BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Bank Menurut Undang-Undang RI nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentukbentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank secara sederhana dapat diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya. Selain itu, bank juga merupakan lembaga yang memiliki usaha pokok memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Secara umum fungsi utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai financial intermediary. Secara lebih spesifik fungsi bank dapat sebagai agent of trust, agent of development, dan agen of services. 1 1 Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, Bank dan Lembaga Keuangan Lain (Jakarta: Salemba Empat, 2008), Cet. Ke-4, hlm.9. 25
26 1. Agen of Trust Dasar utama kegiatan perbankan adalah trust atau kepercayaan, baik dalam hal penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan mau menitipkan dananya di bank apabila dilandasi oleh unsur kepercayaan. 2. Agen of Development Tugas bank sebagai penghimpun dan penyaluran dana sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan investasi, distribusi, dan juga konsumsi barang dan jasa, mengingat semua kegiatan investasi-distribusi-konsumsi berkaitan dengan penggunaan uang. 3. Agen of Services Di samping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga memberikan penawaran jasa-jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa-jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum. Kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana merupakan kegiatan pokok perbankan. Sedangkan kegiatan memberikan jasa-jasa bank lainnya hanyalah merupakan pendukung dari kedua kegiatan di atas.
27 B. Kinerja Bank Syariah Bank syariah menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menjauhi prakter riba, untuk diisi dengan kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dari pembiayaan perdagangan. Industri perbankan syariah merupakan bagian dari sistem perbankan nasional yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian. Peranan perbankan syariah secara khusus antara lain sebagai perekat nasionalisme baru, artinya menjadi fasilitator jaringan usaha ekonomi kerakyatan, memberdayakan ekonomi umat, mendorong penurunan spekulasi di pasar keuangan, mendorong pemerataan pendapatan, dan peningkatan efisiensi mobilitas dana. 2 Bank Islam atau yang disebut dengan Bank syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank syariah merupakan lembaga keuangan perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada al-qur an dan Hadits Nabi SAW. Dengan kata lain Bank Umum Syariah adalah bank yang melakukan kegiatan usaha atau beroperasi berdasarkan prinsip syariah dan tidak mengandalkan pada bunga dalam memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran. 3 Sebagaimana disebutkan dalam butir 13 Pasal 1 UU No 10 tahun 1998 memberikan batasan pengertian prinsip syariah yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara Bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang 2 Muhammad, Bank Syari ah Problem dan Prospek Perkembangan di Indonesia (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005), hlm. 16. 3 Muhammad, Bank Syari ah Problem dan Prospek Perkembangan di Indonesia (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005), hlm. 5-7.
28 dinyatakan sesuai dengan Syariah, antara lain, pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak Bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina). Dalam pasal 19 ayat 1 dijelaskan bahwa kegiatan usaha Bank Umum Syariah meliputi: 1. Menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 2. Menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 3. Menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 4. Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad salam, Akad istishna, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 5. Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
29 6. Menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 7. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 8. Melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan erdasarkan Prinsip Syariah; 9. Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah, antara lain, seperti Akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah; 10. Membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia; 11. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak ketiga berdasarkan Prinsip Syariah; 12. Melakukan Penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu Akad yang berdasarkan Prinsip Syariah; 13. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah; 14. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah;
30 15. Melakukan fungsi sebagai Wali Amanat berdasarkan Akad wakalah; 16. Memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip Syariah; dan 17. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kemudian dalam Pasal 20 Ayat 1 juga dijelaskan Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), Bank Umum Syariah dapat pula: 1. Melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan Prinsip Syariah; 2. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada Bank Umum Syariah atau lembaga keuangan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah; 3. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya; 4. Bertindak sebagai pendiri dan pengurus dana pensiun berdasarkan Prinsip Syariah; 5. Melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal; 6. Menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan Prinsip Syariah dengan menggunakan sarana elektronik;
31 7. Menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka pendek berdasarkan Prinsip Syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar uang; 8. Menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka panjang berdasarkan Prinsip Syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar modal; dan 9. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Umum Syariah lainnya yang berdasarkan Prinsip Syariah. C. Rasio-rasio Keuangan Perbankan Penilaian kesehatan bank telah ditentukan oleh Bank Indonesia yaitu kepada bank-bank diharuskan membuat laporan baik yang bersifat rutin maupun secara berkala mengenai seluruh aktivitasnya dalam suatu periode tertentu. Penilaian untuk menentukan kondisi suatu bank biasanya menggunakan analisis CAMELS, yaitu 4 : 1. Aspek Permodalan, yang dinilai adalah permodalan yang ada didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Penilaian tersebut didasarkan pada Capital Adequacy Ratio (CAR) yang telah ditetapkan Bank Indonesia. 2. Aspek Kualitas Aset yaitu untuk menilai jenis-jenis aset yang dimiliki oleh bank. Penilaian aset harus sesuai dengan Peraturan oleh Bank Indonesia dengan memperbandingkan antara aktiva produktif yang 4 Kasmir, Manajemen Perbankan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 50-53
32 diklasifikasikan dengan aktiva produktif. Kemudian rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif terhadap aktiva produktif diklasifikasikan. Rasio ini dapat dilihat dari neraca yang telah dilaporkan secara berkala kepada Bank Indonesia. 3. Aspek Kualitas Manajemen yaitu aspek penilaian kegiatan bank yang dikelola sehari-hari dari kulitas manajemennya. Kualitas manajemen juga dilihat dari kualitas manusianya dalam bekerja. Kualitas manajemen juga dilihat dari sisi pendidikan dan pengalaman dari karyawannya dalam menangani berbagai kasus-kasus yang terjadi. 4. Aspek Likuiditas, yaitu penilaian atas kemampuan bank yang bersangkutan untuk membayar semua hutang-hutangnya terutama simpanan tabungan giro, dan deposito pada saat ditagih dan dapat pula memenuhi semua permohonan kredit yang layak dibiayai. 5. Aspek Rentabilitas merupakan ukuran kemampuan bank dalam meningkatkan labanya apakah setiap periode atau untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai bank yang bersangkutan. Bank yang sehat adalah bank yang diukur secara rentabilitas yang terus meningkat. 6. Aspek Sensitivitas, merupakan aspek dimana perbankan harus memperhatikan dua unsur, yaitu tingkat perolehan laba yang harus dicapai dan risiko yang akan dihadapi. Pertimbangan risiko yang harus diperhitungkan berkaitan erat dengan sensitivitas perbankan. Sensitivitas terhadap risiko ini penting agar tujuan memperoleh laba dapat
33 tercapai dan pada akhirnya kesehatan bank juga terjamin. D. Capital Adequacy Ratio (CAR) Menurut Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi, mengukur, mengawasi dan mengontrol risiko-risiko yang timbul yang dapat berpengaruh terhadap besarnya modal bank. 5 CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung resiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank di samping memperoleh dana-dana dari sumbersumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang), dan lain-lain. Dengan kata lain, Capital Adequacy Ratio adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan. CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian- kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva yang berisiko. 6 Semakin tinggi Capital Adequacy Ratio (CAR) maka semakin baik kemampuan bank tersebut untuk menanggung risiko dari setiap kredit atau aktiva produktif yang berisiko. Besarnya Capital Adequacy Ratio (CAR) diukur dari rasio antara 5 Mudrajat Kuncoro dan Suhardjono, Manajemen Perbankan Teori dan Aplikasi (Yogyakarta: BPFE, 2002), Cet. Ke-1, Edisi 1, hlm. 562. 6 Lukman Dendawijaya, Manajemen Perbankan (Jakarata: Ghalia Indonesia, 2009), hlm.121.
34 modal bank terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Menurut PBI No.10/15/PBI/2008 Pasal 2 Bank wajib menyediakan modal minimum sebesar 8% (delapan persen) dari Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Sebuah bank mengalami risiko modal apabila tidak dapat menyediakan modal minimum sebesar 8%. Dengan penetapan CAR pada tingkat tertentu dimaksudkan agar bank memiliki kemampuan modal yang cukup untuk meredam kemungkinan timbulnya resiko sebagai akibat berkembang atau meningkatnya ekspansi aset terutama aktiva yang dikategorikan dapat memberikan hasil dan sekaligus mengandung resiko. 7 Besarnya CAR suatu bank dapat dihitung dengan rumus berikut: 8 Modal Bank terdiri atas modal inti dan modal pelengkap. Komponen modal inti meliputi modal disetor, agio saham, cadangan yang dibentuk dari laba setelah pajak (cadangan umum), dan laba ditahan. Modal pelengkap antara lain adalah cadangan revaluasi aktiva tetap. ATMR dihitung dari aktiva yang tercantum dalam neraca maupun aktiva yang bersifat administratif (tidak tercantum dalam neraca). ATMR aktiva neraca dihitung dengan cara mengalikan nilai nominal masing-masing aktiva yang bersangkutan dengan bobot risiko dari masing-masing pos 7 Hesti Werdaningtyas, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Profitabilitas Perbankan (Semarang: Undip, 2010), hlm. 29. 8 Lukman Dendawijaya, Op.Cit., hlm. 144.
35 aktiva neraca tersebut. 9 Aktiva yang paling tidak berisiko diberi bobot 0% dan aktiva yang paling berisiko diberi bobot 100%. ATMR ini menunjukkan nilai aktiva berisiko yang memerlukan antisipasi modal dalam jumlah yang cukup. 10 Setelah mengetahui cara perhitungan CAR maka dapat diambil kesimpulan tentang hal-hal yang dapat mempengaruhi CAR adalah sebagai berikut pertama adalah tingkat kualitas manajemen bank dan kualitas sistem dan prosedur operasionalnya. Pengaruh kedua yaitu ada pada tingkat kualitas dan jenis aktiva serta besarnya risiko yang melekat padanya. Kemudian, kualitas dan tingkat kolektibilitasnya, serta struktur posisi dan kualitas permodalan bank. Pengaruh berikutnya dilihat dari kemampuan bank untuk meningkatkan pendapatan dan laba dan tingkat likuiditas yang dimilikinya. Kapasitas untuk memenuhi kebutuhan keuangan jangka panjang juga diyakini dapat berpengaruh terhadap CAR. 11 E. Financing to Deposit Ratio (FDR) Dalam perbankan syariah tidak dikenal kredit (loan) namun lebih dikenal dengan pembiayaan (financing). 12 Pada umumnya konsep yang sama juga ditunjukkan pada bank syariah dalam mengukur likuiditas yaitu dengan menggunakan Financing to Deposit Ratio (FDR). Financing to Deposit Ratio 9 Malayu S. P. Hasibuan, Op.Cit., hlm. 58. 10 Ade Artesa dan Edia Handiman, Bank & Lembaga Keuangan Bukan Bank (Jakarta: Indeks, 2006), hlm. 147. 11 R. Arif Ginanjar, Pengaruh Tingkat Kecukupan Modal (Capital Adequacy Ratio) terhadap Profitabilitas Bank, (Jakarta: Universitas Widyatama, 2007). 12 M. Syafi i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani Press dan Tazkia Cendekia, 2001), hlm. 70.
36 (FDR) yaitu seberapa besar Dana Pihak Ketiga (DPK) bank syariah dilepaskan untuk pembiayaan. 13 Financing to Deposit Ratio (FDR) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur likuiditas suatu bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan pembiayaan yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya, yaitu dengan cara membagi jumlah pembiayaan yang diberikan oleh bank terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK). Semakin tinggi Financing to Deposit Ratio (FDR) maka semakin tinggi dana yang disalurkan ke Dana Pihak Ketiga (DPK). Dengan penyaluran Dana Pihak Ketiga (DPK) yang besar, maka aktifitas pembiayaan dapat meningkat, sehingga menambah pendapatan dan pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap CAR. 14 Sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No 6/23/DPNP standar yang diberikan untuk rasio Financing to Deposit Ratio (FDR) adalah 80% hingga 110%. Jika angka rasio Financing to Deposit Ratio (FDR) suatu bank berada pada angka dibawah 80% (misalkan 67%), maka dapat disimpulakn bahwa bank tersebut dapat menyalurkan sebesar 67% dari dana yang dihimpun. Karena fungi utama bank adalah sebagai intermediasi (perantara) antara pihak yang kelebihan dana dengan piha yang kekurangan dana, maka dengan rasio Financing to Deposit Ratio (FDR) 67% berarti 33% dari seluruh dana yang dihimpun tidak tersalurkan pada pihak yang membutuhkan, sehingga dapat dikatakan bahwa bank tidak menjalankan fungsinya dengan 13 Muhammad, Op.Cit., hlm. 265. 14 Lukman Dendawijaya, Op.Cit., hlm. 114.
37 baik. Kemudian jika rasio Financing to Deposit Ratio (FDR) bank mencapai lebih dari 110%, berarti total pembiayaan bank tersebut lebih dari dana yang dihimpun. Oleh karena dana yang dihimpun dari masyarakat sedikit, maka bank dengan ini juga dikatakan tidak menjalankan fungsinya sebagai pihak intermediasi (perantara) dengan baik. Semakin tinggi Financing to Deposit Ratio (FDR) menunjukan semakin riskan kondisi, likuiditas bank, sebaliknya semakin rendah Financing to Deposit Ratio (FDR) menunjukkan kurang efektifitas bank dalam menyalurkan pembiayaan. Jika Financing to Deposit Ratio (FDR) berada pada standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, maka laba yang diperoleh bank tersebut akan meningkat (dengan asumsi bank tersebut mampu menyalurkan pembiayaan dengan efektif). Rasio ini dirumuskan sebagai berikut: F. Return on Equity (ROE) Return on Equity (ROE) merupakan pengukuran profitabilitas yang mencerminkan perolehan laba dari modal sendiri (pemegang saham). Tingkat kualitas dan karakter pemilik saham memengaruhi kecukupan modal karena kebijakan mereka menentukan apakah laba (return) dibagikan atau tidak. Jika pemilik saham memilih return atau laba ditahan (sehingga ROE menurun)
38 maka laba tersebut dapat digunakan untuk pemenuhan permodalan. 15 Laba ditahan (retain earnings) diinvestasikan kembali ke perusahaan sebagai sumber dana internal. Penyajian dana ditahan pada neraca menambah total laba disetor karena laba ditahan merupakan hak milik pemilik saham berupa laba yang tidak dibagikan. 16 Return on Equity (ROE) juga menunjukkan keberhasilan perusahaan dalam meningkatkan nilai perusahaan. Dengn teori agensi diharapkan tim manajer lebih dapat memberikan keputusan-keputusan yang menguntungkan serta meningkatkan nilai perusahaan pada masa yang akan datang. 17 Return on Equity (ROE) mengindikasikan kemampuan bank dalam menghasilkan laba dengan menggunakan ekuitasnya. Kenaikan dalam rasio ini berarti terjadi kenaikan laba bersih dari bank yang bersangkutan dan selanjutnya kenaikan tersebut akan menyebabkan kenaikan harga saham bank. 18 Untuk menghitung Return on Equity (ROE) dapat digunskan rumus: Return ROE = X 100% Equity G. Net Operating Margin (NOM) Pendapatan bunga bersih diperoleh dari selisih pendapatan bunga dengan beban bunga. Aktiva produktif merupakan penanaman dana bank baik 15 Faisal Abdullah, Manajemen Perbankan (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2003), hlm. 67. 16 Jogiyanto, Teori Portofolio dan Analisis Investasi,(Yogyakarta: BPFE, 2003), hlm.82. 17 Zaenal Arifin, Teori Keuangan dan Pasar Modal (Yogyakarta: Ekonisia, 2005), hlm. 7. 18 Lukman Dendawijaya, Op.Cit., hlm. 119.
39 dalam Rupiah maupun dalam bentuk valas dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank, penyertaan, termasuk komitmen dan kontinjensi pada transaksi rekening administrasi. 19 Rasio NIM mengindikasikan kemampuan bank menghasilkan pendapatan bunga bersih dengan penempatan aktiva produktif. Bank syariah menjalankan kegiatan operasional bank tidak dengan sistem bunga, maka dalam penilaian rasio NIM pada bank syariah menggunakan rasio Net Operating Margin (NOM) yang merupakan pendapatan operasi bersih terhadap rata-rata aktiva produktif. Dapat dirumuskan sebagai berikut: 19 Teddy Rahman, Analisis Pengaruh CAR, NIM, BOPO, LDR, NPL terhadap Perubahan Laba, (Semarang: Undip, 2009).