BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Data pengukuran kompos limbah pertanian (basah) dan sampah kota. Jerami Padi 10 3,94 60,60. Kulit Pisang 10 2,12 78,80

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 4. METODE PENELITIAN

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

POTENSI BAKTERI SELULOLITIK DALAM DEKOMPOSISI JERAMI PADI

BAB I PENDAHULUAN. Sampah berhubungan erat dengan pencemaran lingkungan yaitu sebagai

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

I. PENDAHULUAN. zat kimia lain seperti etanol, aseton, dan asam-asam organik sehingga. memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi (Gunam et al., 2004).

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber karbon dan sumber energi (Hardjo et al., 1994: 15).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Rata-rata penyusutan kompos dari berbagai kombinasi bahan baku kompos selama 8 minggu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Advisory (FAR), mengungkapkan bahwa Indonesia adalah penyumbang

BAB I PENDAHULUAN. Feses kambing merupakan sisa hasil pencernaan hewan yang dikeluarkan

II. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi dapat dilihat pada Tabel

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman hayati.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pada saat panen, lebar tudung ialah rerata lebar tudung (pileus), yaitu panjang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Isolasi Bakteri Selulolitik dari Tanah Mangrove

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu.

PERNYATAAN SKRIPSI...

HASIL DAN PEMBAHASAN. perah dan limbah kubis (Brassica oleracea) pada pembuatan pupuk organik cair

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

UKDW I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jamur merang (Volvariella volvacea) merupakan salah satu spesies jamur

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

dilakukan lisis sel untuk memperoleh enzimnya. Kerja enzim ekstraseluler yaitu memecah atau mengurai molekul-molekul kompleks menjadi molekul yang

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

BAB I PENDAHULUAN. samping itu, tingkat pencemaran udara dari gas buangan hasil pembakaran bahan

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengujian fisik

Elysa Dwi Oktaviana Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M. Eng. Ir. Nuniek Hendrianie, MT L/O/G/O

Isolasi dan Perbaikan. Kultur. Rancang Media. Rancang Media 3/3/2016. Nur Hidayat Materi Kuliah Mikrobiologi Industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

I. PENDAHULUAN. Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahan-bahan organik yang dibuat menjadi pupuk cair memiliki

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

KAJIAN PENGGUNAAN INOKULUM PADA PROSES PENGOMPOSAN BAGASSE Otik Nawansih, Tirza Hanum dan Fibra Nurainy

PENGARUH PENAMBAHAN KOTORAN AYAM DAN MIKROORGANISME M-16 PADA PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA SECARA AEROBIK

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada saat sekarang ini lahan pertanian semakin berkurang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. jerami padi dan feses sapi perah dengan berbagai tingkat nisbah C/N disajikan pada

Hasil. rumen domba. efektivitas. cairan Aktifitas enzim (UI/ml/menit) , Protease. Enzim

PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC

PRODUKSI GULA REDUKSI DARI BAGASSE TEBU MELALUI HIDROLISIS ENZIMATIK MENGGUNAKAN CRUDE ENZYME SELULASE DAN XYLANASE

JENIS DAN DOSIS AKTIVATOR PADA PEMBUATAN KOMPOS BERBAHAN BAKU MAKROALGA

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Sifat fisik. mikroorganisme karena suhu merupakan salah satu indikator dalam mengurai

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008).

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metoda

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto,

I. PENDAHULUAN. organik disamping pupuk anorganik (Rubiyo dkk., 2003). Pupuk organik tersebut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung dikategorikan sebagai kota yang sedang berkembang,

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu pengekspor buah nanas yang menempati posisi

LAMPIRAN. 1. Penetapan N- Total Kompos (Balai Penelitian Tanah, 2005)

TINJAUAN PUSTAKA. Bioetanol merupakan etanol yang dihasilkan dari fermentasi glukosa yang

I. PENDAHULUAN. industri minyak bumi serta sebagai senyawa intermediet pada pembuatan bahan

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan sudah tidak layak jual atau busuk (Sudradjat, 2006).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemanfaatan Lindi sebagai Bahan EM4 dalam Proses Pengomposan

BAB I PENDAHULUAN. tidak ramah lingkungan dalam bidang industri (Falch, 1991).

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung Manis. Tanaman jagung manis diklasifikasikan ke dalam Kingdom Plantae (Tumbuhan),

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii

BAB I PENDAHULUAN. pertanian seperti wortel, kentang, dan kubis yang merupakan sayur sisa panen

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat. Sedangkan ketersediaan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. enzim selulase dari campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Botrytis

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Perubahan Fisik. mengetahui bagaimana proses dekomposisi berjalan. Temperatur juga sangat

Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu utama yang mempengaruhi produksi

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Statistik pada tahun 2011 produksi tanaman singkong di Indonesia

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pengolahan tinja rumah tangga setempat (on site system) yang

Transkripsi:

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Percobaan 1 : Penentuan bahan baku pupuk organik Penelitian tahap I bertujuan untuk mendapatkan komposisi bahan baku pupuk organik yang berkualitas dari sampah kota dan limbah pertanian. Parameter yang telah dilakukan pada percobaan tahap ini antara lain pengukuran suhu, kadar air dan ph awal pengomposan dari bahan baku sampah kota dan limbah pertanian. 1. Data pengukuran kompos limbah pertanian (basah) dan sampah kota Tabel 4. Kadar Air Bahan Baku Kompos Segar Bahan Berat awal(g) Berat Akhir (g) Kadar Air (%) Tandan Kosong Kelapa Sawit 10 2,35 76,50 Jerami Padi 10 3,94 60,60 Kulit Pisang 10 2,12 78,80 Kulit Singkong 10 2,52 74,80 Sampah Pasar 10 1,88 81,20 Sampah Rumah Tangga 10 3,76 62,40 Sampah Restoran 10 2,98 70,20 14

Tabel 5. Rata-rata Suhu Harian ( O C) pada Berbagai Perlakuan Bahan Kompos Perlakuan Bahan Kompos Rata-rata Suhu Harian ( 0 C) K9 (kulit singkong + sampah restoran) K11 (kulit pisang + sampah rumah tangga) K7 (kulit singkong + sampah pasar) K8 (kulit singkong + sampah rumah tangga) K12 (kulit pisang + sampah restoran) K6 (tandan kosong + sampah restoran) K3 (jerami padi + sampah restoran) K10 (kulit pisang + sampah pasar) K2 (jerami padi + sampah rumah tangga) K4 (tandan kosong + sampah pasar) K5 (tandan kosong + sampah rumah tangga) K1 (jerami padi + sampah pasar) 28.67 a 28.61 a 28.44 ab 28.32 abc 28.28 abc 28.09 abcd 27.89 bcd 27.75 bcd 27.68 bcd 27.59 cd 27.54 cd 27.37 d Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut DNMRT pada taraf 5% Berdasarkan Tabel 5 diperoleh rata-rata suhu harian selama pengomposan berkisar 27-28 O C, Suhu tertinggi pada bahan kompos K9, dan terendah pada K1. Suhu awal pada saat penelitian dilaksanakan mencapai 45 o C, kenaikan temperatur yang cukup cepat selama 3-5 hari pertama. Kisaran temperatur tersebut merupakan yang terbaik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Pada kisaran temperatur ini, mikroorganisme dapat tumbuh 3 kali lipat dibandingkan dengan temperatur yang kurang dari 55 0 C. Selain itu, pada temperatur tersebut enzim yang dihasilkan juga efektif mengurai bahan organik. 15

Tabel 6. ph Awal pada Berbagai Bahan Kompos Perlakuan Bahan Kompos K4 (tandan kosong + sampah pasar) K11 (kulit pisang + sampah rumah tangga) K5 (tandan kosong + sampah rumah tangga) K2 (jerami padi + sampah rumah tangga) K6 (tandan kosong + sampah restoran) K1 (jerami padi + sampah pasar) K3 (jerami padi + sampah restoran) K12 (kulit pisang + sampah restoran) K7 (kulit pisang + sampah rumah tangga) K10 (kulit pisang + sampah pasar) K9 (kulit singkong + sampah restoran) K8 (kulit singkong + sampah rumah tangga) ph Awal 8.85 a 8.83 a 8.82 a 8.69 a 8.55 ab 8.54 ab 8.48 ab 8.35 ab 8.27 ab 8.13 ab 8.02 ab 7.85 b Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut DNMRT pada taraf 5% Tabel 6 ph menunjukkan awal kompos berkisar 7-8. Angka ph tertinggi pada bahan kompos K4, sedangkan terendah pada bahan kompos K8. ph awal pengomposan bersifat basa. Kemasaman (ph) dalam tumpukan kompos juga mempengaruhi aktivitas mikroorganisme. Akhir dari pengomposan ph berkisar 6-7 (Tabel 7). 16

Tabel 7. ph Akhir pada Berbagai Perlakuan Bahan Kompos Perlakuan Bahan Kompos K7 (kulit pisang + sampah rumah tangga) K3 (jerami padi + sampah restoran) K5 (tandan kosong + sampah rumah tangga) K4 (tandan kosong + sampah pasar) K8 (kulit singkong + sampah rumah tangga) K6 (tandan kosong + sampah restoran) K2 (jerami padi + sampah rumah tangga) K9 (kulit singkong + sampah restoran) K1 (jerami padi + sampah pasar) K11 (kulit pisang + sampah rumah tangga) K12 (kulit pisang + sampah restoran) K10 (kulit pisang + sampah pasar) ph Akhir 7.39 a 7.30 a 7.27 a 7.24 a 7.22 a 7.17 a 7.02 a 6.90 a 6.65 ab 6.25 ab 5.70 b 5.60 b Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut DNMRT pada taraf 5% Dari hasil Tabel 7 ph tertinggi pada bahan kompos K7, sedangkan ph terendah pada bahan kompos K10. Kisaran ph yang baik yaitu sekitar 6,5-7,5. Oleh karena itu dalam proses pengomposan sering diberi tambahan kapur atau abu dapur untuk menaikkan ph (lndriani, 1999). Kemasaman sampah pada umumnya dibawah 7, tetapi bakteri-bakteri perombak seperti bakteri termofilik menghendaki ph antara 7,5-8,5. pengomposan pada suasana aerobik akan bersifat basa sedangkan pada suasana anaerobik akan bersifat asam. Sehingga pengaturan ph dalam pengomposan sangat diperlukan (Said, 1996). 17

Tabel 8. Kadar Air Awal (%) pada Berbagai Perlakuan Bahan Kompos Perlakuan Bahan Kompos Kadar Air Awal (%) K11 (kulit pisang + sampah rumah tangga) K10 (kulit pisang + sampah pasar) K4 (tandan kosong + sampah pasar) K1 (jerami padi + sampah pasar) K12 (kulit pisang + sampah restoran) K7 (kulit pisang + sampah rumah tangga) K2 (jerami padi + sampah rumah tangga) K5 (tandan kosong + sampah rumah tangga) K3 (jerami padi + sampah restoran) K8 (kulit singkong + sampah rumah tangga) K9 (kulit singkong + sampah restoran) K6 (tandan kosong + sampah restoran) 69.86 a 68.26 ab 65.10 abc 64.93 abc 64.20 abc 64.13 abc 62.76 bc 62.43 bc 60.00 c 59.83 c 59.83 c 59.83 c Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut DNMRT pada taraf 5% Dari hasil Tabel 8 kadar air awal bahan kompos berkisar 59-69. Kadar air bahan kompos tertinggi K11 sedangkan terendah pada K6. Kadar air pada saat awal pengomposan akan hilang pada saat proses kompos sudah matang. Kandungan air optimum dari bahan kompos adalah 50-60 % (Dalzell, 1987). 18

Tabel 9. Kadar Air Akhir (%) pada berbagai perlakuan bahan kompos Perlakuan Bahan Kompos Kadar Air Akhir (%) K9 (kulit singkong + sampah restoran) K8 (kulit singkong + sampah rumah tangga) K12 (kulit pisang + sampah restoran) K4 (tandan kosong + sampah pasar) K1 (jerami padi + sampah pasar) K6 (tandan kosong + sampah restoran) K10 (kulit pisang + sampah pasar) K3 (jerami padi + sampah restoran) K11 (kulit pisang + sampah rumah tangga) K7 (kulit pisang + sampah rumah tangga) K2 (jerami padi + sampah rumah tangga) K5 (tandan kosong + sampah rumah tangga) 48.40 a 47.10 ab 46.23 ab 45.63 ab 45.60 ab 45.13 ab 45.00 ab 43.40 ab 43.16 ab 43.16 ab 43.13 ab 41.46 b Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut DNMRT pada taraf 5% Tabel 9 menunjukkan kadar air akhir tertinggi pada bahan kompos K9 sedangkan terendah K5. Penyusutan kadar air dari kadar air awal pengomposan (tabel 7) dari kisaran awal 59-69 menjadi 41-48,40 menunjukan bahwa kompos sudah memenuhi standar kompos Indonesia (SNI) 2004. 2. Percobaan 2 : Isolasi, uji potensi dan identifikasi mikrob pendekomposisi Sumber bahan isolat mikrob selulolitik diperoleh dari sampah pasar dan TPA (Tempat Pembuangan Akhir) meliputi kulit durian, mahkota nanas dan tandan buah pisang yang membusuk. Beberapa isolat murni yang diperoleh dari kulit durian antara lain 4 bakteri, 3 jamur. Mahkota nanas terdiri atas 5 bakteri dan 2 jamur, tandan buah pisang terdiri atas 3 bakteri dan 3 jamur.sampah pasar terdiri atas 4 bakteri dan 6 jamur. Adapun isolat-isolat tersebut dapat dilihat pada gambar berikut. 19

Gambar 1. Isolat asal kulit durian Gambar 2. Isolat asal mahkota nanas Gambar 3. Isolat asal tandan buah pisang 20

Hasil isolasi menunjukkan bahwa sumber isolat dari TPA menghasilkan jumlah mikroorganisme selulolitik rata-rata hampir sama baik dari kelompok jamur maupun bakteri masing-masing yaitu 3 dan 4 isolat. Untuk sumber isolat sampah pasar mikroorganisme selulolitik yang ditemukan lebih banyak yaitu 10 isolat, 4 dari kelompok bakteri dan 6 dari kelompok jamur. Hal ini diduga bahwa sumber isolat dari TPA (kulit durian, mahkota nenas dan tandan buah pisang) mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan kandungan selulosa lebih tinggi. Menurut Fadli (2010) bahwa kulit durian secara proporsional mengandung unsur selulosa yang tinggi (50-60 %) dan kandungan lignin (5 %). Sedangkan sampah pasar lebih mudah terurai terutama karena terdiri zat-zat organik yang mudah membusuk. Leonardo (1990) menyatakan kandungan zat-zat nutrien yang terdapat pada sampah organik kota antara lain Air (10-60%) dansenyawa organik (25-35%). Isolat yang telah murni disimpan pada media Nutrien Agar (NA) dan isolat jamur pada media potato dextrose agar (PDA). Kemudian dilanjutkan pelaksanaan uji gula reduksi pada isolat yang telah murni dimasukkan kedalam testube yang telah diisi dengan CMC cair sebanyak 5 ml dan 1 ose kemudian di inkubasi 24 jam. Hasil uji gula reduksi tandan buah pisang dapat diliat pada tabel berikut. 21

Tabel 10. Hasil uji gula reduksi isolat tandan buah pisang Kode isolat Keterangan Gambar (4) Bakteri tandan buah pisang (BTP 1) (BTP 2) (BTP 3) (BTP 4) Jamur tandan buah pisang (JTP1) (JTP 2) (JTP 3) (JTP 4) Terdapat endapan berwarna merah bata, memiliki potensi tinggi Terdapat endapan berwarna merah bata, memiliki potensi tinggi Terdapat endapan berwarna merah bata, tetapi sedikit. Kurang berpotensi Tidak terdapat endapan, bakteri tidak berpotensi Terdapat endapan, warna merah bata, potensi tinggi potensi tinggi potensi tinggi potensi tinggi 22

Tabel 11. Hasil uji gula reduksi isolat mahkota nanas Kode isolat Keterangan Gambar (5) Bakteri mahkota nanas (BMN 1) (BMN 2) (BMN 3) (BMN 4) (BMN 5) Jamur mahkota nanas (JMN 1) bakteri berpotensi bakteri berpotensi bakteri berpotensi Tidak ada endapan merah bata, bakteri tidak berpotensi Tidak terdapat endapan merah bata, bakteri tidak berpotensi jamur berpotensi tinggi 23

Hasil uji gula reduksi diatas memperlihatkan bahwa sebagian besar isolat uji mempunyai kemampuan selulolitik. Penggunaan CMC sebagai sumber karbon dalam pengujian aktivitas selulolitik secara kualitatif karena bahan tersebut dapat dihidrolisis lebih mudah sehingga hampir semua isolat uji mampu melakukannya dibandingkan dengan sumber karbon lain (selulosa kristalin). Menurut Srinivasan (1973) gula reduksi adalah suatu glukosa atau karbohidrat yang merupakan monosakarida yang mengandung gugus aldehid dan keton yang dapat mereduksi ion-ion logam (seperi Cu dan Ag) dalam larutan basa. Aktivitas enzim selulase dapat ditentukan melalui peningkatan gula reduksi oleh aktivitas enzimatik terhadap substrat yang larut pada 0,5 atau 1,0% larutan carboxymethyl cellulose (CMC). Kemampuan isolat membentuk zona bening pada media agar dengan sumber karbon CMC dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Hasil Pengukuran Zona Bening Hasil Pengukuran Zona Bening Isolat Koloni Rasio koloni Rasio zona bening KULIT DURIAN JKD 1 0,35 0,68 1,94 JKD 2 0,45 1,1 2,44 JKD 3 0,5 0,65 1,3 BKD 1 1,35 1,54 1,14 BKD 2 0,31 0,81 2,61 BKD 3 0,42 0,8 1,9 24

BKD 4 0,35 0,4 1,14 TANDAN PISANG JTP 1 0,44 0,67 1,52 JTP 2 0,44 1,2 2,72 JTP 3 0,44 0,6 1,36 JTP 4 0,58 1,6 2,75 BTP 1 0,1 0,18 1,8 BTP 2 0,12 0,33 2,75 BTP 3 0,11 0,26 2,36 BTP 4 0,18 0,45 2,25 MAHKOTA NANAS JMN 1 0,49 0,66 1,34 JMN 2 0,42 0,53 1,26 BMN 1 0,37 0,5 1,35 BMN 2 0,17 0,93 5,47 BMN 3 0,07 0,21 3 SAMPAH PASAR JSP 1 0,37 0,67 1,81 JSP 2 1,34 1,56 1,16 JSP 3 0,89 0,98 1,10 BSP 1 0,24 0,66 2,75 25

BSP 2 0, 26 0,44 1,69 Tabel 12 menunjukkan ratio zona bening yang dihasilkan oleh masingmasing sumber isolat bervariasi dengan kisaran 1,10 5,47. Secara umum ratarata kisaran ratio zona bening dari berbagai sumber isolat adalah 1,10 2,75 kecuali ratio zona bening dari isolat asal mahkota nanas mencapai 3 bahkan 5,47 yaitu pada isolat BMN 2 dan BMN 3. Hal ini merupakan penanda tingginya aktivitas enzim selulolitik spesifik dari isolat uji. Kemampuan membentuk zona bening pada selulosa amorf seperti CMC menunjukkan adanya enzim endo- -1,4- glukanase (CMC-ase) karena tingginya aktivitas enzim tersebut.pada sumber karbon CMC. Banyaknya daerah amorfus pada sumber karbon tersebut menyebabkan CMC dapat dihidrolisis paling efisien. Menurut Enari (1983 dalam Fikrinda dkk, 2000) menyatakan terbentuknya zona bening pada sumber karbon CMC menunjukkan adanya aktivitas enzim endo- -1,4-glukanase yang dapat memutuskan ikatan -1,4-glukosida pada serat selulosa amorf. 26