BAB V PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 44 pasien dengan polineuropati diabetika DM

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu penyakit saraf dan ilmu penyakit

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di

BAB I PENDAHULUAN. dikarakteristik dengan produksi insulin yang menurun atau kegagalan

BAB III METODE PENELITIAN. mengaitkan aspek paparan (sebab) dengan efek. Pendekatan yang digunakan

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Neuropati diabetika merupakan komplikasi yang paling sering muncul

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut,

BAB IV HASIL PENELITIAN. Telah dilakukan penelitian pada 53 pasien dengan polineuropati diabetika DM

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian kuantitatif dengan pendekatan desain cross sectional study. Peneliti

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pengumpulan data penelitian ini dilaksanakan di RSUD Kota

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kematian karena non communicable disease sangat besar yakni mencapai

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes adalah penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak dapat

Obat Untuk Diabetes Dengan Komplikasi Neuropati Perifer

BAB I PENDAHULUAN. secara efektif. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Amerika Serikat prevalensi tahunan sekitar 10,3%, livetime prevalence mencapai

BAB I PENDAHULUAN UKDW. berumur 30 tahun (Riskesdas 2013) , dengan usia 15 tahun sebanyak 6,9 %, data Rikesdas 2013

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus merupakan suatu kelompok

BAB I PENDAHULUAN. Menurut International Diabetes Federation (IDF, 2015), diabetes. mengamati peningkatan kadar glukosa dalam darah.

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

PENGARUH SENAM KAKI DIABETIK TERHADAP NYERI KAKI PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DELANGGU

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB 5 PEMBAHASAN. IMT arteri karotis interna adalah 0,86 +0,27 mm. IMT abnormal terdapat pada 25

BAB I PENDAHULUAN. 2009). Prevalensi penyakit diabetes mellitus terus meningkat tiap tahunnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB I PENDAHULUAN. pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau ketika sel-sel tubuh resisten

BAB I PENDAHULUAN. DM adalah penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemik (kadar gula

BAB V PEMBAHASAN. mencapai lebih dari 50% (Tesfaye dan Selvarajah, 2012). Pada penelitian ini,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dunia. Prevalensi diabetes melitus pada tahun 2000 sekitar 2,8% atau 171 juta

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menurut Global Report On Diabetes yang dikeluarkan WHO pada tahun

PEMBERIAN VITAMIN C DOSIS TINGGI TERHADAP PERKEMBANGAN KLINIS NEUROPATI DIABETIK DENGAN ULKUS GANGREN DIABETIK

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian belah lintang (Cross Sectional) dimana

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

BAB 5 PEMBAHASAN. dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan adalah observational analitik dengan pendekatan cross sectional

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian observasional belah lintang (cross sectional)

BAB 1 PENDAHULUAN. komprehensif pada self-management, dukungan dari tim perawatan klinis,

BAB I PENDAHULUAN. modernisasi terutama pada masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung dimana otot

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 65 orang responden pasca stroke iskemik

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang diproduksi dengan efektif ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Diabetes Mellitus Type II

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. melitus tipe 2 (DM) di seluruh dunia. Jumlah kasus DM mencapai 8,4 juta penderita

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian di bidang ilmu Kardiovaskuler.

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit kronis yang terjadi baik ketika

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organisation WHO (2014) prevalensi penyakit DM

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disfungsi saraf perifer dari penderita diabetes tanpa ada penyebab lain selain diabetes

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di seluruh negara-negara industri stroke merupakan. problem kesehatan besar. Penyakit ini masih merupakan

Obat Penyakit Diabetes dan Berbagai Komplikasi Neuropati

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Vinkristin adalah senyawa kimia golongan alkaloid vinca yang berasal dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kreatinin serum pada pasien diabetes melitus tipe 2 telah dilakukan di RS

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Diabetes melitus tipe 2 adalah sindrom metabolik. yang memiliki ciri hiperglikemia, ditambah dengan 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lesi destruktif sel sel beta pankreas yang menyebabkan insufisiensi sekresi

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang terus mengalami perubahan, terutama di bidang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

BAB 1. PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan dari International Diabetes Federation (IDF)

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB 3 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah Ilmu Penyakit Saraf. Penelitian dilakukan di Bangsal Rawat Inap Penyakit Saraf RS Dr.

BAB 1 PENDAHULUAN. memerlukan upaya penanganan tepat dan serius. Diabetes Mellitus juga

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. American Heart Association, 2014; Stroke forum, 2015). Secara global, 15 juta

BAB IV MEDOTE PENELITIAN. 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Saraf (Neurologi).

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Berdasarkan intensitasnya, nyeri

BAB I PENDAHULUAN. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hidup saat ini yang kurang memperhatikan keseimbangan pola makan. PGK ini

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. hidup yaitu penyakit Diabetes Melitus. Diabetes Melitus (DM) merupakan

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Telah dilakukan penelitian pada 32 pasien stroke iskemik fase akut

BAB 1 PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2004, dalam

Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes saat ini menjadi masalah besar di seluruh. dunia dengan insidensi yang diperkirakan akan meningkat


BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

I. PENDAHULUAN. Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak,

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. infark miokard dilaksanakan dari 29 Januari - 4 Februari Penelitian ini

Transkripsi:

BAB V PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 44 pasien dengan polineuropati diabetika DM tipe 2 setelah dialokasikan secara acak 23 penderita masuk ke dalam kelompok perlakuan dan 21 penderita lainnya masuk kedalam kelompok bukan perlakuan. Kelompok perlakuan mendapatkan tambahan alpha lipoic acid 600 mg 1 x 1 per hari pada terapi standar, sedangkan kelompok bukan perlakuan mendapatkan tambahan placebo pada terapi standar. Masing-masing selama 3 bulan dan dievaluasi tiap bulan. Subyek penelitian terdiri atas 27 wanita dan 17 pria. Kedua kelompok baik perlakuan maupun bukan perlakuan lebih banyak wanita yaitu kelompok perlakuan (60,9%) dan kelompok bukan perlakuan (61,9%). Umur paling banyak di atas 50 tahun yaitu kelompok perlakuan (78,3%), kelompok bukan perlakuan (90,5 %) dengan rerata umur kelompok perlakuan 54,9 (SD±5,66) tahun dan kelompok bukan perlakuan 57,0 (SD±5,12) tahun. Data mengenai jenis kelamin menurut Meijer dan Ametov dkk perbandingan laki-laki dan wanita, DM dengan neuropati lebih banyak wanita. Pada penelitian ini sesuai dengan penelitian SYDNEY Trial dimana penderita DM dengan neuropati lebih banyak wanita 17 Angka kejadian neuropati diabetika meningkat sehubungan dengan meningkatnya usia. 1 Usia lanjut berhubungan dengan akumulasi kerusakan akibat radikal bebas. Perubahan yang terkait dengan radikal bebas termasuk peningkatan kadar lipid peroksida, perubahan dalam aktivitas enzim yang diakhiri dengan kerusakan jaringan pada usia lanjut. 42 Penelitian ini menunjukkan lebih banyak penderita polineuropati diabetika diatas 50 tahun. Hasil 67

ini sesuai penelitian yang dilakukan dilakukan SYDNEY dan SYDNEY 2 Trial yang menyebutkan kasus polineuropati paling banyak terdapat pada umur lebih dari 50 tahun. 17,18 Tidak didapatkan adanya perbedaan yang berbeda dalam hal jenis kelamin dan umur antara kedua kelompok. Lama menderita DM paling banyak baik kelompok perlakuan maupun kelompok bukan perlakuan antara 1-10 tahun yaitu kelompok perlakuan (60,9%) sedangkan kelompok bukan perlakuan (66,7 %). Penelitian ini sesuai dengan penelitian Lukaszuk dkk, dan Taleb dkk lama menderita DM paling banyak baik kelompok perlakuan maupun bukan perlakuan antara 1-10 tahun. 43,44 Timbulnya ND, progesifitas dan berkembangnya ND termasuk polineuropati diabetika berkorelasi dengan hiperglikemia. Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) menyatakan bahwa pengendalian glukosa darah yang ketat akan menurunkan angka ND sebesar 60%. Faktor risiko lain yang terkait dengan ND adalah dislipidemia, hipertensi, merokok, konsumsi alkohol dan berat badan berlebih adalah faktor risiko independen untuk ND. 1 Kadar HbA1c meningkat pada penderita polineuropati diabetika, kelompok perlakuan kadar HbA1c 7 sebanyak 69,6% dengan rerata 8,9 (SD±2,83), sedangkan kelompok bukan perlakuan 7 sebanyak 66,2% dengan rerata 8,8 (SD±2,54). Hal ini sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya bahwa terjadi peningkatan HbA1c pada penderita polineuropati DM. 16,18,43,44 Profil lipid pada kelompok perlakuan dengan dislipidemia pada 17 penderita (73,9%) dan kelompok bukan perlakuan 17 orang penderita (81,0%) dengan perincian 68

hiperkolesterol kelompok perlakuan 15 penderita (65,2%), kelompok bukan perlakuan 17 penderita (81,0%), hipertrigliserida kelompok perlakuan 12 penderita (52,2%), kelompok bukan perlakuan 15 penderita (57,1%) dan kadar LDL yang lebih dari 130 mg/dl kelompok perlakuan 9 penderita (39,1%) dan kelompok bukan perlakuan penderita (33,3%). Penelitian ini sesuai dengan Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) yang menyatakan bahwa salah satu faktor risiko ND adalah dislipidemia 1,4 Penelitian ini tidak didapatkan adanya perbedaan yang bermakna hasil laboratorium antara kedua kelompok. Rerata parameter kimia darah penderita polineuropati diabetika kedua kelompok menunjukkan dalam rentang lebih dari normal kecuali kadar LDL kelompok bukan perlakuan. Secara statistitik rerata parameter kimia darah antara kelompok perlakuan dan kelompok bukan perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna ( p > 0,05). Profil hipertensi pada penelitian ini didapatkan bahwa sebagian besar penderita polineuropati menderita hipertensi pada kedua kelompok. Hipertensi kelompok perlakuan 17 penderita (73,9%) dan kelompok bukan perlakuan 11 penderita (52,4%). Penelitian ini sesuai dengan Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) yang menyatakan bahwa salah satu faktor risiko ND adalah hipertensi. 1,4 Stress oksidatif merupakan dasar dari penyakit-penyakit metabolisme termasuk hipertensi, aterosklerosis, hiperkolesterolemia. Berbagai faktor risiko yang tampak pada subyek penelitian (hiperglikemia,hipertensi, dislipidemia) memiliki efek terjadinya kerusakan endotel pembuluh dan meningkatkan risiko terjadinya atau memperberat aterosklerosis sehingga akan meningkatkan risiko terjadinya neuropati 69

diabetika. 45,46 Penelitian ini tidak didapatkan perbedaan faktor risiko yang bermakna antara kedua kelompok penelitian. Polineuropati distal yang terbanyak adalah polineuropati sensoris simetris distal. Merupakan 75% dari neuropati diabetika. Gangguan sensorik selalu lebih nyata dibanding kelainan motorik dan sudah terlihat pada awal penyakit. Ditandai dengan hilangnya akson dan serabut saraf terpanjang terkena terlebih dulu. Umumnya gejala nyeri, parastesi dan hilang rasa. Adanya nyeri dan menurunnya rasa terhadap temperatur melibatkan serabut sarabut saraf kecil. Gangguan propioseptif, rasa getar dan gaya berjalan,menunjukkan keterlibatan dari serabut saraf ukuran besar. 2 Penelitian ini anamnesis gejala penderita polineuropati menggunakan skor DNS. Pengukuran skor DNS dengan anamnesis meliputi gelala jalan tidak stabil, kesemutan atau rasa tebal, nyeri seperti ditusuk jarum, nyeri seperti terbakar/ditekan. Sedangkan untuk subskor nyeri diukur dengan menggunakan skor VAS. Pengukuran skor DNS dan VAS mulai minggu ke-0,4, 8 dan ke-12 setelah diberikan terapi pada kedua kelompok. Pengukuran skor DNS mulai minggu ke-0 sampai minggu ke-12, dengan uji Friedman menunjukkan kelompok perlakuan mengalami penurunan skor DNS yang bermakna, sedangkan kelompok bukan perlakuan tidak terjadi penurunan yang bermakna.(tabel 7). Data Tabel 9 menunjukkan penurunan skor DNS baik pada kelompok bukan perlakuan maupun kelompok perlakuan. Kelompok perlakuan penurunan skor DNS pada minggu ke-4 terapi sedangkan kelompok bukan perlakuan penurunan skor DNS baru terlihat pada minggu ke 8 terapi. Secara stastitik tidak dijumpai perbedaan yang bermakna perubahan skor DNS minggu ke-4,8 dan ke-12 70

antara 2 kelompok. Data Tabel 8 menunjukkan penurunan skor DNS kelompok perlakuan berbeda secara bermakna jika dibandingkan skor DNS baseline terlihat pada minggu ke-12 terapi, sedangkan kelompok bukan perlakuan sampai minggu ke- 12 belum terlihat penurunan yang berbeda bermakna jika dibandingkan skor DNS baseline. Penelitian ini berarti pemberian tambahan terapi ALA 600 mg/hari pada terapi standar polineuropati diabetika memberikan perbaikan klinis secara bermakna pada minggu ke-12 terapi pada kelompok perlakuan, sedangkan kelompok bukan perlakuan belum ada perbaikan secara bermakna sampai minggu ke -12 terapi. Penurunan skor DNS kelompok perlakuan sebanyak 4 penderita (17,4%), sedangkan kelompok bukan perlakuan hanya 2 penderita (9,5%), walaupun perbedaan tersebut tidak berbeda bermakna (Tabel 10). Perbaikan dalam penelitian ini dalam hal kesemutan, sedangkan untuk baal dan jalan tidak stabil gejala yang dirasakan juga berkurang tetapi tidak sampai hilang tetapi karena skornya nominal hanya ya dan tidak dan tidak ada gradasi atau derajatnya sehingga skornya masih tetap 1. Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan karena kerusakan jaringan aktual atau potensial atau digambarkan dalam istilah kerusakan. 47 Nyeri neuropati diabetika merupakan merupakan salah satu komplikasi tersering diabetes pada saraf tepi. 2 Suhartono mengemukakan bahwa sekitar 50% ND merupakan painful diabetic polineuropathy. 1 Penderita nyeri neuropatik tidak hanya mengalami gangguan sensoris, tetapi terdapat juga komponen-komponen psikologis yang dapat mempengaruhi penderita pada pengalaman nyerinya misalnya kognisi, emosional dan proses behaviour. 47 Penelitian ini menunjukkan lebih banyak penderita dengan gejala nyeri yaitu kelompok perlakuan (69,6%) dan kelompok 71

bukan perlakuan (57,1%) dan lebih banyak penderita yang menderita nyeri lebih dari 6 bulan dengan perincian kelompok perlakuan (66,7%) dan kelompok bukan perlakuan (68,7%). Tidak didapatkan adanya perbedaan yang bermakna dalam hal nyeri dan lamanya menderita nyeri antara kedua kelompok. Pengukuran intensitas nyeri digunakan skala nyeri yaitu skor VAS, mudah dan praktis digunakan dalam praktek klinis. Pada pengukuran subskor nyeri dengan skor VAS mulai minggu ke-0,4,8 dan ke-12 terapi. Pengukuran skor VAS mulai minggu ke-0 sampai minggu ke-12 setelah diberikan terapi, dimana kedua kelompok menunjukkan perbedaan yang bermakna jika dibandingkan skor baseline (Tabel 11). Data Tabel 13 menunjukkan adanya penurunan skor VAS baik kelompok bukan perlakuan maupun kelompok perlakuan. Secara stastitik terjadi perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan jika dibandingkan kelompok bukan perlakuan mulai minggu ke 8 terapi. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian tambahan ALA 600 mg/hari pada terapi standar penderita polineuropati diabetika memberikan perbaikan klinis yang bermakna (p=0,001) berupa pengurangan intensitas nyeri mulai minggu ke 8 terapi jika dibandingkan kelompok bukan perlakuan yang hanya mendapatkan terapi standar saja. Kelompok perlakuan maupun bukan perlakuan terjadi penurunan secara bermakna skor VAS mulai minggu ke-4 terapi jika dibandingkan skor VAS baseline, akan tetapi kelompok perlakuan penurunannya lebih besar daripada kelompok bukan perlakuan.( Tabel 13 dan Gambar 2). Data Tabel 11 menunjukkan bahwa sebelum perlakuan, semua subyek memiliki nilai VAS kategori sedang. Setelah diberikan terapi, mulai minggu ke-4 sampai minggu ke-12, perbaikan 72

intensitas nyeri kelompok perlakuan lebih baik daripada kelompok bukan perlakuan. Perbaikan intensitas nyeri bisa terlihat dari perubahan intensitas nyeri pada minggu ke -12 terjadi perubahan nyeri sedang menjadi nyeri ringan. Kelompok perlakuan dengan nyeri sedang hanya tinggal 1 orang (6,3%), nyeri ringan menjadi 15 orang (93,7%), sedangkan kelompok bukan perlakuan nyeri sedang masih 6 orang (50%), nyeri ringan 6 orang (50%). Hampir semua penderita mengalami penurunan skor VAS, kelompok perlakuan 93,7% sedangkan kelompok bukan perlakuan 91,7%, namun tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan dan kelompok bukan perlakuan (p > 0,05). Secara umum diakui bahwa pengobatan nyeri neuropatik adalah sulit dan dapat memberikan dampak terjadinya komorbiditas psikologis seperti sulit tidur, depresi dan kecemasan. Nyeri neuropati diabetikum sering bermanifestasi sebagai komorbid dengan depresi dan ansietas. Depresi adalah salah satu masalah paling banyak dialami oleh penderita dengan nyeri kronik. 47. Karena depresi cenderung menyebabkan prognosis buruk terhadap keberhasilan terapi nyeri. Oleh karena itu dibutuhkan terapi komprehensif yang mampu mengatasi nyeri neuropatik sekaligus gangguan mood yang menyertainya. 48 Perbaikan yang bermakna didapatkan pada sub skor nyeri yaitu nyeri seperti tertusuk dan nyeri seperti terbakar sedangkan sub skor kesemutan, rasa tebal dan jalan tidak stabil tidak ada perbaikan yang bermakna. Terdapat perbedaan yang bermakna dalam hal penurunan intensitas nyeri,yang diukur dengan skor VAS. 73

Penelitian ini mirip dengan penelitian Sydney 2 dimana secara stastitik didapatkan perbedaan yang bermakna dengan terapi ALA 600 mg/ hari untuk nyeri tusuk dan nyeri seperti terbakar, tetapi tidak bermakna untuk kesemutan atau tebal. 18 Penderita polineuropati diabetika harus dilakukan evaluasi lebih detail termasuk tes motorik, sensorik, otonom dan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan elektromiografi. 2,49 Semua penderita DM sebaiknya diperiksa setiap tahun dengan kombinasi satu tau lebih tes-tes berikut (sensitivitas 87%): test nyeri, suhu, vibrasi(128), 10-g monofilament dan reflex achilles. Pada polineuropati distal didapatkan penurunan reflek achilles hamper 100% kasus, sedangkan reflek patella penurunan 60% kasus. Kelemahan otot umumnya ringan dan mengenai ekstremitas sebelah distal. Paling sering mengenai kelemahan n. peroneus communis, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan dorsofleksi jari kaki. Kelemahan pada tangan jarang terjadi, dan bila terjadi maka kelemahan umumnya mengenai otot instriksik. Umumnya kelemahan jarang mengenai lutut atau siku proksimal. 49 American Diabetic Association (ADA) merekomendasikan tentang skrining terhadap neuropati antara lain semua pasien diskrining neuropati pada saat diagnosis DM saat ditegakkan, dan diulang setiap tahun dengan menggunakan tes klinis yang sederhana. 1 Pemeriksan skor DNE praktis dan mudah dilakukan meliputi pemeriksaan kekuatan otot quadriceps femoris dan tibialis anterior, reflek tendo achilles, sensitivitas jari telunjuk, ibu jari kaki (sensitivitas terhadap tususkan jarum), sensitivitas terhadap sentuhan, posisi sendi dan persepsi getar. 9,23 Penelitian ini diagnosis dan evaluasi selain menggunakan skor DNS, juga menggunakan skor DNE. Pengukuran skor DNE mulai minggu ke-0 sampai minggu 74

ke-12 setelah diberikan terapi, dimana kedua kelompok menunjukkan perbedaan yang bermakna jika dibandingkan skor DNE baseline (Tabel 15). Tampak penurunan skor DNE baik pada kelompok perlakuan maupun kelompok bukan perlakuan. Pada kelompok perlakuan terjadi perbedaan yang bermakna sudah tampak pada minggu ke-8 terapi, sedangkan pada kelompok bukan perlakuan baru tampak minggu ke-12 terapi, jika dibandingkan dengan skor DNE baseline. Secara stastitik tidak dijumpai perbedaan yang bermakna perubahan skor DNE minggu ke-4,8 dan ke-12 antara kedua kelompok (Tabel 16,17 dan Gambar 7). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian tambahan ALA 600 mg/hari pada terapi standar penderita polineuropati diabetika memberikan perbaikan klinis secara bermakna mulai minggu ke 8 terapi, sedangkan pada kelompok bukan perlakuan yang hanya mendapatkan terapi standar terjadi perbaikan klinis yang bermakna mulai minggu ke-12 terapi jika dibandingkan skor DNE baseline, namun secara stastitik tidak dijumpai perbedaan yang bermakna (p> 0,05) jika dibandingkan antara 2 kelompok. Penurunan skor DNE kelompok perlakuan (34,8%) sedangkan kelompok kontrol (14,3%) (Tabel 18). Perbaikan skor DNE dalam penelitian ini dalam hal peningkatan reflek achilles, sensasi raba dan sensasi terhadap tusukan jarum. Penelitian ini tidak berbeda secara bermakna untuk perbaikan klinis yang diukur dengan skor DNE. Penelitian ini mirip dengan penelitian yang terdahulu dimana skor rerata TSS tidak signifikan untuk rasa tebal atau kesemutan tetapi signifikan untuk nyeri terbakar atau seperti tertusuk-tusuk. 18 Penelitian ini juga mirip dengan Minhout dkk menyimpulkan bahwa ALA dapat digunakan untuk menurunkan nyeri neuropatik jika dibandingkan dengan placebo. 50 75

Penelitian ini tidak berbeda secara bermakna pengukuran skor DNS dan DNE hal ini mungkin karena adanya faktor ALA, vitamin C dan vitamin E dalam makanan yang tidak dikendalikan. Penelitian ini juga tidak dilakukan pemeriksaan kadar ALA pada subyek penelitian sebelum dan sesudah diberikan terapi. Pada skor DNS adanya skor sub skor tebal / kesemutan atau jalan tidak stabil skor hanya bersifat nominal, tidak ada derajat atau gradasinya sehingga meskipun keluhan berkurang tetapi masih dirasakan skornya tetap sama nilainya masih 1 untuk masingmasing subskor, sehingga dalam hal ini dapat memberikan kesan hasil yang tidak berbeda bermakna. Terjadinya penurunan skor DNS dan DNE yang lebih baik, meskipun tidak berbeda bermakna jika dibandingkan antara 2 kelompok dan skor VAS yang berbeda bermakna mulai minggu ke-8 terapi pada kelompok perlakuan dimungkinkan peranan ALA sebagai anti oksidan. Pemberian ALA dapat meningkatkan produksi nitric oxide yang penting dalam memperbaiki fungsi endotel pembuluh darah, perbaikan aliran darah dan perfusi kapiler yang diperantarai oleh kerja antioksidan. Perbaikan aliran darah akan mengurangi iskemia sehingga dapat mengurangi nyeri. ALA juga akan meningkatkan sensitivitas insulin dan memperbaiki fungsi saraf. Selain itu ALA meningkatkan ambilan glukosa dengan 6, 14 mengaktivasi transporter glukosa. Analisis terhadap perubahan skor DNS dan DNE pada minggu ke 4, 8 dan minggu ke 12 pada kelompok perlakuan dan kontrol menunjukkan pemberian tambahan ALA 600 mg/hari pada terapi standar polineuropati diabetika selama 3 bulan memberikan perbaikan terhadap penurunan skor DNS dan DNE dibandingkan 76

kelompok bukan perlakuan tetapi secara stastitik tidak berbeda bermakna. Analisis terhadap perubahan skor VAS minggu ke 4, 8 dan minggu ke 12 pada kelompok perlakuan dan bukan perlakuan menunjukkan pemberian tambahan ALA 600 mg/hari 1 x 1 peroral pada terapi standar polineuropati diabetika selama 3 bulan memberikan perbaikan klinis yang bermakna yang ditunjukkan dengan penurunan intensitas nyeri yang diukur dengan skor VAS. Secara stastitik penurunan skor VAS menunjukkan perbedaan secara bermakna kelompok perlakuan dibandingkan kelompok bukan perlakuan terjadi mulai minggu ke 8 terapi. Penelitian ini tidak dilakukan pemeriksaan kadar ALA dalam plasma darah terhadap subjek penelitian sebelum dan sesudah diberikan terapi. Asupan ALA, vitamin C dan vitamin E dalam makanan juga tidak dikendalikan. Asupan ALA dalam makanan dan kadar ALA dalam darah mungkin dapat mempengaruhi hasil penelitian, sehingga dianggap perlu pemeriksaan kadar ALA sebelum dan sesudah penelitian dan mendapatkan informasi mengenai asupan ALA, vitamin C dan vitamin E dalam makanan. Penelitian oleh Willem et al tahun 2005 yang dikutip Samekto menunjukkan bahwa apabila ditemukan abnormalitas pada pemeriksaan dengan garputala 128 Hz di sendi interpalang jari pertama tunkai kaki kanan maka abnormalitas ini memiliki nilai duga positif 86-100% dan nilai duga negatif 66-97%. Penelitian ini menunjukkan bahwa pemeriksaan rasa getar dengan garputala 128 Hz sangat direkomendasikan untuk skreening adanya neuropati diabetikum. Pemeriksaan symptom scoring dan physical examination telah terbukti mempunyai sensitifitas dan spesisifitas yang tinggi untuk mendiagnosis neuropati diabetika adalah skor DNS dan DNE. 49 77

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian, diantaranya adalah : 1. Penelitian ini tidak dilakukan pengukuran kadar ALA dalam plasma darah sebelum dan setelah dilakukan pemberian ALA pada subyek penelitian, sehingga kandungan ALA dalam darah tidak bisa diketahui. 2. Faktor perancu dari kandungan ALA, vitamin C dan E dalam makanan yang tidak dikendalikan. 3. Subyek penelitian hanya di poli rawat jalan saja (Penyakit Dalam dan Saraf), sehingga sampel dengan gejala yang kurang bervariasi. 4. Penelitian ini tidak memeriksa skor depresi atau ansietas yang dapat mempengaruhi intensitas nyeri. 78