BAB V PENUTUP. 1. Rekonstruksi teologi antroposentris Hassan Hanafi merupakan

dokumen-dokumen yang mirip
Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1

BAB VI PENUTUP. mempunyai objek kajian sebagaimana dijelaskan Wolff dibagi menjadi 3

Nama Mata Kuliah. Modul ke: Filsafat Manusia. Fakultas Fakultas Psikologi. Masyhar MA. Program Studi Program Studi.

Filsafat eksistensialisme

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang Permasalahan

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme:

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

ALIRAN FILSAFAT EKSISTENSIALISME

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan

Modul ke: Kematian. 11Fakultas PSIKOLOGI. Shely Cathrin, M.Phil. Program Studi Psikologi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara sastra berarti berbicara manusia. Terlebih lagi sastra membicarakan

Modul ke: FILSAFAT MANUSIA KEMATIAN. Ahmad Sabir, M. Phil. Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI.

Modul ke: FILSAFAT MANUSIA INTELEKTUAL (PENGETAHUAN) Ahmad Sabir, M. Phil. Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI.

BAB V PENUTUP. A. Simpulan

BAB 1 PENDAHULUAN. Eksistensialisme religius..., Hafizh Zaskuri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang unik. Memiliki dimensi fisik. dengan baik bakal mampu menegakkan keadaban di muka bumi.

Satuan Acara Perkuliahan (SAP)

BAB I PENDAHULUAN. 1 William Chang, Berkaitan Dengan Konflik Etnis-Agama dalam Konflik Komunal Di Indonesia Saat Ini, Jakarta, INIS, 2002, hlm 27.

BAB V PENUTUP. budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

Pendidikan Pancasila. Implementasi Sila Ke 2 dan 3 Pancasila. Dr. Saepudin S.Ag. M.Si. Modul ke: Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah

Pendidikan Agama Islam

PENGANTAR METODOLOGI STUDI ISLAM. Tabrani. ZA., S.Pd.I., M.S.I

KONSEPTUALISASI PENDIDIKAN DALAM PANDANGAN ALIRAN FILSAFAT EKSISTENSIALISME

BAB V PENUTUP. 1. Manusia adalah makhluk yang unik, banal, serta ambigu, ia senantiasa

FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI

BAB III KERANGKA TEORI ANALISIS

TEMA-TEMA EKSISTENSIALISME Pengantar Menuju Eksistensialisme Dewasa Ini. Oleh: Emanuel Prasetyono

maupun perbuatan- perbuatan-nya Nya.

BAB I PENDAHULUAN. bawah bumi dan di atasnya. Manusia ditempatkan ke dalam pusat dunia. 1 Pada masa itu budi

TEORISASI DAN STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM Oleh : Fahrudin

BAB IV KONSTRUKSI ESKSITENSIALISME MANUSIA INDEPENDEN DALAM TEOLOGI ANTROPOSENTRIS HASSAN HANAFI

BAB III METODOLOGI. Penelitian ini merupakan aktivitas refleksi kritis yang berada dalam

RESPONS - DESEMBER 2009

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dunia yang begitu luas ini dihuni oleh berbagai macam makhluk Tuhan, baik

BAB I PENDAHULUAN. Sosiologi pada dasarnya mempunyai dua pengertian dasar yaitu sebagai

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL

BAB V PENUTUP. penulis angkat dalam mengkaji pendidikan ekologi dalam perspektif Islam,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. pemikiran si peneliti karena menentukan penetapan variabel. Berdasarkan Kamus Besar

FILSAFAT MANUSIA. Person dan Individu Manusia dan Review Materi Kuliah I s/d VI. Firman Alamsyah AB, MA. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI

FILSAFAT MANUSIA LANDASAN KOMUNIKASI MANUSIA & BAHASA. Ahmad Sabir, M. Phil. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, banyak manusia menghidupi kehidupan palsu. Kehidupan yang

BAB V. FILSAFAT EKSISTENSIALISME DAN FENOMENOLOGI (Bahan Pertemuan Ke-6)

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER

PARADIGMA PEMIKIRAN ISLAM

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK

DEFINISI, OBJEK DAN KELAHIRAN SOSIOLOGI. Pertemuan 2

AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan yang meliputi kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Filsafat dan Filsafat Ketuhanan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian, maka dapat dirumuskan

PEMIKIRAN PENDIDIKAN MENURUT EKSISTENSIALISME Oleh: Rukiyati Jurusan FSP- FIP UNY. Kata kunci: eksistensialisme, otonomi manusia, pendidikan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

SAMSURI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Adapun kesimpulan tersebut terdapat dalam poin-poin berikut:

TAFSIR TUJUAN HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

PENGERTIAN SEJARAH SECARA ETIMOLOGIS, KATA SEJARAH BERASAL DARI KATA ARAB SYAJARAH YANG BERARTI POHON YANG BERCABANG- CABANG.

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke-

Akal dan Pengalaman. Filsafat Ilmu (EL7090)

A. Dari segi metodologi:

BAB V PENUTUP. tesis ini yang berjudul: Konsep Berpikir Multidimensional Musa Asy arie. dan Implikasinya Dalam Pendidikan Islam, sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN UKDW. E.P. Ginting, Religi Karo: Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru (Kabanjahe: Abdi Karya, 1999), hlm.

Starlet Gerdi Julian / /

MODEL KURIKULUM MASA DEPAN

FILSAFAT ILMUDAN SEJARAH FILSAFAT. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 05Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang misterius dan kompleks. Keberadaan dan

RELEVANSI FILSAFAT MANUSIA DALAM KEHIDUPAN. Oleh Dr. Raja Oloan Tumanggor

MODUL X. Filsafat Pendidikan Kristen

FILSAFAT MANUSIA MANUSIA MENGAKUI DIRI DAN YANG LAIN SEBAGAI SUBSTANSI DAN SUBJEK OLEH; MASYHAR, MA. Modul ke: Fakultas Fakultas Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. belenggu yang teramat berat ketika pihak otoritas gereja memaksakan kebenaran

DASAR FILSAFAT PENDIDIKAN

FILSAFAT MANUSIA. Historisitas Manusia. Firman Alamsyah, MA. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. mengarahkan/mendorong/mengantarkan siswa ke arah aktivitas belajar. Di dalam proses

Filsafat Manusia. Sosialitas Manusia. Cathrin, M.Phil. Modul ke: 03Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Invaliditas aplikasi..., Bio In God Bless, FIB UI, 2009

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

UKDW BAB I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

Nama Mata Kuliah. Modul ke: Filsafat Manusia. Fakultas Fakultas Psikologi. Masyhar MA. Program Studi Program Studi.

MATERI KULIAH ETIKA BISNIS. Pokok Bahasan: Pancasila sebagai Landasan Etika Bisnis

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

Sek Se i k las tentang te filsafat Hendri Koeswara

Nama Mata Kuliah. Modul ke: Filsafat Manusia. Fakultas Fakultas Psikologi. Masyhar MA. Program Studi Program Studi.

Oleh: Regina Tamburian Gita Nur Istiqomah

SOSIOLOGI PENDIDIKAN

HAKEKAT DAN MAKNA TEKNOLOGI BAGI KEBERADAAN MANUSIA DALAM PERSPEKTIF HEIDEGGER

MATERI 5 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

otaknya pasti berbeda bila dibandingkan dengan otak orang dewasa. Tetapi esensi otak manusia tetap ada pada otak bayi itu, sehingga tidak pernah ada

BAB I PENDAHULUAN. Hasil belajar peserta didik berdasarkan dimensi pembelajaran IPS terdiri

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang: Sebuah Refleksi Awal

BAB I PENDAHULUAN. Novel sebagai karya sastra menyajikan hasil pemikiran melalui penggambaran wujud

BAB IV ALIRAN-ALIRAN SEPUTAR EKSISTENSI TUHAN

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini proses pembelajaran hendaknya menerapkan nilai-nilai karakter.

BAB V PENUTUP. Setelah melalui pemaparan serta analisa berkenaan dengan emotional. disimpulkan hasil penelitian sebagai berikut :

PENGEMBANGAN KURIKULUM Analisis Filosofis dan Implikasinya dalam KBK dan KTSP

Rekonstruksi Ilmu Pengetahuan Kontemporer

Transkripsi:

344 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan tiga rumusan masalah yang ada dalam penelitian tesis berjudul Konstruksi Eksistensialisme Manusia Independen dalam Teologi Antroposentris Hassan Hanafi, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Rekonstruksi teologi antroposentris Hassan Hanafi merupakan reinterpretasi dan reaktualisasi nilai-nilai teologi Islam sebagai basis pijakan keberagamaan umat Islam. Rekonstruksi teologi Hanafi ini lahir sebagai kritik terhadap teologi klasik yang dianggap abstrak dalam mendeskripsikan term-term teologi dan tidak memiliki basis praksis yang kuat sebagai tuntunan nilai bertindak. Hanafi melihat teologi klasik mendudukkan keyakinan (berteologi) sebagai kesadaran pasif dengan menghadirkan Tuhan dalam ruang yang tak terjangkau (teosentris) dari dunia manusia yang ada di bumi dengan realitas nyata di hadapannya. Karena itu, Hassan Hanafi dalam rekonstruksi teologinya, menggeser dan mengubah term-term teologi klasik yang bersifat metafisiksakral-spiritual (teosentris) menjadi teologi yang bersifat material-profanpraksis (antroposentris) sebagai basis kesadaran aktif umat Islam di bumi dengan kompleksitas persoalan hidupnya yang tak terbatas. Hanafi menghendaki berteologi sebagai kehadiran dirinya pada dunia yang nyata secara penuh (sebagai subjek), dan melihat dunia yang membentang luas

345 (sebagai objek) yang harus ditundukkan untuk merealisasikan tugas-tugas kemanusian di bumi sebagai khali>fah fi> al-ard. 2. Konstruksi manusia independen dalam teologi antroposentris merupakan implikasi dari rekonstruksi teologi yang dilakukan oleh Hassan Hanafi terhadap teologi klasik. Kritik yang dihadirkan oleh Hassan Hanafi pada teologi klasik sebenarnya berpangkal pada upaya untuk menjadikan manusia sebagai pusat dari pemikiran teologi Islam. Manusia harus menjadi bahasan yang independen, berdiri sendiri, serta menjadikan seluruh bangunan pemikiran teologi sebagai basis nilai yang antroposentris. Implikasinya lahir konstruksi manusia independen, yang ditempatkan oleh Hanafi sebagai realisasi dari kesadaran eksistensial manusia di dunia yang bersifat personal-individual dengan merujuk pada kata singular (tunggal) al-insa>n dalam al-quran yang tidak memiliki bentuk jama (banyak). Dengan demikian, sebagai bentuk kesadaran eksistensial manusia bersifat personal-individual, maka manusia independen adalah sebentuk al-insa>n al-ka>mil dari personalitasindividualitas manusia, yakni manusia ideal yang melakukan unifikasi (penyatuan) antara persepsi dan praksisnya, antara ucapan dan perasaannya, serta antara teologi dan ibadahnya. Manusia independen adalah manusia yang paham akan dunianya sendiri melalui tuntutan realitas dan tuntunan wahyu Tuhan. Baik dalam bentuk teks al-quran dan hadis nabi ataupun petunjuk secara langsung dari

346 Tuhan (ayat-ayat kawniyah: realitas kehidupan). Sebentuk manusia yang memiliki pemahaman yang komprehensif terhadap ajaran tekstual nas} ketuhanan dan memiliki pembacaan yang kontekstual terhadap realitas kemanusian. Keduanya didialogkan dengan baik dalam bentuk teologi antroposentris, yang kemudian mengantarkan hadirnya manusia pada kesadaran eksistensial sebagai pribadi independen. 3. Konstruksi eksistensialisme manusia independen dalam teologi antroposentris Hassan Hanafi merupakan pembacaan konstruktif manusia independen secara kritis-analitis dalam perspektif eksistensialisme filsafat Barat. Ada lima pemikiran filsuf eksistensialisme yang dihadirkan oleh penulis sebagai basis perpsektif dalam membaca konstruksi eksistensialisme manusia independen, yakni Søren Kierkegaard (1813-1855), Karl Jaspers (1883-1969), Friedrich Nietzsche (1844-1900), Martin Heidegger (1889-1976), Jeal-Paul Sartre (1905-1980). Setidaknya ada tiga tema penting yang dibicarakan dalam filsafat eksistensialisme, yakni eksistensi manusia, kebebasan dan tanggung jawab, serta bentuk manusia ideal sebagai orientasi akhir pemikiran filsafat eksistensialisme. Peneliti mencari tiga tema besar tersebut dalam konstruksi manusia independen teologi antroposentris Hassan Hanafi, lalu di elaborasi secara kritis dan analitis melalui pandangan para filsuf eksistensialisme. Benang merahnya sebagai berikut: Pertama, eksistensi manusia. Hassan Hanafi berpandangan keberadaan manusia di dunia merupakan kenyataan yang tidak bisa

347 dielakkan. Dalam bahasa Heidegger keberadaan manusia di dunia disebutnya sebagai faktisitas bahwa manusia terlempar ke dalam dunia. Manusia tidak bisa mengelak dari kenyataan hidupnya sebagai yang ada. Kenyataan hidup manusia di dunia memaksa dirinya untuk meng-ada dalam dunia melalui kesadaran dirinya sebagai subjek dan dunia sebagai objek. Kedunya menyatu menjadi modal konstruksi eksistensial manusia. Menurut Hassan Hanafi, manusia meng-ada dari tiada. Manusia meng-ada bukan sebagai benda, melainkan mengada dari tiada untuk ada. Realitas eksistensial manusia berbeda dengan makhluk lainnya. Pandangan Hanafi ini sejalan dengan pandangan Jean-Paul Sartre yang menempatkan eksistensi manusia sebagai being for it self (ada untuk dirinya), untuk membedakannya dengan eksistensi benda-benda lainnya, yang oleh Sartre disebut being in it self (ada di dalam dirinya). Being for it self dalam bahasa Sartre berarti kesadaran di dalam dirinya untuk meng-ada bagi kebaikan eksistensi dirinya. Karena manusia berkepentingan terhadap dirinya sebagai individu. Maka dalam logika being for it self, manusia membutuhkan perangkat kebebasan sebagai peyangga tegaknya tindakan di dalam dirinya. Kedua, kebebasan dan tanggung jawab manusia. Hassan Hanafi melihat kebebasan manusia merupakan realisasi dari meng-ada yang otentik. Kebebasan ini merupakan kunci penting dalam memahami kontruksi manusia independen. Karena kuncinya ada pada independensi individu manusia, yang dalam makna yang lain bisa disebut sebagai

348 kebebasan personal manusia. Kebebasan merupakan tema besar yang dibangun oleh para filsuf eksistensialisme. Jean-Paul Sartre menegaskan kebebasan manusia melalui diktum, man is condemned to be free, manusia dikutuk untuk bebas. Friedrich Nietzsche mendasarkan kebebasan manusia pada kehendak dasarnya untuk berkuasa (wille zur macht: will to power). Martin Heidegger mendasarkan kebebasan manusia pada meng-ada secara menyeluruh (being a whole). Karl Jaspers membicarakan kebebasan manusia pada kuasa diri menjawab konstruksi eksistensial tentang saya. Serta Søren Kierkegaard yang mendudukkan kebebasan manusia dalam batas-batas kebenaran teologis (eksistensialisme teistik). Keenamnya, Kierkegaard, Jaspers, Nietzsche, Heidegger, Sartre, dan Hanafi ketika membicarakan kebebasan manusia sebagai realisasi dari otentisitas kesadaran eksistensialnya, juga membanguna konstruksi tanggung jawab sebagai keberanian sekaligus keutuhan otentisitas manusia. Kebebasan bagi eksistensialis selalu berbanding lurus dengan tanggung jawab. Karena, ketika kebebasan satu-satunya universalitas manusia, maka kebebasan dari individu yang lain merupakan batasan dari kebebasan itu sendiri. Itulah etika humanisme universal seorang eksistensialis. Ketiga, manusia ideal. Manusia independen adalah bentuk ideal dari manusia dalam konstruksi teologi antroposentris Hassan Hanafi. Manusia independen merupakan manusia yang memiliki independensi dalam berpikir, bersikap, dan bertindak. Ketiganya menyatu dalam

349 kesadaran yang aktif. Seorang manusia independen dengan demikian tidak berkepribadian ganda (split personality), antara keimanan, perasaan, dan kesadaran, menyatu dengan tindakan praksisnya, ibadah, sikap, dan perilaku manusia. Pandangan Hassan Hanafi tentang manusia independen sejalan memilki spirit sama dengan bentuk manusia ideal yang oleh Søren Kierkegaard disebut sebagai manusia religius, oleh Friedrich Nietzsche disebut sebagai manusia unggul (uebermensh), oleh Karl Jaspers disebut sebagai to be a man is to become a man, oleh Martin Heidegger disebut sebagai meng-ada sebagai keseluruhan (being a whole), dan oleh Jean-Paul Sartre disebut manusia sebagai adalah (man simply is), dalam menggambarkan bentuk manusia ideal pada eksistensialisme Barat. B. Implikasi Teoritik Penelitian tesis Konstruksi Eksistensialisme Manusia Independen dalam Teologi Antroposentris Hassan Hanafi memiliki implikasi teoritis terhadap bangunan pemikiran teologi antroposentris Hassan Hanafi. Rekonstruksi teologi Hassan Hanafi yang mengubah term-term keagamaan yang bersifat metafisik-sakral-spiritual (teosentris) menjadi teologi yang bersifat material-profan-praksis (antroposentris) bukan hanya upaya Hassan Hanafi dalam melahirkan teologi antroposentris yang memiliki basis nilai praksis, lebih dari itu Hassan Hanafi menghendaki hadirnya al-insa>n al-ka>mil melalui konstruksi manusia independen.

350 Tesis ini melakukan pembacaan kritis terhadap pemikiran rekonstruksi teologi antroposentris Hassan Hanafi melalui hermeneutika kritik Jurgen Habermas dengan berpangkal pada motivational understanding, yang berusaha memahami motivasi-motivasi lahirnya teks pemikiran Hassan Hanafi dan causal explanation, yang membahas hubungan dan keterkaitan teks dan tindakan dengan sesuatu di luar dirinya hingga pada masa lalunya yang jauh. Implikasi teoritis dari pembacaan ini adalah konstruksi manusia independen dalam teologi antroposentris Hassan Hanafi. Rekonstruksi teologi antroposentris Hassan Hanafi menghendaki hadirnya manusia ideal (al-insa>n al-ka>mil), melalui kiritik Hassan Hanafi terhadap hilangnya diskursus kemanusian dalam teologi klasik. Akibatnya posisi manusia terpinggirkan. Manusia hilang dalam kesadaran pengetahuan yang dibangun oleh manusia sendiri. Maka Hassan Hanafi menyodorkan rekonstruksi teologi antroposentris guna meneguhkan tema-tema kemanusian sebagai pusat dari kajian teologi Islam dalam rangka menegakkan konstruksi manusia independen yang berdiri tegak di atas independensi dirinya. Dengan demikian, konstruksi manusia independen merupakan implikasi teoritis dari hasil pembacaan hermeneutika kritik dalam tesis ini. Selain itu, pembacaan komprehensif terhadap konstruksi manusia independen melalui hermeneutika kritik Jurgen Habermas mengantarkan lebih jauh pada pemahaman yang korelatif antara gagasan Hassan Hanafi dengan filsafat eksistensialisme Barat yang secara khusus membahas tentang

351 eksistensi manusia. Manusia independen merupakan bentuk manusia ideal yang di dalam filsafat Barat juga banyak dibicarakan. Begitupun di dalamnya, Hassan Hanafi berbicara tentang kebebasan dan tanggung jawab sebagai titik pokok dari eksistensi manusia di dunia. Pembacaan kritis ini mengantarkan Hassan Hanafi pada posisi eksistensialis Islam, yang pemikirannya bisa ditempatkan sebagai filsafat eksistensialisme Islam terutama tentang konstruksi manusia independen dalam teologi antroposentris Hassan Hanafi, karena pemikiran eksistensialisme Hassan Hanafi bersumber dari ajaran Islam. C. Keterbatasan Studi Tesis Konstruksi Eksistensialisme Manusia Independen dalam Teologi Antroposentris Hassan Hanafi ini merupakan hasil penelitian dengan batasan dan rumusan masalah yang sudah jelas. Karenanya tentu memiliki keterbatasan studi sebagai implikasi dari batasan dan rumusan masalah yang ada. Tesis ini hanya terbatas pada kajian teologis-filosofis dari konstruksi manusia independen dalam teologi antroposentris Hassan Hanafi kaitannya dengan filsafat eksistensialisme. Jelasnya, studi ini terbatas pada dua hal berikut: Pertama, teologi antroposentris sebagai hasil rekonstruksi teologi yang dilakukan oleh Hassan Hanafi dalam studi ini hanya didekati dari perspektif teologi Islam dan filsafat. Uraian dan deskripsi kritisnya berpangkal dari dua keilmuan di atas.

352 Kedua, konstruksi manusia independen sebagai hasil pembacaan kritis dalam tesis ini hanya didekati melalui pembacaan eksistensialisme dalam filsafat Barat. Hal ini dilakukan untuk meneguhkan konstruksi eksistensialisme manusia independen dalam teologi antroposentris Hassan Hanafi. D. Rekomendasi Keterbatasan studi dalam tesis berjudul Konstruksi Eksistensialisme Manusia Independen dalam Teologi Antroposentris Hassan Hanafi seperti telah diuraikan pada bagian sebelumnya memberikan kemungkinan hasil penelitian yang lain. Karenanya, untuk pengembangan kajian teologi dan filsafat Islam penulis memberikan beberapa rekomendasi, sebagai kemungkinan terbuka menghadirkan penelitian baru. Pertama, teologi antroposentris sebagai hasil rekonstruksi teologi Hassan Hanafi merupakan kajian teologi progresif yang bisa didekati melalui berbagai disiplin keilmuan berkaitan dengan manusia. Misalnya melalui pendekatan sosiologi, psikologi, antropologi, dan lain sebagainya. Karenanya, ada banyak kemungkinan terbuka menghasilkan penelitian baru dalam menelaah teologi antroposentris Hassan Hanafi. Karena teologi, seperti bahasa Hassan Hanafi, sebagai ilmu kemanusian, berarti membicarakan manusia seutuhnya. Manusia merupakan makhluk yang kompleks. Karenanya, bahasan tentang manusia tidak akan pernah selesai. Teologi antroposentris sebagai produk pemikiran Hassan Hanafi yang menekankan pada praksis pijakan bisa

353 didekati dan elaborasi dengan berbagai disiplin keilmuan, tidak hanya terbatas pada apa yang dilakukan oleh penulis, yang hanya menggunakan pendekatan teologi Islam dan filsafat eksistensialisme. Kedua, manusia independen sebagai konstruksi pemikiran teologi antroposentris Hassan Hanafi merupakan hasil penelitian tesis ini. Lahirnya konstruksi manusia independen merupakan telah kritis analitis perbadingan teologi antroposentris Hassan Hanafi dengan filsafat eksistensialisme Barat. Karenanya, bukan tidak mungkin akan muncul konstruksi baru dari teologi antroposentris jika pendekatan dan pembacaannya menggunakan disiplin keilmuan lain. Dialog terbuka, pertautan gagasan konstruksi teologi antroposentris, termasuk saran dan kritik yang akademis, merupakan sesuatu yang sangat penulis harapkan. Karena penelitian sebagai kajian ilmiah memiliki keterbatasan, keterbatasan itu mungkin belum dilihat oleh penulis pada saat melakukan penelitian tesis ini. Karena sesungguhnya hanya Tuhan Yang Maha Berpengetahuan. Walla>hu a lamu.