POTENSI LIMBAH PENGOLAHAN KELAPA SAWIT UNTUK PAKAN TERNAK DI KABUPATEN TANAH BUMBU (Kasus di PT. Gawi Makmur Kalimantan, Satui) SURYANA, AGus HASBIANTG dan YANUAR PRIBADI Balai Selatan ii. P. Batur Barat No. 4. Banjarbaru - 70711 ABSTRAK Tanah Bumbu merupakan salah satu kabupaten pemekaran baru di Kalimantan Selatan, yang mempunyai sumber daya alam potensial berupa perkebunan kelapa sawit dengan luas 42.438 Ha. Produksi crude palm oil (CPO) sampai sekarang baru mencapai 43.557 ton/tahun dan bungkil inti sawit 9.882 ton/tahun. Perkebunan kelapa sawit merupakan lahan yang potensial sebagai penyedia sumber pakan berupa limbah kebun (hijauan, pelepah segar) dan limbah industri pengolahan CPO (solid dan bungkil inti sawit). Populasi ternak ruminansia di Kabupaten Tanah Bumbu sekitar 39.467 ekor, terdiri atas sapi 28.427 ekor, kerbau 4.989 ekor, kambing 6.023 ekor dan domba 28 ekor. Estimasi produksi limbah kebun dan industri pengolahan CPO di PT. Gawi Makmur Kalimantan (GMK) Satui, yaitu solid sekitar 32.392 ton/tahun, bungkil inti sawit 9.125 ton/tahun dan pelepah sawit segar 3.309.600 ton/tahun, dapat menyediakan pakan untuk sapi sebanyak 1.619 ekor/tahun. Sedangkan apabila di seluruh luasan areal perkebunan sawit yang ada di Kabupaten Tanah Bumbu, potensi limbah yang dihasilkan dapat menyediakan pakan dan menambah populasi sebanyak 85.290 ekor. Limbah ini belum optimal dimanfaatkan untuk pakan ternak, sehingga ketersediannya cukup melimpah. Dilihat dari potensinya maka peluang pemanfaatan limbah tersebut cukup besar. Pihak perusahaan bersedia dan mengizinkan solid dan bungkil inti sawit digunakan sebagai pakan sapi. Dengan adanya limbah kebun dan industri pengolahan CPO tersebut diharapkan keterbatasan penyediaan pakan terutama pada musim kemarau dapat diatasi. Kata kunci : Limbah, industri pengolahan CPO, pakan, sapi PENDAHULUAN Kabupaten Tanah Bumbu merupakan salah satu kabupaten pemekaran baru yang secara geografis terletak pada 2 52'-3 47' Lintang Selatan dan 116 15'-116 4'. Bujur Timur, dengan luas wilayah sekitar 5.066,96 km2 atau 13,56% dari luas Provinsi Kalimantan Selatan. Jumlah penduduk pada 2005 sebanyak 210.717 jiwa, dan 47,67% bekerja di sektor pertanian. Potensi sumber daya alam berupa lahan cukup beragam terdiri atas lahan kering seluas 31.118 Ha dan lahan sawah 14.839 Ha, yang cocok untuk lahan pertanian serta perkebunan sebesar 62.330 Ha. Perkebunan yang sudah dikembangkan di Kabupaten Tanah Bumbu sampai tahun 2006 tercatat seluas 62.330 Ha, terdiri atas 31.620 Ha (50,73%) perkebunan rakyat, 28.538 Ha (45,50%) perkebunan besar swasta (PBS) dan 2.352 Ha (3,77%) perkebunan besar negara (PBN). Sementara areal perkebunan sawit tercatat sebesar 42.438 Ha, yang dikelola oleh lima buah perusahaan, yang tersebar di lima kecamatan. Pengembangan luas areal pertanaman sawit rakyat untuk lima tahun ke depan sekitar 3.000 Ha. Populasi ternak ruminansia sampai tahun 2006 sebesar 28.427 ekor, terdiri atas sapi 1.168 ekor, kerbau 4.989 ekor, kambing 6.023 ekor dan domba 28 ekor, dengan tingkat pemotongan sapi, kerbau dan kambing masingmasing sebesar 3.126 ekor, 321 ekor dan 1.168 ekor (DISTANBUNNAK TANAH BUMBU, 2006). Untuk mewujudkan pembangunan peternakan yang modern, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, Kabupaten Tanah Bumbu telah menetapkan kebijakan-kebijakan antara lain : mendukung program Provinsi Kalimantan Selatan dalam mewujudkan swasembada sapi potong tahun 2007, mewujudkan Kabupaten Tanah Bumbu sebagai daerah sumber bibit sapi potong tahun 2010, membangun kelembagaan petemakan melalui pembinaan kelompok peternakan, mengembangkan pakan ternak melalui integrasi dengan perkebunan-pertanian dan penanaman rumput 91
Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak unggul (DISTANBUNNAK TANAH BUMBU, 2006). ANDJAM (2005) mengemukakan beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan untuk memanfaatkan limbah kebun dan industri pengolahan crude palm oil (CPO) dalam rangka pengembangan integrasi sawitsapi di Kalimantan Selatan antara lain : (1) penggunaan bungkil inti sawit (BIS) sebagai pakan tambahan dalam usaha penggemukan sapi, (2) rekayasa pakan ruminansia dari pelepah sawit, serat dan solid, baik yang difermentasi maupun tidak difermentasi, (3) BIS sebagai substitusi dedak dalam ransum itik Alabio, (4) pemanfaatan solid untuk penggemukan sapi di PT. Gawi Makmur Kalimantan dan (5) pengembangan perbibitan sapi dan kambing di area] perkebunan sawit. Salah satu alternatif yang cukup berhasil dalam mengatasi kesulitan hijauan pakan ternak, terutama pada saat musim kemarau adalah dengan pengembangan model integrasi sawit-sapi (SURYANA, 2007). Keuntungan yang diperoleh dari penerapan model tersebut, yaitu dapat meningkatkan pendapatan pekebun -peternak, dan pihak perusahaan perkebunan dapat menghemat biaya pembersihan gulma tanaman serta pengadaan pupuk buatan. Keberhasilan pengembangan ternak pada kawasan areal perkebunan kelapa sawit sangat ditentukan oleh kontinyuitas penyediaan pakan ternak. Upaya peningkatan produksi ternak di perkebunan sawit tidak cukup hanya dengan memberikan rumput alam saja, melainkan dibarengi dengan pemanfaatan limbah kebun dan industri pengolahan kelapa sawit dengan harapan produktivitasnya meningkat. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan daging sapi, pola pemeliharaan sapi yang selama ini dilakukan secara tradisional akan lebih baik jika ditingkatkan menjadi semi intensif, dimana kebutuhan pakannya dipenuhi secara optimal, dan pencegahan penyakit dilakukan dengan balk. MARYONO, et al., (2006), menyatakan bahwa permasalahan dalam usaha peternakan sapi potong rakyat antara lain : 1) usaha cow calf operation kurang diminati oleh pemodal karena secara ekonomis kurang menguntungkan dan waktu pemeliharaan yang cukup panjang, 2) keterbatasan pejantan unggul di usaha perbibitan dan peternak, 3) kesulitan pakan yang krusial yaitu kontinuitas ketersediaan pakan sepanjang tahun, terutama saat musim kemarau panjang, 4) pemanfaatan limbah pertanian dan agroindustri pertanian sebagai bahan pakan ternak belum maksimal, dan 5) efisiensi reproduksi yang rendah dengan panjangnya calving interval. Sesuai dengan potensi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Tanah Bumbu cukup besar dengan dukungan sumber daya, balk berupa ternak, kebun dan sumber daya manusia yang memadai, maka mempunyai peluang untuk melakukan pengembangan ternak secara terintegrasi yang berkesinambungan. Hal ini didukung pula oleh pabrik pengolahan CPO yang sebagian besar telah beroperasi dan menghasilkan limbah berupa solid dan bungkil intl sawit, yang potensial sebagai bahan pakan ternak. Salah satu perusahaan pengolahan CPO yang sudah beroperasi dengan balk adalah PT. Gawi Makmur Kalimantan (GMK) di Kecamatan 1 Satui, dengan kapasitas 60 ton/jam dengan produksi limbah berupa solid sebesar 32.392 ton/tahun, bungkil inti sawit 9.125 ton/tahun, dan limbah kebun berupa pelapah segar sebanyak 3.309.000 ton/tahun. Apabila setiap ekor sapi dewasa dengan bobot badan 250 kg dapat mengkonsumsi solid 20 kg/ekor (UTOMO dan WIDJAJA, 2004), maka produksi limbah yang tersedia di PT. GMK tersebut akan dapat mencukupi 1.619 ekor sapi/tahun. Diharapkan dengan pemanfaatan limbah kebun dan industri pengolahan kelapa sawit sebagai pakan ternak, upaya mewujudkan Kabupaten Tanah Bumbu sebagai daerah sumber bibit sapi potong dapat terlaksana dengan baik. Walaupun disisi lain, dalam aplikasi pemanfaatannya memerlukan waktu dan ketekunan secara berkelanjutan. DUKUNGAN LIMBAH SAWIT DAN TERNAK RUMINANSIA Limbah yang dihasilkan dari kebun maupun industri pengolahan kelapa sawit, telah dinyatakan beberapa peneliti sangat bermanfaat sebagai pakan ternak terutama ruminansia dan unggas (BATUBARA, 2003 ; BINTANG, et al., 2003 ; UTOMO dan WIDJAJA, 2004 ; GUNAWAN dan AZMI, 2005 ; SURYANA dan SABRAN, 2005 ; SURYANA, 2007). Menurut BATUBARA (2003) pemanfaatan limbah berupa solid dan bungkil inti sawit sebagai pakan ternak dapat menghemat biaya pakan 20-40% untuk setiap I 9 2
Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri Olahannya sebagai Pakan Ternak kg bobot badan yang dihasilkan. Dikemukakan perkebunan rakyat, cukup berpeluang besar ToUNOUR yang disitasi HAMDAN, et al., (2005) untuk diman-faatkan sebagai pakan ternak. bahwa penggunaan solid sebagai pakan sapi Produksi solid akan terus meningkat sejalan potong dapat menghemat 40-50% biaya bahan dengan meningkatnya produksi minyak sawit. pakan lainnya sebagai penyusun ransum. Menurut UTOMO dan WIDJAJA (2004) solid Menurut HARDIYANTO dalam ROHAENI, et al., mempunyai kelemahan yaitu tidak tahan (2005) limbah dari kegiatan agroindustri sawit disimpan lama dalam keadaan terbuka karena dapat dijadikan pakan ternak, dan diharapkan solid masih mengandung 1,5% CPO, tetapi dapat mendorong perkembangan usaha bisnis sebaliknya jika ditutup rapat daya simpannya ternak dengan pola integrasi melalui daur ulang akan lebih lama. MATHIUS (2005) ; SISRIYENNI biomassa yang ramah lingkungan. dan SOETOPO (2005) mengemukakan bahwa Kabupaten Tanah Bumbu merupakan salah solid atau lumpur sawit mengandung protein satu daerah potensial sebagai penyedia limbah kasar antara 12-14%, namun kendala dalam kebun dan industri pengolahan kelapa sawit, penggunaannya sebagai pakan ternak adalah yang cukup mendukung dalam pengembangan tingginya kandungan air dan abu serta rendah ternak (Tabel 1). Tabel 1 menunjukkan bahwa kandungan energi, sehingga tidak dapat ketersediaan limbah kebun dan pengolahan digunakan sebagai bahan pakan tunggal, kelapa sawit yang dihasilkan oleh perusahaan melainkan harus dicampur dengan bahan pakan besar swasta, perusahaan besar negara dan lainnya. r Tabel 1. Produksi CPO dan bungkil inti sawit di Kabupaten Tanah Bumbu No. Jenis perusahaan 1. Perusahaan besar swasta 2. Perusahaan besar negara 3. Perkebunan rakyat Produksi (ton) Crude palm oil (CPO) Bungkil inti sawit 32.696.40 1.636,28 9.224,94 7.270,06 371,50 2.240,79 Jumlah 43.557 9.887 Sumber : WIYONO (2005) Tabel 2. Komposisi nutrien limbah dari industri pengolahan sawit Bahan/limbah Daun tanpa lidi Pelepah Solid Bungkil Serat perasan Tandan kosong Kandungan nutrien (%) BK PK Abu SK LK BETN Ca P 46,18 13,40 14,12 21,52 4,37 46,59 0,84 0,17 26,07 5,10 3,07 50,94 1,07 39,82 0,96 0,08 24,08 14,40 14,58 35,88 14,78 16,36 1,08 0,25 91,83 4,14 16,33 36,68 6,49 28,19 0,56 0,84 93,11 5,90 6,20 48,10 3,22 - - 92,10 7,89 3,70 47,93 4,70 Gross Energi (Kkal/kg) 4.461 4.841 4.028 5.178 4.648 Sumber : MATHIUS, et al., (2004) Keterangan :BK = bahan kei-ing, PK = protein kasar, SK = serat kasar, L = lemak, BETN = bahan ekstrak tanpa nitrogen, Ca = kalsium, P = fosfor Upaya untuk meningkatkan kandungan nutrien dan nilai biologis melalui teknologi fermentasi memberi peluang tersendiri bagi ternak ruminansia untuk dapat memanfaatkannya secara optimal. Sedangkan bungkil inti sawit (BIS) merupakan produk samping yang berkualitas karena mengandung protein kasar cukup tinggi 16-18%, selain dipengaruhi oleh kualitas buah sawit juga dipengaruhi sistem pengolahannya, dan pemanfaatannya dengan bahan pakan lain dapat lebih optimal (BATUBARA, 2003). Menurut NAPPU dan KRISTIANTO (2005) salah satu kelemahan dari BIS adalah nilai palatabilitasnya yang relatif 93
Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawil dan Indusiri 0lahannya sebagai Pakan Ternak rendah dan kandungan serat kasar yang tinggi Melihat jumlah populasi ternak ruminansia dibanding bahan baku pakan sumber protein di Kabupaten Tanah Bumbu merupakan modal lainnya, sehingga kurang disarankan sebagai awal yang baik dalam pengembangan integrasi bahan pakan ternak non ruminansia. sawit-sapi dengan pemanfaatan limbah sebagai Berdasarkan hasil analisis laboratorium sumber pakan (label 2). komposisi nutrien limbah dari industri pengolahan sawit, disajikan pada Tabel 2. Tabel 3. Populasi ternak ruminansia di Kabupaten Tanah Bumbu No. Kecamatan Jenis ternak (ekor) Sapi Kerbau Kambing Domba 1. Kusan Hilir 1.079 649 593 2. Satui 4.659 359 1.221 28 3. Kusan Hulu 2.263 1.724 657 4. Batulicin 5.837 948 1.910 Sungai Loban 14.589 1.309 1.642 Jumlah 28.427 4.989 6.023 28 Sumber: DISTANBUNNAK TANAH BuMBU (2006) Dari jumlah sapi sebanyak 28.427 ekor, dengan asumsi 1 Ha kebun sawit dapat menampung 1-3 ekor sapi dewasa/tahun, maka dapat menambahkan populasi ternak sapi sekitar 85.290 ekor. Menurut HARYANTO yang disitasi DIWYANTO dan PRIYANTI (2005), ditinjau dari limbah kotoran ternak yang dapat digunakan sebagai pupuk tanaman, jika seekor sapi menghasilkan kotoran (feces) sekitar 8-10 kg/ekor/hari, dan setelah diproses jumlahnya menjadi 4-5 kg/ekor/hari, maka pupuk organik yang tersedia sekitar 5.150,78 ton/tahun. Potensi pupuk ini dapat dimanfaatkan untuk tanaman kelapa sawit, dan dapat menghemat penggunaan pupuk buatan sekaligus dapat memperbaiki struktur dan ketersedian unsur hara tanah. Menurut MANTI, et al, yang disitasi GUNAWAN, el al., (2005) bahwa penggunaan pupuk kandang dalam lahan sawit akan menghemat pemakaian pupuk buatan sebesar 50%, ini berarti pengeluaran perusahaan untuk pembelian pupuk buatan dapat dihemat pula, sehingga keuntungan yang diperoleh lebih optimal. Dari label 2 dapat dikemukakan bahwa di antara limbah kebun dan limbah industri pengolahan CPO, solid mempunyai kandungan protein kasar dan lemak kasar tertinggi masingmasing sebesar 14,40 dan 14,78%. Hal ini menunjukkan bahwa limbah tersebut mempunyai potensi yang baik dijadikan sumber pakan, dan kalau dilihat ketersediannya I cukup melimpah. WIDJAJA dan UTOMO (2004) mengemukakan bahwa solid selain dapat digunakan untuk pakan ruminansia, juga untuk unggas. Akan tetapi menurut BINTANG, et al., (2003), solid mengandung serat kasar yang tinggi serta daya cerna yang rendah, sehingga penggunaannya dalam ransum unggas sangat terbatas. Untuk itu, perlu dilakukan beberapa upaya pengolahan agar penggunaannya bisa ditingkatkan, salah satunya dengan cara difermentasi menggunakan Aspergillus niger. Lebih lanjut dikemukakan bahwa penggunaan lumpur sawit terfermentasi 5-10% dalam ransum ayam broiler tidak menujukkan perbedaan nyata terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi pakan dan persentase karkas. Namun hasil penelitian WIDJAJA dan UTOMO (2004) menyatakan bahwa pemberian solid terfermentasi sebesar 25% dalam ransum ayam broiler dapat meningkatkan pertambahan bobot badan dengan perhitungan income over feed cost (IOFC), dan pemberian solid dalam bentuk mash lebih menguntungkan. Lebih lanjut dikemukakan bahwa pemberian solid terfermentasi 1% + rumput alam dari bobot badan dapat meningkatkan pertambahan bobot badan harian domba lokal sebesar 0,083 kg/ekor/hari. SUDARYANTO (1998) mengemukakan bahwa pemanfaatan limbah berupa pelepah sawit segar sebagai pakan ternak domba, 94
Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan industri Olahannya sebagai Pakan Ternak menunjukkan konsumsi bahan kering 220 gram/ekor/hari dan lebih rendah dari rumput alam, sedangkan koefisien cerna bahan kering dan serat detergen netral, masing-masing sebesar 51 dan 41%. Dikemukakan lebih lanjut bahwa pertambahan bobot badan domba yang diberi pelepah sawit dan konsentrat 1 berkisar antara 0,050-0,054 gram/ekor/hari. PELUANG PENGEMBANGAN MODEL INTEGRASI SAWIT-SAPI DAN PEMANFAATAN LIMBAHNYA Dalam perkembangan pengusahaan perkebunan kelapa sawit sebagai komoditas perkebunan rakyat, telah banyak kemajuan dan dukungan dari berbagai pihak. Dukungan tersebut baik berupa permodalan, penelitian dan pengembangan juga dukungan sarana perekonomian lainnya (SARDJONO, 2005). Berbagai manfaat yang berhasil diwujudkan antara lain adalah peningkatan pendapatan petani dan masyarakat sebesar 2-6 juta/tahun. Pendapatan ini berfluktuasi tergantung kepada harga TBS (tandan buah segar), luas kebun dan produktivitas. Keunggulan-keunggulan yang didapatkan dari model pengembangan sawitsapi, seperti. yang telah dilaksanakan oleh PT. Agricinal Bengkulu adalah : memperoleh bantuan tenaga kerja ternak, kinerja pemanen dapat meningkat dari luasan 10 Ha/KK menjadi 15 Ha/KK, menaikkan pendapatan pemanen sekitar 50% melalui penerimaan upah panen antara Rp.900.000,- I.200.000,-/bulan, dapat menyediakan pakan berupa pelepah dan daun sebanyak 135 kg/hari yang mampu menghidupi 7 ekor sapi, dan sapi yang terkonsentrasi di lahan perkebunan dapat dijadikan sumber bibit bakalan, serta kotoran ternak dapat digunakan sebagai pupuk tanaman sawit. Menurut UTOMO dan WIDJAJA (2004) kendala utama dalam pengembangan ternak di areal perkebunan kelapa sawit adalah rendahnya kandungan gizi rumput alam dan jumlahnya belum mencukupi, terlebih dalam musim kemarau ketersediaannya relatif sedikit. Berdasarkan hasil monitoring. kapasitas tampung ternak hanya mencapai 0,7 ekor/ Ha/tahun, jauh lebih rendah bila dintroduksikan rumput unggul. Menurut AZMI dan GUNAWAN (2005) keberadaan rumput unggul diharapkan dapat membantu mencukupi kebutuhan hijauan pakan ternak, baik dari segi kualitas dan kuantitasnya. BATUBARA (2003) mengemuka-kan dalam usaha pengembangan model integrasi sapi dengan perkebunan kelapa sawit dan pemanfaatan limbah kebun dan industri pengolahan sawit sebagai pakan ternak, perlu mempertimbangkan lebih lanjut lokasi dan model pengembangan usaha, skala usaha dan strategi penyediaan pakan secara berkelanjutan. Sehingga dengan perencanaan yang didukung persiapan matang, implemetasi model tersebut akan lebih balk. Menurut SUDARYANTO (1998) kelapa sawit setelah diolah di pabrik untuk diambil minyaknya, akan menghasilkan 3 jenis limbah yang dapat digunakan sebagai pakan ternak yaitu BIS 45-46%, sabut sawit 12% dan solid 2%. Hal ini membuka peluang bahwa pengembangan ternak secara integrasi dapat memanfaatkan limbah kebun dan industri pengolahannya. Sebaliknya ternak yang menghasilkan limbah berupa kotoran dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman sawit. Strategi dalam pemanfaatan limbah kebun dan limbah industri pengolahan kelapa sawit untuk pakan ternak antara lain monitoring jumlah ketersediaan dan rencana pemanfaatannya, ternak yang digunakan sesuai dengan bobot badan dan umur, jenis ternak yang diusahakan, pencegahan penyakit yang dilakukan serta penanganan lainnya. PENUTUP Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Kabupaten Tanah Bumbu dengan potensi limbah kebun maupun industri pengolahan kelapa sawit, mempunyai peluang besar untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Dari luasan areal perkebunan sawit yang ada, Kabupaten Tanah Bumbu dapat menambahkan jumlah populasi sapi dewasa sebanyak 85.290 ekor. Sementara dari jumlah ketersediaan limbah solid dan bungkil inti sawit yang ada di PT. Gawi Makmur Kalimantan (GMK) Satui, dapat mencukupi pakan sapi dewasa sebanyak 1.619 ekor/tahun. Upaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan implementasi model integrasi sawitsapi dengan pemanfaatan limbahnya, perlu dukungan lebih intensif dari berbagai pihak 95
Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak terkait, baik dari aspek permodalan, penelitian dan pengkajian serta perbaikan infrastruktur lainnya. DAFTAR PUSTAKA ANDJAM, M. 2005. Rencana pengembangan peternakan pada sistem integrasi sawit-sapi di Kalimantan Selatan. Prosiding Lokakarya Sawit-Sapi di Kalimantan Selatan. Banjarbaru, 21-23 Agustus 2005. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan bekerjasama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Him. 83-87. AzMI dan GUNAWAN. 2005. Potensi hijauan pakan lahan perkebunan untuk pengembangan sapi potong di Bengkulu. Prosiding Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak. Bogor, 16 September 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Him. 64-67. BATUBARA, L.P. 2003. Potensi integrasi peternakan dan perkebunan kelapa sawit sebagai simpul agribisnis ruminansia. Wartazoa 13 (3): 83-91. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. BINTANG, I.A.K., A.P. SINURAT dan T. SUSANTI. 2003. Respon broiler terhadap pemberian ransum yang mengandung lumpur sawit fermentasi pada berbagai lama penyimpanan. JITV 8 (2) : 71-75. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Litbang Pertanian. Bogor. DISTANBUNNAK. 2006. Laporan Tahunan. Batulicin. Him. 115. D1wYANTo, K. dan A. PRIYANTI. 2005. Prospek pengembangan ternak pola integrasi berbasis sumber pakan lokal. Prosiding Lokakarya Sawit-Sapi di Kalimantan Selatan. Banjarbaru, 21-23 Agustus 2005. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan bekerjasama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Hlm.10-19. GUNAWAN, AZMI, I.W. MATHIUS,_ DARYANTO, MAJESTIKA, S. KHOLIK dan D.M. Srr0MPUL. 2004. Evaluasi pengembangan sistem integrasi sapi dengan kelapa sawit. Prosiding Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. Denpasar, 20-22 Juli 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan bekerjasama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali dan Crop-Animal System Research Network (CASREN). Hlm.410-412. GUNAWAN dan AZMI. 2005. Potensi dan peluang pengembangan sistem integrasi kelapa sawitsapi di Provinsi Bengkulu. Prosiding Lokakarya Nasional Pengembangan Sistem Integrasi Sawit-Sapi di Kalimantan Selatan. dan Pengembangan Petemakan. Bogor. Him. 132-138. HAMDAN, A., I.SUMANTRI dan E.S. ROHAENI. 2005. Dukungan usaha perkebunan dan industri pengolahan kelapa sawit terhadap usaha ternak sapi potong di Kalimantan Selatan. Prosiding Lokakarya Nasional Pengembangan Sistem Integrasi Sawit-Sapi di Kalimantan Selatan. Banjarbaru, 21-23 Agustus 2005. Balai F Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan bekerjasama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Petemakan. Bogor. Him. 107-111. MARYONO, E. ROMJALI, D.B. WUONO dan HARTATIK. 2006. Paket rakitan teknologi hasil-hasil penelitian peternakan untuk mendukung upaya Kalimantan Selatan mencapai swasembada sapi potong. Makalah disampaikan pada Diseminasi Teknologi Peternakan. Banjarbaru, 17 Juli 2006. Dinas Petemakan Propinsi Kalimantan Selatan. bekerjasama dengan Loka Penelitian Sapi Potong Grati Jawa Timur. Him. 15. MATHIUS, I.W., AZMI, B.P MANURUNG, D.M. SITOMPUL dan E. PRIYOTOMO. 2004. Integrasi sawit-sapi : Imbangan pemanfaatan produk samping sebagai bahan dasar pakan. Prosiding Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman- Ternak. Denpasar, 20-22 Juli 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan bekerjasama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali dan Crop-Animal System Research Network (CASREN). Him. 439-446. MATHIUS, I.W. 2005. Inovasi teknologi pemanfaatan produk samping industri kelapa sawit sebagai pakan ruminansia. Prosiding Lokakarya Sawit-Sapi di Kalimantan Selatan. dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Him.24-34. 9 6
Seminar Oprimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawir dan Indusrri 0lahannya sebagai Pakan Ternak.. NArpu, B dan L.K. KRISTIANTO 2005. Potensi, peluang dan altematif pengembangan sistem integrasi sapi dan kelapa sawit di Provinsi Kalimantan Timur. Prosiding Lokakarya Sawit-Sapi di Kalimantan Selatan. dan Pengembangan Peternakan. Bogor Him. 139-145. ROHAENI, E.S., A. HAMDAN dan A. SUBHAN. 2005. Peluang pemanfaatan limbah sawit untuk penggemukan ternak sapi. Prosiding Lokakarya Nasional Pengembangan Sistem lntegrasi Sawit-Sapi di Kalimantan Selatan. Pengklajian Teknologi Pertanian Kalimantan dan Pengembangan Petemakan. Bogor. Him. 101-106. SARDJONO, M. 2005. Prospek pengembangan kelapa sawit dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani Indonesia. Makalah disampaikan pada Seminar dan Musyawarah Nasional Perhimpunan Organisasi Profesi Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (POPMASEPI). Banjarbaru, 30 Desember 2005. Universitas Lambung Mangkurat. 7 Him. SISRIYENNI, D. dan D. SoETopo. 2005. Potensi, peluang dan tantangan pengembangan integrasi sawit-sapi di Provinsi Riau. Prosiding Lokakarya Nasional Pengembangan Sistem Integrasi Sawit-Sapi di Kalimantan Selatan. Banjarbaru, 21-23 Agustus 2005. Balai Pengklajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan bekerjasama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Petemaka. Bogor. Him. 95-100. SUDARYANTO, B. 1998. Pemafaatan limbah perkebunan sebagai pakan ternak. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Jilid 1. Bogor, 18-19 Nopember 1997. Pusat Penelitian dan Pengembangan Petemakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Him. 428-433.. SURYANA dan M. SABRAN. 2005 Ketersediaan inovasi teknologi dan sumber daya manusia dalam mendukung pengembangan integrasi sawit-sapi di Kalimantan Selatan. Prosiding Lokakarya Nasional Pengembangan Sistem Integrasi Sawit-Sapi di Kalimantan Selatan. dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Him. 59-67. SURYANA. 2007. Pengembangan integrasi ternak ruminansia pada perkebunan kelapa sawit. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 26 (1) : 35-40. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor. UTOMO, B.N. dan E. WIDJAJA. 2004. Limbah padat pengolahan minyak sawit sebagai sumber nutrisi ternak ruminansia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 23(1) :22-28. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor. WIDJAJA, E., dan B.N. UTOMO. 2004. Solid sawit untuk pakan ternak. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah. Palangka Raya. 39 Him. WIYONO, U.K. 2005. Rencana pengembangan perkebunan pada sistem integrasi sawit-sapi di Kalimantan Selatan. Prosiding Lokakarya Sawit-Sapi di Kalimantan Selatan. dan Pengembangan Petemakan. Bogor. Mm. 88-91. 97