BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga UUD 1945 mengamanahkan pembentukan lembaga yudikatif lain

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut MK) sebagai salah satu pelaku

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa

Makalah Rakernas

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif ( normative legal reserch) yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

DAFTAR PUSTAKA. A. Sukarno, Muhadar, Maskun, 2013, Filsafat Hukum Teori dan Praktik, Kencana, Jakarta

III. METODE PENELITIAN. penulis akan melakukan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

BAB I PENDAHULUAN. peran penting dalam negara hukum. Karena dalam perspektif fungsi maupun

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Hukum menurut Subekti, dalam bukunya

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XII/2014 Alasan Pemberatan Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 98/PUU-XIII/2015 Izin Pemanfaatan Hutan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 16/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kekuasaan Kehakiman, UU MA dan KUHAP Pembatasan Pengajuan PK

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 88/PUU-XII/2014 Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 58/PUU-XIV/2016 Pengampunan Pajak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-IX/2011 Tentang Peringatan Kesehatan dalam Promosi Rokok

BAB V KESIMPULAN. hanya dapat dilakukan satu kali saja. 1 Hal itu berarti putusan yang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XI/2013 Tentang Persyaratan Pemberhentian Anggota Partai Politik

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 66/PUU-XII/2014 Frasa Membuat Lambang untuk Perseorangan dan Menyerupai Lambang Negara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 19/PUU-XIII/2015 Batas Waktu Penyerahan/Pendaftaran Putusan Arbitrase Internasional

Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XIV/2016 Kewajiban Yang Harus Ditaati Oleh Pelaku Usaha Dalam Melaksanakan Kerjasama Atas Suatu Pekerjaan

I. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 53/PUU-XIV/2016 Persyaratan Menjadi Hakim Agung dan Hakim Konstitusi

KUASA HUKUM Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H., dan Vivi Ayunita Kusumandari, S.H., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Oktober 2014.

I. PENDAHULUAN. putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 46/PUU-XII/2014 Retribusi Terhadap Menara Telekomunikasi

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XV/2017 Tafsir konstitusional frasa rakyat pencari keadilan

I. PEMOHON Perkumpulan Tukang Gigi (PTGI) Jawa Timur yang dalam hal ini di wakili oleh Mahendra Budianta selaku Ketua dan Arifin selaku Sekretaris

Kuasa Hukum: Fathul Hadie Utsman sebagai kuasa hukum para Pemohon, berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 20 Oktober 2012.

KUASA HUKUM Dra. Endang Susilowati, S.H., M.H., dan Ibrahim Sumantri, S.H., M.Kn., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 26 September 2013.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA : 33/PUU-X/2012

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

BAB IV ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO 34/PUU-XI/2013 TENTANG PENINJAUAN KEMBALI DALAM PRESPEKTIF FIQIH SIYASAH

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal)

A. Kronologi pengajuan uji materi (judicial review) Untuk mendukung data dalam pembahasan yangtelah dikemukakan,

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 11/PUU-XIII/2015 Hak dan Kesejahteraan Guru Non-PNS yang diangkat oleh Pemerintah.

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004).

BAB I PENDAHULUAN. pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. bernegara diatur oleh hukum, termasuk juga didalamnya pengaturan dan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XIV/2016 Upaya Hukum Kasasi dalam Perkara Tindak Pidana Pemilu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 63/PUU-XII/2014 Organisasi Notaris

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 65/PUU-VIII/2010 Tentang Pengajuan Saksi Yang Meringankan Tersangka/Terdakwa ( UU Hukum Acara Pidana )

KUASA HUKUM Adardam Achyar, S.H., M.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Agustus 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 105/PUU-XIV/2016 Kewajiban Mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi

BAB I PENDAHULUAN. (judicial power) untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan eksekutif(executive

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XVI/2018 Privatisasi BUMN menyebabkan perubahan kepemilikan perseroan dan PHK

KUASA HUKUM Ir. Tonin Tachta Singarimbun, S.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 28 Februari 2013

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 5/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang Notaris dan Formasi Jabatan Notaris

BAB I PENDAHULUAN. seperti Perseroan Terbatas. Hal tersebut menjadi alasan dibuatnya Undang-

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 31/PUU-XIV/2016 Pengelolaan Pendidikan Tingkat Menengah Oleh Pemerintah Daerah Provinsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. advice hukum, atau menjadi kuasa hukum untuk dan atas nama kliennya. Dalam

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 50/PUU-XI/2013 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor /PUU-VII/2009 tentang UU SISDIKNAS Pendidikan usia dini

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XIII/2015 Tindak Pidana Kejahatan Yang Menggunakan Kekerasan Secara Bersama-Sama Terhadap Barang

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 25A Undang - Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa wilayah

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap keluarga yang hidup di dunia ini selalu mendambakan agar keluarga itu

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

PERTENTANGAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 DENGAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/ PUU-XI/ 2013 TERKAIT PENINJAUAN KEMBALI

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 19/PUU-XIII/2015 Batas Waktu Penyerahan/Pendaftaran Putusan Arbitrase Internasional

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri. 1 Oleh karena itu, pencaharian bertani dan berkebun, 2

KUASA HUKUM Heru Widodo, S.H., M.Hum., dkk berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 22 Januari 2015.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan Ketiga UUD 1945 mengamanahkan pembentukan lembaga yudikatif lain selain Mahkamah Agung (MA), yaitu Mahkmah Konstitusi (MK). Pengaturan tentang MK termaktub dalam Pasal 24 Ayat (2) dan Pasal 24C Ayat (1), (2), (3), (4), (5), Ayat (6), dan Pasal III Aturan Peralihan UUD 1945. 1 Kewenangan MK diatur dalam Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang- Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Salah satu kewenangan MK adalah melakukan pengujian undang-undang(judicial review) 2 terhad ap UUD 1945 yang putusannya bersifat final dan mengikat, 3 serta sifat berlakunya sesuai dengan 1 Jimly Assiddiqie, Sejarah Constitutional Review & Gagasan Pembentukan MK, http://jimlyschool.com/read/analisis/276/sejarah-constitutional-review-gagasan-pembentukan-mk/, diakses pada 10 April 2017 pukul 20.52 WIB. 2 Istilah judicial review terkait dengan istilah Belanda toetsingsrecht, tetapi keduanya memiliki perbedaan terutama dari sisi tindakan hakim. Toetsingsrecht bersifat terbatas pada penilaian hakim terhadap suatu produk hukum, sedangkan pembatalannya dikembalikan kepada lembaga yang membentuk. Sedangkan dalam konsep judicial review secara umum terutama di negara-negara Eropa Kontinental sudah termasuk tindakan hakim membatalkan aturan hukum dimaksud. Selain itu, istilah judicial review juga terkait tetapi harus dibedakan dengan istilah lain seperti legislative review, constitutional review, dan legal review. Dalam konteks judicial review yang dijalankan oleh MK dapat disebut sebagai constitutional review karena batu ujinya adalah konstitusi. Lihat, Jimly Asshiddiqie, Model-Model Pengujian Konstitusional di Berbagai Negara, Konpress, Jakarta, 2005, hlm. 6-9. 3 Frasa final dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Diartikan Sebagai terakhir dari rangkaian pemeriksaan, sedangkan frase mengikat diartikan sebagai mengeratkan, menyatukan. bertolak dari arti harafiah ini maka frase final dan frase mengikat, saling terkait sama seperti dua sisi mata uang artinya akhir dari suatu proses pemeriksaan, telah memiliki kekuatan mengeratkan atau menyatukan semua kehendak dan tidak dapat dibantah lagi.

asas erga omnes. 4 Itu artinya, terhadap Putusan MK telah tertutup segala bentuk upaya hukum dan harus dipatuhi oleh siapapun di Indonesia, termasuk oleh MA. Namun begitu, Putusan MK dalam perkara yang berhubungan dengan peninjauan kembali (PK) tidak dipatuhi oleh MA. Pada Tahun 2014, MK dalam putusan Nomor 34/PUU- XI/2013 melakukan pembaharuan terkait Peninjauan Kembali. Dalam putusannya, MK mengabulkan permohonan para pemohon yang memohonkan Pasal 268 Ayat (3) KUHAP yang menyatakan, Permintaan peninjauankembali atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja bertentangandengan UUD 1945. Menurut Mahkamah Konstitusi, bahwa upaya hukum luar biasa PK secara historis-filosofis merupakanupaya hukum yang lahir demi melindungi kepentingan terpidana. MenurutMahkamah, upaya hukum PK berbeda dengan banding atau kasasi sebagai upayahukum biasa. Upaya hukum biasa harus dikaitkan dengan prinsip kepastian hukumkarena tanpa kepastian hukum, yaitu dengan menentukan limitasi waktu dalampengajuan upaya hukum biasa, justru akan menimbulkan ketidakpastian hukumyang tentu akan melahirkan ketidakadilan dan proses hukum yang tidak selesai. PK merupakan salah satu bentuk upaya hukum yang tersedia untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak konstitusional warga negara. PK merupakan suatu wadah bagi para pencari keadilan untuk mendapat keadilan atas dasar ditemukannya novum (data baru yang timbul setelah suatu proses hukum selesai dilakukan). Seperti kasus Sengkon dan Karta yang juga menjadi latar belakang terbentuknya Lembaga PK di Indonesia. Pada Tahun 1977 Pengadilan Negeri Bekasi dan Pengadilan Tinggi Bandung telah menghukum Sengkon bin Yakin dan Karta alias Karung alias Ecep bin Salam karena dianggap terbukti merampok dan membunuh Sulaiman bin Nasir dan istrinya Siti Haya bin Abu. 5 Dalam perkara lain terbukti bahwa yang merampok dan membunuh suami-istri Sulaiman adalah Gunel, Siih dan Wasita yang 4 Istilah Erga omnes adalah ungkapan Latin yang berarti "terhadap semua" atau "terhadap semua orang". Dalam terminologi hukum, erga omnes adalah hak atau kewajiban terutang terhadap semua. 5 Adami Chazawi, Lembaga Peninjauan Kembali (PK) Perkara Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 10

kemudian dipidana masing-masing 10, 8 dan 6 Tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Bekasi. Umpama Gunel di dalam penjara tidak bercerita kepada salah seorang kerabat terpidana, bahwa dialah yang merampok dan membunuh Sulaiman, maka tidak mungkin aparat penegak hukum dapat mengungkap peradilan sesat yang menghukum Sengkon dan Karta tersebut. 6 Inilah salah satu contoh yang bisa dijadikan alasan mengapa peninjauan kembali itu dapat dilakukan berkalikali Namun begitu, Putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013 yang menyatakan peninjauan kembali boleh dilakukan berkali-kali tidak dipatuhi oleh MA. Melalui SEMA Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pengajuan Peninjauan Kembali Dalam Perkara Pidana, MA telah mengingkari sifat final dan mengikat dan erga omnes dari putusan MK. Dalam SEMA NO 7 Tahun 2014 menyatakan bahwa Putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013 tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. MA beralasan bahwa PK juga diatur di dalam Pasal 24 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 66 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang MA sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2009. Setelah dikeluarkannya SEMA No 7 Tahun 2014, MK kembali mendapatkan 2 (dua) permohonan pengujian undang-undang terkait ketentuan yang membatasi PK lebih dari satu kali. Pengujian pertama diajukan dengan Putusan Nomor 66/PUU-XIII/2015 yang putusannya diucapkan tanggal 7 Desember 2015. Sedangkan putusan Kedua adalah Putusan Nomor 45/PUU- XIII/2015 yang dibacakan pada tanggal 10 Desember 2015. Dalam kedua putusan tersebut, MK memutuskan bahwa keduanya tidak dapat diterima, sebab materi permohonan sebagaimana dimaksud oleh dua permohonan tersebut telah diputus dalam Putusan Nomor 34/PUU-XI/2013. 6 Ibid.

MK menyatakan bahwa putusan MK tersebut mutatis mutandis, 7 dengan sendirinyaberlaku pula terhadap objek permohonan kedua putusan ini, yaitu Pasal 66 Ayat (1) UU MA dan Pasal 24 Ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah di uraikan sebagai berikut : 1. Bagaimana berlakunya sifatputusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara Nomor 34/PUU-XI/2013 terhadap pengajuan peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung? 2. Bagaimana akibat hukum dari pengabaian Putusan Mahkamah Konstitusi oleh Mahkamah Agung dalam perkara Nomor 34/PUU-XI/2013? C. Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh penulis ini mempunyai tujuan: 1. Untuk mengetahui bagaimana berlakunya SifatPutusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara Nomor 34/PUU-XI/2013 terhadap pengajuan peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung. 2. Untuk mengetahui bagaimana akibat hukum dari Pengabaian Putusan Mahkamah Konstitusi oleh Mahkah Agung dalam perkara Nomor 34/PUU-XI/2013 D. Manfaat Penelitian 7 Istilah mutatis mutandis memiliki arti sejak semula dengan sendirinya ikut berlaku; dengan perubahan yang diperlukan telah dilakukan. Lihat Rocky Marbun, Kamus Lengkap Hukum, Visimedia, Jakarta Selatan, 2012, hlm. 198

Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang bermanfaat bagi semua pihak. Oleh karena itu, manfaat ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini merupakan upaya pemberian sumbangan ilmiah terhadap perkermbangan kepustakaan Hukum Tata Negara, khususnya yang berkaitan dengan berlakunya putusan Mahkamah Konstitusi dan Proses Permohonan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung. Penelitian ini juga sebagai bentuk implikasi ilmu akademik yang penulis dapatkan selama perkuliahan, sekaligus sebagai sarana untuk memperdalam pengetahuan dan pemahaman penulis mengenai Hukum Tata Negara. 2. Manfaat Praktis a. Merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk mendapat gelar sarjana hukum. b. Sebagai bahan kajian ilmiah yang dapat dipergunakan masyarakat luas pada umumnya dan mahasiswa pada khususnya. E. Metode Penelitian Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan kontruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Metode penelitian hukum dapat diartikan sebagai cara melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengungkap kebenaran secara sistematis dan metodologis. Metode penelitian melingkupi: 1. Jenis Penelitian Penelitian ini berjenis penelitian hukum normatif (yuridis-normatif), yaitu penelitian yang bertujuan untuk meneliti asas-asas hukum, sistematika hukum,

singkronisasi hukum, sejarah hukum dan perbandingan hukum. 8 selanjutnya dalam penelitian ini menggunakan beberapa pendekatan masalah, yakni : a. Pendekatan Perundang-Undangan Pendekatan Perundang-Undangan merupakan suatu hal yang mutlak dalam penelitian yuridis normatif, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang akan menjadi fokus penelitian. Pendekatan ini dilakukan dengan cara menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkutan dengan isu hukum yang sedang di teliti. b. Pendekatan Konseptual Pendekatan konseptual beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Baik yang tertuang di dalam UUD 1945 maupun yang tertuang di dalam karya-karya ilmiah. c. Pendekatan Komparatif Metode perbandingan adalah metode yang mengadakan antara dua objek penyelidikan atau lebih, untuk menambah dan memperdalam pengetahuan tentang objek yang hendak di teselidiki. d. Pendekatan Sejarah Metode pendekatan sejarah adalah suatu metode yang mengadakan penyelidikan suatu objek penelitian melalui sejarah perkembangannya. 2. Jenis dan Sumber Hukum Dalam penelitian ini data utama yang dijadikan bahan acuan untuk penulisan adalah data yang mencakup beberapa hal, yakni : 8 Soerjono Seokanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2007, hlm. 50

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat atau yang membuat orang taat pada hukum seperti peraturan perundang-undangan dan putusan hakim. Bahan hukum primer bersumber dari peraturan Perundang-Undangan yang meliputi : 1. Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi. 4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 tentang Kekuasaan Kehakiman. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 tentang Kekuasaan Kehakiman 6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. 7. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 8. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pengajuan Peninjauan Kembali Dalam Perkara Pidana. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan yang lebih lanjut seperti hasil-hasil penelitian dan hasil karya dari kalangan pakar hukum.

c. Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder. Contohnya adalah kamus, website, wikipedia, dan seterusnya. 3. Tekhnik pengumpulan data Dalam penelitian hukum yuridis-normatif, tekhnik pengumpulan data dilakukan dengan cara menganalisa aturan hukum, buku hukum dan karya ilmiah yang relevan dengan penelitian yang sedang dilakukan. 4. Analisis Data Adapun pengolahan dan analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif, yaitu berupa uraian terhadap data yang pengolahan dan analisa data yang terkumpul dengan tidak menggunakan angka, tetapi berdasarkan peraturan perundang-undangan, pandangan pakar hukum, literature hukum, hasil-hasil penelitian, dan sebagainya.