangat sensitif. 24 1.2. Rumusan masalah Bagaimana peranan kombinasi IL-6 dan hs-crp sebagai parameter diagnostik dan luaran sepsis pada anak yang menderita SIRS? 16

1.3. Tujuan penelitian 1.3.1. Tujuan umum Mengetahui peranan kombinasi IL-6 dan hs-crp sebagai parameter diagnostik dan luaran sepsis pada anak yang menderita SIRS di Rumah Sakit Dr.M.Djamil Padang. 1.3.2. Tujuan khusus 1. Mengetahui kadar IL-6 pada anak yang menderita SIRS saat awal masuk rumah sakit berdasarkan kultur bakteri darah. 2. Mengetahui kadar hs-crp pada anak yang menderita SIRS saat awal masuk rumah sakit berdasarkan kultur bakteri darah. 3. Mengetahui sensitivitas IL-6 dan hs-crp pada anak yang menderita SIRS. 4. Mengetahui spesifisitas IL-6 dan hs-crp pada anak yang menderita SIRS. 5. Mengetahui nilai prediksi positif IL-6 dan hs-crp pada anak yang menderita SIRS. 6. Mengetahui nilai prediksi negatif IL-6 dan hs-crp pada anak yang menderita SIRS. 7. Mengetahui hubungan rerata kadar IL-6 dengan luaran derajat klinis. 8. Mengetahui hubungan rerata kadar hs-crp dengan luaran derajat klinis. 9. Mengetahui cut off point kadar IL-6 untuk menentukan sepsis pada penderita SIRS. 10. Mengetahui cut off point kadar hs-crp untuk menentukan sepsis pada penderita SIRS. 17

1.4. Manfaat penelitian 1. Manfaat dalam bidang akademik: mengetahui peranan kadar IL-6 dan hs- CRP sebagai parameter diagnostik sepsis anak yang menderita SIRS serta menjadi acuan dalam mendiagnosis dini sepsis pada anak yang mengalami SIRS. 2. Manfaat dalam pengabdian masyarakat: hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagi tenaga medis dalam menentukan perlu atau tidaknya pemberian antibiotik pada anak yang mengalami SIRS, sehingga tatalaksana awal dapat dilakukan secara cepat dan tepat, prognosis menjadi lebih baik, mencegah terjadinya overtreatment dan lama rawatan lebih singkat. 3. Manfaat dalam pengembangan penelitian: data pada penelitian ini dapat dipergunakan sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut. 18