BAB III LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

ANALISIS GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN MENGGUNAKAN METODE CSU

BAB III LANDASAN TEORI

Disampaikan pada Seminar Tugas Akhir 2. Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta NIM :

dimana: Fr = bilangan Froude U = kecepatan aliran (m/dtk) g = percepatan gravitasi (m/dtk 2 ) h = kedalaman aliran (m) Nilai U diperoleh dengan rumus:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keterangan melalui kutipan teori dari pihak yang kompeten di bidang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi

PEMODELAN & PERENCANAAN DRAINASE

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gerusan Lokal

PENGARUH BENTUK PILAR JEMBATAN TERHADAP POTENSI GERUSAN LOKAL

DAFTAR PUSTAKA. 1. Badan Standarisasi Nasional, Metode Pengukuran Tinggi Muka Air Pada Model Fisik, SNI

BAB I PENDAHULUAN. terbentuk secara alami yang mempunyai fungsi sebagai saluran. Air yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Rencana Penelitian

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Data Penelitian

I-I Gambar 5.1. Tampak atas gerusan pada pilar persegi

BAB V SIMULASI MODEL MATEMATIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Analisis Gradasi Butiran sampel 1. Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No.

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bangunan sungai seperti abutment jembatan, pilar jembatan, crib sungai,

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH VARIASI DEBIT ALIRAN TERHADAP GERUSAN MAKSIMAL DI BANGUNAN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM HEC-RAS

NASKAH SEMINAR 1. ANALISIS MODEL FISIK TERHADAP GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam Pada Aliran Subkritik)

Bab III HIDROLIKA. Sub Kompetensi. Memberikan pengetahuan tentang hubungan analisis hidrolika dalam perencanaan drainase

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

BAB IV METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian

BAB V SIMULASI MODEL MATEMATIK

1 BAB VI ANALISIS HIDROLIKA

PENGENDALIAN GERUSAN DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN

BAB III METODE PENELITIAN. fakultas teknik Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Jembatan adalah suatu konstruksi yang menghubungkan dua bagian jalan

HIDROLIKA SALURAN TERTUTUP -CULVERT- SEBRIAN MIRDEKLIS BESELLY PUTRA TEKNIK PENGAIRAN

BAB III LANDASAN TEORI

NASKAH SEMINAR 1. ANALISIS MODEL MATEMATIK GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN DENGAN ALIRAN SUBKRITIK (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam)

KAJIAN KAPASITAS SUNGAI LOGAWA DALAM MENAMPUNG DEBIT BANJIR MENGGUNAKAN PROGRAM HEC RAS

MODEL ANALISIS ALIRAN PADA SALURAN TERBUKA DENGAN BENTUK PENAMPANG TRAPESIUM PENDAHULUAN

BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi,

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Tata cara perhitungan tinggi muka air sungai dengan cara pias berdasarkan rumus Manning

ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE VLUGHTER (UJI MODEL LABORATORIUM)

BAB V ANALISIS HIDROLIKA DAN PERHITUNGANNYA

KAJIAN KEDALAMAN GERUSAN DISEKITAR ABUTMEN JEMBATAN TIPE WING WALL DAN SPILLTHROUGH TANPA PROTEKSI UNTUK SALURAN BERBENTUK MAJEMUK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V SIMULASI MODEL MATEMATIK

Pengukuran Debit. Persyaratan lokasi pengukuran debit dengan mempertimbangkan factor-faktor, sebagai berikut:

Perancangan Saluran Berdasarkan Konsep Aliran Seragam

BAB 1 PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) Progo merupakan daerah aliran sungai yang

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODA ANALISIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Nizar Achmad, S.T. M.Eng

SISTEM DRAINASE PERMUKAAN

UPAYA PENGENDALIAN GERUSAN DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN

BAB II LANDASAN TEORI

PENGARUH PENEMPATAN TIRAI 3 BARIS LURUS DAN 3 BARIS LENGKUNG TERHADAP KEDALAMAN GERUSAN LOKAL

STRATEGI PEMILIHAN PEREDAM ENERGI

ANALISIS KARAKTERISTIK SEDIMEN DASAR SUNGAI TERHADAP PARAMETER KEDALAMAN

Laju Sedimentasi pada Tampungan Bendungan Tugu Trenggalek

BAB III LANDASAN TEORI

KAJIAN GERUSAN LOKAL PADA AMBANG DASAR AKIBAT VARIASI Q (DEBIT), I (KEMIRINGAN) DAN T (WAKTU)

GROUNDSILL PENGAMAN JEMBATAN KRETEK YOGYAKARTA

BAB III LANDASAN TEORI

DAFTAR ISI Novie Rofiul Jamiah, 2013

BAB IV OLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI

Kata Kunci: Abutmen Spill-Through Abutment dan Vertical Wall Without Wing, Gerusan Lokal, Kedalaman Gerusan Relatif

BAB III METODOLOGI 3.1 METODE ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA

I Putu Gustave Suryantara Pariartha

Gambar 3.1 Daerah Rendaman Kel. Andir Kec. Baleendah

BAB IV METODE PENELITIAN

PRINSIP DASAR HIDROLIKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah sekitar hilir Sungai. Banjir yang terjadi dapat mengakibatkan kerugian.

PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. Kementerian Pekerjaan Umum

BAB IV METODE PENELITIAN

DEGRADASI-AGRADASI DASAR SUNGAI

ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE USBR-IV (UJI MODEL DI LABORATORIUM)

BAB I Pendahuluan Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENGARUH PEMASANGAN KRIB PADA SALURAN DI TIKUNGAN 120 ABSTRAK

STUDI NUMERIK PERUBAHAN ELEVASI DAN TIPE GRADASI MATERIAL DASAR SUNGAI

GERUSAN LOKAL 8/1/14 19:02. Teknik Sungai

PERSAMAAN BERNOULLI I PUTU GUSTAVE SURYANTARA P

Sub Kompetensi. Bab III HIDROLIKA. Analisis Hidraulika. Saluran. Aliran Permukaan Bebas. Aliran Permukaan Tertekan

BAB V RENCANA PENANGANAN

MEKANISME PERILAKU GERUSAN LOKAL PADA PILAR TUNGGAL DENGAN VARIASI DIAMETER

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Perencanaan Bangunan Air. 1. Umum

BED LOAD. 17-May-14. Transpor Sedimen

Transkripsi:

BAB III LANDASAN TEORI 3. 1 Konsep Gerusan Lokal Gerusan adalah fenomena alam yang disebabkan oleh erosi yang disebabkan oleh aliran air pada dasar dan tebing saluran alluvial. Gerusan lokal merupakan proses alamiah yang disebabkan oleh perubahan morfologi sungai atau adanya struktur air yang menghalangi aliran, misalnya abutmen, pilar jembatan, krib, dll. Adanya struktur sungai menyebabkan perubahan karakteristik suatu aliran, seperti kecepatan dan turbulensi aliran sehingga menimbulkan transpor sedimen dan menyebabkan gerusan. Pilar merupakan bagian struktur bawah jembatan yang dapat menyebabkan perubahan pola aliran sungai sehingga akan menyebabkan terjadinya gerusan lokal di sekitar pilar. Mekanisme gerusan lokal pada pilar Menurut Richardson dkk. (1990) dalam Achmadi (2001), gerusan yang terjadi di sekitar pilar jembatan ialah akibat sistem pusaran (horseshoe vortex) yang timbul karena aliran dirintangi oleh suatu bangunan. Sistem pusaran yang menyebabkan lubang gerusan (scour hole), berawal dari sebelah hulu pilar, yaitu pada saat mulai timbul komponen aliran dengan arah aliran ke bawah (down flow), karena aliran yang datang dari hulu dihalangi oleh pilar. Aliran arah vertikal ini akan terus menuju dasar yang selanjutnya akan membentuk pusaran. Pada dasar saluran komponen aliran berbalik arah vertikal ke atas, peristiwa ini diikuti dengan terbawanya material dasar sehingga terbentuk aliran spiral yang akan menyebabkan gerusan dasar dan akan terus berlanjut hingga tercapai kesetimbangan. Interaksi aliran dan pilar akan membentuk busur ombak (bow wave) yang disebut surface roller yang kemudian bergerak kesamping dan terjadi pemisahan aliran yang selanjutnya membentuk wake vortex dibagian belakang pilar jembatan. 7

8 Gambar 3. 1 Skema pola aliran dan gerusan lokal di sekitar pilar silinder (Richadson dkk, 1990 dalam Achmadi, 2001) Dalam mempelajari gerusan lokal, harus dibedakan antar clear-water scour dan live bed scour : a. Clear-water scour : Pertambahan kedalaman gerusan terbentuk secara perlahan lahan, ketika kapasitas kerluarnya transportasi sedimen pada lobang gerusan adalah nol. b. Sediment-transport scour (Live-bed scour) : Kedalaman gerusan bertambah dengan cepat dan akan mencapai nilai kesetimbangan, ketika kapasitas keluarnya transportasi sedimen adalah sama dengan masuknya transport sedimen pada lobang gerusan. Gambar 3. 2 Kedalaman gerusan sebagai fungsi waktu (Richardson dkk, 1990 menurut Achmadi,2001)

9 Gambar 3.2 menunjukan bahwa clear-water scour mencapai gerusan maksimum memakan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan live-bed scour. Karena clear-water scour terjadi umumnya pada material dasar yang kasar. Kenyataannya clear-water scour tidak mencapai gerusan maksimumnya sampai setelah beberapa banjir. Maka clear-water scour mencapai maksimum berkisar 10% lebih besar dari pada live-bed scour maksimum. Menurut Jazaul Ikhsan dan Wahyu Hidayat (2006), faktor faktor yang mempengaruhi kedalaman area gerusan diantaranya kemiringan, garis lurus normal (natural alignment) dan perubahan saluran, jenis dan sejumlah material dasar yang diangkut, debit aliran, keterbatasan atau perubahan aliran yang melalui jembatan dan saluran, geometri dan garis lurus normal pilar, perubahan alami atau perubahan aliran yang melalui jembatan dan saluran, kecelakaan, seperti runtuhnya struktur. Menurut Wiyono H.S dkk, 2006, variabel variabel yang berpengaruh pada gerusan lokal, meliputi: 1. Kondisi fluida, yaitu: a. Kerapatan ( b. Kekentalan / viskositas kinematis (υ) c. Gravitasi (g) d. Kecepatan (U) e. Kedalaman aliran (d o ) 2. Kondisi dasar sungai, yaitu: a. Diameter butiran sedimen (D s ) b. Kerapatan massa ( s ) c. Distribusi butiran d. Bentuk butiran 3. Faktor geometric pilar, yaitu: a. Tebal pilar (b) b. Panjang pilar (L) c. Sudut arah aliran (α)

10 d. Jarak antar pilar ( ) Karena variabel yang sangat banyak maka dikaji yang relatif dominan dan diperoleh bahwa kedalaman gerusan (d s ) merupakan fungsi dari: d s = f ( υ, d, D s, s, d o, U, b, α, λ) (3.1) 3. 2 HEC-RAS Versi 5.0.3 HEC-RAS merupakan program aplikasi untuk memodelkan aliran yang berada di sungai, River Analysis System (RAS). Software HEC-RAS ini dibuat oleh Hydrolic Engineering Center yang merupakan satu divisi didalam Institute For Water Resources (IWR), dibawah US Army Corps Of Engineers (USACE). HEC-RAS versi 5.0.3 baru dirilis pada September 2016. HEC-RAS 5.0.3 dapat melakukan analisis hitungan satu dimensi pada profil muka air aliran permanen (steady flow), hitungan satu/dua dimensi pada profil muka air aliran tidak permanen (unsteady flow), hitungan angkutan sedimen, analisis kualitas air, dan fitur desain hidraulik. Menurut Istiarto (2011) bahwa umumnya dalam tahap mendesain jembatan cukup dibutuhkan parameter aliran pada debit desain. Dengan demikian, cukup dilakukan analisis aliran permanen (steady flow analysis). Steady flow adalah kondisi aliran yang kecepatannya tidak berubah dengan waktu. 3. 3 Persamaan Pada HEC-RAS Menurut Prayuda (2015) Hitungan hidrolika aliran pada dasarnya adalah mencari kedalaman dan kecepatan aliran di sepanjang alur yang ditimbulkan oleh debit yang masuk ke dalam alur dan kedalaman aliran di batas hilir. Pada HEC-RAS 5.0.3, hitungan hidrolika dibagi menjadi 3 (tiga) kategori yaitu aliran permanen 1 dimensi (1D steady flow), aliran tidak permanen 1 dimensi (1D unsteady flow), dan aliran tidak permanen 2 dimensi (2D unsteady flow).

11 3. 3. 1 Persamaan Energi HEC-RAS menghitung profil muka air dari satu tampang lintang ke tampang lintang lainnya dengan persamaan energi melalui prosedur iterative yang disebut dengan standard step method. Persamaan energi yang dimaksud adalah (Bernoulli, 1738) : α α (3.2) Dimana: = Elevasi dari saluran utama 1 dan 2 (m) = Kedalaman air penampang1 dan 2 (m) α α = Koefisien energi pada penampang 1 dan 2 = Kecepatan aliran rata rata (total perubahan / total area aliran) (m/s) g = Percepatan grafitasi (m/s) h e = Kehilangan energi (m) Gambar 3.1 Diagram yang menampilkan hubungan hubungan variabel persamaan energi. Gambar 3. 3 Hubungan pada persamaan energi (HEC-RAS Reference Manual, 2016) Kehilangan energi (h e ) diantara 2 (dua) penampang disebabkan oleh gesekan (friction losses) dan kehilangan energi (konstrasi /

12 ekspansi). Persamaan dari kehilangan energi adalah sebagai berikut (HEC-RAS Reference Manual, 2016) : α α (3.3) Dimana: L = Panjang jangkauan kedua penampang yang diberi bobot menurut debit = Kemiringan garis energi karena gesekan diantara 2 (dua) penampang C = Koefisien atas kehilangan energi (penyempitan atau perluasan) Dimana panjang jangkauan kedua penampang yang diberi bobot, jumlahkan sebagai (HEC-RAS Reference Manual, 2016) : (3.4) Dimana: L lob, L ch, L rob = Panjang ruas penampang sungai untuk aliran di sisi kiri, tengah, dan sisi kanan. = Debit yang mengalir pada sisi kiri, tengah, dan sisi kanan. 3. 3. 2 Kapasitas Angkutan Sedimen Ketentuan dari kapasitas angkut dan koefisien kecepatan untuk tampang lintang dihitung dengan membagi aliran kedalam beberapa bagian, kecapatan terbagi merata. HEC-RAS menggunakan pendekatan pembagian aliran pada area bantaran tampang aliran. Kapasitas angkut dihitung dengan pembagi penampang sungai dengan mengacu pada persamaan Manning s (HEC-RAS Reference Manual, 2016) : (3.5) (3.6)

13 Dimana: K = Kapasitas tampang sedimen S f = Kemiringan pada garis energi n = Angka kekasaran (manning) A = Luas tampang aliran (tampang basah) setiap bagian tampang R = Radius hidrolik Program ini menjumlahkan tambahan angkutan pada bantaran yang diperoleh dari bantaran kiri dan bantaran kanan. Angkutan sedimen pada saluran dihitung secara normal sebagai elemen angkutan sedimen. Total kapasitas angkutan sedimen untuk suatu penampang adalah dengan menjumlahkan angkutan pada tiga bagian (kiri, tengah, dan kanan) perhatikan Gambar 3.2. Gambar 3. 4 Metode pembagian tampang untuk angkutan sedimen (HEC-RAS Reference Manual, 2016) Metode Alternatif tersedia pada HEC-RAS untuk menghitung kapasitas sedimen diantara setiap titik koordinat pada penampang (Gambar 3.3). Angkutan sedimen kemudian di totalkan untuk mendapatkan nilai total dari tepi kiri dan tepi kanan. Metode ini digunakan pada kesatuan program HEC-2. Metode ini dipertahankan sebagai opsi sampai HEC-RAS memerintahkan untuk menerbitkan kembali penyelidikan yang dikembangkan oleh HEC-2.

14 Gambar 3. 5 Metode alternative dari pembagian tampang untuk angkutan sedimen (HEC-2 Style) (HEC-RAS Reference Manual, 2016) 3. 3. 3 Energi kinetik Energi kinetik adalah energi yang dimiliki oleh fluida karena pengaruh kecepatan yang dimilikinya. Karena memodelkan dengan model satu dimensi, jadi hanya satu muka air dan untuk itu ada satu energi yang diperhitungkan antar tampang lintang. Untuk memberi elevasi muka air, energi kinetik (rata-rata) yang diperoleh dari perhitungan tinggi energi kinetik dari ketiga tampang lintang (tepi kiri, tengah, dan tepi kanan). Gambar 3.4 berikut memperlihatkan bagaimana energi kinetik diperoleh dari tampang lintang bagian tengah dan tepi kanan (tidak ada bagian tepi kiri). Gambar 3. 6 Contoh perhitungan memperoleh energi kinetik (HEC-RAS Reference Manual, 2016)

15 Untuk menghitung energi kinetik rata rata diperlukan koefisien tinggi kecepatan, yang dihitung dengan cara sebagai berikut (HEC- RAS Reference Manual, 2016): (3.7) [ ] (3.8) (3.9) Pada umumnya: (3.10) Koefisien kecepatan di hitung berdasarkan dengan angkutan sedimen di ketiga aliran (sisi kiri, tengah, dan sisi kanan). Juga dapat di tulis dengan hubungan angkutan sedimen dan luas area, sebagai berikut (HEC-RAS Reference Manual, 2016): [ ] (3.11) Dimana: A t A lob, A ch, A rob K t K lob, K ch, K rob = Total luas area tampang lintang = Luas area bantaran/tepi kiri, tengah, dan tepi kanan (persfektif) = Total angkutan sedimen = Angkutan sedimen bantaran/tepi kiri, tengah, dan tepi kanan (persfektif)

16 3. 3. 4 Kehilangan energi akibat gesekan Kehilangan energy akibat gesekan diakibatkan oleh adanya gesekan air dengan dinding saluran sungai dan perubahan aliran yang diakibatkan oleh belokan dan perubahan penampang. Kehilangan energi akibat gesekan pada HEC-RAS sebagai hasil dari dan L (Persamaan 3.3), dimana adalah kemiringan garis energi karena gesekan (Friction slope) dan panjang sungai L didefinisikan pada persamaan 3.4. Kemiringan garis energi karena gesekan (friction slope) disuatu tampang dihitung dengan persamaan manning sebagai berikut (HEC-RAS Reference Manual, 2016) : ( ) (3.12) 3. 3. 5 Penyempitan dan perluasan tampang Penyempitan dan perluasan tampang pada HEC-RAS dihitung dengan persamaan (HEC-RAS Reference Manual, 2016) : α α (3.13) Dimana: C = Koefisien penyempitan atau perluasan (lihat Tabel 3.1) Tabel 3. 1 Koefisien penyempitan dan perluasan tampang Penyempitan Perluasan Tidak berubah 0.0 0.0 Masa berangsur - angsur 0.1 0.3 Karena ada Jembatan 0.3 0.5 Tiba tiba 0.6 0.8 Sumber : HEC-RAS Reference Manual (2016) HEC-RAS mengasumsi bahwa penyempitan terjadi kapan saja saat kecepatan hilir lebih besar dari kecepatan hulu. Demikian juga, saat kecepatan hulu lebih besar dari kecepatan hilir akan terjadi perluasan.

17 3. 3. 6 Batas (Limitation) Aliran Tetap Satu Dimensi Menurut anggapan secara mutlak dalam menganalisis pernyataan yang digunakan dalam HEC-RAS 5.0.3 bahwa : a. Aliran sungai adalah aliran tetap (Steady flow) b. Aliran berangsur angsur berubah (kecuali pada bangunan struktur hidraulik seperti: Jembatan, Gorong gorong, dan Bendungan. Pada sebagian lokasi, dimana aliran dapat dengan cepat berubah, persamaan momentum atau persamaan empriris lainnya digunakan.) c. Aliran satu dimensi d. Saluran sungai memiliki kemiringan (slope) yang kecil, kurang dari 1:10. Aliran dianggap tetap (steady) karena hubungan waktu tidak bergantung pada persamaan energi (Persamaan 3.2). Aliran dianggap berangsur angsur berubah karena persamaan 3.2 berdasarkan pada dasar bahwa adanya pembagian tekanan hidrostatis pada setiap tampang. Pada lokasi dimana aliran dengan cepat berubah, HEC-RAS mengganti persamaan momentum atau persamaan empiris yang lain. Batas slope yang kurang dari 1:10 berdasarkan fakta bahwa bermula dari persamaan energi dihitung tekanan vertikalnya, dengan (HEC- RAS Reference Manual, 2016) : (3.14) Dimana: H p = Tekanan vertikal d = Kedalaman aliran = Kemiringan saluran bawah ditandakan dengan derajat Tabel 3. 2 Kemiringan dan nilai Kemiringan Derajat 1:10 5,71 0,995 2:10 11,31 0,981

18 Kemiringan Derajat 3:10 16,70 0,958 4:10 21,80 0,929 5:10 26,57 0,894 Sumber : HEC-RAS Reference Manual (2016) 3. 4 Angka Kekasaran (Manning s) Angka kekasaran manning adalah suatu nilai koefisien yang menunjukan kekasaran sautu permukaan saluran atau sungai baik pada sisi maupun dasar saluran atau sungai. Pemilihan angka manning dengan tepat dapat memperhitungkan elevasi muka air. Angka kekasaran manning adalah sangat bervariasi dan bergantung pada angka dari faktor faktor yang mencakup, seperti: kekasaran permukaan, tumbuhan, ketidakteraturan saluran, penjajaran saluran, gerusan dan endapan, halangan, ukuran dan bentuk saluran, pergantian cuaca, suhu, dan sedimen dasar dan sedimen suspensi. Pada dasarnya, angka Manning seharusnya dikalibrasi saat sewaktu-waktu mengamati informasi tentang elevasi muka air tersedia. Ada beberapa referensi pengguna yang dapat di akses untuk menunjukan angka manning untuk beberapa tipe saluran. Kompilasi yang luas dari angka kekasaran untuk saluran utama dan daratan banjir dapat ditemukan pada buku Chow-1959 Open-Channel Hydraulics. Buku ini menyajikan beberapa tipe saluran, dengan gambaran saluran yang mana angkanya telah terkalibrasi (Tabel 3.3). Tabel 3. 3 Angka kekasaran (Manning s) Tipe Saluran dan Deskripsinya Minimum Normal Maksimum A. Saluran Alami 1. Saluran Utama a. Bersih, lurus, terisi penuh, 0,033 tanpa celah atau ceruk dalam b. Seperti diatas, tapi lebih banyak batu dan rumput liar

19 Tipe Saluran dan Deskripsinya Minimum Normal Maksimum c. Bersih, berkelok, banyak ceruk, bertebing d. Seperti diatas, tapi banyak rumput liar dan batu e. Seperti diatas, tidak terisi penuh, banyak kemiringan dan penampang yang tidak efektif f. Seperti d tapi lebih banyak batu g. Daerah lembam, rumput liar, ceruk dalam h. Jangkauan rumput liar banyak, ceruk dalam, atau saat banjir banyak kayu dan semak 0,033 0,04 0,045 0,70 0,045 0,048 0,070 0,100 0,045 0,055 0,060 0,080 0,150 semak 2. Dataran Banjir a. Padang rumput tanpa belukar 1) Rumput pendek 2) Rumput Tinggi b. Area Tanam 1) Tanpa Tanaman 2) Kumpulan Tanaman dibariskan 3) Kumpulan tanaman di ladang c. Belukar 1) Belukar terpencar, banyak rumput liar 2) Belukar dan pohon yang 0,020 0,045 0,070 0,060

20 Tipe Saluran dan Deskripsinya Minimum Normal Maksimum jarang, pada musim dingin 3) Belukar dan pohon yang jarang, pada musim panas 4) Belukar sedang, pada musim dingin 5) Belukar sedang, pada 0,045 0,070 0,060 0,070 0,100 0,080 0,110 0,160 musim panas d. Pohon 1) Lahan kosong dengan tunggul pohon, tanpa tunas 2) Seperti diatas, banyak tunas 3) Banyak pohon tegak, sedikit pohon turun, sedikit semak-semak, ranting mendekati aliran 4) Seperti diatas, tapi ranting masuk pada aliran Banyak pepohonan, musim 0,080 0,1 0,110 0,060 0,100 0,120 0,150 0,080 0,120 0,160 0,2 panas, lurus 3. Saluran di pegunungan, tanpa tanaman pada saluran, teping terjal dengan pohon dan belukar di sepanjang tebing a. Dasar: kerikil, kerakal, dan sedikit batu besar b. Dasar: kerakal dan banyak batu besar 0,070

21 Tipe Saluran dan Deskripsinya Minimum Normal Maksimum B. Saluran yang dibangun 1. Beton a. Dipoles dengan sekop b. Dipoles sedikit c. Dipoles, dasar batu kali d. Tidak dipoles e. Adukan semprot, penampang rata f. Adukan semprot, penampang 0,011 0,013 0,015 0,014 0,016 0,018 0,013 0,015 0,017 0,017 0,019 0,022 0,015 0,016 0,020 0,020 0,023 bergelombang g. Galian batu yang rata/teratur h. Galian batu yang tidak teratur 0,017 0,022 0,021 0,027 2. Dasar beton dipoles sedikit dengan sisi: a. Batu dalam adukan b. Batu tak teratur dalam adukan c. Adukan batu dan semen, diplaster d. Adukan batu dan semen e. Batu kosong atau riprap 0,015 0,017 0,016 0,020 0,021 0,017 0,020 0,020 0,020 0,024 0,024 3. Dasar batu kali dengan sisi: a. Beton b. Batu tidak teratur dalam adukan semen c. Batu kosong atau riprap 0,017 0,020 0,023 0,020 0,023 0,033 0,026 0,036 4. Bata a. Diglasir b. Dalam adukan semen 0,011 0,012 0,013 0,015 0,015 0,018

22 Tipe Saluran dan Deskripsinya Minimum Normal Maksimum 5. Baja/Logam a. Permukaan halus b. Permukaan berombak 0,011 0,021 0,012 0,014 6. Aspal a. Halus b. Kasar 0,013 0,013 0,016 7. Lapisan tumbuhan 0,500 C. Saluran yang digali atau ditimbun 1. Tanah lurus dan seragam a. Bersih, baru selesai dibuat b. Bersih, telah melapuk c. Batu kali, penampang seragam, bersih d. Rumput pendek, sedikit belukar 0,016 0,018 0,022 0,022 0,018 0,022 0,027 0,020 0,033 2. Tanah bergelombang dan lembam a. Tanpa Tanaman b. Rumput, dan beberapa belukar c. Banyak belukar atau tanaman air pada saluran dalam d. Dasar tanah dan reruntuhan tebing e. Dasar bebatuan dan belukar pada tebing f. Dasar kerakal dan tepi bersih 0,023 0,028 0,033 3. Hasil Galian dan Timbunan a. Tanpa tumbuhan b. Sedikit semak pada tebing 0,028 0,033 0,060 4. Pecahan batu a. Halus dan seragam 0,04

23 Tipe Saluran dan Deskripsinya Minimum Normal Maksimum b. Tajam dan tidak beraturan 5. Saluran tak terawat, belurar dan semak semak a. Dasar bersih, semak pada bagian sisi b. Seperti diatas, lebih tinggi setinggi aliran c. Belukar lebat setinggi kedalaman aliran d. Semak semak lebat setinggi saluran setinggi aliran e. Belukar lebat setinggi kedalaman aliran f. Semak semak lebat setinggi saluran 0,045 0,080 0,080 0,07 0,080 0,100 0,080 0,100 0,080 0,110 0,120 0,140 0,120 0,140 Sumber : HEC-RAS Reference Manual (2016) 3. 5 Analisa Gerusan Pada Pilar Jembatan Gerusan yang terjadi disekitar pilar jembatan ialah terjadi akibat sistem pusaran (horseshoe vortex) yang timbul karena aliran dirintangi oleh suatu bangunan. Hoershoe vortex mengangkat material dari sekitar pilar, dan membuat lubang gerusan. Pada HEC-RAS menyajikan 2 (dua) persamaan/formula yang dapat dipakai untuk menganisa besarnya kedalaman gerusan pada pilar, yaitu persamaan Colorado State University (CSU) dan persaman Froechlich (1991). Pada HEC.18 Persamaan CSU lebih direkomendasikan untuk menghitung besarnya kedalaman gerusan. Persamaan CSU dapat menghitung kedalaman gerusan pilar pada kondisi live-bed dan clear-water. Persamaan CSU adalah sebagai berikut: a y r (3.15)

24 Dimana : ys = Kedalaman gerusan (m) y1 = Kedalaman aliran pada hulu pilar (m) K1= Faktor koreksi bentuk penampang pilar (Tabel 3.4) K2= Faktor koreksi arah datang aliran air K3= Faktor koreksi kondisi dasar permukaan dan gundukan (Tabel 3.5) K4= Faktor koreksi ketahanan dasar saluran (Tabel 3.6) a = Tebal pilar (m) L = Panjang pilar (m) Fr = Angka Froude V1= Kecepatan rata-rata aliran pada hulu pilar (m/s) G = Nilar gravitasi (9.81 m/s 2 ) Untuk pilar berbentuk round nose yang sejajar dengan aliran, kedalaman gerusan maksimumnya sebagai berikut: kali lebar pilar a untuk r kali lebar pilar a untuk r Pilihan faktor koreksi Kw untuk lebar pilar pada air yang dangkal dapat diaplikasi dalam persamaan CSU ( ) Untuk V/V C < 1 (3.16) ( ) Untuk V/V C > 1 (3.17) Karena fakor koreksi dikembangkan berdasarkan batas data flume, maka tidak otomatis terhitung di HEC-RAS. Maka dari itu dapat diaplikasi secara manual faktor untuk memperhitungkan kedalaman gerusan, atau dapat di kombinasi dengan salah satu faktor koreksi (K 1 sampai K 4 ).

25 Gambar 3. 7 Beberapa bentuk pilar (Federal Highway Administration s (FHWA), 2012) Tabel 3. 4 Faktor koreksi untuk bentuk penampang pilar Bentuk Ujung Pilar K1 Persegi 1,1 Bulat 1,0 Lingkaran Silinder 1,0 Kumpulan Silinder 1,0 Tajam 0,9 Sumber : HEC-RAS 18 (1995) Faktor koreksi untuk arah datang aliran (K2) dapat pula dikalkulasi dengan cara (HEC-RAS Reference Manual, 2016): ( ) (3.18) Dimana: L = Panjang Pilar (m) = Sudut datang aliran Jika L/a lebih besar dari 12, dipakai hasil L/a = 12 sebagai nilai yang paling

26 besar. Jika sudut datang aliran lebih besar dari 5 derajat, K 2 mennguasai dan K 1 harus bernilai 1.0. Tabel 3. 5 Faktor koreksi untuk kondisi dasar saluran (K 3 ) Kondisi Dasar Tinggi Gundukan (m) K3 Clear Water Scour - 1.1 Dasar rata dan aliran anti-dune - 1.1 Gundukan kecil 10 > H 2 1.1 Gundukan sedang 30 > H 10 1.1 1.2 Gundukan besar H 30 1.3 Sumber : HEC-RAS Reference Manual (2016) Faktor koreksi K4 mengurangi kedalaman gerusan untuk perlindungan lubang gerusan pada material dasar yang memiliki D 50 lebih besar atau sama dengan 0,007 kaki (0,002 m) dan D 95 lebih besar atau sama dengan 0,066 kaki (0,020 m). Nilai faktor koreksi dari penelitian terbaru oleh Molinas di Colorado State University menunjukan bahwa ketika kecepatan aliran datang (V 1 ) lebih kecil daripada kecepatan kritis (V c90 ) terhadap ukuran D 90 pada material dasar dan terdapat gradasi pada ukuran material dasar, D 90 akan membatasi kedalaman gerusan. Persamaan yang dikembangkan oleh Jones untuk menganalisis data adalah sebagai berikut (HEC-RAS Reference Manual, 2016): (3.19) = * c i i + (3.20) * + (3.21) * + (3.22)

27 (3.23) (3.23) Dimana: Vr V 1 V i50 V i95 V c90 V c50 a y K u = Kecepatan rasio = Kecepatan aliran rata rata saluran atau area tepi saluran pada penampang hulu jembatan, f/t (m/s) = Kecepatan pendekatan yang dibutuhkan untuk memicu gerusan pada pilar untuk ukuran butiran D 50, f/t (m/s) = Kecepatan pendekatan yang dibutuhkan untuk memicu gerusan pada pilar untuk ukuran butiran D 95, f/t (m/s) = Kecepatan kritis pada ukuran material dasar D90 (m/s) = Kecepatan kritis pada ukuran material dasar D50 (m/s) = Tebal pilar (m) = Kedalaman air pada hulu pilar, ft (m) = 11.17 (English units), 6.19 (S.I units) Tabel 3. 6 Batasan nilai K4 dan ukuran dasar sedimen Faktor Koreksi K4 Ukuran material dasar Nilai minimum minimum K4 D. ft (. m) 0.4 D. ft (. m) Sumber : HEC-RAS Reference Manual (2016)