II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara, penyedia lapangan kerja, dan juga sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian antara lain: menyediakan pangan bagi seluruh penduduk,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik

Kaji Ulang Program Pembangunan Pertanian

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1)

OPERASIONALISASI KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH DAN HARGA ATAP BERAS

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Kedaulatan pangan adalah konsep pemenuhan pangan melalui produksi lokal.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

I. PENDAHULUAN. sebagai penyedia pangan yang cukup bagi penduduknya dan pendukung

ANALISIS TATANIAGA BERAS

KEBIJAKAN MENYANGGA ANJLOKNYA HARGA GABAH PADA PANEN RAYA BULAN FEBRUARI S/D APRIL 2007

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

I. PENDAHULUAN. dan sumber devisa negara, pendorong pengembangan wilayah dan sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

Abstrak. Kata kunci: Evaluasi, Pemberdayaan, Efektivitas, Kesejahteraan

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2010

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

KAJIAN PENURUNAN KUALITAS GABAH-BERAS DILUAR KUALITAS PENDAHULUAN

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung

BAB I PENDAHULUAN. usaha pertanian (0,74 juta rumah tangga) di Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

DAFTAR ISI.. DAFTAR GAMBAR.. DAFTAR LAMPIRAN.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS DESKRIPTIF PENETAPAN HARGA PADA KOMODITAS BERAS DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. usaha mereka. Program bantuan seperti KUT, Paket Bantuan Infres Desa

III KERANGKA PEMIKIRAN

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERTANIAN RI

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

pelaksanaan pencapaian ketahanan pangan dan kemandirian pangan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Produksi pangan di negara-negara sedang berkembang meningkat. Sekalipun

KEBERADAAN BULOG DI MASA KRISIS

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

1) Menjaga harga terendah, terutama di daerah-daerah produksi selama musim panen;

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

JURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI :

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Gubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 84 Tahun 2009 TENTANG PENGUATAN LEMBAGA DISTRIBUSI PANGAN MASYARAKAT TAHUN 2009

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan

I. PENDAHULUAN. tanaman dagang yang sangat menguntungkan, dengan masukan (input) yang

I. PENDAHULUAN. pengekspor jagung (net exporter), namun situasi ini secara drastis berubah setelah

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha pada Tahun * (Miliar Rupiah)

I. PENDAHULUAN. pembentukan Gross National Product (GNP) maupun Produk Domestik Regional

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Sektor perkebunan merupakan sektor yang berperan sebagai penghasil devisa

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. Pangan sebagai kebutuhan dasar manusia sangat menentukan kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini

SARAN PERBAIKAN PELAKSANAAN SUBSIDI BENIH PADI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DAN KEDELAI DI SUMATERA UTARA MELALUI UPBS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan sektor pertanian merupakan bagian yang tak terpisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian memiliki beberapa sektor seperti peternakan, perikanan, perkebunan,

TINJAUAN PUSTAKA,LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PERLUNYA RESI GUDANG UNTUK MENSTABILKAN HARGA BERAS DI PROVINSI BANTEN

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sebuah negara pengekspor beras. Masalah ketahanan pangan akan lebih ditentukan

Sartika Krisna Panggabean* ), Satia Negara Lubis** ) dan Thomson Sebayang** ) Staff Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Unversitas

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 26 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 607 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan ketahanan pangan adalah beras. Hal ini karena beras

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan penting karena selain bertujuan menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, juga merupakan sektor andalan penyumbang devisa negara dari sektor nonmigas. Besarnya kesempatan kerja yang dapat diserap dan besarnya jumlah penduduk yang masih bergantung pada sektor ini memberikan arti bahwa di masa mendatang sektor ini masih perlu terus ditumbuhkembangkan (Noor,1996). Di Propinsi Sumatera Utara maupun secara Nasional beras merupakan komoditas strategis dalam kehidupan sosial ekonomi nasional, karena beras menjadi bahan makanan pokok sekitar 95% penduduk, dan menjadi sumber pendapatan bagi sekitar 21 juta rumah tangga petani. Sebagai bangsa dengan penduduk dan potensi sumberdaya pertanian yang besar, Indonesia harus mampu memenuhi kebutuhan pangan dari produksi dalam negeri (Anonimous, 2007). Salah satu kebijakan yang digulirkan pemerintah untuk membantu petani adalah melalui program Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM LUEP). Program ini ingin membantu kelompok-kelompok tani dalam penyediaan modal lunak untuk membeli gabah dari anggota, terlebih saat harga gabah di pasaran jatuh (Anonimous, 2007).

Sebagai tindak lanjut pelaksanaan Inpres No. 13 Tahun 2005 yang kemudian disusul dengan penyempurnaan melalui Inpres No. 3 Tahun 2007 serta dalam rangka menjamin stabilitas harga gabah/beras di tingkat petani, meningkatkan pendapatan petani, mengembangkan kelembagaan ekonomi pedesaan, serta memperkuat posisi daerah dalam ketahanan pangan wilayah, maka Departemen Pertanian sejak tahun 2003 melaksanakan kegiatan pemberian pinjaman Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP) untuk Pengendalian Harga Gabah/Beras dan jagung petani. Anggaran dimaksud bersifat pinjaman tanpa bunga (Dana Talangan) dan digunakan sebagai Dana Penguatan Modal bagi Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP) yang memenuhi persyaratan untuk membeli gabah dari kelompoktani/petani di 11 (sebelas) Kabupaten yaitu Kabupaten Langkat, Deli Serdang, Simalungun, Asahan, Tapanuli Utara, Mandailing Natal, Serdang Bedagai, Humbang Hasundutan, Toba Samosir, Tapanuli Selatan dan Karo, sesuai dengan kesepakatan kerjasama antara Gubernur Sumatera Utara dengan masingmasing Bupati Pelaksana. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dengan pola produksi tahunan yang mengikuti musim, harga gabah/beras berfluktuasi. Pada saat panen raya, khususnya di daerah-daerah sentra, produksi melimpah melebihi kebutuhan konsumsi, sehingga harga cenderung turun sampai tingkat yang kurang menguntungkan petani. Sebaliknya pada saat paceklik, volume produksi lebih

rendah dari kebutuhan, sehingga harga cenderung meningkat yang dapat memberatkan konsumen. Sejak Tahun 2003 Dana Penguatan Modal untuk Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP) merupakan salah satu kegiatan pembangunan yang membantu petani memperoleh harga serendah-rendahnya sesuai HPP. Untuk mendukung kegiatan Pemberian Bantuan Dana Penguatan Modal bagi Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP) untuk pembelian Gabah/Beras petani ini, pemerintah melalui Departemen Pertanian menyediakan danan yang bersumber dari dana dekonsentrasi APBN serta dana pendukung pembinaan dari APBD Propinsi maupun APBD Kabupaten Pelaksana. Dana tersebut disalurkan kepada LUEP untuk menambah modal usaha mereka dalam membeli gabah/beras petani pada saat panen raya, pada tingkat yang wajar serendah-rendahnya sesuai HPP. Pelaksanaan kegiatan DPM-LUEP pada Tahun 2003-2006 melibatkan LUEP yang bermitra dengan kelompoktani, sedangkan pada Tahun 2007 melibatkan : a) LUEP perorangan atau kolektif yang telah membentuk organisasi Gapoktan dengan kelompoktani (Poktan) atau gabungan kelompoktani (Gapoktan) sehingga posisi LUEP merupakan unit usaha dalam Gapoktan b) Koperasi Tani (Koptan); atau c) Koperasi Unit Desa (KUD)

Dari pemantauan yang dilaksanakan sebelum Tahun 2003, sering terjadi di beberapa daerah sentra produksi para petani menjual gabahnya di bawah harga dasar yang ditetapkan pemerintah. Namun sejak Tahun 2003, kondisi ini semakin berkurang dan hampir tidak ada berkat adanya sinergi kegiatan pembelian gabah Perum Bulog dan Kegiatan DPM-LUEP. Adapun maksud penyelenggaraan kegiatan DPM-LUEP adalah : a. Menjaga stabilitas harga gabah produksi petani agar tidak jatuh pada saat panen raya. b. Memfasilitasi pengembangan ekonomi di pedesaan melalui usaha pembelian, pengolahan, dan pemasaran gabah beras. c. Memperkuat kelembagaan petani sebagai sarana kerjasama untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Untuk mencapai maksud tersebut, maka tujuan penyelenggaraan kegiatan DPM- LUEP adalah : a. Melakukan pembelian gabah petani dengan harga serendah-rendahnya sesuai HPP. b. Meningkatkan kemampuan para pelaku usaha pertanian di pedesaan dalam mengakses modal untuk mengembangkan usaha di bidang pembelian, pengolahan, dan pemasaran gabah beras. c. Mengembangkan kelembagaan petani dalam berorganisasi dan usaha bersama yang lebih komersil.

Sasaran kegiatan pemberian bantuan Dana Penguatan Modal bagi Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan adalah sebagai berikut : Terlaksananya pembelian gabah oleh LUEP serendah-rendahnya sesuai HPP untuk gabah. Meningkatnya kemampuan permodalan unit usaha milik kelompoktani/gapoktan, Koptan,atau KUD untuk mengembangkan usaha di bidang pembelian, pengolahan, dan pemasaran beras/gabah. Meningkatnya kemampuan kelembagaan petani dalam berorganisasi dan mengembangkan usaha bersama untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Kepala BKP( Badan Ketahanan Pangan) Sumut Ir Effendy Lubis menyebutkan, realisasi dana LUEP ( Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan) untuk membeli gabah petani hingga Agustus 2007 sebesar Rp12,369 miliar atau 76,35 persen dari plafond 2007 yang disiapkan pemerintah sebesar Rp16,2 miliar. Penyaluran dana LUEP sangat membantu kilang padi dalam menyerap gabah petani. Dalam dua tahun terakhir yakni 2005 dan 2006 pengembaliannya cukup bagus, tidak ada tunggakan, kata Ir Effendy Lubis, kepada wartawan di kantornya di Jalan AH Nasution Rabu sore (26/9). Beliau didampingi Kepala Bidang Pengkajian Pangan Ir Erpison Moeis.Dia menjelaskan, dana LUEP tahun 2007 dialokasikan mampu membeli gabah petani sebanyak 10.000 ton dan direncanakan pula membeli gabah 10.333 ton yang dibeli oleh 81 kilang padi (LUEP) dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di Sumut. Hingga posisi

Agustus 2007, pembelian gabah petani sebanyak 5.590 ton atau setara beras 3.533 ton (Redaksi SIB, 2007). Berdasarkan laporan akhir penelitian dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian (Jamal, E dkk, 2006), tentang Analisis Kebijakan Penentuan Harga Gabah Terhadap Tingkat dan Stabilitas Harga Gabah di Tingkat Produsen terlihat bahwa harga pembelian gabah yang ditetapkan pemerintah (HPP) berpengaruh nyata terhadap harga GKP di tingkat petani parameternya bernilai 0,83255 (sangat nyata) dengan intercept 1,28814 (sangat nyata). Akan tetapi, dalam kurun waktu tersebut stabilitas harganya kurang baik karena nilai koefisien variasinya cukup tinggi, yakni sebesar 7,26%. Tentang Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Harga Gabah di Tingkat Produsen, secara mikro dari tingkat pedagang desa dan kecamatan, pada saat musim hujan biaya yang dikeluarkan untuk pengelolaan GKP sampai menjadi beras untuk setiap kilogram gabah yang mereka beli, lebih besar dari GKG. Selisih biaya ini kecuali untuk Sumatera Barat, relatif besar antara GKP dan GKG. Pada saat musim kemarau, biaya yang dikeluarkan relatif sama. Perbedaannya hanya untuk biaya jemur dan itu jumlahnya relatif kecil. Keadaan itu membawa konsekuensi besar bagi marjin keuntungan yang diperoleh pedagang, pada saat musim hujan rata-rata marjin keuntungan dari GKG sekitar 30% sampai tiga kali lipat dari keuntungan GKP. Inilah juga menyebabkan kenapa harga jual GKP semakin terpuruk pada saat musim hujan, selain jumlah

produksi melimpah, pedagang kurang mempunyai inisiatif untuk membeli dalam bentuk GKP. Dalam Laporan Akhir Penelitian (Yusdja, Y dkk, 2007) dikatakan bahwa dampak DPM terhadap harga jual gabah yang diterima petani hanya berlaku sesaat pada saat panen. Namun jika diukur tingkat harga yang diterima petani pada sepanjang tahun karena petani menjual gabahnya sebagian-sebagian pada saat-saat tertentu ternyata harga yang diterima petani di bawah HPP. Dengan demikian dapat dikatakan DPM LUEP tidak efektif dalam melindungi harga yang diterima petani. Berdasarkan penelitian (Hadi, M.2007) tentang Pengaruh Program Pembelian Gabah Terhadap Peningkatan Pendapatan dikatakan bahwa dalam rangka melindungi petani sebagai produsen dari fluktuasi harga musiman dan sekaligus untuk mengendalikan harga gabah sesuai dengan Instruksi Presiden No. 13 / Tahun 2005, Pemerintah melakukan intervensi melalui dana Program Pembelian Gabah. Melalui Program ini pada saat panen raya lembaga usaha ekonomi pedesaan (KUD/Koptan/Koperasi non KUD/RMU) dapat berfungsi sebagai lembaga pemasaran petani. Petani sebagai produsen akan menjual hasil panennnya ke lembaga, dan lembaga akan memproses lebih lanjut dan dipasarkan ke konsumen akhir. Sejak tahun 2003 program pembelian gabah telah diadopsi oleh Departemen Pertanian menjadi program nasional, yang dikembangkan melalui dukungan dana APBN menjadi suatu kegiatan berupa pengembangan model pemanfaatan Dana

Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM LUEP) untuk pembelian gabah/beras di tingkat petani. Kegiatan ini pada tahun 2003 dipandang sebagai suatu pemberian dana talangan kepada LUEP agar kemampuan pembiayaan mereka bertambah untuk membeli gabah petani pada saat panen raya dengan tingkat harga yang layak. Pelaksanaan program ini dilakukan dengan cara menyalurkan dana pembelian gabah kepada Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (LUEP) atau Lembaga Pembelian Gabah (LPG) yang bergerak dalam bidang perdagangan beras/gabah. Dana digunakan untuk membeli gabah petani dengan harga minimal sesuai dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan nyata pada pendapatan petani yang gabahnya dibeli dengan yang tidak dibeli oleh Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (LUEP). Petani yang gabahnya dibeli LUEP pelaksana program mempunyai tingkat keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang gabahnya tidak dibeli, disamping lebih efisien dalam penggunaan biaya. Faktor kadar air gabah berpengaruh secara nyata terhadap harga gabah, sedangkan faktor jumlah petani dan jumlah gabah tidak berpengaruh secara nyata.

2.2. Landasan Teori Besarnya perhatian dan keyakinan pemerintah Indonesia akan pentingnya sektor pertanian dapat dilihat dari kesungguhannya dalam membangun perhatian di negeri ini. Segala sarana dan prasarana telah disediakan, demikian pula segala kemudahan bagi petani, termasuk berbagai bentuk subsidi. Guna mencapai peningkatan produksi, teknologi memang diperlukan dan para petani perlu mengadopsi teknologi itu. Petani harus berubah dari penggunaan teknologi lama ke penggunaan teknologi baru yang lebih maju (Slamet, 2003). Ada empat faktor produksi yaitu alam yang terdiri dari udara, iklim, lahan, flora dan fauna; tenaga kerja; modal; pengelolaan (manajemen). Faktor produksi alam dan tenaga kerja sering disebut sebagai faktor produksi primer, faktor produksi modal dan pengelolaan disebut faktor produksi sekunder. Tanpa faktor produksi alam tidak ada produk pertanian. Tanpa sinar matahari, udara dan cahaya tidak ada hasil pertanian. Tanah/lahan yang bersifat langka/terbatas (scarcity) dianggap sebagai faktor produksi. Baik yang bersifat unscarcity atau scarcity termasuk faktor produksi. Pada tahap awal timbulnya pertanian, faktor lahan bersifat unscarcity, makin lama sifatnya menjadi scarcity. Dalam ilmu ekonomi, yang dimaksud dengan tenaga kerja adalah suatu alat kekuasaan fisik dan otak manusia yang tidak dapat dipisahkan dari manusia dan ditujukan kepada usaha produksi. Bila seorang petani mempunyai ternak sapi yang digunakan membajak sawah, atau suatu perkebunan yang mempunyai traktor

untuk mengolah tanah, apakah sapi dan traktor termasuk faktor produksi tenaga kerja? Sapi dan traktor bukan faktor tenaga kerja, tetapi masuk dalam faktor produksi modal. Faktor produksi tenaga kerja tidak dapat dipisahkan dari manusia (Tarigan, K, 2002). Kunci sukses pembangunan pertanian tidak hanya terletak pada sisi produksi maupun pemasaran. Lebih dari itu, aspek sumber daya manusia (SDM) memegang peranan utama sekaligus penetu keberhasilan pembangunan tersebut. Disamping penguatan SDM di pedesaaan, diperlukan pengembangan kelembagaan usahatani yang mendorong petani untuk berkelompok, mendirikan lembaga keuangan untuk pertanian seperti koperasi atau lembaga lain yang dapat menggerakkan kegiatan pembangunan pertanian di pedesaan (Subejo, 2005). Setiap masyarakat hidup dalam bentuk dan dikuasai oleh lembaga-lembaga tertentu. Yang dimaksudkan lembaga di sini adalah organisasi atau kaidah-kaidah, baik formal maupun informal, yang mengatur perilaku dan tindakan anggota masyarakat tertentu baik dalam kegiatan-kegiatan rutin sehari-hari maupun dalam usahanya untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan menunjukkan kepada apa yang akan diwujudkan oleh suatu organisasi/lembaga. Visi menunjukkan ke arah mana lembaga/organisasi yang bersangkutan akan dikendalikan oleh para pengelolanya atau dapat menunjukkan apa yang dicita-citakan oleh organisasi/lembaga. Misi menunjukkan kepada apa yang akan dilakukan suatu organisasi/embaga dalam mewujudkan visi dan tujuannya. Lembaga-lembaga yang ada dalam sektor

pertanian dan pedesaan sekarang sebagian sudah melewati berbagai zaman yang sesuai dengan iklim pembangunan pertanian dan pedesaan. (Daniel, 2002). Meskipun memakan waktu yang relatif lama, lembaga-lembaga yang ada di sektor pertanian mampu merubah khususnya para petani sub sektor pangan, dari sikap anti teknologi ke sikap yang mau memanfaatkan teknologi pertanian modern. Perubahan sikap petani tersebut sangat berpengaruh terhadap kenaikan produktivitas sub-sektor pertanian pangan (Soetrisno, 2002). Menurut Walker (1992), kelembagaan atau organisasi adalah kumpulan beberapa orang yang bekerja bersama untuk mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuannya dilakukan melalui program-program yang telah dibuat. Program merupakan kumpulan tindakan-tindakan yang akan dilaksanakan oleh lembaga bersangkutan. Dilihat dari sisi penawaran atau produksi, pentingnya kelembagaan dalam pembangunan pertanian lebih ditujukan pada upaya meningkatkan produksi dan kualitas produksi yang dihasilkan (Nasution, 2002). Menurut Daniel (2002), aspek kelembagaan adalah sangat penting, tidak hanya dari segi ekonomi pertanian saja, tetapi juga dari segi ekonomi pedesaan yang merupakan basis perekonomian negara agraris. Salah satu kelembagaan yang mengkoordinasikan kegiatan di bidang produksi dan pemasaran adalah kelompoktani/kelompok usaha yang diharapkan mampu meningkatkan posisi tawar para anggotanya (Antara, 2008). Kelompok tani merupakan wahana untuk

meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani sehingga berubah dari petani yang pasif dan statis menjadi petani yang dinamis. Azis, (1989) mengemukakan bahwa dalam banyak hal masalah kelembagaan cukup penting artinya dalam mengorganisasi guna meningkatkan produksi melalui kerjasama kelompok-kelompok tani. Baik sebagai penyedia input produksi maupun sebagai pemasar hasil pertanian, fungsi kelembagaan pada dasarnya adalah sebagai perantara yang dapat merangsang produktivitas petani. Pengorganisasian secara lebih mendalam dan baik, akan dapat meningkatkan daya kerja bukan saja dalam hal penyampaian teknologi baru tetapi juga dalam usaha meninggikan produksi secara keseluruhan (Nasution, 2002). Sejalan dengan peningkatan produksi sebagai dampak positif penerapan teknologi dan input lainnya muncul berbagai permasalahan yang berkaitan dengan proses produksi, pascapanen (pengeringan, sortasi), penyimpanan, pengangkutan dan pemasaran. Sejauh ini proses produksi dan penanganan hasil panen komoditas lebih banyak menekankan pada kemampuan dan keterampilan individu. Bagi sebagian besar wilayah eksistensi kelembagaan pertanian belum terlihat perannya. Padahal fungsi kelembagaan pertanian sangat beragam, antara lain adalah sebagai penggerak, penghimpun dan penyalur sarana produksi, pembangkit minat dan sikap, dan lain-lain (Anonimous, 2006).

Gambar 1. Bagan Teori Pengaruh Lembaga Terhadap Peningkatan Produksi Lembaga Pertanian Orang Tujuan Visi Misi Aturan Struktur Sikap Petani Perilaku Petani Kinerja Petani Peningkatan Produksi usahatani Program Lembaga Pertanian Keterangan: Menyatakan Pengaruh Menyatakan Hubungan Menyatakan Memiliki Sikap dapat didefinisikan sebagai perasaan, pikiran dan kecenderungan seseorang yang kurang lebih bersifat permanen mengenai aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya. Komponen-komponen sikap adalah pengetahuan, perasaan, dan kecenderungan untuk bertindak. Sikap dianggap dapat mempengaruhi banyak perilaku, misalnya sikap positif terhadap pertanian modern akan mendorong adopsi bebagai macam inovasi (Ban dan H.S. Hawkins, 1999).

Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Berdasarkaan pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktifitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi (Wikipedia, 2008). Pengembangan kinerja kelembagaan dapat berupa : (a) pengembangan aktivitas kolektif dalam kegiatan agribisnis, misalnya melalui pembentukan Kelompok Tani; (b) pengembangan dan pembentukan lembaga agribisnis yang dapat meningkatkan aksesibilitas petani terhadap pasar input, pasar output, informasi pasar dan teknologi. Dengan kata lain, petani semakin mudah untuk memperoleh input usaha tani yang dibutuhkan, memasarkan hasil usaha taninya, memperoleh informasi pasar, dan memperoleh informasi dan menerapkan teknologi yang dibutuhkan (Anonimous, 2006).

Gambar 2. Bagan Teori Pengaruh Lembaga Terhadap Kestabilan Harga Pemerintah Lembaga Pertanian Orang Tujuan Visi Misi Aturan Struktur Petani/kelom poktani : - sikap - perilaku - kinerja Usahatani Produksi Program Jumlah produksi Harga (+) Keterangan: Kestabilan Harga Menyatakan Pengaruh Menyatakan Hubungan Menyatakan Memiliki Harga (+) : Harga yang sesuai dengan kebijakan pemerintah Harga merupakan salah satu faktor yang sulit dikendalikan. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah mengenai yang satu ini, tetapi sampai saat ini tetap saja harga merupakan masalah, malah lebih berkembang lagi menjadi masalah nomor wahid bagi petani. Kebijaksanaan mengenai harga biasanya merupakan wewenang pemerintah yang diturunkan dalam bentuk peraturan dan keputusan pejabat berwenang, seperti surat keputusan menteri atau pejabat yang diberi wewenang untuk itu. Kebijaksanaan diambil dengan tujuan untuk melindungi petani dan

menstabilkan perekonomian. Dasar penetapan harga adalah hubungan antara input dengan output dalam proses produksi suatu komoditas (Daniel,2002). Penurunan harga gabah di tingkat petani pada saat panen raya, bila tidak diatasi akan sangat merugikan petani berupa penurunan pendapatan bahkan sering membuat usahatani petani gabah merugi. Keadaan ini selain menurunnkan kesejahteraan petani juga akan mengurangi gairah (insentif) petani untuk berproduksi gabah pada periode berikutnya yang dapat mengancam ketahanan pangan nasional bahkan berdampak luas bagi perekonomian. Melihat kondisi yang demikian, Departemen Pertanian melalui Badan Ketahanan Pangan sejak tahun 2003 melakukan terobisan inovasi kelembagaan pengamanan harga gabah pada musim panen raya, berupa pengembangan Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP). Pada dasarnya DPM- LUEP merupakan upaya pemerintah untuk memberdayakan kelembagaan perberasan di tingkat lokal seperti koperasi, lumbung desa, usaha penggilingan dan pedagang beras/gabah melalui penguatan modal usaha tanpa bunga, sehingga dapat memiliki kemampuan membeli surplus gabah dari petani khususnya pada musim panen raya. Dengan demikian harga gabah di tingkat petani tidak jatuh (paling sedikit sama dengan harga pembelian yang ditetapkan pemerintah). Program Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM- LUEP) pada dasarnya merupakan pemberdayaan lembaga usaha ekonomi yang selama ini berperan dalam pembelian dan distribusi gabah petani di pedesaan

(sentra produksi gabah). Lembaga usaha ekonomi yang dimaksud adalah usaha penggilingan padi (rice milling), lumbung pangan, lumbung desa, dan para pedagang gabah lokal. Secara teoritis program DPM LUEP dapat menstabilkan harga gabah di tingkat petani. Pada musim paceklik, harga gabah cenderung tinggi karena produksi gabah yang tersedia sedikit. Sebaliknya pada saat panen raya, produksi gabah petani melimpah dan pada saat itu harga cenderung turun. Tanpa adanya intervensi dari pemerintah, maka kisaran fluktuasi harga di tingkat petani sangat lebar. Dengan program DPM-LUEP, tingkat fluktuasi harga gabah di tingkat petani menjadi rendah atau makin stabil dari bulan ke bulan dalam satu tahun. Stabilitasi harga dasar gabah yang demikian memberi manfaat bagi petani maupun rangsangan (insentif) berproduksi bagi petani. Dengan demikian, dalam jangka panjang keadaan yang demikian akan menyumbang pada terbangunnya sistem ketahanan pangan yang makin kokoh, khususnya di tingkat daerah. Kegiatan yang dilakukan dalam mewujudkan ketahanan pangan adalah peningkatan ketersediaan pangan di masyarakat, pengembangan diversifikasi pangan, pengembangan kelembagaan pangan, dan pengembangan usaha pengolahan pangan. Pelaksanaan program DPM-LUEP secara umum dimaksudkan untuk memberdayakan mekanisme pasar khususnya dari segi permintaan gabah melalui peningkatan kapasitas pembelian gabah oleh LUEP,

sehingga harga gabah pada saat musim panen raya minimal sama dengan HPP yang ditetapkan pemerintah. Dengan terjaminnya (terkendalikan) harga gabah akan memberi kepastian berusaha bagi petani padi yang pada gilirannya diekspresikan pada peningkatan produktivitas dan luas areal (Hanani, dkk,2003). Program Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM- LUEP) pada dasarnya merupakan pemberdayaan lembaga usaha ekonomi yang selama ini berperan dalam pembelian dan distribusi gabah petani di pedesaan (sentra produksi gabah). Lembaga usaha ekonomi yang dimaksud adalah usaha penggilingan gabah (rice milling), lumbung pangan, lumbung desa, lumbung modern (warehouse), dan para pedagang gabah lokal. Sedangkan pemberdayaan yang dimaksud adalah penyediaan/penguatan modal usaha tanpa bunga dari APBN yang kemudian dikembalikan ke kas negara sebagai penerimaan negara non pajak. Dengan penguatan modal tersebut kapasitas lembaga usaha ekonomi tersebut dalam membeli gabah petani khususnya pada musim panen raya akan meningkat sedemikian rupa sehingga harga gabah yang biasanya jatuh pada musim panen raya dapat diatasi. Dalam membeli gabah petani, LUEP diwajibkan membeli gabah dengan mengacu pada harga pembelian pemerintah yang ditetapkan. Harga Pembelian Pemerintah (HPP) ini merupakan pengganti dasar harga gabah (floor price) di masa lalu, yang memperhitungkan biaya produksi gabah dan keuntungan petani gabah. Secara konseptual (teori ekonomi), mekanisme Program DPM-LUEP dalam

mengendalikan harga gabah pada musim panen raya dapat diperagakan melalui Gambar 3. berikut : Harga Gabah S1 S2 Pc A Pg B C F D2 Pr G H I D1 Q1 Q2 Q3 Volume Gabah Keterangan : D1 = Kurva permintaan gabah di tingkat petani tanpa DPM-LUEP S1 = Kurva penawaran gabah di tingkat petani musim paceklik S2 = Kurva penawaran gabah di tingkat petani musim panen raya Pc = harga gabah di tingkat petani musim paceklik Pr = harga gabah di tingkat petani musim panen raya Pg = harga pembelian pemerintah D2 = Kurva permintaan gabah di tingkat petani dengan program DPM-LUEP Gambar 1.1. mengasumsikan pasar gabah di sentra produksi gabah terisolasi dari pasar gabah dunia, serta produksi gabah berfluktuasi antara nusim paceklik dengan musim panen raya. Artinya, produksi gabah petani tidak ditentukan oleh

tingkat harga pada saat panen, melainkan oleh harga musim panen sebelumnya. Selain itu juga diasumsikan, bahwa bantuan modal melalui program DPM-LUEP pada lembaga usaha ekonomi benar-benar diterima dan direalisasikan untuk pembelian gabah petani di daerah kerjanya. Dengan asumsi yang demikian, maka kurva penawaran gabah pada musim paceklik adalah S1 dan kurva penawaran gabah pada musim panen raya adalah S2. Kurva permintaan gabah di tingkat petani tanpa DPM-LUEP adalah D1 sedangkan kurva permintaan gabah di tingkat petani dengan DPM-LUEP adalah D2. Bila tidak ada intervensi pemerintah baik langsung maupun tidak langsung, maka harga gabah yang terbentuk pada musim paceklik adalah Pc, sedangkan pada musim panen raya adalah Pr. Dengan demikian, kisaran fluktuasi harga di tingkat petani (resiko harga gabah) sangat lebar sebesar Pc-Pr. Hal ini tercermin dari koefisien variasi harga gabah bulanan setiap tahun. Dengan adanya penguatan modal bagi lembaga usaha ekonomi pedesaan melalui program DPM-LUEP, berarti volume pembelian gabah oleh lembaga akan meningkat untuk setiap harga, sehingga kurva permintaan gabah di tingkat petani menjadi D2. Posisi keseimbangan D2 dan S2 tergantung pada HPP yang ditetapkan pemerintah sebagai acuan LUEP. Misalkan HPP yang ditetapkan sebesar Pg, maka keseimbangan harga gabah di tingkat petani pada musim panen

raya sebesar Pg, dan setelah panen raya berangsur-angsur akan bergerak naik dari Pg ke Pc. Dengan demikian, secara teoritis program DPM-LUEP dapat menstabilkan harga gabah di tingkat petani yang ditunjuk oleh kisaran pergerakan harga yang semakin sempit Pc-Pg (bandingkan tanpa DPM-LUEP, selebar Pc-Pr). Kisaran fluktuasi harga yang makin sempit akan tecermin dalam koefisien variasi harga gabah bulanan setiap tahun di tingkat petani. Secara empiris, stabilisasi harga yang demikian akan memberi manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan (social warefare improvement), dalam arti manfaat yang dinikmati petani lebih besar dari kerugian yang dialami konsumen (Massel, 1970;Bourguignon, et.al. 1995). Dalam gambar 3 dapat dilihat perbandingan bahwa luas Pr I F Pg (tambahan manfaat yang dinikmati petani gabah) lebih besar dari luas Pr I c Pg (kerugian yang dialami konsumen). Para peneliti lain Newbery dan Stiglitz (1981) dan Kanbur (1984) bahkan membuktikan stabilisasi harga dapat menguntungkan produsen maupun konsumen. Untuk konsumen pada Gambar 1.1. tergantung pada apakah area ACF lebih besar atau lebih kecil dari area Pr I C Pg. Dengan kata lain, program DPM-LUEP potensial memberi manfaat bagi para petani gabah berupa : (1) peningkatan pendapatan petani gabah; dan (2) pengurangan resiko yang ditimbulkan ileh fluktuasi harga gabah. Penurunan

resiko ini sangat penting bagi petani gabah, karena para petai Indonesia umumnya bersikap anti resiko (risk averter). 2.3. Kerangka Pemikiran Pemerintah melalui Departemen Pertanian melahirkan sebuah program Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan sebagai respon dari perubahan fungsi Bulog dalam menopang harga gabah di tingkat petani. Dalam praktiknya, Bulog yang ditugaskan Pemerintah membeli gabah petani pada saat musim panen raya, ternyata tidak langsung membeli gabah ke petani melainkan melalui para pedagang gabah, penggilingan padi yang ada di sekitar petani yang disebut Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan. Melihat fakta yang demikian pada akhir 2002 merancang pemberian dana APBN untuk LUEP melalui dana APBN tanpa bunga. Diharapkan kehadiran LUEP mampu menstabilkan harga gabah pada saat panen raya maupun paceklik serta meningkatkan kapasitas LUEP menjadi penggerak ekonomi pedesaan sesuai dengan otonomi daerah. Petani adalah seseorang yang melakukan kegiatan usaha tani. Usaha tani padi sawah di Indonesia sudah ada sejak dahulu. Usahatani dapat diartikan bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang dimiliki secara efektif dan efisien untuk mencapai keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dalam menjalankan usahatani, diperlukan beberapa faktor produksi yakni luas lahan, jumlah tenaga kerja. Dan untuk melihat perbedaan produksi antara peserta maupun bukan peserta LUEP, maka keikutsertaan petani terhadap LUEP menjadi faktor pendukung.

Peranan lembaga pertanian turut membantu perkembangan usaha tani meskipun tidak secara langsung. Salah satunya adalah LUEP (Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan) yang merupakan lembaga berbadan hukum yang diberikan bantuan modal oleh pemerintah melalui dana APBN untuk membeli gabah petani. LUEP sendiri telah berjalan sejak tahun 2003. LUEP merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah untuk menyerap pasar. LUEP diberi pinjaman tanpa bunga dengan batas waktu pengembalian yang telah disepakati biasanya setiap tanggal 15 Desember pada tahun peminjaman. LUEP merupakan nama komersial. Untuk padi sendiri, LUEP biasanya merupakan kilang padi untuk gabah. LUEP akan menyerap gabah dari petani anggota yang tergabung dalam kelompok tani yang merupakan mitra dari LUEP. Seperti diketahui, pada saat panen raya, harga jual gabah cenderung turun bahkan di bawah harga dasar. Sebaliknya, pada musim paceklik, harga jual gabah melambung tinggi. Untuk mengatasinya dan menghindari petani dari cengkeraman para tengkulak, diharapkan adanya DPM-LUEP, gabah petani dapat diserap oleh LUEP dengan harga serendah-rendahnya sesuai HPP (Harga Pembelian Pemerintah.

Gambar 4. Skema Kerangka Pemikiran Pemerintah Program (DPM-LUEP) Sebelum Program Setelah Program Petani Petani Usahatani Usahatani Faktor Produksi Luas Lahan T.kerja Keikutsertaan petani Faktor Produksi Luas Lahan T.kerja Keikutsertaan petani Produksi Produksi Harga Jual Harga Jual Kestabilan Harga Gabah Kestabilan Harga Gabah Keterangan: Menyatakan hubungan Menyatakan pengaruh

2.4. Hipotesis Penelitian Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran dapat diidentifikasikan hipotesis yang berhubungan dengan penelitian sebagai berikut : 1) Faktor luas lahan, jumlah tenaga kerja, dan keikutsertaan petani pada Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan berpengaruh nyata terhadap produksi padi sawah di daerah penelitian.