IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian dilakukan pada lokasi yang ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa daerah atau lokasi yang terpilih merupakan salah satu sentra penghasil salak pondoh. Lokasi yang dipilih untuk pengambilan sampel adalah Kabupaten Banjarnegara, dengan lokasi sampel dikhususkan yaitu Kecamatan Sigaluh, Kecamatan Banjarnegara, Kecamatan Madukara, Kecamatan Pagentan dan Kecamatan Banjarmangu. Lokasi-lokasi tersebut merupakan sentra produksi utama salak pondoh di Kabupaten Banjarnegara. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Maret 2008. 4.2. Jenis Data Yang Dikumpulkan Dalam analisis sistem tataniaga komoditas salak pondoh, data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pembagian daftar pertanyaan yang telah disiapkan dengan teknik wawancara langsung kepada petani serta lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat. Data ini kemudian diolah untuk kepentingan analisa lebih lanjut. Data sekunder merupakan data pendukung data primer, data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait, seperti: Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura, Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian Banjarnegara, Pasar Salak Banjarnegara, dan Instansi terkait lainnya. Data sekunder juga diperoleh melalui beberapa literatur berupa hasil-hasil penelitian terdahulu. 4.3. Metode Pengambilan Data Penentuan responden petani dilakukan berdasarkan informasi yang diperoleh dari Perangkat Kecamatan dan Penyuluh Pertanian pada setiap kecamatan sampel, dan pada setiap kecamatan hanya dipilih sembilan sampai sepuluh petani. Penarikan sample lembaga-lembaga pemasar selanjutnya dilakukan dengan menggunakan metode snowbowling sampling, yaitu dengan menelusuri saluran pemasaran salak pondoh yang dominan di daerah penelitian berdasarkan informasi yang didapat dari pelaku pasar sebelumnya. Penentuan responden diambil dari petani salak dan lembaga-lembaga pemasar meliputi pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang
pengecer yang berada di Kabupaten Banjarnegara, khususnya Kecamatan Kecamatan Sigaluh, Kecamatan Banjarnegara, Kecamatan Madukara, Kecamatan Pagentan dan Kecamatan Banjarmangu. Berdasarkan hasil penelusan dari 45 petani responden, diperoleh sebanyak 39 pedagang yang terdiri dari 15 pedagang pengumpul, 19 pedagang besar, 1 pedagang luar daerah, dan 4 pedagang pengecer lokal. 4.4. Metode Analisis Data 4.4.1. Analisis Lembaga, Fungsi-Fungsi, dan Saluran Tataniaga Analisis lembaga tataniaga adalah melakukan identifikasi terhadap pelaku pasar yang terlibat dalam penyampaian komoditi salak pondoh dari petani sampai kepada konsumen. Identifikasi lembaga tataniaga adalah mengamati segala kegiatan dan fungsi tataniaga yang dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga. Fungsi-fungsi tataniaga dilihat dari masing-masing fungsi yang dilakukan oleh lembaga tataniaga dalam menyalurkan salak pondoh dari petani sampai ke konsumen akhir. Fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga tataniaga meliputi fungsi fisik, fungsi pertukaran, dan fungsi fasilitas. Analisis fungsi-fungsi tataniaga diperlukan antara lain untuk mengetahui fungsi-fungsi yang dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga yang terlibat, penghitungan kebutuhan biaya dan fasilitas yang diperlukan. Metode analisis saluran tataniaga diperlukan untuk menelusuri saluran tataniaga salak pondoh dari produsen yaitu petani sampai ke konsumen akhir. Dari saluran tataniaga yang terbentuk, dapat digambarkan secara keseluruhan pola saluran tataniaga. 4.4.2. Analisis Struktur Pasar Metode analisis ini diperlukan untuk mengetahui apakah struktur pasar yang terbentuk cenderung mendekati persaingan sempurna atau persaingan tidak sempurna dengan melihat komponen yang mengarahkan pasar ke suatu struktur pasar tertentu. Semakin banyak penjual dan pembeli dan semakin kecilnya jumlah yang diperjualbelikan oleh setiap lembaga pemasar, maka struktur pasar tersebut semakin mendekati kesempurnaan dalam persaingan. Adanya kesepakatan antar sesama pelaku pemasar menimbulkan struktur pasar yang cenderung tidak bersaing sempurna.
Untuk mengetahui struktur pasar komoditas salak pondoh yang terjadi dapat dilihat berdasarkan jumlah lembaga pemasar yang terlibat, mudah tidaknya memasuki pasar, differensiasi produk, dan informasi pasar. 4.4.3. Analisis Perilaku Pasar Tingkah laku pasar dapat dianalisis dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh pelaku pasar melalui sistem penentuan dan penyebaran harga, dan kerjasama diantara lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat. Perilaku pasar diasumsikan bagaimana pelaku pasar yaitu petani, konsumen, dan lembaga pemasar menyesuaikan diri terhadap situasi penjualan dan pembelian yang terjadi. 4.4.4. Keragaan Pasar Keragaan pasar salak pondoh dianalisis dengan menggunakan analisis marjin tataniaga dan penyebarannya, bagian harga yang diterima petani (farmer s share), rasio keuntungan biaya, serta model keterpaduan pasar. 4.4.4.1. Analisis Marjin Tataniaga Marjin tataniaga merupakan perbedaan harga yang diterima oleh produsen dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen, dimana marjin tataniaga diperoleh dari pengurangan harga penjualan dengan harga pembelian pada setiap tingkat lembaga tataniaga. Marjin tataniaga pada dasarnya merupakan penjumlahan dari biaya-biaya tataniaga dan keuntungan yang diperoleh oleh suatu lembaga pemasaran. Marjin tataniaga adalah perbedaan harga ditingkat produsen (P f ) dengan harga di tingkat konsumen (P r ). Marjin tataniaga terdiri dari biaya tataniaga dan keuntungan lembaga tataniaga. Secara matematis, marjin tataniaga diumuskan sebagai berikut: M i = P si P bi...(1) M i = C i + π i..(2) Dimana: M i = Marjin tataniaga di tingkat ke-i (Rp/Kg) P si = Harga penjualan di tingkat ke-i (Rp/Kg) P bi = Harga pembelian di tingkat ke-i (Rp/Kg) C i π i = Biaya pemasaran tingkat ke-i (Rp/Kg) = Keuntungan lembaga tataniaga pasar tingkat ke-i
Dengan demikian total marjin tataniaga (M) adalah: M M.(3) Biaya dan keuntungan pada masing-masing lembaga tataniga yang ada kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan suatu marjin tataniaga. Marjin tataniaga total merupakan penjumlahan dari biaya-biaya tataniaga dan keuntungan-keuntungan tataniaga pada masing-masing lembaga tataniaga. Dengan menjumlahkan persamaan (1) dan (2) maka diperoleh: P si P bi = C i + π i.(4) Berdasarkan persamaan tersebut, maka keuntungan lembaga tataniaga pada tingkat ke-i adalah: π i = P si P bi C i.(5) 4.4.4.2. Analisis Bagian Harga yang Diterima Petani (Farmer s Share) Bagian harga yang diterima petani (Farmer s Share) merupakan perbandingan harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Farmer s share memiliki korelasi yang negatif dengan marjin tataniaga, artinya semakin tinggi marjin tataniaga maka bagian harga yang diterima petani semakin rendah. Farmer s share dirumuskan sebagai berikut: 100%.(6) Dimana : Fs = Farmer s Share Pf = Harga di tingkat petani (Rp/Kg) Pr = Harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir (Rp/Kg) 4.4.4.3. Rasio Keuntungan dan Biaya Penyebaran marjin tataniaga salak pondoh dapat pula dilihat berdasarkan persentase keuntungan terhadap biaya tataniaga pada masing-masing lembaga tataniaga. Analisis rasio keuntungan dan biaya digunakan untuk mengetahui penyebaran keuntungan dan biaya pada masing-masing lembaga tataniaga. Analisis rasio keuntungan dan biaya dirumuskan sebagai berikut: Rasio Keuntungan-Biaya = 100% (7) Dimana: π i = Keuntungan tataniaga lembaga ke-i = Biaya tataniaga lembaga ke-i C i
4.4.4.4. Analisis Indeks Keterpaduan Pasar Keterpaduan pasar adalah sampai seberapa jauh pembentukan harga suatu komoditas pada suatu tingkat lembaga tataniaga atau pasar dipengaruhi oleh tingkat lembaga tataniaga atau pasar lainnya. Untuk mengetahui tingkat keterpaduan pasar salak pondoh antara tingkat atau level lembaga tataniaga ke-i dengan tingkat lembaga tataniaga lainnya, dianalisis secara statisik menggunakan model Indeks of Market Connection (IMC) dengan pendekatan model Autoregressive Distribution Lag, yang dikembangkan oleh Ravallion (1986) yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Heyrens (1986). Analisis indeks keterpaduan pasar digunakan untuk melihat efisiensi harga tataniaga salak pondoh. Model ekonometrika Autoregressive Distribution Lag diduga dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square/OLS), sebagai berikut: P it = b 1 P it-1 + b 2 (P jt P jt-1 ) + b 3 P jt-1 + e t (8) Dimana: P it = Harga salak pondoh di pasar tujuan minggu ke-t (Rp/kg) P it-1 = Lag harga salak di pasar tujuan pada minggu ke-t (Rp/kg) P jt = Harga salak di pasar acuan j pada minggu ke-t (Rp/kg) P jt-1 = Lag harga salak di pasar acuan j pada minggu ke-t (Rp/kg) b 1 = Parameter estimasi (b i = 1,2,3) e t = Random error Koefisien b 2 mengukur bagaimana perubahan harga di pasar acuan diteruskan terhadap harga di pasar tujuan. Jika b 2 = 1, maka perubahan harga yang terjadi adalah netral dan proporsi jika dihitung dalam persentase. Jika b 2 lebih besar dari 1, maka perubahan yang terjadi di pasar acuan akan berpengaruh terhadap harga di tingkat pasar tujuan. Jika di tingkat pasar acuan sama pada setiap bulannya (b 2 = 0), maka koefisien b 2 tidak berpengaruh dan dapat dikeluarkan dari persamaan. Dengan demikian harga di pasar tujuan hanya dipengaruhi harga di pasar acuan, dengan koefisien b 1 dan b 3. Jika kedua koefisien telah diketahui, maka dapat diperoleh indeks keterpaduan pasar (IMC) yang dihitung sebagai berikut: IMC = (9) Jika IMC < 1, maka terjadi keterpaduan pasar jangka panjang yang relatif tinggi antara harga di tingkat pasar tujuan dengan pasar acuan. Artinya harga yang terjadi di pasar acuan pada minggu sebelumnya merupakan faktor utama
yang mempengaruhi harga yang terjadi di tingkat pasar tujuan. Hal ini menunjukkan bahwa kedua pasar terhubung dengan baik karena informasi permintaan dan penawaran di pasar acuan diteruskan ke pasar tujuan serta mempengaruhi harga yang terjadi di pasar tujuan. Hipotesis keterpaduan pasar jangka panjang yang kuat diterima, apabila nilai IMC = 0 dan b 1 = 0, maka harga ditingkat pengecer atau pasar tujuan pada minggu sebelumnya tidak berpengaruh terhadap yang diterima di pasar tujuan sekarang. Jika IMC > 1 dan nyata, maka antara pasar tujuan dengan pasar acuan tidak terpadu dalam jangka panjang. Keterpaduan pasar jangka pendek secara sempurna akan terjadi apabila b 2 = 1, artinya perubahan harga pasar acuan akan sepenuhnya diteruskan ke pasar tujuan. Dengan kata lain, semakin mendekati satu pada nilai koefisien korelasi (b 2 ), maka derajat asosiasinya semakin tinggi. 4.4.5.5. Pengujian Hipotesis Untuk mengetahui apakah secara statistik peubah bebas (independent variable) yang dipilih berpengaruh nyata atau tidak terhadap peubah tak bebas (dependent variable), digunakan uji statistik t dan uji statistik F. Uji t digunakan untuk menguji koefisien regresi dari masing-masing peubah sehingga dapat diketahui apakah peubah ke-j berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebasnya. Sedangkan uji F digunakan untuk mengetahui koefesien regresi secara serentak apakah peubah-peubah bebas secara bersama-sama menjelaskan variasi beubah tak bebasnya. Penguji hipotesis atas masing-masing koefisien regresi dilakukan dengan uji t-student dengan hipotesis sebagai berikut: 1). Keterpaduan Pasar Jangka Pendek Hipotesis: H 0 : b 2 = 1 H 1 : b 2 1 Selanjutnya hipotesis ini (H 0 : b 2 = 1) digunakan untuk menganalisis keterpaduan pasar jangka pendek dengan uji statistik sebagai berikut: Apabila t-hitung < t-tabel, maka hipotesis nol tidak dapat ditolak secara statistik. Artinya, kedua pasar terpadu dalam jangka pendek. Sebaliknya jika t-
hitung > t-tabel, maka hipotesis alternatif diterima secara statistik. Artinya kedua pasar tidak terpadu dalam jangka pendek. 2). Keterpaduan Pasar Jangka Panjang Hipotesis: H 0 : b 1 /b 3 = 0 H 1 : b 1 /b 3 0 Nilai b 1 /b 3 = 0 terjadi apabila b 1 = 0, sehingga hipotesis di atas dapat dituliskan sebagai berikut: H 0 : b 1 = 0 H 1 : b 1 0 Selanjutnya hipotesis ini (H 0 : b 1 = 0) digunakan untuk menganalisis keterpaduan pasar jangka panjang dengan uji statistik sebagai berikut: Apabila t-hitung < t-tabel, maka hipotesis nol tidak dapat ditolak secara statistik. Artinya, kedua pasar terpadu dalam jangka panjang. Sebaliknya jika t- hitung > t-tabel, maka hipotesis alternatif diterima secara statistik. Artinya kedua pasar tidak terpadu dalam jangka panjang.