I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Indonesia tidak terlepas dari peranan sektor kehutanan yang memanfaatkan potensi hutan alam sebagai penghasil devisa negara kedua terbesar setelah pertantbangan. Keberadaan sektor-sektor seperti kehutanan, pertambangan, pertanian dan pariwisata semakin disadari untuk lebih dimanfaatkan secara lebih optimal setelah te rjadi krisis ekonomi karena memiliki muatan lokal yang dominan. Hutan tropis Indonesia yang menempati urutan ketiga setelah Brasil clan Zaire dengan luas mencapai 119.7 juta hektar atau sekitar 65 persen luas daratan h, (Zuhud, Ekarelawan dan Riswan (1994) menyimpan potensi yang sangat baik untuk dikembaqkan sejauh kegiatan eksploitasi tetap memperhatikan aspekaspek kelestarian lingkungan. Industri pengolahan kayu di Indonesia mulai berkembang sejak tahun 1980 yaitu sejak larangan ekspor log diberlakukan disertai pemberian insentif bagi pemilik HPH (Hak Pengusahaan Hutan) yang mendirikan hdustri Pengolahan Kayu Hulu (IPKH) dengan inti industri kayu lapis (Depperindag, 1998). Produk-produk perkayuan Indonesia yang menjadi andalan ekspor bidang kehutanan dibedakan atas lima kelompok besar yaitu kayu bulat (log), kayu lapis (plywood), kayu gergajian, kayu olahan lain dan mebel (hmihue). Kontribusi hasil ekspor dari kelima kelompok produk kayu tersebut pada tahun 1998 berhuut-tumt sebesar US 11191000, US2 07'7 939 000, US$163 846 000, US$2 181516 000 dan US$302 075 000 (Depperindag, 1999). Berdasarkan nilai ekspor hasil industri perkayuan diatas, produk kayu lapis, kayu olahan lain dan mebel termasuk dalam tiga kelompok produk penghasil devisa yang sudah mengandung nilai tambah (sudah mengalami proses pengolahan). Diantara ketiga kelompok produk tersebut, apabila dibuat
perbandingan antara nilai ekspor dengan volume atau beratnya, maka mebel kayu tergolong produk yang mempunyai nilai tambah paling tinggi. Besar nilai jual per satuan berat (volume) dari masing-masing produk hasil pengolahan I kayu dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai Jual (Ekspor) per Satuan Berat Produk Hasil Industri Perkayuan Pada Periode 1994-1999. Sebagai produk yang memiliki nilai tambah terbesar, nilai ekspor mebel kayu masih jauh dibawah nilai ekspor produk kayu lapis clan kayu olahan lain, sementara kontribusi produk mebel k ay Indonesia di pasar dunia bam sekitar 6% dari total kebutuhan (Depperinda~ 1999). Hal ini mengindikasikan bahwa mebel kayu mash potensial untuk dikembangkan sebagai penghasil devisa bagi negara dimasa mendatang. Perkembangan volume ekspor mebel kayu dalam lima tahun terakhir menunjukkan kecendemngan meningkat kecuali pada tahun 1998. Volume ekspor mebel kayu Indonesia menumt Depperindag (1999) selama tahun 1994-1998 bertumt-turut sebesar 235 000 ton, 266 000 ton, 306 000 ton, 347 000 ton dan 193 000 ton. Penurunan volume dan nilai ekspor mebel kayu yang terjadi pada tahun 1998 sangat disayangkan, mengingat dalam kondisi krisis seperti saat ini, seharusnya kegialan ekspor produk-produk yang mengandung muatan lokal dominan lehih berperan dalam membantu menggerakkan roda perekononzian. Menurut perwakilan dari Asosiasi Indushi Pennebelan clan Kerajinan Indonesia
I (Asmindo) penurunan produksi mebel yang terjadi pada tahun 1998 berkaitan 1 erat dengan kelangkaan bahan baku berupa kayu log dan gangguan pada distribusi akibat kelangkaan kapal pengangkut dan kontainer (CIC, 1998). Kelangkaan bahan baku timbul dengan perkembangan dalam industri pengolahan kayu di Indonesia yang melambungkan jumlah kebutuhan bahan baku (kayu), sementara kemampuan pasokan kayu bulat dari alam cenderung menurun (antara lain disebabkm oleh kegiatan eksploitasi lebih diperketat dan maraknya pencurian kayu). Di lain pihak produksi kayu hasil hutan tanaman masih sangat terbatas. Sebagai gambaran, jumlah kapasitas terpasang industri pengolalw kayu saat ini adalah 38.50 juta mver tahun sementara bahan baku kayu bulat yang dibutuhkan sekitar 63.80 juta m3. Apabila dihitung herdasarkan kapasitas riil (asumsi 70 %) lapasitas terpasang, kebutuhan kayu bulat adalah sebesar 44.66 juta m3sementara kemampuan pasok produksi kayu hulat hutan alam, hutan konversi dan hutan rakyat masing- masing 22.5 juta, 3 juta dan 8 juta m3 sehingga setiap tahun industri pengolahan kayu (IPK) akan kekurangan bahan baku kayu bulat sebesar 11.63 juta m3 (Puryono, 1998). Isu-isu strategis yang dihadapi industri pengolahan kayu terutama industri mebel kayu diantaranya adalah peraturan eco-labelling, kampanye anti kayu tropis, pemberlakuan izin ekspor kayu log, penurunan pasokan bahan baku dan penyederhanaan izin pendirian industri pengolahan kayu bam oleh Depperindag yang mendorong masuknya investor-investor asing (PMA) dengan permodalan yang kuat, teknologi lebih canggih serta jalur pemasaran yang mantap ( Asn~do, 1999). Pennasalahan-permasalahan yang dihadapi saat ini dan masa yang akan datang oleh perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam industri mebel kayu dinilai cukup banyak dan kompleks sehingga membutuhkan suatu perencanaan
yang bersifat rnenyeluruh dalam jangka panjang berisi rangkaian tindakan alternatif yang perlu d i d untuk membantu agar perusahaan dapat tetap bertahan dan berkembang sesuai perubahan-pembahan yang terjadi di lingkungan. Adapun ciri dari perencanaan strategis yang disusun adalah (1) blenyanghul j'111glauan masa depan dari keputusan-keputusan yang dibuat saat ini, (2) Prosesnya dimulai dengan menggariskan sasaran-sasaran perusahaan, merumuskru~ strategi dan kebijakan serta mengembangkan rencana-rencana terperinci sehingga dapat mencapai hasil akhir yang diharapkan, (3) Menghasilkm sikap atau kebulatan tekad untuk merencanakan secara teratur dan sistematis sebagai bagian integral dari manajemen (Burhan, 1994). Sumber kajian studi perencanaan strategis dalam penulisan tesis ini menggunakan contoh kasus di PT. PIB yaitu salah satu perusahaan yang bergerak dalam industri perkayuan dengan produk utama Garden Furniture (GF) clan memiliki wilayah pemasaran di Eropa Barat aerman, Belgia, Belanda dan Perancis), Australia dan Amerika, dengan lokasi produksi di Semarang, Jawa Tengah. Performa pe~sahaan ditinjau dari nilai dan volume penjualan produk dalam lima tahun terakhir menunjukkan kecenderungan meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan produk GF ke Indonesia. Meskipun demikian perusahaan masih hams menghadapi berbagai kendala dari dalam dan luar yang akan mempengaruhi perkembangan bisnis selanjutnya. Inti permasalahan yang dikaji di PT. PIB adalah bagaimana pemsahaan dapat meningkatkan daya saing, mengkaji dampak strategis yang akan dihadapi dari perubahan lingkungan serta merencanakan langkah-langkah antisipatif untuk menghadapi lingkungan bisnis yang dinamis. Suatu strategi bersaing yang efektif diharapkan dapat berguna untuk mengembangkan bisnis perusahaan dan membantu mengatasi permasalahan yang akan timbul baik yang disebabkan oleh lingkungan internal maupun ekstemal.
B. Perurnusan Masalah Perumusan masalah yang digali dan dibahas di FT FIB sehubungan dengan perencanaan strategi pemsahaan : 1. Faktor-faktor strategis apa saja yang mempengaruhi berja perusahaan? 2. Bagairnana strategi bersaing yang dapat mendukung perusahaan menghadapi persaingan dan lingkungan yang dinamis? 3, Apa altematif program jangka panjang yang sebaiknya dilakukan IT.FIB? C. Tujuan 1. hlenganalisis faktor-faktor lingkungan intemal dan ekstemal perusahaan. 2. Membuat altematif-altematif shategi bagi perusahan. 3. Merekomendasikan strategi yang efektif dan kegiatan atau program implementasi jangka panjang. D. Ruang Lingkup Penelitian difokuskan pada pengkajian kondisi intemal dan ekstemal PT. PIB untuk mengetahui posisi perusahaan dalam rangka perencanaan strategi bisnis Garden Funurnre (GF) untuk sepuluh tahun mendatang (2000-2009). E. Manfaat Penelilian 1. Bagi Pemsahaan : membantu dalam perencanaan strategis untuk mendukung pengembangan usaha dalam situasi bisnis yang semakin kompetitif dan lingkungan yang dinamis. 2. Bagi Mahasiswa : menambah wawasan dan pengalaman dalam mendiagnosis, mengkaji, membuat altematif-altematif pemecahan masalah serta menentukan alternatif pemecahan yang paling efektif.