Identifikasi Isolat Phytophthora asal Kelapa dengan Amplifikasi Fragment Length Polimorfis (AFLP)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 7 sampel dari 7

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

BAB III METODE PENELITIAN

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE. Materi. Tabel 1. Sampel Darah Sapi Perah dan Sapi Pedaging yang Digunakan No. Bangsa Sapi Jenis Kelamin

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

III. Bahan dan Metode

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyediaan Isolat dan Karakterisasi Bakteri Xanthomonas campestris

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

LAMPIRAN. Lampiran 1. Deskripsi Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

II. BAHAN DAN METODE

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian

II. BAHAN DAN METODE. Betina BEST BB NB RB. Nirwana BN NN RN. Red NIFI BR NR RR

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

3. METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Metode Isolasi C. gloeosporioides dari Buah Avokad

3. METODE PENELITIAN

VISUALISASI HASIL PCR DENGAN METODE PCR LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG PADA SAMPEL BAKTERI Pseudomonas fluorescens dan Ralstonia solanacearum

II. MATERI DAN METODE. Tempat pengambilan sampel daun jati (Tectona grandis Linn. f.) dilakukan di

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

Pengujian DNA, Prinsip Umum

III. BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE

1. Kualitas DNA total Udang Jari (Metapenaeus elegans De Man, 1907) Hasil. Tangkapan dari Laguna Segara Anakan, Cilacap, Jawa Tengah dengan

LAMPIRAN. Lampiran 1. Pembuatan Larutan Stok dan Buffer

BAB III METODE PENELITIAN. mengekstraksi DNA dari dari beberapa spesimen herbarium Rafflesia arnoldii

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

GAMBARAN RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP) GEN SITOKROM b DNA MITOKONDRIA DARI SEMBILAN SPESIES IKAN AIR TAWAR KONSUMSI DENNY SAPUTRA

MATERI DAN METODE. Materi

V. PEMBAHASAN Penyakit gugur buah kelapa dan busuk buah kakao merupakan penyakit penting secara ekonomi dan dipandang sebagai ancaman utama pada

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Isolasi Aktinomiset

METODE PENELITIAN. Survei dan Pendataan

Lampiran 1 Ekstraksi dan isolasi DNA dengan metode GeneAid

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

BIO306. Prinsip Bioteknologi

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup dari penelitian ini meliputi bidang ilmu sitogenetika.

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

Pengembangan penanda molekuler untuk deteksi Phytophthora palmivora pada tanaman kakao

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dasar dengan metode

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu

3 Metodologi Penelitian

PRAKTIKUM ISOLASI DNA DAN TEKNIK PCR

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998).

METODE. Materi. Tabel 1. Jumlah Sampel DNA yang Digunakan dan Asal Pengambilan Sampel Darah.

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA GENETIKA

METODE PENELITIAN. Tabel 2. Rincian pengambilan contoh uji baik daun maupun kayu jati

TOPIK HIDAYAT dan ANA RATNA WULAN ABSTRAK ABSTRACT

BAB III METODE PENELITIAN

Gambar Penerapan metode..., Anglia Puspaningrum, FMIPA UI, 2008

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

METODOLOGI. Gambar 1 Bahan tanaman : (a) Tetua IR64; (b) tetua Hawarabunar, dan (c) F 1 (IRxHawarabunar) c a b

SKRIPSI DETEKSI KEMURNIAN DAGING SAPI PADA BAKSO DI KOTA YOGYAKARTA DENGAN TEKNIK PCR-RFLP

III. MATERI DAN METODE. Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kakao (Theobroma cacao L.)

METODE Waktu dan Tempat Materi Sampel DNA Primer

MATERI DAN METODE. Materi

LAMPIRAN. Lampiran 1. Alur Kerja Isolasi Bakteri Endofit dari Batang dan Akar Tanaman Dara metode Radu & Kqueen (2002) yang dimodifikasi

LAMPIRAN. Lampiran 1. Sequence primer ISSR yang digunakan

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Sapi Perah FH

LAPORAN II (ISOLASI DNA GENOM)

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Penelitian dilakukan di Laboratorium Institute of Human Virology and

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan metode

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang bertujuan untuk

ANALISIS KERAGAMAN GENETIK MUTAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) HASIL PERLAKUAN MUTAGEN KOLKISIN BERDASARKAN PENANDA MOLEKULER RAPD

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

EKSTRAKSI DNA DAN AMPLIFIKASI ITS rdna ISOLAT FUNGI ENDOFIT LBKURCC67 UMBI TANAMAN DAHLIA (DAHLIA VARIABILIS)

Laporan Praktikum Isolasi DNA, Teknik PCR dan Elektroforesis Agarose

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

Laporan Praktikum Isolasi DNA, Teknik PCR dan Elektroforesis Agarose

Transkripsi:

Identifikasi Isolat Phytophthora asal Kelapa dengan Amplifikasi Fragment Length Polimorfis (AFLP) A.A. LOLONG Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain, Manado Jalan Raya Mapanget, Kotak Pos 1004 Manado 95001 Diterima 15 September 2010 / Direvisi 20 Oktober 2010 / Disetujui 30 November 2010 ABSTRAK Penyakit busuk pucuk dan gugur buah kelapa yang disebabkan oleh Phytophthora palmivora merupakan penyakit utama dan sangat berbahaya pada tanaman kelapa. Akibat yang ditimbulkan adalah tanaman mati dan buah gugur muda sehingga secara langsung produksi dapat turun. Identifikasi terhadap penyebab penyakit secara morfologi sangat terbatas dan perlu keterampilan. Analisa secara molekuler merupakan cara yang cukup baik dan akurat untuk mengidentifikasi dan mengkarakterisasi patogen penyebab penyakit khususnya isolat P. palmivora asal kelapa. Salah satu teknik analisis adalah AFLP yang mampu memberikan hasil keseragaman yang sangat akurat dan reprodusible. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengkarakterisasi isolat P. palmivora penyebab penyakit busuk pucuk dan gugur buah kelapa. Sebanyak 14 isolat P. palmivora asal kelapa telah dianalisis secara ITS-AFLP dan dilanjutkan dengan analisis AFLP dengan primer spesifik. Hasil identifikasi menunjukan bahwa 14 isolat yang diuji dengan primer ITS1/ITS4 memberikan profil pita pada ukuran 900 pasangan basa (pb) yang merupakan profil pita spesifik untuk P. palmivora. Seleksi primer sebanyak 16 kombinasi primer AFLP menunjukkan primer E, H dan Q memberikan hasil yang akurat, dan homolog sehingga baik untuk digunakan pada analisis AFLP. Hasil analisis AFLP untuk ke 14 isolat memberikan hasil keragaman pita yang sangat akurat. Kata kunci : Identifikasi, Phytophthora, Kelapa, AFLP. ABSTRACT Identification of Phytophthora Isolates from Coconut Origin Wite Amplification Fragment Length Polymorphic (AFLP) Coconut Bud rot and nutfall caused by Phytophthora palmivora fungus are the major and dangerous diseases of coconut palm. Nutfall of nuts and death of the palms leading to the reduction of coconut production are some of the consequences of the diseases. Morphologically identification of the causal agents is very limited and need certain skill. Molecular analysis is a good method to accurately identify characterize the disease causing pathogens especially Phytophthora originated from coconut palm. AFLP is one the accurate reproducible methods providing uniformnity results. The research aimed to identify and characterize Phytophthora isolate causing but rot a nutfall diseases. A total of 14 isolates was tested by its AFLP and then by AFLP with specific primers. The identification results showed that the 14 tested isolates with ITS1/ITS4 had band profile on the size of 900 base pairs (bp) which is a specific band profile for P. Palmivora. Of the 16 combinations specific primer of AFLP, indicated primers eg E, H, and Q gave accurate and homolog results that is good for AFLP analysis. AFLP analyses for 14 isolates of Phytophthora gave accurate results of the band diversity. Keywords :Identification, Phytophthora, Coconut, AFLP. Buletin Palma No. 39, esember 2010 181

A.A. Lolong PENDAHULUAN Penyakit busuk pucuk dan gugur buah kelapa yang disebabkan oleh Phytophthora palmivora merupakan penyakit utama karena dapat mematikan dan menurunkan produksi tanaman kelapa. Penyakit busuk pucuk menyerang bagian pucuk kelapa dan mengakibatkan tanaman mati sedangkan gugur buah menyerang buah muda sehingga buah muda gugur. Penyakit busuk pucuk dan gugur buah di Indonesia dilaporkan pertama kali pada saat pemerintah mengimpor benih kelapa hibrida PB 121 dari Afrika Barat dan ditanam pada beberapa propinsi sentra kelapa pada tahun 1977. Penanaman yang salah dan tanpa pengujian lapangan mengakibatkan timbulnya masalah-masalah terutama untuk penyakit seperti busuk pucuk, gugur buah dan pendarahan batang (Bennett et al., 1985, Sitepu dan Lolong, 1985). Kerugian ini berlanjut terus hingga saat ini penyakit busuk pucuk yang dulunya dilaporkan hanya menyerang kelapa hibrida dan genjah, namun sekarang telah menyerang kelapa Dalam seperti di sentra pertanaman kelapa di Propinsi Sulawesi utara, Sumatera Utara dan Sulawesi Tengah. Dampak serangan penyakit busuk pucuk banyak tanaman kelapa mati dan produksi menurun drastis di daerah tersebut (Darwis. 1992; Purwantara et al. 2004). Pengendalian terhadap penyakit ini masih terbatas pada tindakan pencegahan dengan cara eradikasi, penyuntikan fungisida dan penanaman kultivar tahan disamping itu sosialisasi tentang pentingnya usaha tani yang terpadu dengan memanfaatkan lahan dibawah kelapa dengan menanam tanaman sela yang bukan inang dari patogen penyebab penyakit busuk pucuk yakni Phytophthora palmivora. Usaha ini masih belum berhasil karena paket yang ada masih sulit dilaksanakan ditingkat petani. Genus Phytophthora terdapat sekitar 60 spesiesyang semuanya merupakan patogen tanaman sehingga genus ini dijuluki sebagai genus perusak tanaman. Phytophthora berkembang sangat baik pada daerah tropis seperti Indonesia (Drenth dan Guest, 2004). Pada tanaman kelapa pernah dilaporkan terdapat 3 species Phytophthora yang menyerang kelapa dan menyebabkan penyakit busuk pucuk dan gugur buah di Indonesia yakni P. arecae, P. nicotianae, dan P. palmivora, namun demikian dilaporkan bahwa P. palmivora dominan ditemukan. Spesies P. palmivora merupakan patogen pada lebih dari 150 jenis tanaman seperti kelapa, kakao, durian, karet, nangka, pepaya, jeruk, lada, vanili (Bennett et al., 1986; Drenth dan Guest, 2004). Hal ini memperlihatkan adanya spesifitas yang muncul pada spesies dan antara spesies Phytophthora dalam menginfeksi tanaman pada waktu yang bersamaan. Hal ini nampak terhadap kejadian penyakit dilapangan bahwa tidak pernah ditemukan pada satu tanaman adanya serangan penyakit busuk pucuk dan gugur buah pada waktu dan tanaman yang sama bersamaan walaupun penyebab penyakit sama yakni P. palmivora. Ketidakstabilan hasil yang diperoleh pada pengamatan dengan cara morfologi memberikan peluang untuk menggunakan teknologi molekuler untuk mengidentifikasi patogen penyebab penyakit. Motulo et al. (2007) mendapatkan hasil bahwa pengamatan karakter morfologi seperti diameter koloni serta panjang dan lebar sporangium menunjukkan bahwa populasi isolat asal kelapa berbeda dengan populasi isolat asal 182 Identifikasi Isolat Phytophthora asal Kelapa dengan Amplifikasi Fragment Length Polimorfis (AFLP)

Identifikasi Isolat Phytophthora asal Kelapa dengan Amplifikasi Fagment Length Polimorfis (AFLP) kakao. Sedangkan berdasarkan tipe koloni dan bentuk sporangium menunjukkan tidak ada perbedaan antara isolat asal kelapa dengan isolat asal kakao. Menurut Schlik (1994) dalam Motulo et al. (2007) bahwa pendekatan secara molekuler dapat menyediakan metode yang akurat untuk identifikasi patogen, mendeteksi keberadaan patogen, dan mendeteksi variasi antara spesies pada tingkat perubahan satu basa. Perkembangan teknologi molekuler pada beberapa tahun terakhir ini ada terdapat beberapa teknik analisis DNA yang digunakan untuk mengetahui variasi dalam dan antar spesies khususnya dari genus Phytophthora. Analisis ruas DNA-ITS ( Internal transcrip spacer) dari ribosomal DNA untuk mengkarakterisasi keragaman didalam spesies khususnya Phytophthora seperti RAPD, ITS-RFLP, Repetitif sequens dan saat ini dikembangkan AFLP ( Amplification Fragment Lenght Polymorphism). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakter isolat P. palmivora penyebab penyakit busuk pucuk dan gugur buah kelapa dengan teknik AFLP (Lolong et al., 1998; Chowdappa et al., 2003). BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di laboratorium Fitopatologi Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain pada bulan Pebruari sampai Agustus 2007. Isolat yang digunakan merupakan hasil koleksi yang dimiliki oleh kelti entomologi fitopatologi, yang disimpan dengan menggunakan media V8 jus padat dan media cair gliserin. Tahapan pekerjaaan meliputi : Penyiapan kultur, Ekstraksi DNA, Identifikasi profil DNA P.palmivora, dan analisis AFLP. Penyiapan kultur Sebanyak 14 isolat (Tabel 1) P. palmivora yang terdiri dari 8 isolat asal busuk pucuk, 5 isolat gugur buah kelapa dan 1 isolat asal tanah, ditumbuhkan kembali pada media V8 juice agar yang telah ditambahkan antibiotik (Rifampicin 10 ppm, Hyme-xazol 25 ppm, Ampicillin 250 ppm, Pimaricin 10 ppm dan Pentachloroni-trobenzen 10 ppm. Phytophthora yang tumbuh dimurnikan lagi pada media V8 sampai diperoleh biakan murni. Isolat-isolat yang sudah murni ditumbuhkan lagi pada medium V8 cair dalam tabung erlen meyer sebanyak 100 ml. Isolat tersebut dieltakkan pada alat shaker dengan kecepatan 100 rpm pada suhu ruangan selama 48-72 jam. Setelah itu miselium disaring dengan menggunakan kertas saring lalu dimasukkan kedalam eppendorf. Miselium tersebut disuspensikan dengan menambahkan sebanyak 500 ul larutan TE bufferdan disimpan pada suhu 20 C atau dapat langsung digunakan untuk ekstraksi DNA. Ekstraksi DNA DNA total jamur P. palmivora diekstraksi dari miselium kering yang dipanen dengan mengikuti gabungan metode Raeder dan Broda (1984) dan Cenis (1992), miselium kering dihancurkan dengan menambahkan nitrogen cair dan tumbuk sampai halus dalam mortal. Miselium yang telah hancur dimasukkan pada eppendorf uk. 1.5 ul dan dicuci dengan 500 µl TE buffer (10mM Tris; 1mM EDTA; ph 8.0) kemudian disentrifus dengan kecepatan 15.000 rpm selama 15 menit dan tuangkan supernatannya (TE buffernya) pada wadah lain dan selanjutnya Buletin Palma No. 39, Desember 2010 183

A.A. Lolong Tabel 1. Daftar 14 isolat Phytophthora palmivora asal kelapa Table 1. List of 14 Phytophthora palmivora isolates originated from coconut. No Kode isolate Asal isolate Isolat code Isolat origin 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 99 P 29 99 P 30 99 P 31 99 P 35 99 P 49 99 P 59 99 P 81 99 P 85 94 P 26 94 P 63 94 P 66 98 P 02 98 P 05 94 P 03 Kelapa, gugur buah/ Coconut nutfall Kelapa, busuk pucuk/ Coconut nutfall Tanah Kelapa, gugur buah/ Coconut nutfall Kelapa, gugur buah/ Coconut nutfall Kelapa, gugur buah/ Coconut nutfall Kelapa gugur buah/ Coconut nutfall miselium basah disuspensikan kembali dengan 300 ul larutan ekstraksi (200nM Tris ph8.5; 250mM NaCl; 25mM EDTA; 0.5% SDS). Suspensi miselium dihancurkan dengan menggunakan grinder ( ) dan dikocok sampai dengan sentrifus selama 15 menit dengan kecepatan 13500 rpm untuk memisahkan supernatant dan pellet. Hisap secara hati-hati supernatannya dan diusahakan pellet DNA tidak rusak. Cuci pellet DNA dengan 300 µl etanol 70% dan sentrifus pada 13000 rpm selama 5 menit, buang supernatannya dan keringkan DNA dalam desicator. Selanjutnya encerkan DNA dengan menambahkan sebanyak 100 µl TE buffer dan simpan DNA pada -20ºC bila belum akan digunakan. conical grinder Identifikasi profil DNA P.palmivora homogen. Langkah selanjutnya adalah berdasarkan ITS-RFLP menambahkan sebanyak 150 ul 3M Na asetat (ph5.2), kocok sampai merata dan Sebanyak 50 µl total volume PCR ditempatkan dalam freezer (-20ºC) reaksi ( 45 µl campuran buffer dan 5 µl selama 10 menit dan setelah itu disentrifus pada kecepatan 13000 rpm selama DNA yang telah diencerkan). DNA hasil ekstraksi diamplifikasi dengan teknik 10 menit. Panen supernatant dan tempatkan PCR menggunakan primer ITS1 pada ependorf yang baru. Setelah (TCCGTAGGTGAACCTGCGG) dan itu dicampurkan isopropanol yang ITS4 (TCCTCCGCTTATTGATATGC) dingin dengan volume yang sama, kocok sampai merata dan masukkan dalam freezer selama 10 menit dan dilanjutkan dengan volume akhir setiap reaksi 50 µl yang terdiri dari ( dntp 0,2mM, PCR buffer 1X buffer (2,5 µl), primer masingmasing 50pmol, enzim Tth 5U, air steril (PCR grade) 30,75 µl dan DNA 5 ng (5 µl). Amplifikasi DNA menggunakan mesin PCR Hybaid berlangsung dengan tahapan sebagai berikut: praamplifikasi selama 4 menit pada suhu 94ºC, pemisahan utas 1 menit temperature 94ºC, penempelan primer 1 menit suhu 55ºC, sintesis DNA 1.5 menit pada suhu 184 Identifikasi Isolat Phytophthora asal Kelapa dengan Amplifikasi Fragment Length Polimorfis (AFLP)

Identifikasi Isolat Phytophthora asal Kelapa dengan Amplifikasi Fagment Length Polimorfis (AFLP) 72ºC, dan pasca amplikasi 5 menit. Reaksi PCR dilakukan sebanyak 34 siklus. Produk DNA hasil amplifikasi PCR (500ng) dipotong dengan tiga enzyme yaitu Hinf1 (20U) dan diinkubasikan selama 16 jam pada suhu 37 C. Jumlah isolat yang digunakan hanya 4 isolat (99P30, 99P35, 94P26 dan 94P03) yang diseleksi dari asal isolat Hasil pemotongan dengan enzym restriksi dipisahkan dalam gel agarose (2.5%) dan divisualisasikan pada UV transaluminator dan fragmen diukur dengan DNA ladder 100 bp. Pada pengujian ini hanya digunakan pada 4 isolat saja. Analisis AFLP Analisis Amplified Fragmen Length Polymorphism (AFLP), isolat P. palmivora dilakukan sesuai dengan metode Muller et al. (1996) DNA genomik P. palmivora (500 ng) DNA jamur dipotong dengan enzyme restriksi Pst1 dan diligasikan (20 unit), selanjutnya dilanjutkan dengan proses presipitasi dan diikuti dengan proses amplifikasi dengan adaptor A pada mesin PCR pada suhu 37 C selama 4 jam dan preamplifikasi pada 94 C selama 4 menit untuk awal denaturasi diikuti oleh 34 siklus untuk denaturasi 1 menit pada 94 C, annealing selama 1 menit pada suhu 60 C, ekstensi untuk 1,5 menit pada 72 C dan langkah akhir perpanjangan 5 menit pada 72 C. Produk pra-amplifikasi PCR kemudian diencerkan 1: 100 dalam TE buffer untuk dapat digunakan pada analisa selanjutnya dengan mencoba sebanyak 16 primer. Seleksi primer ini dilakukan untuk mendapatkan primer yang cocok. Produk PCR dielektroforesis dalam 2% agarosa gel dalam buffer TBE selama 6 jam, dan divisualisasikan di bawah sinar UV setelah pewarnaan dengan etidium bromida. HASIL DAN PEMBAHASAN ITS-RFLP analisis untuk konfirmasi spesies Amplifikasi terhadap 14 isolat patogen penyebab penyakit busuk pucuk dan gugur buah kelapa yang dikoleksi dari sumber yang berbeda yaitu busuk pucuk, gugur buah dan tanah dengan pasangan primer ITS1 dan ITS4 primer menghasilkan fragmen DNA tunggal dengan ukuran sekitar 900 pasangan basa (pb) (Gambar 1). Angka ini mengindikasikan bahwa profil DNA P. palmivora berada pada ukuran standar dengan primer spesifik ITS1-ITS4 berada pada ukuran 900 pasangan basa dan dapat membedakan dengan species lain. Lolong (2002) mendapatkan bahwa profil pola pita DNA P. palmivora penyebab penyakit busuk pucuk dan gugur buah kelapa dengan primer ITS1/ITS4 berada pada posisi 900 pasang basa. Demikian juga Darmono et al. (2006) mendapatkan bahwa primer ITS4/ITS5 dapat mengaplifikasi semua isolat sampel dengan ukuran fragmen yang berbeda. Isolat P. palmivora dan P. capsici memiliki ukuran fragmen sama yang diperkirakan 900 pb. Motulo et al. (2007) menyimpulkan bahwa identifikasi secara morfologi dan molekuler dengan teknik PCR menggunakan primer ITS4 dan ITS5 berhasil mengamplifikasi DNA P. palmivora sebesar 900 pb. Buletin Palma No. 39, Desember 2010 185

A.A. Lolong Tabel 2. Daftar 16 primer yang diseleksi untuk analisis AFLP. Table 2. List of 16 primers selected for AFLP analysis. No Kode primer Sekuen basa Primer code Base sequence 1 AFLP-A GAC TGC GTA CAT GCA GGT 2 AFLP-B GAC TGC GTA CAT GCA GGA 3 AFLP-C GAC TGC GTA CAT GCA GGC 4 AFLP-D GAC TGC GTA CAT GCA GAC 5 AFLP-E GAC TGC GTA CAT GCA GAG 6 AFLP-F GAC TGC GTA CAT GCA GCG 7 AFLP-G GAC TGC GTA CAT GCA GAA 8 AFLP-H GAC TGC GTA CAT GCA GAT 9 AFLP-I GAC TGC GTA CAT GCA GTA 10 AFLP-J GAC TGC GTA CAT GCA GTT 11 AFLP-K GAC TGC GTA CAT GCA GTG 12 AFLP-L GAC TGC GTA CAT GCA GTC 13 AFLP-M GAC TGC GTA CAT GCA GGG 14 AFLP-N GAC TGC GTA CAT GCA GCA 15 AFLP-O GAC TGC GTA CAT GCA GCT 16 AFLP-P GAC TGC GTA CAT GCA GCC Gambar 1. Hasil amplifikasi ITS-DNA beberapa isolat P. palmivora menggunakan sepasang primer ITS1 dan ITS4. Lajur 1 dan 16 penanda DNA (1 kb), lajur 2-15 isolat P. palmivora (urutan isolat sesuai pada tabel 1). Figure 1. DNA-ITS amplification result of several isolates of P. Palmivora using a pair of ITS1/ITS4 primers. Line 1 and 16 DNA size standar (1kb), line 2 to 15 P. palmivora isolates. Analisis lanjut dengan mengdigesti dengan enzim Hinf1 menghasilkan pola fragmen yang berukuran 300 260 180 160 pasangan basa (pb) (Gambar 2). Analisis dilakukan hanya untuk 4 isolat yang terdiri dari 2 isolat busuk pucuk 2 isolat gugur buah yang didasarkan pada hasil analisis ITS yang menghasilkan pola pita serangam pada 900 pb. Keseragaman hasil identifikasi fragmen yang diperoleh terhadap isolat yang dianalisa mengambarkan bahwa kemurnian isolat adalah P. palmivora 186 Identifikasi Isolat Phytophthora asal Kelapa dengan Amplifikasi Fragment Length Polimorfis (AFLP)

Identifikasi Isolat Phytophthora asal Kelapa dengan Amplifikasi Fagment Length Polimorfis (AFLP) Gambar 2. Hasil pembatasan dengan enzym Hinf1 Figure 2. Results restriction with enzymes Hinf1 sehingga untuk pengujian lanjut dapat dilaksanakan untuk melihat kemungkinan penerapan analisis AFLP untuk isolat P. palmivora asal kelapa. Penelitian dimulai dengan menyeleksi sebanyak 16 kombinasi spesifik primer untuk analisis AFLP. Hasil uji terhadap 16 spesifik primer untuk analisis AFLP diperoleh hasil bahwa primer spesifik E, H dan Q memberikan hasil fragmen yang akurat dan sangat seragam. Namun demikian pada pengujian lanjut untuk 14 isolat hanya digunakan primer E (GAC TGC GTA CAT GCA GAG) dan memberikan hasil yang akurat (Gambar 3). Hasil ini menunjukkan bahwa ada terdapat 4 isolat (99P85, 94P26, 98P02 dan 98P05) Gambar 3. Hasil analisis AFLP fragmen DNA dengan primer E spesifik Figure 3. Results AFLP analysis of DNA fragments with specific primers E Buletin Palma No. 39, Desember 2010 187

A.A. Lolong yang memberikan profil yang berbeda. Perbedaan ini tidak nampak pada pengujian dengan ITS1/ITS4 dan nampak pada analisis AFLP karena analisis AFLP sangat spe-sifik dan akurat terutama pada tingkat kekerabatan dalam isolat. Identifikasi ini dapat pula dilanjutkan pada tingkat kekerabatan perisolat serta patogenisitas tiap isolat. Hal ini penting karena ke empat isolat yang menunjukkan perbe-daan ini berasal dari gugur buah (99P85, 94P26) dan busuk pucuk (98P02, 98P05). Gambar berikut ini hasil pengujian dengan primer spesifik E untuk analisis AFLP. Analisis AFLP dengan primer khusus E sebelumnya telah digunakan oleh Chowdappa et al. (2003) dengan menganalisis sebanyak 20 isolat Phytophthora pada kakao, pinang dan karet. Pembuktian lanjut diperoleh juga bahwa P.arecae pada tanaman tersebut yang diidentifikasi secara morfologi ternyata adalah P. palmivora. Semua isolat P. palmivora dari kakao dan kelapa untuk P. arecae menunjukkan pola yang identik. KESIMPULAN Primer ITS1/ITS4 dapat mengamplifikasi semua isolat P. palmivora asal kelapa dengan ukuran fragmen berukuran 900 pasangan basa (pb). Primer E merupakan primer spesifik untuk analisis AFLP terhadap isolat P. palmivora asal kelapa. 14 isoalt P. palmivora penyebab penyakit busuk pucuk dan gugur buah kelapa yang dikoleksi dari busuk pucuk, gugur buah dan tanah dapat dianalisis dengan teknik analisis AFLP. Terdapat empat isolat P. palmivora memberikan profil yang berbeda dalam analis AFLP dengan primer E. DAFTAR PUSTAKA Bennett CPA, Sitepu, Roboth O. 1985. Aspects of the controll of premature nutfall disease of coconut, Cocos nucifera L., caused by Phytophthora palmivora (Butler). Coconut Plant Protection Seminar, Bogor, 8-10 May 1985, 29p. Bennett CPA, Roboth O, Sitepu G, Lolong A. 1986. Pathogenicity of Phytophthora palmivora (Butler) Butler causing premature nutfall disease of coconut ( Cocos nucifera L.). Indonesian journal of Crop Science, 2 (2): 59-70. Canis JL. 1992. Rapid extraction of Fungal DNA for PCR amplifycation. Nucleic Acid, 20:2380. Chowdappa P, Brayford D, Smith J, dan Flood J. 2003. Identity of Phytophthora associated with arecanut and its relationship with rubber and cardamom isolates based on RFLP of PCR-amplified ITS regions of rdna and AFLP fingerprints. Scientific Correspondence. Current Science, Vol. 85, No.5. p585-587 Darwis SN. 1992. Phytophthora in relation to climate and coconut cultivar. Paper presented at coconut Phytophthora workshop, Manado, Indonesia. Darmono TW, Jamil I, Santosa DA. 2006. Pengembangan penanda molekuler untuk deteksi Phytophthora palmivora pada tanaman kakao. Menara Perkebunan 72 (2), 87-96. Drenth A dan Guest DI. 2004. Phytophthora in the Tropics. In. 188 Identifikasi Isolat Phytophthora asal Kelapa dengan Amplifikasi Fragment Length Polimorfis (AFLP)

Identifikasi Isolat Phytophthora asal Kelapa dengan Amplifikasi Fagment Length Polimorfis (AFLP) Diversity and management of Phytophthora in Southeast Asia. ACIAR Monograph No. 114, 238p. Foster H, Kinscherf TG, Leong SA, Maxwell DP. 1987. Mplecular analysis of the mitochondrial genome of Phytophthora. Current Genetic. 12: 215-218. Lolong A, Smith JJ dan Holderness M. 1998. Characterisation of Phytophthora diseases of coconut in Indonesia. Paper presented at International congress of planr pathology, Edinburg, Scotland. Paper number 3.7.87. Lolong A. 2002. Analisis profil DNA Phytophthora palmivora kelapa dengan reaksi rantai polymerase (RRP). Buletin Palma Nomor 28, Juni 2002. p12-17. Motulo HFJ, Sinaga MS, Hartana A, Gede Suastika, Aswidinoor H. 2007. Karakter morfologi dan molekuler isolate Phytophthora palmivora asal kelapa dan kakao. Jurnal Peneltian Tanaman Industri Volume 13 No. 3 p111-118. Muller UG, Lipari SE, dan Milgroom, MG. 1996. Amplified fragment leght polymorphism (AFLP) fingerprinting of symbiotic fungi cultured by fungus-growing ant Cyphomyrmex minutus. Molecular Ecology, 5: 119-122. Raeder U dan Broda P. 1985. Rapid preparation of DNA from filamentous fungi. Lett. Appl. Microbiol. 1: 17-20. Purwantara A, Manohara D, dan Warokka JS. 2004. Phytophthora diseases in Indonesia. In. Diversity and management of Phytophthora in Southeast Asia. ACIAR Monograph No. 114, 238p Umaya A. 2004. Keragaman genetic P. plamivora pada kakao di Indonesia berdasarkan pendekatan molekuler. Disertasi. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Buletin Palma No. 39, Desember 2010 189