BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Family Centered Care

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu proses yang dapat diprediksi. Proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Landasan teoritis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan motorik, verbal, dan ketrampilan sosial secara. terhadap kebersihan dan kesehatan.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. spesifik dan berbeda dengan orang dewasa. Anak yang sakit. hospitalisasi. Hospitalisasi dapat berdampak buruk pada

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil uji validitas angket dengan riset partisipan perawat

BAB II LANDASAN TEORI Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak Pengertian Hospitalisasi. anak dan lingkungan (Wong, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. hidup mereka. Anak juga seringkali menjalani prosedur yang membuat. Anak-anak cenderung merespon hospitalisasi dengan munculnya

Angket untuk Riset Partisipan Perawat

BAB l PENDAHULUAN. peningkatan jumlah anak di Indonesia. Hal ini memberi konsekuensi

BAB III METODE PENELITIAN. kemudian menelaah dua variabel pada suatu situasi atau. sekelompok subjek. Hal ini dilakukan untuk melihat hubungan

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

Disampaikan Oleh: R. Siti Maryam, MKep, Ns.Sp.Kep.Kom 17 Feb 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. Perawatan anak telah mengalami pergeseran yang sangat mendasar, anak sebagai

BAB I PENDAHULUAN. yang mengharuskan mereka dirawat di rumah sakit (Pieter, 2011). Berdasarkan survei dari Word Health Organization (WHO) pada tahun

TINJAUAN TEORITIS. peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB I PENDAHULUAN. perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah (Supartini, 2004). Hospitalisasi

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses yang dapat diprediksi. Proses pertumbuhan dan. tumbuh dan kembang sejak awal yaitu pada masa kanak-kanak (Potter &

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan anak sakit dan hospitalisasi dapat menimbulkan krisis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengalaman rawat inap merupakan suatu hal yang traumatik dan

KONSEP PERSPEKTIF KEPERAWATAN ANAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998)

BAB 1 PENDAHULUAN. 2004). Hospitalisasi sering menjadi krisis utama yang harus dihadapi anak,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. asuhan keperawatan yang berkesinambungan (Raden dan Traft dalam. dimanapun pasien berada. Kegagalan untuk memberikan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. kesempatan cukup untuk bermain akan menjadi orang dewasa yang mudah

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan potensi dan kualitas dirinya. Seiring dengan berkembangnya

PROMOSI KESEHATAN (TEORI SEBAB AKIBAT) Kel tiga sembilan orang

BAB I PENDAHULUAN. diatasi. Bagi anak usia prasekolah (3-5 tahun) menjalani hospitalisasi dan

BAB I PENDAHULUAN. TBC, AIDS, leukemia, dan sebagainya (Fitria, 2010). ketakutan, ansietas, kesedihan yang menyeluruh (Potter & Perry, 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Promosi Kesehatan

PERAN PERAWAT HOME CARE. Disampaikan oleh Djati Santosa.

BAB I PENDAHULUAN. Menjalani perawatan di rumah sakit (hospitalisasi) merupakan pengalaman

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang. menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEDOMAN MANAJER PELAYANAN PASIEN RUMAH SAKIT (CASE MANAGER)

B. Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas maka didapatkan rumusan masalah yaitu: 1. Apa pengertian dari keperawatan keluarga?

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan seseorang yang memiliki rentang usia sejak anak dilahirkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah individu unik yang mempunyai kebutuhan sesuai dengan

MODEL PRAKTIK KEBIDANAN CONTINUITY OF CARE

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera utara

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. krisis karena anak mengalami stres akibat perubahan baik terhadap status

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan sampai dengan usia 18 tahun (IDAI, 2014). Anak merupakan individu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spriritual yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memperkecil distres psikologis dan fisik yang diderita oleh anak-anak dan

BAB I PENDAHULUAN. tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan keterbaruan penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keperawatan yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. tentang diagnosa, melakukan kerjasama dalam asuhan kesehatan, saling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan

I. PENDAHULUAN. pelayanan pasien rawat inap, dimana fungsi utamanya memberikan pelayanan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja (Hidayat, adalah orang yang berada di bawah usia 18 tahun.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia (2005) adalah puas ; merasa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Upaya pembangunan keluarga sejahtera dan pemberdayaan bidan tidak

PROGRAM KERJA PANITIA PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT RSIA CITRA INSANI

BAB II LANDASAN TEORI Definisi Atraumatic Care

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Kesiapan (readiness) terhadapinteprofesional Education (IPE)

ARTIKEL ILMIAH ertyuiopasdfghjklzxcvbnmqwertyuio. ANALISIS JURNAL: The Effect of Performing Preoperative. pasdfghjklzxcvbnmqwertyuiopasdfgh

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan sebagai bagian intergral dari pelayanan kesehatan, ikut menentukan mutu dari pelayanan kesehatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan

KONSEP SEHAT SAKIT. Disampaikan Pada Perkuliahan Konsep Dasar Keperawatan II Program Studi Ilmu Keperawatan FIKES UMM Semester Ganjil 2010/2011

BAB I PENDAHULUAN. tidak lagi dipandang sebagai miniatur orang dewasa, melainkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah konsep dasar Home Care? 2. Bagaimanakah hasil observasi tentang usaha Home Care?

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan/atau emosional, individu bergantung pada keluarga untuk menyediakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kedudukan sosial. Teori peran menggambarkan interaksi sosial dalam. dimasyarakat yang ditetapkan oleh budaya.

`MAKALAH MATA KULIAH HOME CARE SEJARAH DAN TREND SERTA ISU HOME CARE

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi fisiologis dan psikososial secara bertahap. Setiap tahap psikososial

BAB I PENDAHULUAN. pasien dalam merawat pasien. Dengan demikian maka perawatan dan spiritual telah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Wong (2009) Masa kanak-kanak awal yaitu pada usia 3 6 tahun

DIMENSI ETIK DALAM PERAN BIDAN. OLEH HJ. DJUMIATI, SKM, MKes

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit dan dirawat di rumah sakit khususnya bagi anak-anak dapat

1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. karena sehat sangatlah mahal. Orang yang mengalami sakit akan merasa

Tujuan pendidikan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. adanya bahaya (Mulyono, 2008). Beberapa kasus kecemasan (5-42%),

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud, Rumah Sakit mempunyai. dengan standart pelayanan Rumah Sakit.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kesehatan merupakan hal yang paling penting dalam setiap kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk krisis atau stressor utama yang terlihat pada anak. Anak-anak sangat rentan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pelayanan kesehatan dihadapkan pada paradigma baru dalam

Model Hipotetik Bimbingan dan konseling Kemandirian Remaja Tunarungu di SLB-B Oleh: Imas Diana Aprilia 1. Dasar Pemikiran

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan krisis yang sering dimiliki anak. Anak-anak, terutama saat

BAB I PENDAHULUAN. khususnya rumah sakit pemerintah (daerah maupun pusat) menghadapi

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain

BAB I PENDAHULUAN. Bermain adalah pekerjaan anak-anak semua usia dan. merupakan kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan, tanpa

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Family Centered Care 1.1 pengertian Dalam paradigma keperawatan anak, anak merupakan individu yang masih bergantung pada lingkungan untuk memenuhi kebutuhan individualnya. Lingkungan yang mendukung tersebut salah satunya adalah keluarga (Supartini, 2004). Sebagai suatu system, keluarga dipandang sebagai suatu system yang berintraksi secara berkelanjutan. Intraksi merupakan hal penting dalam keluarga sehingga perubahan pada salah satu anggota keluarga dapat mempegaruhi anggota keluarga yang lain. Jenis intraksi yang digunakan dalam keluarga akan dapat menyebabkan disfungsi. Jenis intraksi tertutup terhadap informasi dari lingkungan luar dan tidak mampu beradaptasi dengan perubahan yang ada dapat menyebabkan gangguan dalam system keluarga. Oleh karena itu, penerapan asuhan keperawatan turut berfokus pada keluarga dalam hal ini perawat harus mengenal hubungan dalam keluarga untuk mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan keluarga yang dapat dimamfaatkan untuk membantu keluarga beradaptasi dengan perubahan yang terjadi (Wong, 2008). Menurut Wong (2008), perubahan dalam anggota keluarga yang bisa mempengaruhi anggota keluarga yang lain adalah stress. Misalnya anak mengalami sakit. Kondisi sakit, membuat perubahan dalam keluarga. Dalam hal ini, fokus intraksi pada keluarga adalah pada anak yang sakit sedangkan kebutuhan intraksi dengan anggota atau lingkungan yang lain menjadi berkurang. Stres dalam keluarga dapat diminimalkan dengan cara melibatkan keluarga dalam perawatan anak. Keterlibatan 8 7

keluarga dalam perawatan anak diterapkan dalam asuhan keperawatan yang dikenal dengan konsep Family Centered Care (perawatan yang berfokus pada keluarga). Family Centered Care muncul sebagai konsep penting dalam perawatan kesehatan pada akhir abad ke 20. Konsep family centered care awalnya dikembangkan di Negara-negara diuntungkan secara ekonomi, didasarkan pada pentingnya memenuhi kebutuhan pisikososial dan perkembangan anak dengan penekanan pada peran keluarga dan pemahaman bahwa keluarga merupakan sumber utama kekuatan dan dukungan anak (American Pediatric Role). Family centered care sebagai standar perawatan kesehatan anak di banyak Rumah Sakit dan peraktek klinik. Meskipun dukungan luas namun family centered care kurang diimplementasikan kedalam peraktik klinik (Denmis, 2012). Aplikasi family centered care di Rumah sakit anak California dan Piladelphia sudah terstandard dengan baik, sedangkan di Indonesia kemungkinan bisa diterapkan namun untuk mewujudkan penerapan yang ideal tidak mudah karna belum banyak petugas kesehatan yang memahami konsep family centered care dan asuhan keperawatan sering terjebak rutinitas. Family Centered Care di defenisikan menurut (Harson, 1997 dalam Fiane, 2012), sebagai suatu pendekatan inovatif dalam merencanakan, melakukan dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang diberikan kepada anak didasarkan pada mamfaat hubangan antar perawat dan keluarga yaitu orang tua. Menurut Stower (1992 dalam Fiane, 2012), Family Centered Care merupakan suatu pendekatan yang holistik. Pendekatan Family Centered Care tidak hanya memfokuskan asuhan keperawatan kepada anak sebagai klien atau individu dengan kebutuhan biologis, pisikologi, sosial, dan spiritual (biopisikospritual) tetapi juga 8

melibatkan keluarga sebagai bagian yang konstan dan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan anak. Menurut Stower (1992), didukung oleh Gill (1993, dalam Fiane, 2012) yang menyebutkan bahwa Family Centered Care merupakan kalaborasi bersama antara orangtua dan tenaga profesional. Kalaborasi orangtua dan tenaga professional dalam membentuk mendukung keluarga terutama dalam aturan perawatan yang mereka lakukan merupakan filosofi Family Centered Care. Kemudian, secara lebih sfesifik dijelaskan bahwa filosofi Family Centered Care yang dimaksudkan marupakan dasar pemikiran dalam keperawatan anak yang digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan kepada anak dengan melibatkan keluarga sebagai fokus utama perawatan. Kutipan defenisi dari para ahli diatas memberikan bahwa dalam penerepan Family Centered Care sebagai suatu pendekatan holistik dan filisofi dalam keperawatan anak, Perawat sebagai tenaga professional perlu melibatkan orangtua dalam perawatan anak. Adapun peran perawat dalam menerapkan Family Centered Care adalah sebagai mitra dan pasilitator dalam perawatan anak dirumah sakit. Tujuan penerapan konsep Family Centered Care dalam perawatan anak, menurut Brunner and Suddarth (1986 dalam Fretes, 2012) adalah memberikan kesempatan bagi orangtua untuk merawat anak mereka selama proses hospitalisasi dengan pengawasan dari perawat sesuai dengan aturan yang berlaku Selain itu Family Centered Care juga bertujuan untuk meminimalkan trauma selama perawatan anak dirumah sakit dan meningkatkan kemandirian sehingga peningkatan kualitas hidup dapat tercapai (Robbins, 1991 dalam American Academy of Pediatrics 2003). 9

2. Element Family Centered Care Menurut Shelton (1987, dalam Fretes 2012), terdapat beberapa elemen Family Centered Care, yaitu: 1. Perawat menyadari bahwa keluarga adalah bagian yang konstan dalam kehidupan anak, sementara system layanan dan anggota dalam system tersebut berfluktuasi. Kesadaran perawat bahwa keluarga adalah bagian yang konstan, merupakan hal yang penting. Fungsi perawat sebagai motivator menghargai dan menghormati peran keluarga dalam merawat anak serta bertanggung jawab penuh dalam mengelola kesehatan anak. Selain itu, perawat mendukung perkembangan sosial dan emosional, serta memenuhi kebutuhan anak dalam keluarga. Oleh karena itu, dalam menjalankan sistem perawatan kesehatan, keluarga dilibatkan dalam membuat keputusan, mengasuh, mendidik, dan melakukan pembelaan terhadap hak anak-anak mereka selama menjalani masa perawatan. Keputusan keluarga dalam perawatan anak merupakan suatu pertimbangan yang utama karena keputusan ini didasarkan pada mekanisme koping dan kebutuhan yang ada dalam keluarga. Dalam pembuatan keputusan, perawat memberikan saran yang sesuai namun keluarga tetap berhak memutuskan layanan yang ingin didapatkannya. Beberapa hal yang diterapkan untuk menghargai dan mendukung individualitas dan kekuatan yang dimiliki dalam satu keluarga seperti 1). Kunjungan yang dibuat dirumah keluarga atau ditempat lain dengan waktu dan lokasi yang disepakati bersama keluarga, 2) Perawat mengkaji keluarga berdasarkan kebutuhan keluarga, 3). Orangtua adalah bagian dari keluarga yang menjadi fokus utama dari perawatan yang diberikan mereka turut merencanakan perawatan dan peran mereka 10

dalam perawatan anak dan 4). Perencanaan perawatan yang diberikan bersifat komprehensif dan perawatan memberikan semua perawatan yang dibutuhkan misalnya perawatan pada anak, dukungan kepada orangtua, bantuan keuangan, hiburan dan dukungan emosional (Shelton 1987, dalam Fretes, 2012). 2. Memfassilitassi kerjasama antara keluarga den perawat di semua tingkat pelayanan kesehatan, merawat anak secara individual, pengembangan program, pelaksanaan dan evaluasi serta pembentukan kebijakan hal ini ditujukan ketika 1. Kalaborasi untuk memberikan perawatan kepada anak peran kerjasama antara orangtua dan tenaga perofesional sangat penting dan vital. Keluarga bukan sekedar sebagai pendamping, tetapi terlibat didalam pemberian pelayanan kesehatan kepada anak mereka. Tenaga professional memberikan pelayanan sesuai dengan keahlian dan ilmu yang mereka peroleh sedangkan orangtua berkontribusi dengan memberikan imformasi tentang anak mereka. Dalam kerja sama antara orangtua dengan tenaga professional, orangtua bisa memberikan masukan untuk perawatan anak mereka. Tapi, tidak semua tenaga professional dapat menerima masukan yang diberikan. Beberapa disebabkan karena kurangnya pengalaman tenaga professional dalam melakukan kerjasama dengan orang tua (Shelton 1987, dalam Fretes, 2012). 2. Kerjasama dalam mengembangkan masyarakat dan pelayanan rumah sakit Pada tahap ini anak-anak dengan kebutuhan khusus merasakan mampaat dari kemamfuan orangtua dan perawat dalam mengembangkan, melaksanakan dan mengevaluasi program. Hal yang harus diutamakan pada tahap ini adalah kalaborasi dengan bidang yang lain untuk menunjang proses perawatan. Family Centered Care memberikan kesempatan kepada orangtua dengan professional untuk berkontribusi 11

melalui pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki untuk mengembangkan perawatan terhadap anak di rumah sakit. Pengalaman merawat anak membuat orangtua dapat memberikan perspektif yang penting, berkaitan dengan perawatan anak serta cara perawat untuk menerima dan mendukung keluarga (Shelton 1987, dalam Fretes, 2012). 3. Kalaborasi dalam tahap kebijakan Family Centered Care dapat tercapai melalui kalaborasi orangtua dan tenaga professional dalam tahap kebijakan. Kalaborasi ini untuk memberikan mamfaat kepada orangtua, anak dan tenaga professional. Orangtua bisa menghargai kemampuan yang mereka miliki dengan memberikan pengetahuan mereka tentang sistem pelayanan kesehatan serta kompotensi mereka. Keterlibatan mereka dalam membuat keputusan menambah kualitas pelayanan kesehatan. Orangtua dapat melakukan peran mereka sebagai role model kepada anak-anak. Peran orangtua dengan mengambil bagian dalam hubungan kolborasi dengan tenaga professional, memberikan kesehatan kepada orangtua memjalankan peraturan dalam kehidupan anak mereka. Kaloborasi yang harus dilakukan oleh perawat dengan keluarga dalam berbagai tingkat pelayanan baik dirumah sakit maupun masyarakat dapat dilakukan dengan beberapa cara: 1). Kemampuan bekerjasama dan 2). Kesempatan berintraksi dan 3). Penilaian kepribadian 4). Perencanaan perawatan untuk setiap anak dan 5). Pengembangan dimasyarakat dan pelayanan kesehatan (Shelton, 1987, dalam Fretes, 2012) 3. Menghormati keanekaragaman ras, etnis budaya dan sosial ekonomi dalam keluarga. 12

Tujuannya adalah untuk menunjang keberhasilan perawatan anak mereka dirumah sakit dengan mempertimbangkan tingkat perkembangan anak diagnosa medis. Hal ini akan menjadi sulit apabila program perawatan diterapkan bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut dalam keluarga (Shelton, 1987, dalam Fretes, 2012). 4. Mengakui kekuatan keluarga dan individualitas serta memperhatikan perbedaan mekanisme koping dalam keluarga elemen ini mewujudkan 2 konsep yang seimbang pertama, Family Centered Care harus menggambarkan keseimbangan anak dan keluarga. Hal ini berarti dalam menemukan maslah pada anak, maka kelebihan dari anak dan keluarga harus dipertimbangkan dengan baik. Kedua menghargai dan menghormati mekanisme koping dan individualitas yang dimiliki oleh anak maupun keluarga dalam kehidupan mereka. Terkadang pengkajian dan intervensi dan keperawatan hanya berfokus pada masalah kesehatan dan perkembangan anak serta mengesampingkan kelebihan yang dimiliki oleh anak sehingga menimbulkan ketidak akuratan keadaan. Orangtua dan perawat memiliki peran penting untuk menemukan kekuatan yang dimiliki anak. Pendekatan ini dapat membuat perbedaan yang positif dalam intraksi antara perawat dan orangtua terutama orangtua dan anak. Kesadaran terhadap kekuatan yang dimiliki anak dan orangtua merupakan suatu langkah yang penting dalam mengatur kepribadian dan penghargaan mereka terhadap mekanisme koping (Shelton, 1987, dalam Fretes, 2012). 5. Memberikan imformasi yang lengkap dan jelas kepada orangtua dan secara berkelanjutan dengan dukungan penuh 13

Memberikan imformasi kepada orangtua bertujuan untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan orangtua terhadap perawat anak mereka. Selain itu, dengan demikian imformasi orangtua akan merasa menjadi bagian yang penting dalam perawatan anak. Ketersedian imformasi tidak hanya memiliki pengaruh emosional, melainkan hal ini merupakan faktor kritikal dalam melibatkan partisifasi orangtua secara penuh dalam proses membuat keputusan terutama untuk setiap tindakan medis dalam perawatan anak mereka (Shelton, 1987, dalam Fretes, 2012). 6. Mendorong dan mempasilitasi keluarga untuk saling mendukung Pada bagian ini, Shelton menjelaskan bahwa dukungan yang lain yang dapat diberikan kepada keluarga adalah dukungan antar keluarga. Elemen ini awalnya diterapkan pada perawatan anak-anak dengan kebutuhan kusus misalnya down syndrome atau autisme. Perawat ataupun tenaga professional yang lain memfasilitasi keluarga untuk mendapatkan dukungan dari keluarga lain yang juga memiliki masalah yang sama mengenai anak mereka. Dukungan antara keluarga ini berfungsi untuk: 1). Saling memberikan dukungan dan menjalin hubungan persahabatan dan 2). Bertukar imformasi mengenai kondisi dan perawatan anak dan 3).Memamfaatkan dan meningkatkan system pelayanan yang ada untuk kebutuhan perawatan anak mereka Dukungan antara keluarga ini kemudian dimamfaatkan juga untuk perawatan anak dengan kondisi akut atau kronis dirumah sakit. Selain itu, perawat tidak hanya menggunakan ilmu yang mereka miliki untuk memberikan dukungan tetapi pengalaman mereka dalam melakukan perawatan pada anak dan keluarga yang lain juga menjadi pembelajaran klinik yang dapat digunakan untuk memberikan dukungan kepada keluarga dan anak (Shelton, 1987, dalam Fretes, 2012). 14

7. Memahami dan menggabungkan kebutuhan dalam setiap perkembangan bayi, anak-anak, remaja dan keluarga mereka ke dalam system perawatan kesehatan Pemahaman dan penerapan setiap kebutuhan dalam perkembangan anak mendukung perawat untuk menerapkan pendekatan yang komprehensif terhadap anak dan keluarga agar mereka mampu dalam melewati setiap tahap perkembangan dengan baik (Shelton, 1987, dalam Fretes, 2012). 8. Menerapkan kebijakan yang komprehensif dan program program yang memberikan dukungan emosional dan keuangan untuk memenuhi kebutuhan keluarga Dukungan kepada keluarga bervariasi dan berubah setiap waktu sesuai dengan kebutuhan keluarga tersebut. Jenis dukungan yang diberikan misalnya mendukung keluarga untuk memenuhi waktu istrahat mereka, pelayanan home care, pelayan konseling, promosi kesehatan, program bermaian, serta koordinasi layanan keseehatan yang baik untuk membantu keluarga memamfaatkan layanan kesehatan yang ada untuk menunjang kebutuhan layanan kesehatan secara pinansial. Dukungan yang baik dapat membantu menurunkan stress yang dialami oleh keluarga karena ketidak seimbangan tuntutan kadaan kondisi dengan ketersediaan tenaga yang dimiliki oleh keluarga saat mendampingi anak selama dirawat dirumah sakit. Oleh karena itu perawat harus kritis dalam mengkaji kebutuhan keluarga sehingga dukungan dapat diberikan dengan tepat termasuk mempertimbangkan kebijakan yangberlaku baik dirumah sakit maupun dilingkungan untuk menunjang dukungan yang akan diberikan kepada keluarga (Shelton, 1987, dalam Fretes, 2012). 9. Merancang system perawatan kesehatan yang fleksibel, dapat dijangkau dengan mudah dan responsip terhadap kebutuhan keluarga teridentifikasi 15

Sistem pelayanan kesehatan yang fleksibel didasarkan pada pemahaman bahwa setiap anak memiliki kebutuhan terhadap layanan kesehatan yang berbeda maka layanan kesehatan yang ada harus menyesuaikan dengan kebutuhan dan kelebihan yang dimiliki oleh anak dan keluarga. Oleh karena itu, tidak hanya satu intervensi kesehatan untuk semua anak tetapi lebih dari satu intervensi yang berbeda untuk setiap anak. Selain layanan yang fleksibel, dalam Family Centered Care juga mendukung agar layanan kesehatan mudah diakses oleh anak dan keluarga misalnya sistem pembayaran layanan kesehatan yang dipakai selama anak menjalani perawatan dirumah sakit baik menggunakan asuransi atau jaminan kesehatan pemerintah dan swasta, konsultasi kesehatan, prosedur pemeriksaan dan pembedahan, layanan selama anak menjalani rawat inap dirumah sakit dan sebagainya. Oleh karena itu perawat harus mengkaji kebutuhan anak atau keluarga terhadap akses layanan kesehatan yang dibutuhkan lalu melakukan intervensi sesuai dengan kebutuhan anak dan keluarga. Apabila layanan kesehatan yang direncanakan fleksibel dan dapat diakses oleh anak dan keluarga maka layanan kesehatan tersebut akan lebih responsif karena memproritaskan kebutuhan anak dan keluarga (Shelton, 1987, dalam Fretes, 2012). Hucthfield (1999 dalam Fiane 2012), meyatakan bahwa dalam Family Centered Care terdapat hirarki. Hirarki ini merupakan proses antara orantua dan perawat dalam membagun hubungan kerjasama dalam perawatan anak. Pada setiap tahap, dibahas beberapa aspek yang ditingkatkan oleh orangtua dan perawat agar mencapai hubungan kerjasama yang baik untuk menunjang perawatan anak dirumah sakit. Aspek tersebut adalah status hubungan orangtua dan keluarga, komunikasi peran perawat dan orangtua. Hirarki Family Centerd Care terdiri dari 4 tahap yaitu: 16

1. Keterlibatan orangtua Pada tahap ini orang tua dan perawat untuk pertamakalinya melakukan intraksi. Perawat berperan penuh dalam memberikan asuhan keperawatan dan bertindak sebagai pemimpin dalam memberikan perawatan dan orangtua dilibatkan dalam perawatan ini. Sedangkan orangtua dan keluarga harus menghargai kehidupan anak yang konstan, menghargai pengetahuan yang dimiliki oleh anak dan menerima perbedaan yang dimiliki oleh anak. Tahap keterlibatan orangtua ini merupakan tahap paling awal, oleh karena itu komunikasi dan penyampaian impormasi dari perawat mengenai perawatan anak dan dari orangtua ke anak mengenai imformasi yang mengenai kehidupan anak harus dilakukan dengan saling terbuka dan jujur sehingga terjalin rasa saling percaya. Peran orangtua adalah mendukung secara emosional dan sebagai atvokator bagi anak. Sedangkan peran perawat adalah melakukan proses keperawatan, menolong keluarga untuk memaksimalakan kehidupan normal mereka serta sebagai atvokator bagi keluarga (Hucthfield 1999 dalam Fiane, 2012). 2. Partisifasi orangtua Pada tahap ini ditandai dengan telah terbinanya hubungan kerjasama antar orangtua dan perawat. Anggota keluarga yang lain dapat dilibatkan dalam hubungan ini. Peran orantua adalah berpartisipasi dalam asuhan keperwatan saat diminta oleh perawat maupun saat dibutuhkan oleh anak. Partisipasi orangtua dalam merawat anak dirundingkan bersama dan orangtua berpartisifasi secara sukarela. Sedangkan perawat bertanggungjawab terhadap semua bentuk perawatan yang diberikan orangtua maupun yang diberikan oleh perawat sendiri serta memberikan pendidikan kesehatan yang dibutuhkan orangtua dan anak. Komunikasi pada tahap ini adalah orangtua dan perawat 17

saling memberikan imformasi mengenai kondisi anak. Orangtua memberikan imformasi mengenai kebiyasaan dan tingkah laku anak selama dirumah untuk membantu perawat saat merencanakan dan melakukan intervensi keperawatan sedangkan perawat memberikan imformasi mengenai segala bentuk perawatan yang diberikan dan perkembangan kondisi anak selama perawatan (Hucthfield 1999 dalam Fiane, 2012). 3. Kerjasama dengan orangtua Status hubungan orangtua dan perawat sama yaitu sebagai pemberi perawatan dengan memperhatikan kesejahtraan keluarga misalnya perawat harus menyadari bahwa kondisi sakit yang dialami oleh anak tidak hanya menjadi perhatian orangtua. Oleh karena itu, komunikasi orangtua dan perawat pada tahap ini adalah merundingkan peran orangtua dan perawat dalam memberikan perawatan serta mengidentifikasi kebutuhan orangtua terhadap dukungan baik pisikis maupun fisik misalnya perawat memastikan orangtua mendapatkan istrahat yang cukup dalam masa perawatan anak dan memberdayakan orangtua untuk memberikan perawatan kepada anak. Pada tahap ini, orangtua berperan sebagai pemberi asuhan yang utama. Oleh karena itu, orangtua juga memiliki wewenang untuk memberikan perawatan kepada anak sedangkan perawat berperana sebagai pendorong, penasehat dan fasilitator (Hucthfield 1999 dalam Fiane, 2012). 4. Family Centered Care Hubungan yang terjalin pada tahap ini adalah perawat dan orangtua saling menghormati peran masing-masing dan melibatkan anggota keluarga dalam perawatan anak. Orangtua menghargai perawatan sebagai konselor atau konsultan sedangkan perawat menyadari bahwa orangtua mampu merawat anak meraka dalam semua aspek. 18

Oleh karena itu perawat mengkomunikasikan setiap keputusan yang akan diambil mengenai perawatan anak dengan orangtua (Hucthfield 1999 dalam Fiane 2012). 3. Kebijakan Terkait Family Centered Care 3.1 Jam Kunjung Seiring dengan pemahaman keluarga sebagai sumber kekuatan dan pendukung yang utama bagi anak, maka kebijakan tentang jam kunjungan, ijin menemani anak selama dirawat harus disesuaikan dengan konsep family centered care, dalam konsep family centered care, keluarga dipandang sebaagai unsure yang konstan sementara kehadiran profesi kesehatan fluktuatif. Adalah sangat ideal jika anak dapat didampingi selama 24 jam oleh orang tuanya. Tidak perlu ada jam kunjung yang restrictive terhadap kenyamanan anak terhadap orang tua. Hal yang perlu diperhatikan adalah kujungan keluarga keruangan perawatan memperhatikan prinsip aseptic dengan mencuci tangan sebelum dan setelah kinjungan, pemakaian baju khusus dalam rangka meminimalkan infeksi nosokomial. Baju untuk pengunjung dibuat menarik dengan motif dan corak yang cocok untuk anak-anak (Bissel C, 2010). 3.2 Pre-hospital Konseling Konseling yang dilakukan tenaga kesehatan kepada orang tua dan anak, terkait dengan kebijakan, prosedur dan peraturan rumah sakit sebelum anak dirawat. Konseling ini dilihat dari prinsip family centered care, petugas kesehatan memberikan hak imformasi yang jelas kepada klien dan keluarga. Menghormati anak dan keluarga, bahwa mereka memiliki hak untuk bertanya (Bissel C, 2010). 19

3.3 Prosedur (treatment) 1. Mempertahankan perasaan mengontrol Mempertahankan perasaan mengontrol terbagi atas 4 bagian: 1). Mempertahankan kebebasan anak untuk bergerak, restrain untuk pemasangan intervena pada anak yang kooperatif tidak diperlukan. Hal ini akan memberikan kebebasan pada anak untuk bergerak, fasilitasi dengan kursi roda pada anak yang mengalami kesulitan berjalan agar dapat berkeliling ruangan dengan pengawasan dan 2). Pengaturan jadwal kegiatan untuk anak, mengatur jadwal aktivitas anak pada saat dirawat dengan melibatkan anak dan orang tua. Pengaturan jadwal dengan berdasarkan aktivitas yang dilakukan dirumah seperti jam mandi, makan, nonton televise, bermain. Pengaturan jadwal ini akan membantu anak beradaptasi dan 3). Fasilitasi kemandirian anak, anak dilibatkan dalam proses keperawatan dengan melibatkan kemandirian melalui self care seperti: mengatur jadwal kegiatan, memilih makanan, mengenakan baju, mengatur waktu tidur. Prinsip tindakan ini adalah perawat respek terhadap individualislitas pasien dan keputusan yang diambil paien dan 4). Berikan pemahaman atau informasi, anak prasekolah memiliki kemampuan koognitif berpikir yang mengakibatkan kesalahan interfretasi terhadap sakit dan perawatan. Anak merasa sakit sebagai hukuman. Petugas kesehatan memberikan imformasi yang jelas tentang prosedur yang akan dilakukan, berikan kesempatan anak memegang alat yang akan digunakan untuk pemeriksaan, misalnya stetoskop (Bissel C, 2010). 2. Meminimalkan injuri dan nyeri Protap prosedur khusus/standar operasional prosedur atraumatik care, prinsip nyeri anak prasekolah sangat dipengaruhi oleh perkembangan koognitif anak yang 20

berada pada tahap pre-oprasional dan pikiran magis, prinsip tindakan pada anak prasekolah adalah atraumatic care. Adanya prosedur khusus untuk perawatan di ruang anak yang membedakan dengan dewasa akan meminimalkan kekuatan anak, misalnya melakukan prosedur dengan kegiatan bermain terlebih dahulu (Bissel C, 2010). 3. Meminimalkan dampak pemisahan pada prasekolah Meminimalkan dampak pemisahan pada prasekolah dibagi jadi tiga bagian: 1). Melibatkan orangtua dan keluaraga dalam perawatan anak, mulai dari pengkajian, perencanaan, implementasi, evaluasi dan pembuatan kebijakan dan 2). Mempromosikan self mastery, perawat membantu klien dengan memfasilitasi pengalaman positif selama dirawat, sehingga peningkatan perasaan otonomi anak, mengidentifikasi kekuatan atau kompetensi anak selama penyembuhan dan dapat digunakan sebagai dasar pengalaman untuk dimasa mendatang dan 3). Mempertahankan sosialisasi, mempasilitasi terbentuknya support group diantara orang tua dan anak, sehingga orang tua dan anak, mendapatkan dukungan dari lingkungan. Misalnya group orang tua dengan telesemia, group anak dengan penyakit asama. Perawat dapat mempasilitasi group untuk tukar menukar pengalaman selama merawat dengan anak, baik melalui kegiatan informal atau formal seperti seminar (Bissel C, 2010). 4. Fasilitas Family Centered Care Adapun fasilitas yang harus disediakan dalam melakukan aplikasi family centered care. 1). Ruangan kuhusus untuk anak, 2). Menyediakan bed untuk penunggu, 3). Tempat memajang foto keluarga, 4). Lounge khusus untuk orang tua, 5). Fasilitas telfon untuk keluarga dan anak, 6). Menyediakan ruangan bermain, 7). Menyediakan perpustakaan untuk anak, 8). Konsultasi untuk orang tua (Anonim, 2011). 21

5. Konsep Tindakan 5.1 Defenisi Tindakan (practice) Merupakan suatu sikap yang belum otomatis terwujud dalam satu tindakan (overt behavior) yang mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata yang diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan seperti fasilitas yang diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain (Notoadmodjo, 2003) 6. Tindakan Mempunyai Beberapa Tindakan 6.1 Persepsi (perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan tindakan tingkat pertama. Misalnya, seorang ibu dapat memilih makanan bergizi tinggi bagi anak balitanya. 6.2 Respon Terpimpin (guide response) Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar adalah merupakan indikator tingkat dua. Misalnya, seorang ibu dapat memasak sayur dengan benar, mulai cara mencucinya dan memotong-motongnya, lama memasaknya, menutup pancinya dan sebagainya. 6.3 Mekanisme (guide response) Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesudah itu sudah merupakan kebiyasaan, maka ia sudah mencapai tindakan tingkat. Misalnya, seorang ibu yang sudah mengimunisasikan bayinya pada umur tertentu, tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain. 22

6.4 Adopsi (adoption) Adaptasi adalah suatu peraktik atau suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Misalnya, ibu dapat memilih dan memasak makanan bergizi tinggi berdasarkan bahan-bahan yang murah dan sederhana. Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran ini juga dapat dilakukan secara langsung yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan ressponden (Notoadmodjo, 2003). 7. Perubahan (adopsi) dan Indikator Tindakan Kesehatan 7.1 Perubahan (adopsi) Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau memperaktikkan apa yang diketahui atau disikapi (nilai baik). Inilah yang disebut tindakan (practice) kesehatan. 7.2 Indikator Kesehatan Indikator tersebut meliputi 1). Tindakan (praktik) sehubungan dengan penyakit, tindakan mencakup pencegahan penyakit seperti melakukan pengurasan bak seminggu sekali dan penyembuhan penyakit seperti minum obat sesuai anjuran dokter, berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan yang tepat dan 2). Tindakan (praktik) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, tindakan ini mencakup: menkonsumsi makanan dengan gizi seimbang, melakukan olahraga teratur, tidak minum miras dan sebagainya dan 3).Tindakan (praktik) kesehatan lingkungan, tindakan ini mencakup: membuang 23

sampah ditempat sampah, menggunakan air bersih untuk mandi dan sebagainya (Notoadmodjo, 2003). 8. Klasifikasi tingkah laku anak menurut Wright Metode kelasifikasi tingkah laku anak yang lain dikembangkan oleh wiright, dimana Wright membagi beberapa kategori berdasarkan kooperatif anak, yaitu: 8.1 Kooperatif (anak dapat diajak kerjasama) Sikap anak yang mau diajak kerjasama dengan petugas kesehatan, misalnya mau menerima perawatan, tidak menangis atau bersifat tidak menyenangkan, tertarik dengan tindakan perawatan, dan sebagainya. 8.2 Tidak kooperatif, dapat dibagi menjadi tiga: 1. Anak tidak mampu menjadi kooperatif Ini biyasanya terjadi pada anak tuna mental kemampuan atau kemampuan yang terbatas sehingga kemampuan untuk kooperatif juga terbatas. 2. Anak belum mampu menjadi kooperatif Biyasanya terjadi pada anak balita atau anak yang berumur kurang dari 3 tahun. Hal ini disebabkan karena usianya terlalu muda dan belum dapat berkomunikasi. Namun dengan adanya pertambahan usia diharapkan anak dapat menjadi kooperatif. 3. Anak mempunyai potensi untuk menjadi kooperatif Hal ini dapat terjadi bila ada pendekatan serta jomunikasi yang baik, sehingga anak yang malu-malu tidak kooperatif dapat berubah tingkah lakunya dan dapat dirawat. 8.3 Penampilan anak yang mempunyai potensi kooperatif yaitu: 24

Apabila 1). Tingkah laku terkontrol (uncontrolled behavior) biyasanya pada usia 3-6 tahun, anak menangis menendang dan memukul dan 2).Tingkah laku melawan (against behavior) anak tetap menolak perawatan, keberanian cukup, potensi menjadi kooperatif tinggi dan 3). Tingkah laku tegang (tense cooverative behavior) dahi dan tangan berkeringat, suara bergetar dan pandangan mata selalu curiga terhadap perawat dan 4). Tingkah pemalu (shy behavior) anak ragu-ragu dan selalu menangis, anak ingin selalu dipegang, berlindung dibalik ibu, 5).Tingkah cengeng (whining behavior) apapun yang dikerjakan anak selalu cegeng terus menangis. 25