BAB 1 PENDAHULUAN. Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber

Nama : Umur : Tahun Pendidikan : 1. Tamat SMU/Sederajat 2. Tamat D3 3. Tamat S1 4. Tamat S2 Unit Kerja : Masa Kerja : Tahun Bagian : Jenis Kelamin :

BAB 1 PENDAHULUAN. dan rehabilitasi dengan mendekatkan pelayanan pada masyarakat. Rumah sakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas sebagai

REGULASI DI BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNTUK MENDUKUNG JKN

ARAH KEBIJAKAN PEMERINTAH dalam menjamin KETERSEDIAAN OBAT DI INDONESIA

PERAN APOTEKER DI DALAM PENGELOLAAN OBAT DAN ALKES DI INSTALASI FARMASI PROVINSI, KABUPATEN/ KOTA. Hardiah Djuliani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan

RAKONAS PROGRAM KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN TH ARAHAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal sesuai kebutuhan. Untuk itu

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya, termasuk

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. bermutu serta pemerataan pelayanan kesehatan yang mencakup tenaga, sarana dan

BAB I PENDAHULUAN. Universal Health Coverage (UHC) yang telah disepakati oleh World

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam rangka mewujudkan komitmen global sebagaimana amanat resolusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Pada era JKN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya (Kemenkes RI, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun (2009), kesehatan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk

2 Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lem

BAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2013 telah tersedia Puskesmas, sekitar Puskesmas

ANALISIS PERENCANAAN DAN PENGADAAN OBAT DI PUSKESMAS SARIO KOTA MANADO Clara Rosalia Nibong*, Febi K. Kolibu*, Chreisye K. F.

BAB I PENDAHULUAN. individu, keluarga, masyarakat, pemerintah dan swasta. Upaya untuk meningkatkan derajat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Kebijakan Obat dan Pelayanan Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penggunaan obat yang tidak rasional sering dijumpai dalam praktek sehari-hari.

BAB 1 PENDAHULUAN. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan. Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 menyatakan bahwa. upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit

DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH. mutupelayanankesehatan.

KEBIJAKAN PENERAPAN FORMULARIUM NASIONAL DALAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN)

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/068/I/2010 TENTANG

TUGAS DRUGS MANAGEMENT MAKALAH MEMAHAMI KUALITAS OBAT DAN DRUG ASSURANCE PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Program pembangunan kesehatan nasional mencakup lima aspek Pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan di Indonesia ditujukan untuk meningkatkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan memiliki peran sangat strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah sakit adalah sebuah institusi kesehatan yang ditugasi khusus untuk

BAB I PENDAHULUAN. Era global dikenal juga dengan istilah era informasi, dimana informasi telah

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dengan tujuan menjamin kesehatan bagi seluruh rakyat untuk memperoleh

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Analisis Kesiapan Obat Dalam Penegakan Diagnosa Wajib BPJS di Puskesmas Busalangga, Kabupaten Rote Ndao-Nusa Tenggara Timur

BAB 1 : PENDAHULUAN. Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR TAHUN 2015

B U P A T I T A N A H L A U T PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 50 TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. berpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, namun

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (PBB) tahun 1948 (Indonesia ikut menandatangani) dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan oleh pemerintah dan / atau masyarakat (UU No.36, 2009).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. di dunia untuk sepakat mencapai Universal Health Coverage (UHC) pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. juga mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Perwujudan komitmen tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945, yaitu pasal 28 yang menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. investasi dan hak asasi manusia, sehingga meningkatnya derajat kesehatan

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang No. 40 tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Primary Health Care (PHC) di Jakarta pada Agustus 2008 menghasilkan rumusan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ketersediaan Obat di Era JKN: e-catalogue Obat. Engko Sosialine M. Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BERITA DAERAH KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2014 NOMOR 19 SERI F NOMOR 315 PERATURAN BUPATI SAMOSIR NOMOR 18 TAHUN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. ketika berobat ke rumah sakit. Apalagi, jika sakit yang dideritanya merupakan

Eksistensi Apoteker di Era JKN dan Program PP IAI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS) Kesehatan. iurannya dibayar oleh pemerintah (Kemenkes, RI., 2013).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS PENULISAN RESEP OBAT DI LUAR FORMULARIUM NASIONAL PADA PESERTA BPJS NON PBI DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK III BENGKULU TAHUN 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. yang profit maupun yang non profit, mempunyai tujuan yang ingin dicapai melalui

BAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan Jaminan Sosial dalam mengembangkan Universal Health

BAB I PENDAHULUAN. dua jenis pelayanan kepada masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan

BAB 1 : PENDAHULUAN. mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang. menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan

Dr. Hj. Y. Rini Kristiani, M. Kes. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen. Disampaikan pada. Kebumen, 19 September 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh warga Negara termasuk fakir miskin dan orang tidak mampu.

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Unsur terpenting dalam organisasi rumah sakit untuk dapat mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan merupakan salah satu aspek dalam menunjang

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional. Dalam undang-undang Kesehatan No. UU Nomor 36 Tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Evaluasi pelaksanaan..., Arivanda Jaya, FE UI, 2010.

JAMINAN KESEHATAN SUMATERA BARAT SAKATO BERINTEGRASI KE JAMINAN KESEHATAN MELALUI BPJS KESEHATAN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Aspek legal. untuk pelayanan kefarmasian di fasilitas kesehatan. Yustina Sri Hartini - PP IAI

BUPATI DHARMASRAYA PERATURAN BUPATI DHARMASRAYA NOMOR : 7 TAHUN 2014 TENTANG

I. PENDAHULUAN. aksesibilitas obat yang aman, berkhasiat, bermutu, dan terjangkau dalam jenis dan

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsep Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pertama kali dicetuskan di Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi kesehatan sosial dan pertama kali diselenggarakan di Jerman tahun 1883 (Schramm, 2004). Di Indonesia Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN), diundangkan pada tanggal 19 Oktober 2004 melalui Rapat Pleno DPR. UU SJSN ini memuat salah satu isinya adalah JKN. Undang-undang (SJSN) No. 40/2004 disebutkan bahwa jaminan pemeliharaan kesehatan penduduk fakir miskin dan orang tidak mampu menjadi tanggung jawab pemerintah. Melalui undang-undang ini memberikan landasan hukum tentang kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dalam memenuhi kebutuhan dasar hidupnya secara layak. Selain itu, dalam UU No. 32/2004 tentang Otonomi Daerah telah memberikan kewenangan yang lebih luas kepada pemerintah kabupaten/kota untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui dinas kesehatan. Namun urusan pemerintahan dibidang kesehatan tetap merupakan urusan bersama (concurrent function) antara pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan keputusan menteri kesehatan No.922/MENKES/SK/X/2008. 1

Dinas kesehatan sebagai unit pelaksana teknis yang bertanggung jawab di sektor kesehatan di kabupaten/kota harus memiliki kemampuan menjalankan fungsi manajemen terutama fungsi perencanaan dan penganggaran, sehingga program dan kegiatan kesehatan dapat mencapai sasaran yang diharapkan. Hal ini terkait dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 38/2007 disebutkan bahwa salah satu urusan wajib kabupaten/kota adalah urusan kesehatan. Untuk menjalankan amanat UU No.40/2004 dan UU No. 32/2004, menuju tercapainya jaminan kesehatan bagi semua penduduk (universal health coverage) maka pemerintah provinsi dan kabupaten/kota harus mengupayakan sumber dana pembiayaan. Sumber dana pembiayaan program dan kegiatan selama ini berasal dari Dana Alokasi umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dana dekonsentrasi melalui Dinas Kesehatan Provinsi serta dana hibah dari Bank Dunia melalui proyek HWS Health Workforce (Service) yang digunakan untuk melaksanakan fungsi sebagai service provider dalam mengembangkan dan mengimplementasikan kebijakan JKN sesuai dengan UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Mendukung pelaksanaan tersebut, Kementerian Kesehatan memberikan prioritas kepada jaminan kesehatan dalam reformasi kesehatan. Kementerian Kesehatan mengupayakan suatu regulasi berupa Peraturan Menteri, yang akan menjadi payung hukum untuk mengatur pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama, dan pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan. Peraturan Menteri juga mengatur jenis, plafon harga alat bantu kesehatan,

pelayanan obat serta bahan medis habis pakai untuk peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) (Permenkes RI No. 71, 2013). Salah satu fasilitas kesehatan primer adalah Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Puskesmas merupakan sebuah organisasi di bawah Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang berfungsi menyediakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di tingkat kecamatan atau daerah (district). Pelayanan yang ditawarkan bersifat menyeluruh, terpadu, dapat diterima dan dijangkau oleh masyarakat. Rata-rata jumlah penduduk yang memperoleh pelayanan sebuah puskesmas biasanya mencapai 25,000-30,000 orang dalam sebuah wilayah pelayanan (Depkes RI, 2001) Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan dasar tingkat pertama (fasilitas kesehatan primer) memberikan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik (primer) meliputi pelayanan rawat jalan dan rawat inap. Ini berarti puskesmas harus berusaha menyediakan pelayanan kesehatan tingkat dasar yang bersifat holistik, komprehensif, terpadu dan terus menerus kepada masyarakat baik di perkotaan maupun di pedesaan. Menurut panduan penyelenggaraan puskesmas di era desentralisasi, pembangunan kesehatan Indonesia mewujudkan lingkungan dan gaya hidup yang sehat, memiliki upaya untuk mencapai taraf pelayanan kesehatan yang berkualitas, adil, dan menyeluruh menuju pencapaian derajat kesehatan yang sangat tinggi (Depkes RI, 2001). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada JKN mengungkapkan bahwa fasilitas kesehatan

tingkat pertama adalah puskesmas atau setara yang bekerja sama dengan BPJS kesehatan harus menyelenggarakan pelayanan kesehatan komprehensif berupa pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, pelayanan kebidanan, dan pelayanan kesehatan darurat medis, termasuk pelayanan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium sederhana dan pelayanan kefarmasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014, puskesmas sebagai pelayanan kesehatan publik dalam era BPJS diberikan wewenang kesehatan layanan primer mencakup 144 macam diagnosis penyakit dengan alur klinis (clinical pathway) yang sudah disusun organisasi profesi terkait. Hal ini memberikan makna bahwa puskesmas sebagai Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) tingkat pertama wajib menangani pelayanan kesehatan mencakup 144 jenis diagnosis penyakit dan tidak boleh dirujuk ke PPK 2 atau PPK 3 kecuali memenuhi kondisi TACCC (time, age, complication, comorbidity, condition). Bila PPK 2 dan PPK 3 menangani kasus dengan diagnosis tersebut dan tidak memenuhi kondisi TACCC berarti juga tidak akan dibayar oleh BPJS. Mendukung puskesmas sebagai PPK tingkat pertama dalam implementasi JKN dinas kesehatan sebagai pelaksana bidang pembangunan kesehatan mempunyai wewenang terhadap penyediaan dan pengelolaan obat pelayanan kesehatan dasar, alat kesehatan, reagensia dan vaksin skala kabupaten/kota. Sumber biaya anggaran obat di kabupaten/kota dapat diambil dari dana APBD II (DAU), APBD I, Askes, buffer stok kabupaten/kota, atau dari sumber anggaran program (Kemenkes RI, 2008).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 679/MENKES/SK/V/2005 tentang pedoman umum pengadaan obat publik untuk Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) dalam rangka meningkatkan penggunaan obat generik di sektor pemerintah menekankan bahwa pada prinsipnya pengadaan obat untuk PKD yaitu: mutu obat terjamin, memenuhi kriteria, khasiat, keamanan dan keabsahan obat serta mempunyai izin edar (nomor registrasi), menerapkan konsepsi obat esensial dan dilaksanakan melalui Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang mempunyai izin dari Depkes yang masih berlaku (Depkes RI, 2006). Dinas Kesehatan Kota Medan selaku pelaksana teknis bidang pembangunan kesehatan membawahi 39 puskesmas (12 Puskesmas rawat inap dan 27 Puskesmas rawat jalan) dan 41 Puskesmas Pembantu (Pustu) pada 21 kecamatan harus mampu memenuhi kebutuhan obat publik pada setiap puskesmas. Selama ini perencanaan kebutuhan obat puskesmas mengacu pada penggunaan obat tahun sebelumnya untuk setiap tahunnya. Kebutuhan obat puskesmas tersebut skala prioritasnya mengacu kepada 10 penyakit terbesar pada puskesmas. Kemudian kebutuhan obat puskesmas disampaikan melalui Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) ke instalasi farmasi Dinas Kesehatan Kota Medan dan pengadaan jenis dan itemnya merujuk pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN). Sedangkan pengadaan kebutuhan obat puskesmas tahun 2013 mengacu kepada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Obat dengan Prosedur E-Purchasing Berdasarkan E-catalog yang menegaskan bahwa pengadaan obat harus melalui

Layanan Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik (LPSE) atau E-catalog secara on line pada website pelelangan elektronik dan pengadaannya dilaksanakan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Melalui sistem E-catalog obat ini maka Kementerian/Lembaga/Dinas/Instansi (K/L/D/I) tidak perlu melakukan proses pelelangan, namun dapat langsung memanfaatkan sistem E-catalog obat dalam pengadaan obat dengan prosedur E-Purchasing. Pengadaan obat dengan sistem E-catalog ini maka jenis, jumlah dan harganya telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan yang ditayangkan di portal pengadaan nasional serta pengadaan jenis dan itemnya merujuk pada Formularium Nasional (Fornas). Daftar obat ini digunakan sebagai acuan untuk penulisan resep dalam sistem JKN. Kemudian Tim perencana obat dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) menyusun rencana kebutuhan obat disesuaikan dengan ketersediaan anggaran. Tim perencana obat dan rencana kebutuhan obat yang akan diadakan tersebut ditandatangani oleh PPTK dan penanggung jawab bidang kefarmasian. Mengacu kepada Permenkes Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 bahwa puskesmas dalam era BPJS diberikan wewenang kesehatan layanan primer mencakup 144 macam diagnosis penyakit maka seharusnya kebutuhan obat di puskesmas disesuaikan dengan 144 macam diagnosis penyakit, namun sewaktu dilakukan pemesanan kebutuhan obat pada tahun 2013 kebutuhan obat belum sepenuhnya mengacu kepada 144 macam diagnosis penyakit. Berdasarkan survei pendahuluan pada Dinas Kesehatan Kota Medan diperoleh informasi ketersediaan obat tahun 2013 belum sesuai dengan yang dibutuhkan. Hal

ini dilihat dari kebutuhan obat yang telah ditetapkan untuk dipesan pada awalnya sebanyak 125 item ternyata setelah disesuaikan dengan E-catalog hanya 93 item kebutuhan obat yang dapat dipesan. Pada saat pengadaan kebutuhan obat ternyata hanya 69 item obat (74,2%) yang terealisasi selebihnya belum terealisasi. Penyebab ketidaksesuaian kebutuhan dengan realisasi obat ini diantaranya adalah; (a) sewaktu pemesanan kebutuhan obat melaui E-catalog ternyata tidak semua item obat yang dibutuhkan tertera (terdaftar) pada E-catalog, (b) kebutuhan obat yang telah dipesan sesuai dengan E-catalog tidak seluruhnya pula terealisasi. Disamping itu jika diasumsikan kebutuhan obat mengacu kepada 144 macam diagnosis penyakit maka estimasi kebutuhan obat sebanyak 432 item. Sementara sampai dengan bulan Maret 2014 ketersediaan obat di instalasi farmasi Dinas Kesehatan Kota Medan hanya sebanyak 250 item. Ketersediaan obat di instalasi farmasi Kota Medan yang belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan dikhawatirkan secara jangka panjang berdampak terhadap kebutuhan obat di Puskesmas sebagai PPK-I. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa petugas obat di puskesmas mengeluhkan ketersediaan obat ini, karena ketersediaan obat di instalasi farmasi Dinas Kesehatan Kota Medan tidak sesuai lagi dengan LPLPO kebutuhan puskesmas, sehingga pasien pengguna obat di puskesmas menerima jumlah dan jenis obat yang diresepkan oleh dokter untuk kebutuhan obat seminggu hanya bisa diberikan untuk kebutuhan obat selama 2-3 hari saja. Dinas kesehatan Kota Medan dan puskesmas sebagai pelayan publik dalam aktivitasnya sehari-hari merupakan pusat pelayanan kesehatan yang paling dekat

dengan masyarakat yang menjadi bagian pelaksana program JKN kerap mendapat kritikan dari masyarakat. Citra negatif tentang birokrasi publik maupun rendahnya kualitas pelayanan publik tercermin pada maraknya tanggapan, keluhan dan cibiran di berbagai media cetak dan elektronik. Upaya yang dilakukan Dinas kesehatan Kota Medan adalah mendistribusikan obat dengan cara membagi obat secara merata sesuai dengan realisasi kebutuhan obat yang diterima oleh instalasi farmasi Dinas Kesehatan Kota Medan ke seluruh puskesmas. Hasil penelitian Sunarsih (2002) menyimpulkan bahwa (a) pola penggunaan obat pada terapi 5 penyakit utama (ISPA, infeksi usus, infeksi kulit, alergi kulit, sistim otot dan jaringan pengikat) sangat tergantung pada ketersediaan obat di Puskesmas, (b) pola penggunaan obat belum sesuai dengan pedoman pengobatan dasar di Puskesmas walaupun penerapan yang dilakukan menggunakan obat esensial, (c) perubahan ketersediaan obat di gudang farmasi kota dan di Puskesmas berpengaruh terhadap pola penggunaan obat pada terapi ISPA, infeksi kulit dan alergi kulit, yakni peningkatan penggunaan antibiotik, penggunaan injeksi dan rata-rata jumlah item obat. Adanya kebijakan SJSN dan BPJS sebagai penyelenggara JKN terkait dengan Puskesmas sebagai PPK I serta Dinas Kesehatan Kota Medan sebagai pelaksana bidang pembangunan kesehatan maka perlu dikaji tentang Analisis Perencanaan Kebutuhan Obat dalam Implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Medan.

1.2. Permasalahan Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana perencanaan kebutuhan obat dalam implementasi kebijakan jaminan kesehatan nasional di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Medan. 1.3. Tujuan Penelitian Mengetahui perencanaan kebutuhan obat dalam implementasi kebijakan jaminan kesehatan nasional di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Medan. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian diharapkan bermanfaat bagi; 1. Dinas Kesehatan Kota Medan sebagai masukan tentang kebijakan perencanaan kebutuhan obat puskesmas secara efektif dan efisien. 2. BPJS dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagai penyelenggara jaminan sosial melalui Jaminan Kesehatan Nasional. 3. Akademik, memperkaya khasanah ilmu pengetahuan administrasi dan kebijakan kesehatan khususnya yang berkaitan dengan pelayanan kebijakan publik.