BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. Seiring dengan meningkatknya pangsa pasar, permintaan konsumen juga menjadi

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. dan bekerja sama untuk memproses masukan atau input yang ditunjukkan kepada

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 3 Metode Penelitian

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Operasional

PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU BAJA MS DI DIREKTORAT PRODUKSI ATMI CIKARANG

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari beberapa item atau bahan baku yang digunakan oleh perusahaan untuk

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI Pengertian Manajemen Operasional

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

PERENCANAAN PERSEDIAAN BARANG MENGGUNAKAN METODE FORECASTING DAN EOQ PADA PT. COSMO MAKMUR INDONESIA

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. Kriteria optimasi yang digunakan dalam menganalisis kebutuhan produksi pada

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bidang manufaktur, suatu peramalan (forecasting) sangat diperlukan untuk

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. yang akan datang. Ramalan adalah situasi dan kondisi yang diperkirakan akan terjadi

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. Kriteria optimasi yang digunakan dalam menganalisis kebutuhan produksi

BAB 2 LANDASAN TEORITIS

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI. Jenis data Data Cara pengumpulan Sumber data 1. Jenis dan jumlah produk yang dihasilkan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pembahasan Materi #7

PERAMALAN (FORECASTING)

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB III METODE PENELITIAN. untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah. adalah penelitian secara deskriptif dan komparatif.

ANALISIS PENGELOLAAN DAN PENGENDALIAN PERSEDIAAN BBM PADA SPBU PT. MANASRI USMAN *)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. tujuan yang diinginkan perusahaan tidak akan dapat tercapai.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengelolaan Persediaan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan suatu sistem. Menurut Jogiyanto (1991:1), Sistem adalah

BAB 2 LANDASAN TEORI

OPTIMASI PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN BAHAN BAKU DI PT. SIANTAR TOP TBK ABSTRAK

BAB II LANDASAN TEORI

EMA302 Manajemen Operasional

SI403 Riset Operasi Suryo Widiantoro, MMSI, M.Com(IS)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

MANAJEMEN PRODUKSI- OPERASI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Bab II LANDASAN TEORI

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PERAMALAN PENJUALAN UNTUK MENGOPTIMUMKAN PESANAN DAN PERSEDIAAN BARANG PADA CV. GARUDA LANGIT BERLIAN

Mata Kuliah Pemodelan & Simulasi. Riani Lubis. Program Studi Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia

METODE KUANTITATIF, MENGGUNAKAN BERBAGAI MODEL MATEMATIS YANG MENGGUNAKAN DATA HISTORIES DAN ATAU VARIABLE-VARIABEL KAUSAL UNTUK MERAMALKAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Permintaan Konsumen

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. beragama islam. Semakin pesatnya perkembangan fashion membuat trend busana

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam produk, baik itu berupa barang ataupun jasa. Salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berupa persediaan barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi. Diperoleh dari sumber alam atau dibeli dari supplier

III. METODE PENELITIAN 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

ANALISA KEBUTUHAN BAHAN BAKU UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA PERSEDIAAN DI UD. ANUGERAH BERSAUDARA

PENENTUAN TINGKAT KEBUTUHAN SAFETY STOCK DI INDUSTRI FARMASI

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN TERHADAP PRODUK OBAT, VITAMIN, DAN VAKSIN PADA PT. ROMINDO PRIMAVETCOM

SALES FORECASTING UNTUK PENGENDALIAN PERSEDIAAN

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang kita lihat dan rasakan sekarang ini persaingan di dunia bisnis

Manajemen Persediaan (Inventory Management)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. sarung tangan kain dan sarung tangan karet.

BAB 4 PEMBAHASAN. PT. PLN (Persero) Udiklat Jakarta merupakan lembaga pendidikan yang

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI. Produksi jagung merupakan hasil bercocok tanam, dimana dilakukan penanaman bibit

BAB 2 LANDASAN TEORI

MANAJEMEN PERSEDIAAN (INVENTORY)

BAB 3 METODE PENELITIAN. Dalam skripsi yang penulis lakukan ini menggunakan analisa forecasting dari

Transkripsi:

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Manajemen 2.1.1 Definisi Manajemen Montana dan Charnov (2008:1) mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses bekerjasama dengan, dan melalui orang lain untuk mencapai tujuan - tujuan organisasi dan anggotanya. Kumar (2008:1) memfokuskan pengertian manajemen pada fungsi transformatifnya, di mana manajemen didefiniskan sebagai proses penggabungan dan transformasi berbagai sumber daya yang digunakan dalam operasional perusahaan menjadi sebuah produk/pelayanan dengan nilai tambah secara terkendali sesuai kebijakan perusahaan. Bateman dan Snell (2015:4) mendefinisikan manajemen melalui sudut pandang yang berbeda, di mana istilah ini justru diartikan sebagai sebuah tantangan untuk terus beradaptasi terhadap situasi yang baru dan terus berubah, dengan menggunakan pengetahuan dan keahlian yang dimiliki. Definisi manajemen yang dilakukan dengan pendekatan yang berbeda - beda ini pada dasarnya memiliki suatu kesamaan, yaitu manajemen yang bersifat mengatur dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada yang bertujuan untuk mencapai tujuan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan sebuah kegiatan untuk mengatur sumber daya yang dimiliki dan mengelolanya untuk mengatasi tantangan dan mencapai tujuan. 2.1.2 Fungsi Manajemen Kegiatan manajemen pada umumnya dibagi menjadi empat bagian kegiatan yang masing - masing menjadi fungsinya (Robbins dan Coulter, 2012:9), yaitu: 1. Perencanaan Manajemen melakukan perencanaan dengan berdasarkan ramalan yang sudah dilakukan, dan juga berbagai jenis analisis lingkungan yang mempengaruhi sebuah organisasi. Perencanaan juga mencakup penentuan tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang; formulasi strategi untuk mencapai tujuan, dan formulasi peraturan dan prosedur. 13

14 2. Pengorganisasian Manajemen menindaklanjuti rencana yang sudah dibuat dengan memulai implementasinya, pertama - tama melalui pengorganisasian. Tahap ini dilakukan dengan menciptakan sebuah pekerjaan komprehensif yang terdiri dari berbagai aktivitas yang saling berhubungan, kemudian dengan menunjuk pihak - pihak tertentu yang dianggap mampu melaksanakan pekerjaan tersebut. Tahap ini erat kaitannya dengan konteks sumber daya manusia. 3. Pengarahan Manajemen melalui kegiatan ini berusaha agar setiap pekerjaan yang telah diberikan dapat terlaksana dengan baik dengan cara memberikan dukungan dan bimbingan, serta dengan menerapkan peraturan yang sudah diformulasikan sedemikian rupa. Pengarahan diejawantahkan melalui komunikasi, motivasi, dan kegiatan - kegiatan kepemimpinan. 4. Pengendalian Pada dasarnya, lima kegiatan di atas sudah mengarahkan seluruh komponen organisasi untuk saling bahu - membahu mencapai tujuan. Kendati demikian, deviasi secara alami akan terjadi pada kinerja operasional organisasi, baik disengaja ataupun tidak. Manajemen perlu untuk melakukan satu kegiatan lagi yang bertujuan untuk menjaga agar organisasi dan setiap komponennya tetap mengarah pada tujuan awal dan menjaga agar setiap pekeraan dilakukan sesuai dengan instruksi yang diberikan di awal. 2.1.3 Jenis - Jenis Pelaksanaan Manajemen Terdapat beberapa pandangan mengenai pelaksanaan manajemen (Robbins dan Coulter, 2012:29-36), yaitu: 1. Scientific Management Kegiatan manajemen akan dilakukan dengan didasarkan pada metode saintifik, untuk menentukan cara dan keputusan yang paling baik untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Contoh keputusan yang didapat dari pendekatan manajemen saintifik adalah minimisasi waktu dan pergerakan, rekrutmen sumber daya manusia yang berkualitas, dan pemberian insentif berdasarkan output - di mana keputusan - keputusan ini didapatkan dengan terlebih dulu melakukan penelitian.

15 2. General Administrative Theorist Kegiatan manajemen yang dianggap baik adalah ketika sebuah organisasi memiliki birokrasi yang baik pula. Karakteristik birokrasi yang dianggap baik adalah yang memiliki pembagian jenis pekerjaan, memiliki pembagian otoritas, menjaga disiplin, memiliki kesamaan tujuan dan kepatuhan pada perintah yang sama, mendahulukan kepentingan organisasi di atas kepentingan individu, pemberian kompensasi yang manusiawi dan sepadan, sentralisasi pemerintahan, hirarki yang linier dan tidak saling silang, adanya keteraturan operasional, adanya keadilan dalam lingkup profesional, terciptanya stabilitas organisasi dari beragam aspek, terciptanya komponen - komponen organisasi yang mampu berinisiatif dan memiliki rasa bangga karena menjadi bagian dari suatu organisasi. Pandangan ini melihat organisasi sebagai sebuah kesatuan sistem yang tidak lagi dibagi - bagi. 3. Quantitative Approach Kegiatan manajemen akan didasari oleh data - data kuantitatif, di mana keputusan akan diambil berdasarkan optimisasi dari nilai - nilai variabel. Pendekatan ini pada umumnya bergantung pada ilmu matematika, secara spesifik yaitu statistika, model optimisasi, dan simulasi komputer. Pendekatan kuantitatif memiliki sumbangsih terbesar ketika diimplementasikan pada fungsi peramalan, perencanaan, dan pengendalian. 4. Organizational Behavior Pendekatan ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan sumber daya manusia dan ilmu psikologi. Kegiatan manajemen dianggap baik apabila didasari oleh pengetahuan akan karakteristik sumber daya manusia yang dimiliki dan pandangan sumber daya manusia terkait akan motivasi, kepemimpinan, kepercayaan, teamwork, dan manajemen konflik. Pendekatan behavioral pada umumnya digunakan para manajer untuk mendesain pekerjaan yang memotivasi pekerja dan juga mendesain tatacara komunikasi yang dapat memaksimalkan pertukaran informasi.

16 5. The Systems Research Kegiatan manajemen akan dilakukan dengan pertimbangan pengaruh lingkungan eksternal yang berhubungan dengan organisasi. Pendekatan ini memandang organisasi sebagai sebuah sistem terbuka yang dapat berinteraksi dengan lingkungannya, di mana manajer harus menyadari bahwa suatu keputusan yang dibuat untuk sebuah divisi akan memberikan pengaruh terhadap divisi lainnya. 6. The Contingency Approach Kegiatan manajemen yang dianggap baik adalah kegiatan manajemen yang fleksibel dan customized. Pendekatan ini didasari pada asumsi bahwa organisasi yang berbeda memerlukan cara - cara manajemen yang berbeda juga - tidak ada dua organisasi yang memiliki karakteristik yang sama. 2.2 Manajemen Operasi 2.2.1 Definisi Operasi Herjanto (2007:1) mendefinisikan kegiatan operasi sebagai kegiatan untuk menciptakan barang dan jasa yang ditawarkan perusahaan kepada konsumen. Shim dan Siegel (1999:1) mendefinisikan operasi secara lebih luas; serangkaian kegiatan yang berhubungan dengan jalannya produksi suatu barang ataupun jasa. 2.2.2 Definisi Manajemen Operasi Menurut Heizer dan Render (2011:36) manajemen operasi adalah serangkaian aktivitas yang menciptakan sebuah nilai dalam bentuk barang atau jasa melalui kegiatan mentransformasikan sebuah input menjadi output. Menurut Fogarty (1989) yang dikutip dari Herjanto (2007:2) mendefinisikan menajemen operasional sendiri sebagai sebuah proses yang berkesinambungan dan efektif menggunakan fungsifungsi manajemen untuk mengintegrasikan berbagai sumber daya secara efisien dalam rangka mencapai tujuan. Mahadevan (2010:5) memaparkan bahwa manajemen operasi adalah sebuah pendekatan yang sistematis, guna mengatasi permasalahan yang ada dalam proses mentransformasi sebuah input menjadi sebuah output yang dapat menghasilkan pemasukan.

17 Berdasarkan beberapa definisi manajemen operasional yang dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa manajemen operasional adalah sebuah kegiatan untuk mengelola dan mentransformasikan input secara efisien menjadi output yang dapat menghasilkan pemasukan. 2.2.3 Ukuran Performa Pelaksanaan Manajemen Operasi Performa dari manajemen operasional dapat dinilai melalui beberapa aspek (Kumar dan Suresh, 2008:7-8), yaitu: Kualitas Ukuran seberapa banyak value yang diberikan untuk customer, atau benefit yang didapatkan perusahaan. Dari sudut pandang organisasi, manajemen operasional dianggap optimal apabila mampu menghasilkan nilai utilitas tertinggi bagi organisasi. Waktu Ukuran seberapa cepat sebuah value dapat diciptakan dan disampaikan, atau seberapa lama sebuah value dapat bertahan dan terus dirasakan. Kuantitas Ukuran ini mengukur seberapa banyak output dalam bentuk unit yang dapat diciptakan oleh sebuah kegiatan operasi seberapa banyak produk yang dihasilkan untuk dapat merespon permintaan. Biaya Merupakan salah satu faktor yang dianggap paling penting dalam manajemen operasional. Manajemen operasional tentu diangap optimal apabila mampu menghasilkan output terbesar dengan biaya yang terkecil. 2.3 Perusahaan Menurut UU No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan Pasal 1 huruf b, definisi perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang tetap dan terus-menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia untuk tujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba Definisi perusahaan menurut undang-undang jelas menyatakan bahwa perusahaan adalah segala bentuk usaha yang memiliki tujuan utama, yaitu mendapatkan kentungan dan berkedudukan di wilayah negara Republik Indonesia.

18 2.4 Peramalan (Forecast) Secara harafiah, forecast memiliki arti peramalan, di mana Merriam-Webster mendefinisikannya sebagai kegiatan memperhitungkan atau memprediksi sebuah kejadian di masa depan dengan menggunakan data - data historis yang tercipta dari kejadian - kejadian yang sudah terjadi. Dalam konteks manajemen operasional, forecast didefinisikan sebagai kegiatan mengestimasi nilai dari indikator - indikator tertentu di masa depan, yang berhubungan dengan pengambilan keputusan ataupun situasi perencanaan (Gor, 2009:142-143). Secara umum, kegiatan peramalan dapat dilakukan dengan melalui 7 tahap (Heizer dan Render, 2011:138), yaitu: 1. Menentukan tujuan dari peramalan 2. Menentukan topik- topik yang akan diramalkan 3. Menentukan jangka waktu peramalan 4. Menentukan model atau metode peramalan 5. Mengumpulkan data - data yang akan menjadi dasar dari peramalan 6. Melakukan kegiatan peramalan 7. Memvalidasi dan mengimplementasikan hasil peramalan Dalam kegiatan usaha, sangat banyak topik yang patut untuk diramalkan oleh perusahaan guna meningkatkan keuntungan dan meminimisasi biaya (atau potensi kerugian), beberapa di antaranya adalah mengenai jumlah penjualan, tingkat kebutuhan bahan baku dan spare part, tren ekonomi, kebutuhan sumber daya manusia. Di dalam penelitian ini, topik yang akan menjadi inti dari peramalan adalah mengenai jumlah penjualan. Metode - metode peramalan secara kuantitatif yang paling sering dipakai dapat dikelompokan menjadi dua kelompok besar (Heizer dan Render, 2011:139-140); 1. Time Series Merupakan metode peramalan yang berasumsi bahwa pola - pola kejadian yang terjadi di masa lalu akan kembali berulang di masa depan, atau dengan kata lain kejadian di masa depan akan dipengaruhi oleh kejadian - kejadian yang sudah teradi di masa lalu. Beberapa di antaranya adalah pendekatan naive, simple moving average, weighted moving average, exponential smoothing, double exponential smoothing, autoregressive model,

19 autoregressive-moving average model, dan lain sebagainya. Di dalam penelitian ini, peneliti hanya akan menggunakan metode naive approach, simple moving average, weighted moving average, exponential smoothing, dan exponential smoothing with trend adjustment (double exponential smoothing), 2. Associative Model Metode ini berbeda dari time series. Inti dari metode ini adalah menciptakan model matematika yang dapat menjelaskan hubungan antara variabel - variabel independen dengan variabel dependen yang akan diramalkan. Beberapa contoh dari metode ini adalah simple linear regression, multivariate linear regression, non linear regression, polynomial regression, logit regression, semi parametric regression, non parametric regression, dan lain sebagainya. Di dalam penelitian ini, peneliti hanya akan menggunakan metode simple linear regression. Dari pengkategorian metode - metode peramalan di atas, peneliti hanya akan menggunakan kategori time series, karena di dalam penelitian ini, jumlah pesanan bukanlah fungsi dari waktu. 2.4.1 Naive Approach Naive approach adalah metode peramalan yang paling simpel dan secara matematis sangat mudah, membuatnya menjadi salah satu metode peramalan yang paling sering digunakan (Heizer dan Render, 2010:140). Naive approach hanya menggunakan satu buah data historis saja untuk melakukan peramalan. Metode ini berpendapat bahwa nilai yang diramalkan akan terjadi di masa depan sama persis dengan nilai yang sudah terjadi di masa sekarang, secara matematis dirumuskan sebagai, Tabel 2.1 Ilustrasi Penggunaan Naive Approach untuk Peramalan Bulan (n) Permintaan Aktual (Dn) Permintaan Diramalkan (D n+1) 1 D 1 2 D2 D1

20 3 D3 D2...... n Dn Dn+1 Sumber: Diolah Penulis (2016) Kendati terlihat sangat simpel dan cenderung rawan mengalami kesalahan peramalan, Naive approach tidak sepenuhnya jelek. Naive approach adalah sebuah metode peramalan yang sama sekali tidak menggunakan biaya yang dikarenakan oleh tingkat kemudahan penggunaaannya. Metode ini juga bisa digunakan oleh siapa saja. Naive approach juga seringkali dijadikan benchmark untuk mengukur kualitas peramalan metode lain, metode lain yang lebih rumit dan memakan biaya, namun tidak dapat menghasilkan akurasi pengukuran yang paling tidak seperti Naive approach, tentu tidak patut untuk digunakan (Stevenson, 2014:76). 2.4.2 Simple Moving Average Moving average adalah metode time series di mana peramalan akan dihasilkan dengan cara mencari rata - rata dari sejumlah data historis yang terjadi secara berurutan (Heizer dan Render, 20011:141). Moving average dirumuskan sebagai, Istilah moving average yang diterjemahkan menjadi rata - rata berjalan ini dinamakan demikian karena cara kerjanya, di mana peramalan selanjutnya dilakukan dengan "membuang" data historis yang paling lama dan "mengambil" data historis yang paling baru; sehingga kelompok data yang akan dirata - rata seakan - akan "berjalan".

21 Sumber: Diolah Penulis (2016) Gambar 2.1 Ilustrasi Rata - Rata Berjalan 2.4.3 Weighted Moving Average Weighted Moving Average merupakan metode peramalan yang merupakan pengembangan dari Simple Moving Average. Simple moving average pada dasarnya merupakan weighted moving average di mana bobot dari setiap data historis yang dihitung bernilai sama. Weighted moving average menyatakan bahwa tidak setiap data historis memiliki bobot yang sama. Data historis yang baru saja terjadi tentu saja lebih relevan untuk digunakan, sehingga selayaknya memiliki bobot yang lebih besar daripada data historis yang sudah lebih lama terjadi (Heizer dan Render, 2011:142). Weighted Moving Average secara matematis dirumuskan sebagai, Tidak terdapat aturan yang baku mengenai nilai bobot (wi) yang akan digunakan untuk tiap data. Di penelitian ini, peneliti akan menggunakan nilai bobot w n sebesar 3, w n-1 sebesar 2, sebesar w n-2 = 1 (Heizer dan Render, 2011:143). 2.4.4 Exponential Smoothing Exponential smoothing adalah salah satu variasi dari metode weighted moving average di mana data - data historis tidak diberi bobot secara subjektif, namun diberi bobot yang besarnya berubah secara exponensial (Heizer dan Render, 2010:144).

22 Semakin lama terjadinya sebuah data historis, semakin kecil secara eksponensial juga pengaruhnya. Peramalan dengan menggunakan exponential smoothing secara matematis dirumuskan sebagai, di mana 0 α 1; α adalah smoothing factor, sebuah nilai yang menyatakan ukuran seberapa berpengaruhnya data historis terhadap hasil peramalan, α bernilai 1 melambangkan pengaruh yang sangat besar dari data historis; berlaku juga sebaliknya. 2.4.5 Exponential Smoothing with Trend Adjustment Exponential smoothing dengan trend adjustment adalah nama lain dari double exponential smoothing, yang memiliki cara kerja mirip dengan single exponential smoothing, namun keberadaan tren akan diolah secara terkhusus melalui metode ini (Heizer dan Render, 2011:148). Metode ini secara matematis dirumuskan sebagai berikut: di mana, 2.4.6 Ukuran Akurasi Peramalan Terlepas dari citranya yang terlihat meyakinkan, tidak bisa dipungkiri bahwa tidak ada peramalan yang mampu menghasilkan hasil peramalan yang senantiasa tepat. Segala peramalan atau opini mengenai apa yang akan terjadi di masa depan selalu memiliki eror - keadaan di mana keadaan sebenarnya tidak sama dengan apa yang diramalkan. Suatu metode dapat memiliki nilai eror yang lebih kecil daripada metode lainnya, kendati demikian, metode - metode yang memiliki nilai eror yang berbeda kerapkali dikombinasikan untuk mendapatkan hasil peramalan yang lebih akurat. Meskipun tidak 100% akurat, metode peramalan secara kuantitatif dapat menjadi alternatif yang dapat menyediakan hasil peramalan yang lebih baik dan lebih berdasar dibandingkan hanya sekedar bergantung pada opini subjektif mengenai masa depan (Evans, 2009:3).

23 Kesalahan dari pengukuran atau peramalan dapat ditunjukan secara matematis melalui bermacam - macam ukuran error, beberapa di antaranya adalah; 1. Root Mean Square Error (RMSE) dan Root Mean Square Percentage Error (RMSPE) RMSE menyatakan ukuran absolute error, yang dapat diartikan sebagai akar kuadrat dari rata - rata kuadrat penyimpangan nilai peramalan, yang secara matematis dapat dirumuskan sebagai, RMSPE menyatakan ukuran relative error, yang dapat diartikan sebagai akar kuadrat dari rata - rata kuadrat persentase penyimpangan nilai peramalan, yang secara matematis dapat dirumuskan sebagai, 2. Mean Absolute Error (MAE) dan Mean Absolute Percent Error (MAPE) MAE menyatakan ukuran absolute error, yang dapat diartikan sebagai rata - rata harga mutlak penyimpangan nilai peramalan, yang secara matematis dapat dirumuskan sebagai, MAPE menyatakan ukuran relative error, yang dapat diartikan sebagai rata - rata harga mutlak persentase penyimpangan nilai peramalan, yang secara matematis dapat dirumuskan sebagai, 3. Mean Error (ME) dan Mean Percentage Error (MPE) ME menyatakan ukuran absolute error, yang dapat diartikan sebagai rata - rata penyimpangan nilai peramalan, yang secara matematis dapat dirumuskan sebagai,

24 MPE menyatakan ukuran relative error, yang dapat diartikan sebagai rata - rata persentase penyimpangan nilai peramalan, yang secara matematis dapat dirumuskan sebagai, Pasangan ukuran penyimpangan ME dan MPE adalah jenis pengukuran penyimpangan yang paling sederhana dan mudah dilakukan namun berpotensi menimbulkan hasil pengukuran tingkat penyimpangan yang tidak valid. ME dan MPE memungkinkan adanya nilai - nilai eror yang bernilai positif dan negatif, yang apabila dijumlah mungkin dapat menghasilkan nilai nol. Hal ini tentu akan menimbulkan masalah; peramalan yang memiliki nilai eror individual yang tinggi dapat memiliki nilai ME dan yang rendah. Tabel 2.2 Ilustrasi Perbandingan Penggunaan ME dengan MAE dan MSE Yi Ŷi Ei 56 42 14 64 46 8 71 93-22 70 68 2 53 64-11 66 81-15 50 26 24 ΣEi 0 Sumber: Diolah Penulis (2016) ME (E i) 0 Σ Ei 96 MAE ( E i ) 13.71 ΣEi 2 1670 MSE( E i 2 ) 15.45 Contoh di atas menunjukan bahwa nilai forecast yang memiliki nilai error yang bervariasi dapat menghasilkan nilai ME bernilai 0, yang dapat memberikan informasi yang salah mengenai akurasi dari peramalan. Sedangkan MAE dan MSE tidak mengalami kesalahan penunjukan akurasi nilai forecast sedemikian rupa.

25 Berdasarkan alasan tersebut, peneliti memutuskan untuk mengeliminasi ME dan MPE, dan tidak akan menggunakan metode ini untuk digunakan di dalam penelitian. MAE dan MSE merupakan dua metode lain yang juga lazim untuk digunakan, dan memiliki tingkat kemudahan penggunaan yang relatif sama. Kendati demikian, MSE dinilai memberikan nilai pengukuran yang ambigu dan tidak memiliki korelasi langsung yang intuitif dengan nilai eror (Willmott dan Matsuura, 2005:79-82). Di dalam contoh yang sama di atas, nilai 13.71 yang dihasilkan oleh MAE jelas menunjukan nilai rata - rata penyimpangan yang dialami oleh nilai - nilai peramalan Ŷi. Sedangkan nilai 15.45 yang dihasilkan oleh MSE tidak secara jelas berhubungan dengan nilai - nilai eror yang terjadi. Metode MSE sangat sensitif terhadap pencilan data (outlier), hal ini dapat memiliki implikasi baik di satu sisi, namun juga memiliki dampak yang buruk di sisi lainnya. Tabel 2.3 Ilustrasi Perbandingan Penggunaan MAE dengan MSE Peramalan 1 Peramalan 2 Yi Ŷi Ei Ŷi Ei 56 55 1-163 219 64 57-3 281-227 71 69 2-154 225 70 66 4 280-210 53 56-3 284-231 66 64 2-177 243 50 1050 (outlier) -1000 259-209 MAE -145 377.97 MSE 230.86 231.22 Sumber: Diolah Penulis (2016) Peramalan 1 terlihat jelas sebagai peramalan yang lebih akurat dengan tingkat eror yang sebagian besar bernilai kecil. Kendati demikian, metode MSE tidak dapat membedakan akurasi dari kedua peramalan ini dengan menghasilkan nilai yang hampir sama untuk keduanya. Di sisi lain, MAE mampu menunjukan bahwa peramalan 1 memiliki nilai eror yang lebih kecil daripada peramalan 2. Hal ini akan

26 mendasari tindakan peneliti untuk menggunakan ukuran MAE (dan MAPE) di dalam penelitian ini. 2.5 Persediaan (Inventory) Dalam konteks bisnis, persediaan adalah segala benda yang memiliki sebuah tujuan tunggal, yaitu untuk dijual. Dalam konteks yang lebih luas, persediaan didefinisikan sebagai sekumpulan barang yang disimpan, yang memiliki nilai sebagai sumber daya, yang akan digunakan untuk kebutuhan perusahaan (Kumar dan Suresh, 2008:91). Menurut Heizer dan Render (2011:501-502) fungsi persediaan dibedakan menjadi 4, yaitu: 1. Memisahkan berbagai bagian produk dari proses produksi 2. Membantu perusahaan menghadapi permintaan yang fluktuatif dan menyediakan stok barang yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pelanggan 3. Untuk meraih keuntungan dari quantity discounts 4. Membantu perusahaan dalam menghadapi inflasi dan kenaikan harga dimasa mendatang Manajemen persediaan didefinisikan sebagai segala bentuk pengawasan dan pengendalian segala kegiatan yang berhubungan dengan persediaan (pemesanan, penyimpanan, dan penggunaan) yang bertujuan untuk menghindari stockout, menghindari penyusutan, dan menyediakan pencatatan yang seharusnya (SCORE, 2002:1). Menurut Slack (2010:347), terdapat 7 macam biaya yang ditimbulkan oleh persediaan: 1. Biaya untuk melakukan proses administrasi pemesanan 2. Biaya persediaan yang akan dipesan 3. Biaya yang timbul akibat kehabisan 4. Biaya working capital 5. Biaya penyimpanan persediaan 6. Biaya yang timbul akibat persediaan yang kehilangan nilai jual 7. Biaya akibat inefisiensi operasi manajemen inventori

27 2.6 Model Persediaan (Inventory Models) Heizer dan Render (2011:506) mengatakan bahwa model persediaan dibedakan bedasarkan jenis permintaannya apakah permintaannya terikat (dependent demand) atau tidak terikat (independent). Dependent demand adalah jenis permintaan yang dipengaruhi oleh permintaan lainnya, sebagai contoh permintaan komponen mobil dipengaruhi oleh tinggi-rendahnya permintaan mobil. Sedangkan independent demand adalah jenis permintaan yang tidak dipengaruhi oleh permintaan lainnya, contohnya produk yang digunakan pada penelitian ini yakni pipa conduit. Terdapat 3 macam model persediaan dasar yang dapat digunakan untuk permintaan yang tidak terikat (independent demand): 1. Basic Economic Order Quantity (EOQ) Model 2. Production Order Quantity (POQ) Model 3. Quantity Discount Model Pada penelitian ini, model persediaan yang digunakan peneliti untuk menghitung jumlah pesanan yang optimal adalah Quantity Discount Model. 2.7 Quantity Discount Model Quantity discount model adalah model inventori dalam manajemen operasional yang digunakan untuk menentukan jumlah pesanan optimal, dimana perusahaan dalam melakukan pemesanan dihadapi dengan kebijakan quantity discount pricing. Dunne et. al (2014:380) mendefinisikan quantity discount pricing sebagai sebuah pengurangan harga yang ditawarkan sebagai daya tarik agar seseorang atau sebuah usaha membeli sebuah barang dengan jumlah besar. Ciri khas dari quantity discount model adalah adanya harga yang berbeda - beda untuk jumlah pembelian yang berbeda - beda pula. Semakin banyak jumlah pembelian yang dilakukan, maka akan semakin rendah biaya per unit untuk membeli barang tersebut. Secara matematis, quantity discount pricing dapat dituliskan sebagai; Perhitungan pada Quantity discount model merupakan pengembangan dari perhitungan model Economic order quantity (EOQ), di mana pada dasarnya

28 ketentuan mengenai harga pembelian yang diterapkan pada Quantity discount model dikombinasikan dengan EOQ. Kombinasi ini digunakan dengan cara melakukan perhitungan EOQ pada setiap level kuantitas pemesanan. Sumber: Diolah Penulis (2016) Gambar 2.2 Grafik Hubungan Harga dengan Jumlah Pemesanan dari Quantity Discount Pricing Quantity discount model, secara matematis memiliki 5 buah komponen yang esensial, yaitu: 1. Jumlah pesanan optimal (Q*) Q* adalah nilai yang akan dicari sebagai solusi melalui Quantity discount model, variabel ini bisa diinterpretasikan sebagai jumlah pesanan optimal, tingkat safety stock optimal, overbook level, kapasitas produksi optimal, dan lain sebagainya. 2. Biaya Penyimpanan (H) Biaya peyimpanan atau Holding Cost adalah biaya yang dibutuhkan untuk melakukan penyimpanan inventaris dari waktu ke waktu. Biaya yang masuk dalam biaya penyimpanan antara lain adalah biaya obsolescence dan biaya yang berkaitan dengan kegiatan penyimpanan seperti asuransi,

29 staff tambahan, dan pembayaran bunga. Biaya penyimpanan ini juga seringkali diintrepretasikan menggunakan persentase dari biaya pengadaan persediaan. 3. Biaya Pemesanan (S) Biaya pemesanan atau Ordering Cost adalah besarnya biaya yang dikeluarkan untuk setiap kali melakukan pengadaan persediaan. Biaya yang termasuk dalam biaya pemesanan adalah biaya pengiriman, biaya administrasi, biaya pengurusan pemesanan, bea cukai, dan lain-lain. 4. Permintaan (D) D diinterpretasikan sebagai jumlah permintaan dalam unit untuk periode selama satu tahun, dimana d diinterpretasikan sebagai jumlah permintaan dalam unit untuk periode perhari.. 5. Biaya persediaan (P) Biaya persediaan adalah biaya yang dikenakan untuk pengadaan setiap 1 unit barang. Pada Quantity discount model, biaya persediaan dipengaruhi oleh besarnya kuantitas pemesanan bedasarkan kebijakan yang diterapkan, dimana jika pemesanan semakin banyak maka biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan perunitnya akan semakin kecil. Quantity discount model dapat dilakukan melalui 4 tahap sebagai berikut (Heizer Render, 2011:517): 1. Melakukan perhitungan Q* untuk setiap kategori harga dalam quantity discount pricing dengan catatan biaya penyimpanan (H) merupakan nilai persentase (I) dari biaya pengadaan persediaan perunit (P n) untuk mendapatkan hasil pemesanan optimal yang berbeda pada setiap kategori harga. Perhitungan Q* pada Quantity discount model dapat dilakukan dengan rumus : Dimana : Q* = Jumlah pesanan optimal D = Jumlah permintaan pertahun (unit) S = Biaya pemesanan IP = Biaya Penyimpanan (Persentase biaya persediaan)

30 2. Untuk setiap kategori harga, jika hasil perhitungan pesanan optimal tidak memenuhi kriteria kuantitas minimum pemesanan, maka hasil pesanan optimal akan disesuaikan dengan pemesanan minimum pada kategori tersebut. Begitu pula sebaliknya, jika hasil perhitungan pesanan optimal melewati batas maksimum maka hasil pesanan optimal akan disesuaikan dengan pemesanan maksimum pada kategori tersebut. Contoh sebagai berikut: Tabel 2.4 Ilustrasi Harga Produk dengan Quantity Discount Kuantitas Harga Q* 1-56,000 5,950 72,000 56,001-112,000 5,860 74,000 112,001-224,000 5,770 77,000 > 224,000 5,680 82,000 Sumber: Diolah penulis (2016) Dari hasil perhitungan didapatkan hasil Q1* sebesar 72,000, Q2* sebesar 74,000, Q 3* sebesar 77,000, dan Q 4* sebesar 82,000. Kategori harga pertama (P 1) mempunyai kriteria kuantitas 1 56,000 unit dengan harga 5,950. Jumlah pesanan Q1* tidak memenuhi kriteria kuantitas kategori harga pertama, maka jumlah Q 1* akan disesuaikan dengan batas maksimum menjadi 56,000. Begitu pula dengan Q3*, jumlah pesanan Q3* tidak memenuhi kriteria kuantitas minimum kategori harga ketiga (P3), maka jumlah Q 3* akan disesuaikan menjadi 112,001. 3. Hitung total cost (TC) yang dari pemesanan optimal (Q*) setiap kategori harga yang sudah disesuaikan dengan kriteria kuantitas setiap kategori harga. Perhitungan total cost didapat menggunakan rumus : Dimana : Q* = Jumlah pesanan optimal D = Jumlah permintaan pertahun (unit) S = Biaya pemesanan H = Biaya Penyimpanan (Persentase biaya persediaan /IP ) P = Harga perunit

31 4. Pilihlah jumlah pesanan optimal (Q*) yang memiliki total cost (TC) terendah. Setelah mendapatkan jumlah pesanan optimal, langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah mencari tahu kapan pemesanan dilakukan. Hal tersebut dapat diketahui dengan menghitung reorder point (ROP). 2.8 Reorder Point Reorder point (Heizer dan Render, 2011:512) adalah posisi dimana pemesanan perlu dilakukan untuk dapat mengisi persediaan tepat waktu di masa mendatang. Reorder point dibutuhkan untuk pemesanan yang memiliki waktu pengiriman yang tidak constant atau membutuhkan periode tertentu untuk pengiriman sampai ke gudang yang biasa disebut dengan lead time. Pada permintaan yang konstan, reorder points didapat dengan menghitung besarnya permintaan yang perlu dipenuhi selama waktu pengiriman (lead time) diwakili dengan rumus berikut (Heizer dan Render, 2011:512): Sumber: Diolah Penulis (2016) Gambar 2.3 Ilustrasi Reorder point pada permintaan constant Tetapi seringkali pada kenyataan yang terjadi, permintaan yang dihadapi tidaklah konstan dan lamanya lead time juga dapat berubah seperti terjadinya

32 keterlambatan. Untuk menghadapi situasi tersebut, maka perlu dilakukan pengembangan pada perhitungan reorder points menggunakan probabilistic model. 2.9 Safety Stock Probabilistic Model Probabilistic model adalah metode statistik yang dapat digunakan ketika permintaan produk atau variabel lainnya (lead time) tidak diketahui tetapi dapat dispesifikasikan dengan rata-rata probabilitas distribusi. (Heizer dan Render, 2011:519) Pada probabilistic model, perhitungan reorder points dipengaruhi oleh safety stock, dimana safety stock dibutuhkan untuk menghindari terjadinya kekurangan persediaan dalam memenuhi kebutuhan yang tidak pasti (uncertain demand) dan waktu pengiriman yang tidak pasti (dapat terjadi keterlambatan). Dengan demikian reorder point dapat diwakilkan dengan rumus berikut : Dimana : d = Jumlah permintaan harian L = lamanya waktu pengiriman (lead time) ss = safety stock Besarnya safety stock (ss) dipengaruhi oleh service level terhadap standar deviasi permintaan (σ) dalam menghadapi permintaan yang tidak pasti. Service level adalah tingkat performa yang ingin dicapai dalam menghadapi probabilitas terjadinya kekurangan persediaan. Sebagai contoh jika probabilitas terjadinya kekurangan persediaan sebesar 5%, maka service level nya sebesar 95%. Safety stock pada perhitungan ROP diwakilkan dengan rumus berikut (Heizer dan Render, 2011:522) σ dlt Dimana : µ = Rata-rata permintaan harian L = Lamanya waktu pengiriman (lead time) Z = Nilai standar deviasi (tabel probabilitas) σdlt = Standar deviasi permintaan selama lead time = σdlt σ d = Standar deviasi permintaan perhari

33 Sumber: Diolah Penulis (2016) Gambar 2.4 Reorder Point pada Probabilistic model Semakin tinggi service level menunjukkan potensi terjadi kekurangan persediaan yang semakin kecil, dimana tingkat safety stock akan semakin besar menyebabkan posisi reorder point yang semakin tinggi. Memiliki safety stock yang tinggi menimbulkan biaya penyimpanan yang lebih besar dan dengan tingkat reorder point yang tinggi dapat menimbulkan penumpukkan persediaan pada inventaris.

34 2.12 Kerangka Pemikiran Data Aktual Penjualan PT. Graha Teknik Supplierindo 2012-2016 Data Pemesanan Perusahaan periode 2012-2016 Peramalan Permintaan PT. Graha Teknik Supplierindo tahun 2017 Estimasi pemesanan perusahaan tahun 2017 Moving Average Naïve Approach Weight Moving Average Exponential Smoothing Exponential Smoothing with Trend Peramalan Optimal (MAE terkecil) Perhitungan Quantity Discount Model Optimal Order Quantity (Q*) Perhitungan Safety Stock dan Reorder Point Perbandingan Total Biaya Perhitungan Teoritis dengan Pemesanan Aktual Kesimpulan Performa Quantity Discount Model Sumber: Penulis (2016) Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran