Pengelolaan Sampah
Timbulan sampah menunjukkan kecenderungan kenaikan dalam beberapa dekade ini. Kenaikan timbulan sampah ini disebabkan oleh dua faktor dasar, yaitu 1) perubahan populasi, 2) perubahan per kapita
Timbulan Sampah per Kapita di Amerika Serikat (kg/orang/tahun) 2,5 2 1,5 1 0,5 0 1960 1970 1980 1990 1999 Sumber: diadaptasi dari Cheremisinoff (2003)
Peningkatan jumlah timbulan sampah pada umumnya tidak dapat diikuti oleh perkembangan penyediaan infrastruktur persampahan. Dengan alasan ini diperlukan adanya upaya pengelolaan sampah terpadu. Pengelolaan sampah terpadu dapat didefinisikan sebagai pemilihan dan penerapan teknik, teknologi, dan program manajemen yang sesuai untuk mencapai tujuan dan sasaran pengelolaan sampah yang spesifik (Tchobanoglous, dkk, 2002).
Strategi dalam pengelolaan sampah terpadu dapat dibagi kedalam: Reduksi di sumber Daur ulang dan pengomposan Pembakaran (transfer ke energi) Landfill Penerapan strategi-strategi ini dapat bersifat interaktif dan hirarki. Interaktif berarti strategi yang ditempuh dapat merupakan kombinasi dari strategi-strategi yang ada. Hirarki berarti penerapan satu strategi hanya dapat dilakukan jika strategi lain sudah dilakukan
Menurut Damanhuri dan Padmi (2004) pengelolaan sampah terpadu bertujuan untuk meminimalkan atau mengurangi sampah yang terangkut menuju pemrosesan akhir. Pengelolaan sampah yang hanya mengandalkan proses kumpul-angkut-buang menimbulkan banyak permasalahan, seperti ketersediaan lahan untuk pembuangan akhir.
Menurut Handoko, dkk (2004) dalam Damanhuri dan Padmi (2004) terdapat tiga level aktivitas pengelolaan sampah terpadu pada suatu kota, yaitu skala individual, skala kawasan, dan skala kota. Sektor informal dalam pengelolaan sampah, seperti pemulung, bos lapak, dan bandar perlu diintegrasikan dalam sistem pengelolaan sampah kota yang berpusat pada sarana pengelolaan sampah.
Pengurangan di Sumber Pengurangan di sumber difokuskan pada upaya mengurangi volume dan atau toksisitas limbah yang dihasilkan. Upaya pengurangan di sumber termasuk juga pada upaya beralih kepada produk atau kemasan yang dapat digunakan kembali (reuse).
Daur Ulang dan Pengomposan Daur ulang adalah penggunaan sampah kembali setelah melalui sutu proses, sebagai contoh limbah kertas yang dapat diolah menjadi kertas daur ulang. Menurut Vesilind dan Rimer (1981), proses daur ulang membutuhkan rekayasa dalam bentuk: Pemisahan dan pengelompokan, yang bertujuan untuk mendapatkan limbah sejenis. Proses ini dapat dilakukan secara manual maupun dengan mesin Pemurnian, yang bertujuan mendapatkan bahan semurni mungkin Pencampuran, yang bertujuan untuk mendapatkan bahan yang lebih bermanfaat Pengolahan, yang bertujuan untuk mendapatkan bahan yang lebih bermanfaat
Pengomposan Berdasarkan Diaz, dkk (2002) pengomposan didefinisikan sebagai dekomposisi biologis dari sampah organik yang dapat terurai dibawah kondisi yang terkontrol. Proses pengomposan akan menghasilkan produk yang dapat digunakan untuk memperbaiki sifat tanah.
Pembakaran dan Transfer ke Energi Pembakaran dan transfer ke energi merupakan elemen penting dalam pengelolaan sampah terpadu karena disamping dilakukan reduksi sampah, juga didapatkan energi. Menurut Tchobanoglous (1993) transfer ke energy dapat didefinisikan sebagai konversi sampah menjadi gas, cairan, dan konversi produk padat, dan bersamaan dengan proses tersebut juga dihasilkan energi panas.
Sistem transfer ke energi ada beberapa bentuk, diantaranya: Pyrolysis System, adalah sistem yang menggunakan sumber panas eksternal untuk melakukan reaksi pirolisis endotermik dalam lingkungan tanpa oksigen Gasification, adalah sistem yang menggunakan udara atau oksigen untuk melakukan pembakaran parsial pada sampah padat
Insinerator, adalah sistem penghancuran sampah dengan menggunakan panas. Menurut Damanhuri dan Padmi (2004) insinerasi adalah metode pengolahan sampah dengan cara membakar sampah pada suatu tungku panas. Panas yang dihasilkan dari proses insinerasi juga dapat dimanfaatkan untuk mengkonversi suatu materi menjadi materi lain dan energi, yang dapat dimanfaatkan untuk pembangkitan listrik.
Landfill Proses akhir dari rangkaian penanganan sampah yang biasa dijumpai di Indonesia adalah dilaksanakan di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA). Proses yang dilakukan di TPA pada umumnya adalah proses landfilling (pengurugan). Menurut Damanhuri dan Padmi (2004) kebutuhan lahan akan TPA semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah timbulan sampah. Pada sisi lain, kota-kota pada umumnya menghadapi masalah keterbatasan lahan