COP 17/CMP 7 DIBUKA OLEH

dokumen-dokumen yang mirip
United Nations Climate Change Conference (UNCCC Warsaw) COP19, CMP9, SBSTA39, SBI39, ADP2.3. Kantor UKP-PPI/DNPI

Dialog Kebijakan Indonesia Climate Action Network (ICAN) Jakarta, 30 Oktober 2012

Hasil Pertemuan COP 17 dan COP/CMP 7 di DURBAN. Pekerjaan Rumah Indonesia

Ari Mochamad Sekretaris Pokja Adaptasi Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI)

Menuju Warsawa: Isu-isu Utama Negosiasi Pendanaan. Suzanty Sitorus Pokja Pendanaan Dewan Nasional Perubahan Iklim

Kerjasama Internasional Mengenai Perubahan Iklim ME4234 KEBIJAKAN IKLIM

Pandangan Indonesia mengenai NAMAs

Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan

Emisi global per sektornya

WWF: Paket Istimewa yang diharapkan dari Durban

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Overview of Climate Negotiation: Balanced Package for Doha?

Koordinasi Kelembagaan dan Kebijakan REDD Plus

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

WORKSHOP PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING KARBON HUTAN:PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN DAN MASYARAKAT SEJAHTERA

IMPLEMENTA IMPLEMENT S A I S IRENCANA RENCAN A AKSI AKSI NAS NA I S O I NA N L PENURU PENUR NA N N EMISI EMISI GAS RUMA M H H KACA

BAB I PENDAHULUAN. Laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)

2018, No Carbon Stocks) dilaksanakan pada tingkat nasional dan Sub Nasional; d. bahwa dalam rangka melaksanakan kegiatan REDD+ sebagaimana dima

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Percepatan Peningkatan Aksi-aksi Perubahan Iklim di Tingkat Global : Pandangan Kelompok Masyarakat Sipil

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1. PENDAHULUAN. Kalimantan Tengah pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 292 MtCO2e 1 yaitu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

Konservasi dan Perubahan Iklim. Manado, Pipin Permadi GIZ FORCLIME

RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (RAN-GRK)

Pemerintah Indonesia GGGI Program Green Growth

Topik A4 Lahan gambut dan perjanjian internasional. Indonesia telah banyak terlibat dalam berbagai perjanjian internasional, termasuk lahan gambut.

Pemerintah Republik Indonesia (Indonesia) dan Pemerintah Kerajaan Norwegia (Norwegia), (yang selanjutnya disebut sebagai "Para Peserta")

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Peran dan Kontribusi K/L: Implementasi Kajian Risiko dan Dampak Perubahan Iklim

Pertemuan Koordinasi GCF

2018, No Produk, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya, dan Limbah; d. bahwa Pedoman Umum Inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam huruf c

KEBIJAKAN NASIONAL ANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN. Deputi Bidang SDA dan LH

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA

BAB I. PENDAHULUAN. Aktivitas manusia telah meningkatkan emisi gas rumah kaca serta

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan perekonomian masyarakat maupun Negara. Bisa melalui

FCPF CARBON FUND DAN STATUS NEGOSIASI TERKINI

DANA INVESTASI IKLIM

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

Kebijakan Pelaksanaan REDD

Peran Kementerian ATR/BPN dalam Adaptasi Perubahan Iklim untuk Mencapai Tujuan NDC

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Outline Presentasi. PRB dan API dalam Draft Sasaran Pembangunan Berkelanjutan Pasca 2015 dan HFA II. Proses Penyusunan SDGs. Proses Penyusunan SDGs

1.1 Latar Belakang. sumber. Sedangkan adaptasi adalah upayauntuk meminimalkan dampak melalui penyesuaian pada sistem alam dan manusia.

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Didorong oleh issue perubahan iklim dunia yang menghangat belakangan ini

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif seperti mudahnya berkomunikasi maupun berpindah

ANALISIS DINAMIKA KEBIJAKAN UNTUK KETANGGUHAN IKLIM

PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM

PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

BRIEF Volume 11 No. 01 Tahun 2017

BAB I. PENDAHULUAN. Perubahan iklim merupakan fenomena global meningkatnya konsentrasi

Dewan Perubahan Iklim Menyongsong Kopenhagen Dewan Perubahan Iklim Menyongsong Kopenhagen

MENUJU KERANGKA KERJA STRATEGIS MENGENAI PERUBAHAN IKLIM DAN PEMBANGUNAN UNTUK KELOMPOK BANK DUNIA RANGKUMAN

MAKSUD DAN TUJUAN. Melakukan dialog mengenai kebijakan perubahan iklim secara internasional, khususnya terkait REDD+

KEMAJUAN PENYIAPAN ARSITEKTUR REDD+ INDONESIA: SISTEM INFORMASI SAFEGUARDS (SIS) REDD+ INDONESIA

Muhammad Zahrul Muttaqin Badan Litbang Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pendahuluan Daniel Murdiyarso

Proyek ICCTF/Adapt Asia yang diimplementasikan oleh Yayasan Transformasi Kebijakan Publik

Kerangka Acuan Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana Nasional

Integrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan iklim sekarang ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih

Bogor, November 2012 Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. Dr. Ir Kirsfianti L. Ginoga, M.Sc

Permasalahan Adaptasi dan Kebutuhan Pendanaan Adaptasi di Indonesia. Dewan Nasional Perubahan Iklim

ALAM. Kawasan Suaka Alam: Kawasan Pelestarian Alam : 1. Cagar Alam. 2. Suaka Margasatwa

KEPEMIMPINAN IKLIM GLOBAL PERJANJIAN KERJA SAMA (PKS)

PENDANAAN REDD+ Ir. Achmad Gunawan, MAS DIREKTORAT MOBILISASI SUMBERDAYA SEKTORAL DAN REGIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PERUBAHAN IKLIM

Komite Advokasi Nasional & Daerah

Panduan Pengguna Untuk Reboisasi Lahan Kritis. Indonesia 2050 Pathway Calculator

Memanfaatkan Data Terbuka untuk Peningkatan Keterbukaan Fiskal

PENGARUSUTAMAAN PERUBAHAN IKLIM KE DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN

National Planning Workshop

Terjemahan Tanggapan Surat dari AusAID, diterima pada tanggal 24 April 2011

SAMBUTAN KETUA DPR-RI. Pada Jamuan Makan Siang dengan Peserta International Youth Forum on Climate Change (IYFCC) Jakarta, 28 Februari 2011

Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Jambi Tahun I. PENDAHULUAN

KEBIJAKAN NASIONAL MITIGASI DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2014P.47/MENHUT-II/2013 TENTANG

Paris Agreement, NDC dan Peran Daerah dalam Penurunan Emisi. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jakarta, Juni 2016

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

Peran Pendanaan Perubahan Iklim di dalam Pendanaan untuk Pembangunan dan Dampaknya bagi Indonesia

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut

DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN. Jakarta, 26 Januari 2017

Penanggungjawab : Koordinator Tim Pelaksana

ATAS RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA

PELAKSANAAN KOMITMEN INDONESIA DALAM PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN. Kerangka Acuan Kerja PEGAWAI TIDAK TETAP (51) BIDANG

KERANGKA PELAKSANAAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (TPB)

PEDOMAN PEMBERIAN REKOMENDASI PEMERINTAH DAERAH UNTUK PELAKSANAAN REDD

PROTOKOL KYOTO ATAS KONVENSI KERANGKA KERJA PBB TENTANG PERUBAHAN IKLIM

Indonesia Climate Change Trust Fund Usulan Program Adaptasi & Ketangguhan

BAB V KESIMPULAN. asing. Indonesia telah menjadikan Jepang sebagai bagian penting dalam proses

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

Pendanaan utk Mitigasi Sektor Kehutanan dan Kesiapan Pasar REDD+ di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

COP 17/CMP 7 DIBUKA OLEH sambutan dari Sekretaris Eksekutif UNFCCC, Christiana Figueres, Presiden Afrika Selatan, Jacob Zuma, dan pidato pembukaan oleh Menteri Lingkungan Afrika Selatan, Nkoana-Mashabane selaku Presiden COP 17/CMP 7. Konferensi yang berlangsung di International Convention Centre (ICC), Durban, Afrika Selatan ini dihadiri oleh 163 negara parties, 1.409 LSM, dan 86 pengamat, dengan total partisipan lebih dari 20.000 jiwa pada tanggal 28 November 2011. Dalam konferensi ini, dikemukaan isu-isu yang berkembang terkait perubahan iklim di dunia. Isu yang pertama adalah tugas lanjutan dari pertemuan Cancun atau COP 16, antara lain: (1) Peluncuran Adaptation Committee, memperbaiki modalities dan guidelines untuk Rencana Adaptasi Nasional (National Adaptation Plans), dan kemajuan pada pendekatan terhadap identifikasi loss and damage, (2) operasionalisasi secara penuh Technology Mechanism pada tahun 2012 dan suatu proses yang jelas untuk seleksi the host for the implementing arm of the mechanism, (3) mempertimbangkan dan menyetujui Green Climate Fund, (4) progres lanjutan untuk masalah penyediaan guidelines untuk monitoring, pelaporan, dan verifikasi, (5) mendefinisikan apa dan bagaimana dari suatu review, serta (6) mendapatkan penjelasan yang lebih baik terhadap fast-start finance, yang tersedia dengan akses secara mudah dan transparan. Isu yang ke dua adalah ancaman terkait komitmen terhadap masa depan Protokol Kyoto yang merupakan dasar dari komitmen perubahan iklim akan

segera berakhir tahun 2012. Dan isu yang ke tiga adalah segera dihasilkannya solusi bersama (common solution) yang menjamin masa depan yang aman untuk generasi mendatang. Adapun kegiatan dalam COP 17/CMP 7 di Durban meliputi proses negosiasi berupa Conference on the Parties (COP) 17, Conference of the Parties serving as the meeting of the Parties to the Kyoto Protocol (CMP 7), Subsidiary Body for Implementation (SBI) 35, Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice (SBSTA) 35, Ad hoc Working Group on Long-term Cooperative Action under the Convention (AWG LCA) 14-4, dan Ad hoc Working Group on Further Commitments for Annex I Parties under the Kyoto Protocol (AWG KP) 16-4. Selain itu ada pula acara pendamping termasuk pameran dan presentasi berupa pavillion dari masing-masing Negara atau parties.indonesia berpartisipasi aktif hampir dalam semua agenda kegiatankegiatan COP 17/CMP 7. Selain dalam hal negosiasi untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, Indonesia turut aktif dalam pameran, side events, dan Pavillion. Yang membanggakan, Pavillion Indonesia merupakan salah satu pavillion yang terbesar dan satu-satunya dari negara berkembang selain China dan Afrika PAVILLION INDONESIA Pavillion adalah kegiatan kolaborasi selama COP 17/CMP7 di Durban, Afrika Selatan tahun 2011. Kolaborasi ini melibatkan berbagai pihak dari Pemerintahan Indonesia (kementerian dan lembaga, pemerintah provinsi, kabupaten dan kota), pihak swasta, pihak publik lainnya termasuk pemuda-pemudi perguruan tinggi, dan stakeholder penting lainnya. Pavillion ini merupakan media atau platform untuk menangkap dan menyampaikan secara gamblang upaya-upaya yang sudah, sedang, atau akan dilakukan Indonesia untuk menghadapi dampak perubahan iklim. Di sisi lain, dari pavillion ini, diharapkan muncul keinginan (interests) berupa tanggapan atau kerjasama dari berbagai pihak, pengunjung, dan para ahli untuk memperkaya upaya-upaya berbagai bidang yang terkait perubahan iklim di Indonesia. Pavillion pada COP 17 merupakan kesempatan yang langka bagi Indonesia bukan hanya untuk menunjukkan suatu citra Indonesia yang lebih kuat dan lebih berkelanjutan terhadap dunia, tetapi juga untuk memperlihatkan pada publik keberpihakan dalam perubahan iklim, sekaligus membentuk atau mengembangkan hubungan jejaring yang lebih berarti. Untuk itu, pavillion akan diisi dengan berbagai program pembangunan dan kampanye komunikasi yang luas, yang akan terus dilengkapi secara sistematis sebelum, selama, dan bahkan setelah COP 17. Konsep dan desain Arsitektur pavillion mengembangkan pengalaman ruang sedemikian rupa sehingga ketika memasuki pavillion, pengunjung mendapatkan suatu kombinasi berbagai pengalaman budaya

Indonesia tradisional dan modern. Sesuai dengan tema utama: Indonesia, solutions for the world, pavilion dibangun dengan konsep sebagai solusi terhadap berbagai permasalahan perubahan iklim yang dialami. Ada empat subtema yang dipilih Indonesia dalam Pavillion, yaitu Forest and Biodiversity Solution, Power and Energy Solutions, Inovation and Investment Solutions, dan Climate Resilience Solutions. Pada subtema Forest and Biodiversity Solution, dijelaskan tentang kenyataan bahwa Indonesia adalah negara nomor dua terbesar di dunia yang memiliki hutan tropis basah dan lahan gambut yang tersisa. Untuk itu, pada subtema ini akan diperlihatkan contoh-contoh best practice sebagai kontribusi Indonesia terhadap mitigasi perubahan iklim. Upayaupaya tersebut antara lain: studi sektor Land Use, Land Use Change and Forestry (LULUCF), upaya penghutanan kembali (reforestation), proyek kegiatan-kegiatan demonstrasi pelaksanaan Reduction Emission from Deforestation and Degradation (REDD), pelaksanaan pengelolaan hutan yang berkelanjutan, inisiatif kebijakan pemerintah daerah, dan berbagai inisiatif dari dunia usaha. Sementara pada subtema Power and Energy Solutions digambarkan peran dan kepemimpinan Indonesia dalam promosi konservasi energi dan penggunaan energi yang terbarukan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Untuk subtema ini, Indonesia menunjukkan perkembangan atau kemajuan dalam kebijakan penggunaan berbagai energi, energi terbarukan, dan konservasi energi. Di sini juga ditunjukkan proyek-proyek biomassa, proses gas berasal dari batubara, penangkapan CO2, energi air, energi panas bumi, dan pengkayaan penggunaan energi di sektor angkutan publik. Dalam subtema Inovation and Investment Solutions, pavilion memfasilitasi pemerintah dan dunia usaha, terutama industri jasa antara lain: ICT, perusahaan keuangan dan investasi dalam mempromosikan upaya-upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Subtema pavilion ini juga memfasilitasi investasi dan inovasi dengan penggunaan teknologi yang berkembang. Selain itu, di sini juga disediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi pemerintah dan dunia usaha untuk menjelaskan praktek-praktek yang ramah lingkungan dan kesempatan investasi rendah karbon (low-carbon investment) di Indonesia. Subtema yang terakhir, Climate Resilience Solutions, bicara tentang perubahan iklim yang sampai saat ini telah terakomodasi dalam kebijakan pembangunan yang baru dan kritis. Subtema ini menegaskan inisiatif pemerintah dalam mengarusutamakan perubahan iklim ke dalam rencana pembangunan. Untuk itu, ditegaskan beberapa inisiatif kebijakan pembangunan yang dikaitkan dengan strategi adaptasi perubahan iklim. PERUNDINGAN COP17 UNFCCC ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM Pada pembahasan dan perundingan isu/agenda Komite Adaptasi, terdapat kemajuan negosiasi yang cukup signifikan. Pembahasan dan diskusi difokuskan pada persoalan: modalitas, cara pelaporan, hubungan dengan kelembagaan

yang lain, keanggotaan, proses dalam pengoperasian komite, serta satu tahun pelaksanaan kegiatan untuk mempersiapkan rencana kerja komite. Terkait pelaporan, terdapat dua pilihan pelaporan aktivitas komite. Yang pertama menyebutkan bahwa pertemuan dilakukan paling sedikit dua kali, namun tetap mempertimbangkan kebutuhan (fleksibel). Sedangkan yang ke dua, pertemuan dilakukan paling sedikit dua kali dalam setahun. Isu lainnya yang muncul namun masih terkait dengan fokus periodesasi pertemuan komite adaptasi ini adalah implikasinya kepada keuangan. Dalam pembahasan dan perundingan NAPs, banyak pihak yang menilai NAPs ini sebagai media untuk mengintegrasikan kegiatan dan aktivitas adaptasi. Di samping itu, kehadirannya dapat menjadi pedoman dalam rangka kebutuhan dan strategi adaptasi yang membutuhkan waktu dan periode jangka panjang. Selain itu, banyak juga para pihak yang menegaskan bahwa isu teknologi adaptasi menjadi salah satu isu penting dalam upaya memperkuat kapasitas adaptasi. Oleh karena itulah negara-negara maju diminta untuk membantu penyediaaan sumber pendanaannya. Kerangka NAPs menilai bahwa modalities dan guidelines yang akan ditetapkan harus dikaitkan dengan isu/persoalaan kelembagaan. Dengan penjelasan tersebut, dibutuhkan adanya penguatan kerjasama internasional yang mendukung implementasinya. Negara/kelompok LDC menilai dibutuhkan adanya pendanaan lingkungan yang merupakan langkah untuk meningkatkan sumber daya, termasuk untuk mendorong pelaksanaan NAPs. Sebagian besar negara berkembang dan kelompok Least Developed Countries memandang bahwa dalam upaya membangun program kerja NAPs dibutuhkan adanya lokakarya mengenai NAPs yang bertujuan membangun kapasitas dan meningkatkan dukungan teknis terhadap aksi adaptasi sebagai upaya memperkuat ketahanan. Oleh sebab itu dibutuhkan pedoman (semacam MRV) untuk mendukung NAPs. Kelompok negara berkembang (G77 + China) secara khusus berpesan agar modalities dan pedoman dirancang agar sesuai, tepat, sederhana, jelas dan bermanfaat untuk membantu wilayah/kawasan/region yang rentan. NAPs juga mendukung strategi adaptasi dan upaya pengurangan resiko bencana (disaster risk reduction), sesuai dengan hasil laporan IPCC Special report on Managing the Risks of Extreme Events and Disaster to Advance Climate Change Adaptation. Dalam perundingan Durban, pembahasan National Adaptation Plans merujuk pada guidelines, modalities, financial arrangements for formulation and implementation, termasuk peran sekretariat dalam mendukung NAPs. Selanjutnya penyusunan guidelines dan persiapan NAPs akan dikembangkan berdasarkan pengalaman pelaksanaan NAPAs. Isu adaptasi lainnya adalah pembahasan dan perundingan mengenai Loss and Damage. Pembahasan difokuskan pada draft SB135 mengenai Loss and

Damage. Para pihak mendorong proposal yang telah disampaikan pada rapat ahli sangat penting untuk menjadi subyek pembahasan. Untuk area tematik, diusulkan adanya rapat informal, yang bisa dinilai sebagai pertemuan pralokakarya. Secara umum, struktur format draft sudah cukup baik namun diusulkan untuk meletakkan program aktivitas dan elemen secara spesifik. Terkait dengan isu Loss and Damage, negara, kelompok negara LDC, G77+China dan AOSIS menyampaikan bahwa adanya work and program dari isu ini sebaiknya dijadikan target COP 18, 2012. Hal lainnya adalah bahwa isu Loss and Damage harus mendapatkan pendanaan secara penuh dan harus melihat dan mempertimbangkan kondisi setiap negaranya (national circumstances). Dalam konteks area kerentanan, Indonesia meyampaikan isu agrikultur dan pesisir sebagai area penting yang harus mendapatkan tekanan dalam mekanisme isu/agenda ini. Terakhir adalah pembahasan dan perundingan mengenai NWP. Dalam pertemuan di Durban ini dibutuhkan elaborasi pedoman NWP yang telah dikeluarkan saat perundingan di Cancun. Dalam konteks substansi isu NWP, dibutuhkan upaya peningkatan basis ilmiah untuk mendefinisikan NWP ini. NWP menjadi isu untuk membantu peningkatan kapasitas adaptasi. Banyak pihak menyadari adanya kemajuan pelaksanaan kegiatan dan pelaksanaan aktivitas dari aksi adaptasi NWP. Beberapa negara memberikan penekanan terhadap keberlanjutan NWP, khususnya dalam menilai dampak dan strategi adaptasi dan metodologi di sektor kehutanan untuk mengaitkan isu mitigasi dan adaptasi. Oleh karenanya integrasi antara pendekatan kearifan lokal dan sistem keamananan pangan dan air merupakan satu keharusan. Ke depannya, pembahasannya harus menekankan pada kegiatan program selanjutnya yang sejalan dengan temuan ilmiah saat ini. Program baru dan pelaksanaan secara penuh dengan modalities yang baik diharapkan dapat menurunkan tingkat kerentanaan (technical and social based and local knowledge). Pengintegrasian dengan persoalan ekosistem, air dan ketahanan pangan harus diletakkan secara bersama. Bagi negara yang tergabung dalam G77 dan China aktivitas selanjutnya dari NWP harus lebih ditekankan pada upaya mendorong pelaksanaan adaptasi secara kongkrit (proposal yang ditawarkan membuka area tematik kerja). Beberapa negara mengusulkan agar harus ada pengintegrasian upaya adaptasi dan mitigasi. Disepakati bahwa perlu ada langkah-langkah yang difokuskan pada penggalian elemen-elemen (yang ditawarkan/disampaikan dalam lokakarya).

Amerika Serikat yang telah mengambil pelajaran dari program NWP sebelumnya dan mereka meminta untuk lebih menekankan basis ilmiah untuk mendukung aksi implementasi di periode ke dua NWP ini. Sementara Uni Eropa mendorong struktur NWP yang dapat merefleksikan kepentingan para pihak (parties). Bagi Indonesia, sektor pertanian dan pesisir menjadi isu yang harus mendapatkan perhatian dalam pengembangan kapasitas dan pendanaan serta kegiatan dan aktivitas lainnya. Perundingan dan pembahasan Komite Adaptasi menghasilkan butir-butir kesepakatan sebagai berikut: Kesepakatan umum untuk memulai aktivitas persiapan komite adaptasi untuk satu tahun ke depan dan akan dilaporkan pada COP 18. Perlunya upaya untuk mendukung implementasi aksi adaptasi dalam mendukung upaya menurunkan kerentanan dan membangun ketahanan. Upaya di atas tersebut dilakukan sesuai ketentuan konvensi, harus mengikuti kepentingan nasional, gender sensitive, pelibatan stakeholder dan transparan dengan memprioritaskan kepada kelompok dan masyarakat serta ekosistem yang rentan, dengan panduan pengetahuan yang dimiliki, kearifan tradisional dan lokal. Memasukkan adaptasi ke dalam kebijakan dan rencana aksi (lingkungan, ekonomi, dan spasial). Komite Adaptasi bekerja di bawah otoritas dan bertanggungjawab pada COP. Komite Adaptasi secara langsung melapor kepada COP. Komposisi Komite Adaptasi merupakan keterwakilan mayoritas negara berkembang yang membutuhkan adaptasi. Anggota Komite Adaptasi ini merupakan pakar yang berasal dari akademisi dan masyarakat sipil waki dari Afrika dan Negara berkembang lainnya, Asia dan Pasifik, Amerika dan Karibia, Europa TImur, Europa Barat dan Negara lainnya). Hasil perundingan dan pembahasan isu/agenda NAPs, adalah: Mengakui upaya banyak negara brekembang dan kemajuan yang telah dicapai oleh LDC yang telah memulai/membuat rencana, persiapan dan pelaksanaan adaptasi melalui NAPs. Peran NWP sangat membantu dalam mempercepat dan penyediaan informasi terkait best practise kegiatan adaptasi. Terkait dengan technical paper, Sekretariat bersama para mitra akan menyiapkan: (1) prioritas informasi yang dibutuhkan dalam rangka penyusunan rencana dan pelaksanaan aksi adaptasi pada level lokal, (2) pilihan- pilihan strategi (planning) dan kebijakan yang terkait dengan keamanan pangan, hutan, dan mata pencaharian ekonomi masyarakat. Memprioritaskan kepada LDC dalam mendukung pendanaan terkait penyusunan dan pelaksanaan NAPs. Penyusunan NAPs sepatutnya dibangun dan menjadi pelengkap dari rencana adaptasi yang sudah ada. NAPs harus dibangun berdasarkan pengetahuan dan basis ilmiah yang tepat dan kearifan tradisional dan

masyarakat lokal serta kebutuhan/kondisi sosial, ekonomi dan kebijakan lingkungan (dan tujuan dari pembangunan yang berkelanjutan). Sementara hasil perundingan dan pembahasan isu/agenda Loss and Damage, antara lain: Keputusan Cancun Agreement (1/CP16) menjadi acuan dalam menetapkan program kerja terkait isu loss and damage ini. Keputusan SBI 34 yang telah menetapkan tiga area tematik dalam mendorong implementasi (assesing the risk of Loss and Damage, a range of approaches to addres) Loss and Damage, the role of the Concention in enhancing the implementation). Meminta kepada SBI untuk melanjutkan pelaksanaan NWP ini pada persidangan COP 18 nanti. bada COP18 diharapkan adanya diskusi lebih dalam, termasuk elemen dalam keputusan 1/CP16 terkait pendekatan, pengembangan, dan mekanisme dari Loss and Damage tersebut. Substansi keempat isu merupakan hasil pemikiran dari persoalan yang dimiliki oleh para negara yang memiliki tingkat kerentanan. Adanya Komite Adaptasi ini dan aktivitas kongkrit program NWP dapat mempercepat aksi adaptasi di negara-negara berkategori rentan. Indonesia menyampaikan kepada UNFCCC isu kelautan dan pertanian sebagai isu yang perlu mendapat tekanan dan dapat diadopsi dalam kedua teks di atas. Kedua isu sektoral tersebut telah diadopsi di dalam teks negosiasi, baik teks komite adaptasi, maupun untuk teks Loss and Damage. Referensi: - Laporan Khusus Konferensi Perubahan Iklim-COP 17 Durban, 2011, disusun Dit. Tarunas, Ditjen Penataan Ruang, Kemen PU