BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah survei yang bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui kandungan bakteriologis (Escherechia coli dan Salmonella sp.) air sumur gali di daerah kawasan peternakan dan kejadian diare di Desa Namo Suro Baru Kecamatan Biru-Biru. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian Lokasi Penelitian dilakukan pada air sumur gali di Desa Namo Suro Baru Kecamatan Biru-biru. Adapun alasan dipilihnya lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian adalah karena di Desa Namo Suro Baru terdapat banyak peternakan serta pada umumnya masyarakat Desa Namo Suro Baru menggunakan air sumur sebagai sumber air minum dan air bersih. Pemeriksaan sampel E.coli dan Salmonella sp. dilakukan di di Laboratorium Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BBTKL-PPM) dan Laboratorium Mikrobiologi FK USU. 3.2.2 Waktu Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari April 2017. 40
41 3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh sumur gali yang ada di Dusun 1 dan 3 Desa Namo Suro Baru Kecamatan Biru-Biru sebanyak 21 sumur gali. 3.3.2 Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah sumur gali dari Dusun 1 dan 3 Desa Namo Suro Baru Kecamatan Biru-Biru. Pengambilan sampel dengan menggunakan total sampling yaitu menjadikan seluruh populasi masuk ke dalam sampel penelitian sebanyak 21 kepala keluarga yang menggunakan air sumur gali untuk melihat kandungan Escherichia coli, Salmonella sp dan kejadian diare. 3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil pengukuran bakteriologis (Escherechia coli dan Salmonella sp) air sumur gali masyarakat yang diukur di laboratorium dan data kejadian diare diperoleh dengan membagikan pertanyaan dalam bentuk kuisioner pada masyarakat. 3.4.2 Data Sekunder Data yang diperoleh dari Puskesmas Biru-Biru tentang kejadian diare. Data kependudukan dan deskripsi lokasi penelitian akan diperoleh dari kantor Desa Namo Suro Baru. 3.5 Pelaksanaan Penelitian 3.5.1Pengambilan Sampel Air Sumur Gali dan Pengiriman ke Laboratorium 1. Dibuka kertas yang ada di botol yang sudah disterilkan secara perlahan.
42 2. Lalu lilitkan tali yang ada mengelilingi botol ke tangan seperlunya. 3. Buka botolnya yang dilapisi dengan koran, panaskan dengan menggunakan pinset dan spritus, usahakan jangan sampai terkena sesuatu yang dapatmemengaruhi sterilnya botol. 4. Uraikan tali yang dililitkan pada tangan, dan masukkan botol ke dalam sumurdengan tenang, teliti dan hati-hati, agar tidak menyentuh dinding sumur sehingga tidak terkontaminasi, batas mininimal 10cm dalam air (bila tinggi air memungkinkan). 5. Ambil airnya dgn ¾ air dari botol, krn ¼ untuk bernapas e.coli. 6. Angkat perlahan ke atas, Kemudian sterilkan mulut botol dengan dipanaskan pada api spritus. 7. Berikan label pada botol, yang terdiri dari nama dan alamat, waktu dantanggal pengambilan, tempat sampel air diambil, asal sampel air. 3.5.2 Pemeriksaan Escherichia Coli dan Salmonella sp. di Laboratorium 3.5.2.1 Alat dan Bahan Alat : a. Inkubator 37 0 C dan 44,5 0 C b. Inokulum Equipment c. Kawat ose d. Cawan petri e. Pipet ukur 10ml; 1ml f. Rak tabung reaksi g. Tabung durham
43 Bahan : a. Salmonella and Shigella Agar (SSA) b. Larutan pengencer c. Lauryl Tryptose Broth (LTB) d. Reagen konvacs e. Sampel air f. Trypton water 3.5.2.2. Cara Kerja a. Pemeriksaan Escherechia coli 1. Tes Perkiraan (Presumtive Test) Media yang biasa digunakan adalah Lauryl Tryptose Broth (LTB) - Cara Pemeriksaan : a. Disiapkan 5 porsi tabung untuk setiap volume sampel 10ml; 0,1ml;1ml atau pengenceran yang lebih tinggi lagi untuk air yang tercemaratau air pengolahan. - Dengan konsentrasi media LTB: 71,2 gr/l = 10ml sampel - Dengan konsentrasi media LTB: 35,6 gr/l = 1;0,1ml sampel b. Masukkan sampel yang sudah dihomogenkan secara aseptik ke dalammasing-masing tabung media LTB. c. Tabung-tabung dalam rak digoyang, supaya sampel air dengan mediabercampur rata.
44 d. Inkubasikan pada suhu 35 C±0,5 C selama 24 jam±2 jam. - Reaksi dinyatakan positif bila terbentuk asam dan gas dalam tabungfermentasi. Bila tidak ada reaksi asam atau gas, inkubasikankembali sampai 48 jam ±3jam. e. Bila pada tabung fermentasi tidak terbentuk asam dan gas dalam waktu48jam ± 3 jam, maka tes perkiraan dinyatakan negatif. Bila padatabung fermentasi terbentuk asam dan gas dalam waktu 48 jam ± 3jam, maka tes perkiraan dinyatakan positif. f. Kemudian tabung-tabungnya positif dilanjutkan ke tes penegasan. 2. Tes Penegasan (Confirmation Test) - Cara Pemeriksaan : a. Setiap tabung yang positif pada tes perkiraan dikocok, kemudiandipindahkan dengan ose ke dalam media tryptone water. b. Inkubasikan pada incubator suhu 44,5 0 C selama 24 jam ± 2 jam. c. Setelah inkubasi, tambahkan 0,2 0,3 ml reagen kovacks ke dalam masing-masing tabung tryptone water - Bila terbentuk cincin merah pada permukaan media, maka tes penegasan dinyatakan postif. - Bila tidak terbentuk cincin merah pada permukaan media, maka tes penegasan dinyatakan negatif. Hitung MPN Escherichia coli dengan menggunakan tabel MPN dari jumlah tabung tryptone water yang positif Escherichia coli, jumlah tabung tryptone water, yang positif dibaca pada tabel MPN.
45 b. Pemeriksaan Salmonella sp. - Cara Pemeriksaan : a. Menyiapkan cawan petri dan media SSA b. Memindahkan 1 ml air sampel ke dalam cawan petri dengan menggunakan pipet ukur secara aseptik. c. Menuangkan medium SSA ke dalam cawan petri. d. Menghomogenkan medium SSA dengan air sampel pada cawan petri. e. Mengamati keberadaan bakteri Salmonella sp. pada media di cawan petri. f. Dicatat koloni-koloni yang tumbuh 3.6 Defenisi Operasional 1. Konstruksi sumur gali adalah suatu konstruksi sumur yang digunakan oleh masyarakat Desa Namo Suro Baru untuk mengambil air tanah yang akan di observasi berupa tutup sumur, bibir sumur, cincin sumur, lantai, saluran pembuangan air limbah dan jarak dengan peternakan. 2. Air sumur gali adalah air yang di ambil dari sumur gali sebagai sampel yang digunakan untuk pemeriksaan laboratorium. 3. Kualitas air sumur gali adalah keadaan mutu air sumur gali yang beresiko terpapar oleh pencemaran bakteriologis di daerah kawasan peternakan Desa Namo Suro Baru. Dan akan diteliti berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dan dibandingkan dengan Permenkes RI No.416/Menkes/Per/ix/1990.
46 4. Kandungan Escherichia coli dan Salmonella sp. dalam air adalah bakteri yang terdapat dalam air yang keberadaannya dapat menularkan penyakit pada orang yang mengkonsumsinya. 5. Kejadian diare adalah keadaan yang dialami oleh anggota keluarga di Desa Namo Suro Baru Kecamatan Biru-Biru, berupa buang air besar lebih dari tiga kali dalam sehari dan konsistensinya cair dalam 1 bulan terakhir. 3.7 Aspek Pengukuran 1. Keadaan konstruksi sumur gali dinilai berdasarkan lembar observasi langsung ke lapangan yang menggambarkan keadaan fisik dari sumur. Keadaan fisik sumur akan dinilai berdasarkan syarat-syarat fisik sumur yang telah ditetapkan, apabila salah satu dari syarat yang telah ditetapkan seperti tutup sumur, bibir sumur, cincin sumur, lantai kedap air, saluran pembuangan air limbah dan jarak dengan peternakan tidak dipenuhi maka konstruksi sumur dinyatakan tidak memenuhi syarat. 2. Pengukuran kualitas Bakteriologis ( Escherichia coli dan Salmonella sp.) dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium (berdasarkan Permenkes RI No.416 tahun 1990). a. Memenuhi persyaratan apabila kandungan Escherichia coli dan Salmonella sp. dalam air bersih dalam jumlah per 100 ml air adalah 0. b. Tidak memenuhi persyaratan apabila kandungan Escherichia coli dan Salmonella sp dalam jumlah per 100 ml air bersih >0. 3. Pengukuran kejadian diare yaitu : a. Ya, jika ada anggota keluarga menderita diare dalam 1 bulan terakhir.
47 b. Tidak, jika anggota keluarga tidak menderita diare dalam 1 bulan terakhir. 3.8 Analisa Data Data dari hasil pemeriksaan Bakteriologis (Escherechia coli dan Salmonella sp.) air sumur gali yang telah diperiksa di laboratorium akan diolah dan dianalisa secara deskriptif dan dibandingkan dengan Permenkes RI No.416 Tahun 1990 Tentang Syarat-Syarat dan Kualitas Air, kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi dan dijelaskan dalam bentuk narasi. Sedangkan data yang telah diperoleh dari hasil lembar kuisioner kejadian diare akan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi dan akan dinarasikan, kemudian akan dianalisa secara deskriptif untuk menjelaskan gambaran kejadian diare di desa Namo Suro Baru.
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Peneltian 4.1.1 Keadaan Geografis Kecamatan Biru-Biru mempunyai luas kurang lebih 100,5 Km 2, atau 10.050 Ha, terdiri dari 17 Desa dan 89 Dusun dengan Ibu kota Kecamatannya adalah Desa Biru-Biru. Kecamatan Biru-Biru memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Deli Tua b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sibolangit c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Namo Rambe dan Sibolangit d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan STM. Hilir/Patumbak Bagian terbesar dari wilayah ini terdiri dari pegunungan dan bukit yang dialiri oleh sungai-sungai seperti : Sungai Seruai, Betala dan Simeimei, dan lainlain. Tanah datar/rata terdapat dibagian utara, dimana Kecamatan Biru-Biru adalah 60% berbukit dan 40% datar. 4.1.2 Gambaran Demografi Jumlah penduduk Kecamatan Biru-Biru berdasarkan data yang diperoleh dari kantor Camat tahun 2016 sebanyak 34.485 jiwa, dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 17.361 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 17.124 jiwa. 48
49 Desa Namo Suro Baru memiliki jumlah penduduk sebanyak 1228 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 340 KK. Jumlah penduduk perempuan sebanyak 621 jiwa sedangkan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 607 jiwa. Dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini. Tabel 4.1 Data Jumlah Penduduk Desa Namo Suro Baru Kecamatan Biru- Biru Tahun 2017 No Dusun Jumlah Laki-laki Jumlah Perempuan Jumlah Jiwa Jumlah KK 1 I Namo Suro Baru 205 220 425 117 2 II Namo Suru Lama 164 160 324 88 3 III Namo Pecawir 198 214 412 118 4 IV Terang Bulan 40 27 67 17 Jumlah 607 621 1228 340 Sumber: Profil Kecamatan Biru-Biru Tahun 2017 4.2 Distribusi Penyakit Terbesar di Kecamatan Biru-Biru Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Biru-Biru tentang 10 penyakit terbesar dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4.2 Distribusi 10 Penyakit Terbesar di Puskesmas Biru-Biru Tahun 2016 No Penyakit Jumlah Penderita 1 ISPA 1.838 2 Hypertensi 1.021 3 Diare 822 4 Infeksi Peny. Usus Lain 552 5 Peny. Lain ISPA 495 6 Bronchitis 447 7 Asma 259 8 Peny. Lain ISPB 122 9 Peny. Mata Lain 108 10 Peny. Kulit Jamur 102
50 4.3 Kondisi Peternakan di Desa Namo Suro Baru Gambaran kondisi peternakan yang ada di Desa Namo Suro Baru dapat kita lihat pada di bawah. Tabel 4.3 Kondisi Peternakan di Desa Namo Suro Baru No Peternakan 1 Peternakan 2 1 Jarak peternakan dengan 8 m 9 m pemukiman 2 Jarak kandang dengan pagar 15 m 5 m 3 Tipe ukuran kandang 560 m/kandang 360 m/kandang 4 Jumlah populasi ternak 7000 ekor/kandang 4000 ekor/kandang 5 Pengangkutan kotoran ayam Per priodik panen Per priodik panen 6 Lokasi penumpukan kotoran Di bawah kandang Di bawah kandang 7 Perlakuan pada bangkai ayam Dibakar Dibakar Jumlah peternakan yang terdapat di Desa Namo Suro baru Kecamatan Biru-Biru berjumlah 2 (dua) peternakan yaitu di dusun 1 dan dusun 3. Peternakan yang terdapat di dusun 1 merupakan peternakan dengan produktifitas ternak yang cukup besar dengan pengelolaan yang tergolong dalam kategori baik. Peternakan pertama ini merupakan kategori peternakan yang dikelola dalam skala menejemen perusahaan. Kondisi fisik kandang ternak tampak tertata rapi dengan bangunan kandang permanen dan terkelola dengan baik. Terdapat 8 kandang dengan tipe close house dan ukuran kandang 560 m dengan populasi ternak berjumlah 56.000 ekor atau 7.000 ekor ayam ternak pada setiap kandang. Posisi antara kandang dengan pagar pembatas peternakan adalah sejauh 15 meter pada setiap sisi bangunan kandang ternak. Adapun jarak antara peternakan dengan pemukiman warga tergolong dalam jangkauan yang dekat yaitu sekitar 800 cm dari pemukiman warga sehingga dapat mengindikasikan terjadinya pencemaran dari kotoran.
51 Tingkat kebersihan kandang dan tata kelola sanitasi kandang ternak terkelola dengan baik. Tidak terdapat kotoran yang berserakan di sekitaran kandang. Kebersihan kandang juga selalu terjaga dengan adanya sistem clean after harvest atau pembersihan kandang secara menyeluruh setelah panen dilaksanakan. Hal tersebut dilakukan agar ternak yang akan masuk selanjutnya tidak terinveksi virus atau bibit penyakit. Tata kelola pangan dengan metode modern dan tertata rapi menjadikan peternakan terkesan lebih efisien. Kandang juga terbebas dari lumut-lumut yang merupakan cikal bakal terbentuknya endemiendemi yang akan mengakibatkan penyebaran penyakit. Dalam pencegahan pencemaran lingkungan tata kelola faces ternak dilaksanakan dengan metode penumpukan kotoran dibawah kandang dan terdapat pagar pelindung serta aliran sanitasi yang baik sehingga kotoran tidak mencemari lingkungan. Pengangkutan kotoran dilaksanakan pada tiap priode panen yaitu selama 6 (enam) minggu sekali. Perlakuan yang diberikan pada bangkai ternak yang mati adalah dengan cara dibakar Peternakan kedua adalah peternakan yang terdapat di kawasan dusun 3 (tiga). Kondisi peternakan kedua tampak lebih sederhana dengan pengelolaan yang sederhana pula. Kepemilikan atas peternakan merupakan milik individu sehingga tidak terdapat proses profesionalisme juga tanpa sentuhan modern dalam tata kelola peternakan. Tipe kandang adalah opened house yaitu ukuran kandang ternak pada peternakan kedua adalah 360 m per kandang dengan jumlah sebanyak 6 kandang dengan kapasitas 4.000 ekor per kandang. Material kandang terbuat dari bamboo
52 dan kayu atau semi permanen. Jarak pagar dengan sisi tiap kandang hanya berjarak 5 m dan hanya terbuat dari material kawat bukan beton permanen. Jarak antara kandang dengan pemukiman warga hanya berkisar 50 m yang mengakibatkan polusi udara dengan pencemaran berupa bau kotoran ternak kerap mudah untuk terhirup. Namun karena posisi kandang yang sejajar dengan pemukiman aliran limbah tidak terlalu menyebar luas kepemukiman warga tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi indikasi pencemaran jika terjadi intensitas hujan yang cukup tinggi. Tipe kandang peternakan yang sederhana mengakibatkan pengelolaan limbah fases ternak tidak terlalu terpelihara dengan baik. Walau penampungan kotoran terdapat di bawah kandang namun tidak ada pembatas khusus untuk penghambat kotoran yang mengakibatkan terdapatnya kotoran yang berserakan di sekitar kandang. Material kandang yang sederhana juga mengakibatkan pembersihan kandang saat setelah panen atau pengosongan kandang tidak sempurna. Masih terdapat residu dari kotoran atau feces yang tampak lekat dengan material lantai kandang. Bangkai ternak biasa dibakar oleh pemilik yang dimaksud agar penyakit atau virus penyebab kematian ternak tidak menyebar luas keternak lain dan lingkungan sekitar. 4.4 Gambaran Konstruksi Sumur Gali Konstruksi sumur gali berdasarkan tutup sumur gali, bibir sumur gali, cincin sumur gali, lantai kedap air, saluran pembuangan air limbah, dan jarak dengan peternakan. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
53 Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Kondisi Konstruksi Sumur Gali Penduduk di Desa Namo Suro Baru Kecamatan Biru-Biru Tahun 2017 No. Konstruksi Sumur Gali Jumlah (n) Persentase (%) 1 Tutup sumur Memiliki tutup 13 61,9 Tidak memiliki tutup 8 38,1 2 Bibir sumur gali 80 cm 16 76,2 <80 cm 5 23,8 3 Cincin sumur 300 cm 12 57,1 <300 cm 9 42,9 4 Saluran pembuangan air limbah Ada 15 71,4 Tidak ada 6 28,6 5 Lantai kedap air Kedap air 17 80,9 Tidak kedap air 4 19,1 6 Jarak dengan peternakan 10 m 18 85,7 <10 m 3 14,3 7 Jarak dengan septic tank 10 m 7 33,3 10 m 14 66,7 Total 21 100 Berdasarkan Tabel 4.4 di atas diketahui bahwa sumur gali yang tidak memiliki tutup sumur sebanyak 8 sumur (38.1%). Berdasarkan keadaan bibir sumur, sebagian besar bibir sumur memiliki tinggi 80 cm yaitu sebanyak 16 sumur (76,2%). Berdasarkan cincin yang memiliki tinggi <30 cm yaitu sebanyak 9 sumur (42,9%). Berdasarkan keadaan lantai sumur yang tidak kedap air yaitu sebanyak 4 sumur (19,1%). Berdasarkan keadaan saluran pembuangan limbah, yang memiliki saluran pembuangan air limbah yaitu sebanyak 15 sumur (71,4%). Berdasarkan jarak sumur gali dengan peternakan, sebagian jarak sumur gali dengan peternakan < 10 meter yaitu sebanyak 3 sumur (14,3%). Berdasarkan
54 jarak sumur gali dengan septic tank, sebagian besar jarak sumur gali dengan septic tank 10 meter yaitu sebanyak 14 sumur (66,7%). Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Konstruksi Sumur Gali Penduduk di Desa Namo Suro Baru Kecamatan Biru-Biru Tahun 2017 No. Konstruksi Sumur Gali Jumlah (n) Persentase (%) 1 Memenuhi syarat 12 57,1 2 Tidak memenuhi syarat 9 42,9 Total 21 100 Berdasarkan Tabel 4.5 diatas dapat diketahui bahwa konstruksi sumur gali yang memenuhi syarat yaitu sebanyak 12 sumur (57,1%) dan yang tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak 9 sumur (42,9%). 4.5 Kualitas Fisik Air Sumur Gali Gambaran kualitas fisik air sumur gali di Desa Namo Suro Baru Kecamatan Biru-Biru dapat dilihat pada tabel dibawah ini Tabel 4.6 Kualitas Fisik Air Sumur Gali di Desa Namo Suro Baru Kecamatan Biru-Biru Tahun 2017 No Kualitas Fisik Air Sumur Gali Jumlah Persentase (%) 1 Berwarna Ya (kecoklatan) 4 19,1 Tidak 17 80,9 2 Berbau Ya 0 0 Tidak 21 100 3 Berasa Ya 0 0 Tidak 21 100 Total 21 100 Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa air sumur yang berwarna yaitu sebanyak 4 sumur (19,1%), sedangkan air sumur yang tidak berasa dan berbau yaitu sebanyak 21 sumur(100%).
55 4.6 Gambaran Kandungan Bakteriologis Air Sumur Gali Gambaran kandungan bakteriologis air sumur gali di Desa Namo Suro Kecamatan Biru-Biru dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Hasil ini kemudian akan dibandingkan dengan Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990. Dimana kualitas air bersih yang memenuhi syarat yaitu kandungan Escherichia coli dan Salmonella sp.dalam jumlah per 100 ml adalah 0. Tabel 4.7 Kandungan Bakteriologis (Escherichia coli dan Salmonella sp.) Pada Air Sumur Gali di Desa Namo Suro Baru Kecamatan Biru- Biru Tahun 2017 No Sampel E.Coli Persyaratan Ket Salmonella Persya- Ket (jumlah/100ml) sp. ratan 1 Sampel 1 1600 TMS Positif TMS 2 Sampel 2 1600 TMS Positif TMS 3 Sampel 3 220 TMS Negatif MS 4 Sampel 4 430 TMS Negatif MS 5 Sampel 5 540 TMS Negatif MS 6 Sampel 6 49 TMS Negatif MS 7 Sampel 7 350 TMS Negatif MS 8 Sampel 8 14 TMS Negatif MS 9 Sampel 9 14 TMS Negatif MS 10 Sampel 10 170 TMS Negatif MS 11 Sampel 11 70 0 TMS Negatif 0 MS 12 Sampel 12 <1,8 MS Negatif (Negatif) MS 13 Sampel 13 <1,8 MS Negatif MS 14 Sampel 14 24 TMS Negatif MS 15 Sampel 15 <1.8 MS Negatif MS 16 Sampel 16 79 TMS Negatif MS 17 Sampel 17 170 TMS Negatif MS 18 Sampel 18 1600 TMS Positif TMS 19 Sampel 19 1600 TMS Positif TMS 20 Sampel 20 1600 TMS Positif TMS 21 Sampel 21 540 TMS Positif TMS Keterangan : MS : Memenuhi Syarat TMS : Tidak Memenuhi Syarat
56 Tabel 4.8 Gambaran Kandungan Bakteriologis (Escherichia Coli dan Salmonella sp.) Pada Air Sumur Gali di Desa Namo Suro Baru Kecamatan Biru-Biru Tahun 2017 No Kandungan Bakteriologis Jumlah (n) Persentase (%) 1 Escherichia Coli Memenuhi syarat 3 14,3 Tidak memenuhi syarat 18 85,7 2 Salmonella sp. Memenuhi syarat 15 71,4 Tidak memenuhi syarat 6 28,6 Total 21 100 Berdasarkan tabel 4.8 diketahui bahwa dari 21 sampel, terdapat 18 sampel (85,7%) yang tidak memenuhi syarat kandungan bakteriologis (Escherichia coli), sedangkan 3 sampel (14,3%) memenuhi syarat kandungan bakteriologis (Escherichia coli). Berdasarkan kandungan bakteriologis (Salmonella sp.), terdapat 6 sampel (28,6%) yang tidak memenuhi syarat kandungan bakteriologis (Salmonella sp.), sedangkan 15 sampel (71,4%) memenuhi syarat kandungan bakteriologis (Salmonella sp.) yang ditetapkan sesuai dengan Permenkes RI. No 416 Tahun 1990. Tabel 4.9 Crosstab Konstruksi Sumur Gali Dengan Kandungan Bakteriologis (Escherichia Coli dan Salmonella sp.) Variabel Kandungan Escherichia Coli Tidak Memenuhi Memenuhi Syrat Syrat Kandungan Salmonella sp. Tidak Memenuhi Memenuhi Syarat Syarat n % n % n % n % Konstruksi Sumur Gali Tidak Memenuhi Syarat 9 100 0 0 6 66,7 3 33,3 Memenuhi Syarat 9 75 3 25 0 100 12 100 Total 18 85,7 3 14,3 6 28,6 15 71,4 Dari tabulasi silang maka dapat diketahui bahwa ada sebanyak 9 (100%) konstruksi sumur gali yang tidak memenuhi syarat yang memiliki kandungan
57 Escherichia Coli tidak memenuhi syarat sedangkan konstruksi sumur yang memenuhi syarat memiliki kandungan Escherichia Coli yang tidak memenuhi syarat sebanyak 9 dari 12 (75%) dan memiliki kandungan Escherichia Coli yang memenuhi syarat sebanyak 3 dari 12 (25%). Berdasarkan tabulasi silang antara konstruksi sumur gali dengan Salmonella sp. dapat diketahui bahwa ada sebanyak 6 dari 9 (66,7%) konstruksi sumur gali yang tidak memenuhi syarat yang memiliki kandungan Salmonella sp. tidak memenuhi syarat dan konstruksi sumur gali yang tidak memenuhi syarat memiliki kandungan Salmonella sp. yang memenuhi syarat sebanyak 3 dari 9 (33,3%) sedangkan konstruksi sumur yang memenuhi syarat memiliki kandungan Salmonella sp. yang memenuhi syarat sebanyak 12 (100%). 4.7 Gambaran Kejadian Diare pada Keluarga Kejadian diare pada keluarga dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.10 Gambaran Kejadian Diare pada Keluarga di Desa Namo Suro Baru Kecamatan Biru-Biru Tahun 2017 No. Kejadian Diare pada Keluarga Jumlah Persentase (%) 1 Ya 9 42,9 2 Tidak 12 57,1 Total 21 100 Berdasarkan tabel 4.10 diketahui bahwa keluarga yang mengalami kejadian diare pada anggota keluarga adalah 9 keluarga (42,9%) yaitu 4 orang (44,5%) termasuk usia balita (0-5 tahun), 2 orang (22,3%) dalam usia 8-16 tahun, dan 3 orang (33,2%) dalam usia 24-55 tahun dan yang tidak mengalami kejadian diare pada anggota keluarga sebanyak 12 keluarga (57,1%). Lamanya diare yang diderita oleh anggota keluarga yaitu 3 7 hari. Pengobatan atau pertolongan
58 pertama yang dilakukan terhadap kejadian diare adalah pemberian obat/oralit sebanyak 5 orang (55,5%) dan dibawa ke Bidan/Mantri sebanyak 4 orang (44,5%).
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Konstruksi Sumur Gali di Desa Namo Suro Baru Kecamatan Biru-Biru Berdasarkan pada hasil observasi, terdapat 13 sumur (61,9%) yang memiliki tutup, sedangkan 8 sumur (38,1%) tidak memiliki tutup sumur. Tutup sumur gali juga menjadi hal penting untuk menjaga kualitas air sumur gali, karena tutup sumur gali yang rapat dapat mencegah pencemaran serta menghindari resiko kecelakaan tetapi sebagian besar penduduk belum menyadari bahwa tutup sumur dapat mencegah terjadinya pencemaran pada air sumurnya. Dilihat dari konstruksi sumur gali yaitu bibir sumur, terdapat 16 sumur (76,2%) yang memenuhi syarat yaitu > 80cm dan bahan kedap air. Pada umumnya bibir sumur gali telah memenuhi syarat yang telah ditetapkan. Sejalan dengan Chandra (2007) bahwa dinding sumur gali yang kokoh dan permanen akan jadi proteksi terhadap bakteri-bakteri patogen maupun non-patogen yang ada dalam tanah, sehingga kualitas air dapat terjaga dan perembesan air permukaan yang telah tercemar tidak terjadi dan harus didukung oleh bibir sumur gali yang minimal tingginya 0,8 meter. Hasil pengamatan yang dilakukan terhadap cincin sumur yang memenuhi syarat konstruksi sebanyak 12 sumur (57,1%). Terdapat beberapa sumur yang dinding sumurnya dibuat dari riol sumur yang setiap riolnya berukuran 1 meter. Jarak antara satu riol dengan riol lainnya tidak disemen, sehingga memungkinkan kuman atau bakteri dapat masuk melalui sela-sela dinding tersebut. 59
60 Lantai sumur merupakan syarat konstruksi yang harus dipenuhi. Berdasarkan hasil observasi bahwa 17 sumur (80,9%) telah terbuat dari kedap air. Menurut Chandra (2007), lantai harus terbuat darisemen dan lebarnya lebih kurang satu meter ke seluruh arah melingkari sumur dengan kemiringan sekitar sepuluh derajat ke arah tempat pembuangan air. Tujuannya agar air limbah dari hasil kegiatan di sumur tidak merembes kembali ke sumur. Saluran pembuangan air limbah (SPAL) juga hal harus diperhatikan dan dipenuhi. SPAL yang tidak memenuhi syarat dapat menyebabkan limbah hasil kegiatan di sekitar sumur dapat kembali meresap ke dalam sumur. Menurut Entjang (2000) saluran pembuangan air limbah sumur dibuat dari tembok yang kedap air dan panjangnya sekurang-kurangnya 10 m. Dari 21 sumur, terdapat 6 sumur (28,6%) yang saluran pembuangan air limbah yang < 10 m dan kedap air. Hal yang harus diperhatikan juga adalah jarak sumur dengan sumber pencemaran. Jika dilihat dari syarat lokasi atau jarak terhadap sumber pencemaran yaitu peternakan, terdapat 3 sumur (14,3%) yang memiliki jarak <10 m. Hal ini dapat diasumsikan bahwa air sumur gali beresiko tercemar oleh bakteriologis dari peternakan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jarak sumur dengan peternakan menentukan tingginya kandungan bakteriologis yang ada di dalam air sumur. Dimana semakin dekat air sumur dengan peternakan maka semakin tinggi pula kandungan bakteriologis jika dibandingkan dengan air sumur yang berada jauh dari lokasi peternakan.
61 Menurut Entjang (2000) sumur gali menyediakan air yang berasal dari lapisan tanah yang relatif dekat dari permukaan tanah. Oleh karena itu, sumur gali sangat mudah terkontaminasi melalui rembesan. Umumnya rembesan berasal dari tempat buangan kotoran manusia dan hewan juga dari limbah sumur itu sendiri, baik karena lantainya maupun saluran air limbahnya yang tidak kedap air. Berdasarkan Tabel 4.9 dapat diketahui bahwa terdapat 9 sumur yang konstruksinya tidak memenuhi syarat mengandung jumlah Escherichia Coli yang tidak memenuhi syarat sedangkan konstruksi sumur yang memenuhi syarat memiliki kandungan Escherichia Coli yang tidak memenuhi syarat sebanyak 9 dari 12 (75%) dan memiliki kandungan Escherichia Coli yang memenuhi syarat sebanyak 3 dari 12 (25%). Berdasarkan tabulasi silang antara konstruksi sumur gali dengan Salmonella sp. dapat diketahui bahwa ada sebanyak 6 dari 9 (66,7%) konstruksi sumur gali yang tidak memenuhi syarat yang memiliki kandungan Salmonella sp. tidak memenuhi syarat dan konstruksi sumur gali yang tidak memenuhi syarat memiliki kandungan Salmonella sp. yang memenuhi syarat sebanyak 3 dari 9 (33,3) sedangkan konstruksi sumur yang memenuhi syarat memiliki kandungan Salmonella sp. yang memenuhi syarat sebanyak 12 (100%). Hasil observasi di lapangan dapat dilihat bahwa kebanyakan sumur gali tidak memenuhi syarat konstruksi secara lengkap sebanyak 9 sumur (42,9%). Peneliti berasumsi bahwa konstruksi sumur yang tidak memenuhi syarat karena beberapa faktor, diantaranya penduduk yang tidak mengetahui tentang sumur
62 yang memenuhi syarat kesehatan dan dampaknya bagi kesehatan jika syarat tersebut tidak terpenuhi. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Nining (2007) di Desa Nganjung Kecamatan Ngawen Klaten Jawa Tengah yang menyatakan bahwa konstruksi sumur gali paling memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kandungan bakteriologis air sumur gali. Idhamsyah menyatakan bahwa konstruksi sumur memberikan pengaruh bermakna terhadap kualitas bakteri air sumur gali. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Prajawati (2008), di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan yang menemukan bahwa keadaan konstruksi sumur yang buruk dapat mengakibatkan resiko pencemaran sumber air, sehingga akan berdampak terhadap kualitas mikrobiologi air yang menurun. 5.2 Kandungan Bakteriologis (Escherichia coli dan Salmonella sp.) pada air Sumur Gali di Desa Namo Suro Baru Kecamatan Biru-Biru Berdasarkan pada hasil pemeriksaan di Laboratorium terdapat 18 sampel (85,7%) yang keberadaan Escherichia coli dalam air sumur tidak memenuhi syarat dan terdapat 6 sampel (28,6%) yang keberadaan Salmomella sp. dalam air sumur yang tidak memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan permenkes No. 416 Tahun 1990. Hasil penelitian ditemukan bahwa dari 21 sampel air sumur yang diteliti terdapat 5 air sumur yang memiliki jumlah kandungan bakteri Escherichia coli yang tinggi yaitu 1600/100 ml dan positif mengandung bakteri Salmonella sp.
63 Dari hasil pengamatan di Lapangan, peneliti menyimpulkan bahwa dari kelima sumur tersebut memiliki jarak yang paling dekat dengan peternakan, sehingga menyebabkan diperolehnya jumlah kandungan bakteri yang sangat tinggi dibandingkan dari semua sumur yang diamati. Penelitian Chairunnisa (2012), yang menyatakan jarak sumber pencemar memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas bekteriologis air sumur gali. Hal ini mungkin disebabkan karena lapisan tanah yang akan menyaring semua material yang melewatinya termasuk bakteri. Bakteri yang terdapat dalam tanah dapat mencapai air tanah dengan proses infiltrasi. Proses infiltrasi dipengaruhi oleh gaya gravitasi maupun gaya kapiler. Gaya gravitasi bersifat mengalirkan air secara vertikal kedalam tanah sedangkan kapiler bersifat mengalirkan air secara tegak lurus, keatas, kebawah dan arah horizontal. Sehingga semakin jauh semakin sedikit jumlah bakteri karena mengalami penyaringan oleh tanah atau material penyusun tanah (Asdak, 2007) Penelitian ini sesuai dengan penelitian Herlin (2002) di Desa Tandem Kcamatan Stabat Kabupaten Langkat yang menyatakan bahwa semakin jauh jarak sumur dari tempat pembuangan limbah/kotoran peternakan ayam maka akan semakin berkurang kadar mikrobiologis dalam air sumur. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Prajawati (2008) di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan yang menyatakan bahwa adanya hubungan antara lokasi sumur (jarak antara sumur gali dengan sumber pencemar) dengan kualitas mikrobiologis air sumur.
64 Air bersih yang dikonsumsi oleh masyarakat harus memenuhi standar yang ditetapkan dan harus ada jaminan bahwa air yang dikonsumsi aman untuk kesehatan. Karena cukup banyak hal yang dapat menyebabkan bahaya bagi kesehatan pada air tersebut, misalnya pencemaran. Desa Namo Suru Baru merupakan salah satu desa di Kecamatan Biru-Biru yang berada di daerah kawasan peternakan, dengan adanya peternakan tersebut memungkinkan terjadinya pencemaran oleh bakteriologis. 5.3 Gambaran Kejadian Diare Pada Keluarga di Desa Namo Suro Baru Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan pada 21 kepala keluarga (KK) di Desa Namo Suro Baru diperoleh data bahwa keluarga yang mengalami kejadian diare pada anggota keluarga adalah sebanyak 9 keluarga (42,9%). Sekitar 44,5% yang menderita diare adalah anak balita, 22,3% dalam usia 8-16 tahun, dan 33,2% dalam usia 24-55 tahun, lama diare yang dialami adalah 3 7 hari. Anggota keluarga yang menderita diare diberikan pertolongan pertama dengan memberikan oralit ataupun obat-obatan yang biasa dibeli di warung, dan ada juga yang berobat ke bidan. Kejadian diare yang terjadi pada keluarga di Desa Namo Suro Baru diasumsikan karena penduduk yang menggunakan air sumur sebagai keperluan minum, masak, mencuci, mandi, dan kakus. Selain itu, air sumur yang digunakan dapat mengkontaminasi peralatan makan (piring, sendok, gelas, dan lainnya) pada saat mencuci piring. Menurut Depkes RI (2003) setiap peralatan makan harus selalu dijaga kebersihannya. Alat makan belum terjamin kebersihannya karena
65 pada alat makan telah tercemar bakteri Escherichia coli yang menyebabkan alat makan tidak memenuhi syarat kesehatan. Untuk itu, diperlukan pencucian peralatan makan sangat penting diketahui secara mendasar dengan pencucian secara baik akan menghasilkan peralatan yang bersih dan sehat pula.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Namo Suro Baru Kecamatan Biru-Biru tentang analisis kandungan bakteriologis (Escherichia coli dan salmonella sp.) pada air sumur gali di daerah kawasan peternakan dan kejadian diare di Desa Namo Suro Baru Kecamatan Biru-Biru tahun 2017, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Kondisi peternakan yang terdapat di Desa Namo Suro baru tergolong dalam kondisi yang baik, namun lokasi yang terlalu dekat dengan pemukiman mengakibatkan terjadinya pencemaran air sumur gali yang terdapat di sekitar pemukiman warga. 2. Konstruksi sumur gali yang memenuhi syarat yaitu sebanyak 12 sumur (57,1%) danyang tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak 9 sumur (42,9%). 3. Kandungan bakteriologis air sumur gali yaitu Escherichia coli yang keberadaannya tidak memenuhi syarat sesuai dengan Permenkes no.416 Tahun 1990 sebesar 85,7%. Kandungan Escherichia coli tertinggi adalah 1600/100 ml. 4. Kandungan Salmonella sp. yang tidak memenuhi syarat sebesar 28,6% yaitu sebanyak 6 air sumur gali yang positif mengandung Salmonella sp. 5. Keluarga yang menderita diare, 50% adalah usia balita (0-5 tahun), 25% dalam usia 8-16 tahun, dan 25% dalam usia 24-55 tahun. 66
67 6.2 Saran 1. Sebaiknya dilakukan penyuluhan secara berkala tentang persyaratan sumur gali yang memenuhi syarat kesehatan. 2. Melakukan pengolahan air sumur yang tidak memenuhi syarat dengan penambahan kaporit. 3. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang hubungan faktor-faktor lainnya terhadap kandungan bakteriologis pada air sumur gali di lingkungan tersebut.