PENGARUH BIOAKTIVATOR MOL TAPAI PADA PROSES PENGOMPOSAN LIMBAH LUMPUR KELAPA SAWIT YANG DISTERILKAN

dokumen-dokumen yang mirip
Pemanfaatan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Sebagai Kompos Dengan Variasi Penambahan Dosis Abu Boiler Serta Penggunaan Bioaktivator EM-4

Pengaruh Variasi Tinggi Tumpukan Pada Proses Pengomposan Limbah Lumpur Sawit Terhadap Termofilik

Niken Wijayanti, Winardi Dwi Nugraha, Syafrudin Jurusan Teknik Lingkungan,Fakultas Teknik,Universitas Diponegoro

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

PENGOMPOSAN K1UDGE HASIL PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PT

Pengomposan limbah lumpur dan serat buah kelapa sawit pada kondisi steril dan tidak steril menggunakan Mikroorganisme Lokal (MOL)

Ardhi Ristiawan, Syafrudin, Ganjar Samudro Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro. Abstract

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH UKURAN BAHAN TERHADAP KOMPOS PADA PEMANFAATAN TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

Pengaruh Effective Microoganisme (EM-4)Sebagai Bioaktivator Terhadap Kualitas Kompos Berbahan Dasar Limbah Padat Pabrik Minyak Kelapa Sawit

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

SKRIPSI. Disusun Oleh: Angga Wisnu H Endy Wisaksono P Dosen Pembimbing :

PENGARUH KADAR AIR TERHADAP HASIL PENGOMPOSAN SAMPAH ORGANIK DENGAN METODE COMPOSTER TUB

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC

PENDAHULUAN. Sedangkan pads Bokashi Arang Sekam setelah disimpan selama 4 minggu C/N rationya sebesar 20.

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

Aisyah Azka Hidayati, Winardi D.N, Syafrudin

PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI AKTIVATOR DALAM PROSES PENGOMPOSAN SEKAM PADI (Oryza sativa)

PENGGUNAANAK TIVATOR KOMPOS SAMPAH ORGANIK RUMAH. Muchsin Riviwanto dan Andree Aulia Rahmad (Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang)

OPTIMASI PRODUKSI PUPUK KOMPOS TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (TKKS) DAN APLIKASINYA PADA TANAMAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Kata kunci: jerami padi, kotoran ayam, pengomposan, kualitas kompos.

I. PENDAHULUAN. Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di

Pemanfaatan Lindi sebagai Bahan EM4 dalam Proses Pengomposan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

Elysa Dwi Oktaviana Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M. Eng. Ir. Nuniek Hendrianie, MT L/O/G/O

PEMANFAATAN LIMBAH LUMPUR (SLUDGE) WASTEWATER TREATMENT PLANT PT.X SEBAGAI BAHAN BAKU KOMPOS

Pengaruh Konsentrasi Nitrogen terhadap Pengomposan Serat Buah Sawit dengan Teknologi Biofertilizer

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

PEMBUATAN KOMPOS DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH PADAT ORGANIK (SAMPAH SAYURAN DAN AMPAS TEBU)

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. limbah, mulai dari limbah industri makanan hingga industri furnitur yang

PETUNJUK TEKNIS PENGOMPOSAN LIMBAH ORGANIK DENGAN MENGGUNAKAN BIOAKTIVATOR SUPERDEC DAN ORGADEC

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

PENUNTUN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PETERNAKAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu.

PEMANFAATAN LUMPUR AKTIF DAN EM4 SEBAGAI AKTIVATOR DALAM PROSES PENGOMPOSAN LIMBAH KULIT BAWANG DENGAN SLUDGE

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN BAKU KOMPOS (SAMPAH ORGANIK PASAR, AMPAS TAHU, DAN RUMEN SAPI) TERHADAP KUALITAS DAN KUANTITAS KOMPOS

TINJAUAN PUSTAKA. produksi dan mutu kelapa sawit mengingat tanaman kelapa sawit baru akan

hubungan rasio O'N dan parameter pendukung tiap reaktor. Hasil penelitian ini

KEMAMPUAN KOTORAN SAPI DAN EM4 UNTUK MENDEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DAN NILAI EKONOMIS DALAM PENGOMPOSAN

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara

Pembuatan Kompos Limbah Organik Pertanian dengan Promi

PENGARUH PENAMBAHAN BERBAGAI JENIS STARTER PADA PROSES PENGOMPOSAN ECENG GONDOK Eichhornia Crassipes (MART.) SOLMS.

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT PISANG BARANGAN SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN PUPUK CAIR

Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT (SLUDGE) PABRIK PULP DAN PAPER

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kompos Ampas Aren. tanaman jagung manis. Analisis kompos ampas aren yang diamati yakni ph,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metoda

LABORATORIUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

HASIL DAN PEMBAHASAN

CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH KADAR AIR TERHADAP PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH ORGANIK DENGAN METODE TAKAKURA

BAB III METODE PENELITIAN. mengetahu, parameter yang berperan dalam komposting yang meliputi rasio C/N. ph. dan suhu selama komposting berlangsung.

BAB 4. METODE PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kompos (Green House ) Fakultas

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung Manis. Tanaman jagung manis diklasifikasikan ke dalam Kingdom Plantae (Tumbuhan),

PERBEDAAN FISIK DAN KIMIA KOMPOS DAUN YANG MENGGUNAKAN BIOAKTIVATOR MOL DAN EM 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Materi

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizi cukup, nilai ekonomis tinggi serta banyak digunakan baik untuk

MATERI DAN METODE. Prosedur Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

PENGARUH PENAMBAHAN KOTORAN AYAM DAN MIKROORGANISME M-16 PADA PROSES PENGOMPOSAN SAMPAH KOTA SECARA AEROBIK

PENGOMPOSAN JERAMI. Edisi Mei 2013 No.3508 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian

TINJAUAN PUSTAKA II.

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

UPAYA MEMPERCEPAT PENGOMPOSAN PELEPAH DAUN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis) DENGAN BERBAGAI MACAM AKTIVATOR

PEMANFAATAN LUMPUR AKTIF DAN EM4 SEBAGAI AKTIVATOR DALAM PROSES PENGOMPOSAN LIMBAH KULIT BAWANG DENGAN SLUDGE

Pupuk Organik dari Limbah Organik Sampah Rumah Tangga

Skripsi Sarjana Kimia. Oleh : MUTIARA RAHAYU

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi pemakaian pestisida. Limbah padat (feses) dapat diolah. menjadi pupuk kompos dan limbah cair (urine) dapat juga diolah

BAB IV. METODE PENELITIAN

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Data pengukuran kompos limbah pertanian (basah) dan sampah kota. Jerami Padi 10 3,94 60,60. Kulit Pisang 10 2,12 78,80

METODOLOGI PENELITIAN

EFEKTIFITAS DOSIS EM4 (Effective Microorganism) DALAM PEMBUATAN PUPUK CAIR DARI SAMPAH ORGANIK

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Persiapan Bahan Baku

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Perubahan Fisik. mengetahui bagaimana proses dekomposisi berjalan. Temperatur juga sangat

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung manis merupakan tanaman yang sangat responsif terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGOMPOSAN SEKAM PADI MENGGUNAKAN SLURRY DARI FERMENTASI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

I. PENDAHULUAN. kebutuhan unsur hara tanaman. Dibanding pupuk organik, pupuk kimia pada

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator

Transkripsi:

PENGARUH BIOAKTIVATOR MOL TAPAI PADA PROSES PENGOMPOSAN LIMBAH LUMPUR KELAPA SAWIT YANG DISTERILKAN Novia Eka Putri (1), Elvi Yenie (2) Syarfi Daud (3) 1) Mahasiswa Program Studi Teknik Lingkungan, 2,3) Dosen Teknik Lingkungan Laboratorium Pengendalian dan Pencegahan Pencemaran Lingkungan Program Studi Teknik Lingkungan S1,Fakultas Teknik Universitas Riau Kampus Bina Widya jl. HR soebrantas Km12,5 Simpang Baru, Panam Pekanbaru 28293 email. noviaekaputri19@gmail.com ABSTRACT Natural composting process takes a long time so many products developed bio-activator such as Mol. This study aims to determine the effect of concentration of activators Mol Tapai on the quality of the compost produced. Composting methods do facultative. Composting is done in the reactor to the size of the reactor used with d1 = 28 cm; d2 = 28 cm; t = 40 cm; air exchange hole diameter of 1 cm to 5 cm distance between holes. Variables used are sterile compost raw material variation and non-sterile as well as variations in the number of Mol Tapai is 200 ml, 250 ml, and 300 ml each treatment. Composting research results with a variety of raw materials by variation Mol fermented sterile 250 ml obtain C / N ratio and a high of 11.35% in non-sterile raw material variation with 250 ml Mol variation of 10.67%, which is in accordance with SNI 19-7030 -2004 about the specifics of mature compost. Keywords: Mol Tapai, palm oil sludge, compost 1. Pendahuluan Di Indonesia, tanaman kelapa sawit merupakan tanaman yang banyak dikebunkan oleh perusahaan-perusahaan besar, baik pemerintah maupun swasta. Salah satu contohnya wilayah yang memiliki lahan kelapa sawit yang cukup luas adalah Riau. Pesatnya pertumbuhan kebun kelapa sawit di provinsi Riau merupakan implikasi dari kebijakan perkebunan nasional yang terus mendorong berkembangnya perkebunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sampai awal tahun 2012, luas perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau telah mencapai luas 2,1, juta ha. Sekitar 51 % atau + 1,1 juta ha merupakan kebun sawit rakyat (Statistik Perkebunan Riau, 2012). Luas perkebunan perusahaan negara mencapai 79.546 hektar, luas perkebunan swasta mencapai 906.978 hektar. Limbah padat pabrik kelapa sawit dikelompokan menjadi dua yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan dan yang berasal dari basis pengolahan limbah cair. Limbah padat yang berasal dari proses pengolahan berupa Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS), cangkang atau tempurung, serabut atau serat, sludge atau lumpur, dan bungkil. Lumpur sawit merupakan limbah yang dihasilkan selama proses pemerasan dan ekstraksi minyak. Kandungan unsur hara yang berasal dari limbah lumpur kelapa sawit sekitar 0,4 % (N), 0,029 sampai 0,05 % (P2O5), 0,15 sampai 0,2 % (K2O) (Astianto, 2012). Jom F TEKNIK Volume 4 No. 1 Februari 2017 1

Serat(fiber) kelapa sawit merupakan limbah padat yang berasal dari ampas perasan buah kelapa sawit yang diambil minyaknya pada stasiun pengepresan proses pengolahan kelapa sawit. Menurut Setyorini (2006) kompos merupakan bahan organik, seperti daundaunan, jerami, alang-alang, rumputrumputan, dedak padi, batang jagung, sulur, carang-carang, limbah serta kotoran hewan yang telah mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme pengurai, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah. Proses pegomposan juga dapat dipercepat dengan perlakuan tertentu, sehingga menghasilkan kompos yang berkualitas dalam waktu singkat yaitu dengan pemberian aktivator. Pengomposan dengan menggunakan bantuan aktivator Mol tapai yang didalamnya mengandung mikroba pengurai seperti kapang, actinomycetes, khamir dan bakteri dan lailain pada bahan baku kompos sehingga proses pelapukan dan penguraian bahanbahan organik dalam limbah organik menjadi lebih cepat (Suryati, 2011). Tujuan penelitian ini adalah mengkonversi limbah lumpur dan serat (fiber) pabrik kelapa sawit menjadi kompos, dan mengamati pengaruh pengggunaan aktivator Mol terhadap bahan baku kompos yang disterilkan. 2. Metodologi 2.1 Alat dan Bahan yang digunakan 2.1.1 Alat Alat yang digunakan antara lain : komposter (ember yang diberi lubang di sekelilingnya dengan diameter 1cm dan jarak antar lubang 5cm), sekop, timbangan, sprayer, ph meter, termometer, gelas arloji, labu takar, gelas beker, pipet ukur, erlenmeyer, oven,,autoclav, desikator, pemanas, spektrofotometer dan AAS. 2.1.2 Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari lumpur kelapa sawit dan serat (fiber) PT Perkebunan Nusantara V (PTPN V) Sei Galuh Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar, aktivator Mol tapai,sampah pasar, serta bahan-bahan kimia untuk analisis. 2.2 Variabel penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel tetap dan variabel bebas. Variabel bebas adalah variasi bahan baku kompos yang steril dan variasi volume mol yang digunakan 200 ml, 250 ml, dan 300 ml dari berat total campuran bahan baku kompos. sedangkan untuk varibel tetap yaitu: a. Komposisi lumpur sawit seberat 10 kg, serat (fiber) 2kg yang diseragamkan ukurannya dengan diameter lobang pengayakan yang digunakan adalah 2,36 mm tiap rektor dan sampah pasar yang digunakan sebanyak 2 kg. b. Ukuran diameter (d) reaktor, d1=28 cm; d2=30 cm; t=40cm; diameter lubang pertukaran udara 1 cm dengan jarak antar lubang 5 cm (Ristiawan, 2012). c. Pembalikan dilakukan setiap satu minggu sekali (Arumsari,2012). d. Proses pengomposan dilakkan selama 21 hari 2.4 Percobaan Pendahuluan Percobaan pendahuluan dilakukan dengan mengukur kandungan unsur hara (C-Organik, N-total, rasio C/N, ph, suhu, dan kadar air pada limbah lumpur kelapa sawit yang dilakukan di laboratorium Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau. Jom F TEKNIK Volume 4 No. 1 Februari 2017 2

2.5 Percobaan Utama Prosedur kerja percobaan utama pada penelitian ini adalah : a. Dimasukkan 10 kg lumpur kelapa sawit, 2 kg serat(fiber) yang telah diseragamkan ukurannya dengan diameter lobang pengayakan yang digunakan adalah 2,36 mm dan sampah pasar yang digunakan sebanyak 2 kg ke dalam 3 komposter yang limbahnya telah disterilkan menggunakan autoclav terlebih dahulu. 3. Hasil dan pembahasan 3.1 Uji pendahuluan b. Ditambahkan larutan mol sebanyak 200 ml, 250 ml dan 300 ml tiap masingmasing reaktor. c. Dilakukan pengadukan agar bahan tercampur secara merata d. Suhu dan ph diukur setiap hari. e. Pembalikan dilakukan setiap satu minggu sekali (Arumsari, 2012), f. Pada hari ke-21 kompos siap di panen dan kemudian di ukur kandungan unsur hara rasio C/N dan wujud fisik kompos Tabel 3.1 Uji Pendahuluan Sampel NO Parameter Satuan Limbah lumpur kelapa sawit Serat (fiber) SNI 19-7030-2004 1 Karbon (C) % 8,16* 11,25 9,8-32 2 Kadar Nitrogen % 1,1 2,219 >0,4 3 Rasio C/N % 7,35* 5,07* 10-20 Keterangan : * : Tidak memenuhi baku mutu Pada tabel 3.1 dapat dilihat bahwa unsur karbon yang terkandung dalam lumpur sawit 8,16% sedangkan pada serat fiber 11,25%. Karbon pada lumpur kelapa sawit belum memenuhi standar SNI 19-7030-2004. Peningkatan karbon pada 3.2 Hasil Uji Analisa Kualitas Kompos proses pengomposan dapat dilakukan dengan penambahan sampah pasar karena kandungan karbon pada sampah pasar cukup tinggi mencapai 37,25%(Hidayati, 2012). Tabel 3.2 Uji Analisa Kualitas Kompos Kualitas Kompos NO Parameter Satuan bahan baku steril dengan Mol 250ml SNI 19-7030-2004 1 Kadar Nitrogen % 0,79 >0,4 2 Karbon (C) % 11,67 9,8-32 3 Rasio C/N % 11,35 10-20 Jom F TEKNIK Volume 4 No. 1 Februari 2017 3

Karbon Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, kandungan C-organik tertinggi didapatkan pada kompos yang steril dengan variasi Mol 250 ml yaitu sebesar 11,67% dapat dilihat pada tabel, menurut Shahila (2012) karena proses penguraian Nitrogen Kandungan N-total pada kompos dengan aktivator Mol tapai variasi 250 ml dengan bahan baku steril sudah memenuhi standar persyaratan kompos menurut SNI 19-730-2004. Dari hasil penelitian menujukkan variasi bahan baku kompos steril dengan variasi Mol sebanyak 250 ml menunjukkan nilai 0,79 % dapat dilihat pada tabel 3.2. Hal ini terjadi karena kenaikan nitrat pada kompos saat proses mineralisasi nitrogen yaitu perubahan nitrogen anorganik menjadi nitrogen organik dengan bantuan enzim yang dihasilkan mikroba dalam bioaktivator. ph Hasil pemantauan ph pada proses pengomposan dapat dilihat pada gambar 3.1 bahwa pada semua variasi kompos yang berbahan baku steril dengan semua variasi Mol tapai mengalami penurunan ph di awal proses pengomposan. Pada kompos bahan baku steril dengan dengan variasi Mol 200ml ph optimum yang dicapai adalah 7,6 pada hari ke-6 seterusnya pada variasi kompos bahan baku steril dengan variasi Mol 250ml ph optimum pada hari ke-6 yang dicapai yaitu 8,2 dan pada variasi kompos bahan baku kompos steril dengan Mol karbon selama proses pengomposan yang disebabkan dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme dimana karbon dikonsumsi sebagai sumber energi dengan membebaskan CO2 dan H2O untuk proses aerobik sehingga konsentrasi karbon berkurang. Rasio C/N Pada pengujian hasil rasio C/N, diperoleh variasi kompos steril dengan aktivator Mol tapai 250ml adalah 11,35% dapat dilihat bahwa hasil uji kompos ini sudah memenuhi persyaratan kompos matang berdasarkan SNI 19-7030-2004 mengenai spesifikasi kompos matang adalah dalam kisaran 10-20. Hal ini menunjukkan bahwa proses pengomposan berjalan dengan baik. Pada penelitian yang dilakukan Suswardany (2006), menyatakan bahwa penambahan aktivator dapat mempercepat proses pengomposan karena rasio C/N akan lebih cepat turun (kompos cepat matang) pada bahan dasar kompos yang memiliki kandungan nitrogen yang cukup atau mendapat tambahan nitrogen. 300ml ph optimumnya adalah 7,9 dicapai pada hari ke-6. Hal ini sesuai dengan Noor, dkk (2006), dimana setelah menuju ph tertinggi, ph akan menurun kembali menuju netral. Pada fase ini terjadi proses nitrifikasi oleh bakteri yaitu mengubah amonia menjadi nitrat. Pola perubahan ph telah sesuai dengan Tchobanoglous (1993). Semakin tinggi kadar air pada tumpukan kompos, maka ph akan naik, sedangkan saat kadar air turun ph akan mengalami penurunan hingga ph netral (Wahyono dkk, 2003). Jom F TEKNIK Volume 4 No. 1 Februari 2017 4

8.4 8.2 8.0 7.8 7.6 7.4 7.2 7.0 6.8 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 hari ke ph Kompos Steril volume Mol 200 ml volume Mol 250 ml volume Mol 300ml Gambar 3.1 Profil ph Kadar Air Hasil pengukuran kadar air pada minggu ke 1 pada kompos steril hasil pengukurannya yaitu Mol 200 ml yaitu 39,03% seterusnya pada bahan baku steril dengan Mol 250 ml yaitu 41,67% dan pada kompos bahan baku steril dengan Mol 300 ml yaitu 41,32%. Kadar air optimal dalam proses pengomposan yaitu 40 60% (Alex, 2012). Dapat dilihat pada gambar 3.2 bahwa pada proses pengomposan dihari ke-7 dan hari ke-14 kadar air yang dicapai cenderung meningkat karena telah dilakukannya proses pembalikan pada tiap komposter. Kadar air pada kompos steril dengan Mol 200 ml pada hari ke-7 dan 14 yaitu 41,14% dan 40,34% kemudian pada akhir proses pengomposan kadar air turun menjadi 38,34%. Untuk kadar air pada kompos bahan baku steril dengan Mol 250 ml pada hari ke-7 dan 14 yaitu 44,32% dan 43,2% kemudian pada akhir proses pengomposan kadar air turun menjadi 40,5%. Menurut Shiddieqy (2005) jika tumpukan terlalu lembab maka proses dekomposisi kan terhambat, ini dikarenakan kandungan air akan menutupi rongga udara di dalam tumpukan. Kekurangan oksigen mengakibatkan mikrorganisme aerobik mati dan akan tergantikan oleh mikroorganisme anaerobik. Kelembaban yang berlebihan juga menurunkan suhu dalam tumpukan sampah organik dan menimbulkan bau, oleh karena itu, setiap satu minggu dilakukan pembalikan karena dengan adanya pembalikan pada tumpukan kompos akan mengembalikan kondisi tumpukan menjadi normal kembali. Untuk proses pembalikan kompos dilakukan seminggu sekali. Kandungan air akhir pada tiap tumpukan kompos telah memenuhi standar kualitas kompos berdasarkan SNI 19-7030-2004 yang mensyaratkan kadar air pada kompos matang maksimal 50% tanpa ada kadar minimum yang disyaratkan. Jom F TEKNIK Volume 4 No. 1 Februari 2017 5

% 45 44 43 42 41 40 39 38 37 36 35 Kadar Air Kompos Steril 11 7 14 21 hari ke volume Mol 200ml volume Mol 250ml volume Mol 300ml Suhu Hasil pemantauan pada kompos seteril dapat dilihat pada gambar 3.3 dengan variasi Mol 200 ml, 250 ml, dan 300 ml dihari pertama sampai hari kesepuluh temperatur cenderung mengalami kenaikan. Dapat dilihat bahwa suhu awal bahan baku kompos yang steril mencapai 26,4 0 C kenaikan terjadi hingga hari ke-10. Suhu kompos mengalami kenaikan karena dilakukan proses pembalikan untuk mengurangi kadar air dalam tumpukan kompos. Kenaikan suhu yang terjadi pada proses pengomposan karena adanya aktivitas mikroorganisme dalam mendekomposisi bahan organik dengan oksigen sehingga menghasilkan energi dalam bentuk panas, CO2 dan uap air. Proses pembalikan dilakukan secara terus menerus dengan jangka waktu satu minggu sekali. Dapat dilihat pada grafik bahwa perubahan suhu yang terjadi pada Gambar 3.2 Profil Kadar Air kompos dengan bahan baku steril dengan semua variasi Mol yang digunakan tidak mengalami perubahan yang signifikan. Pada proses pengomposan dengan variasi steril temperatur akhir berkisar antara 26-29 0 C dengan rata-rata temeratur terendah 26 0 C dan temperatur tertinggi 48 0 C selama terjadinya proses pengomposan. Menurut Hartutik, dkk (2009) kenaikan suhu pada proses pengomposan terjadi karena adanya aktivitas mikroba dalam mendekomposisi bahan organik dengan oksigen sehingga menghasilkan energi dalam bentuk panas, CO2, dan uap air. Panas yang ditimbulkan akan tersimpan dalam tumpukan, sementara di bagian permukaan terpakai untuk penguapan. Panas yang terperangkap dalam tumpukan akan menaikkan suhu tumpukan. Setelah mencapai suhu puncak, suhu tumpukan mengalami penurunan yang akan stabil sampai proses pengomposan berakhir. Jom F TEKNIK Volume 4 No. 1 Februari 2017 6

0c 60 Suhu Pada Kompos Steril 50 40 30 20 10 volume Mol 200ml volume Mol 250ml volume Mol 300ml 0 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 hari ke Analisa Wujud Fisik Kompos Semua variasi memiliki warna coklat kehitaman. Berat kompos setiap variasi mengalami penyusutan sebesar 40-60% disebabkan karena pada saat proses pengomposan terjadi perombakan bahanbahan kompos oleh sejumlah mikroorganisme. 4.Kesimpulan dan Saran 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan penjelasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan data analisa kualitas kompos lumpur kelapa sawit dan aktivator Mol tapai dapat dijadikan kompos sesuai dengan standar SNI 19-7030-2004. 2. Kualitas kompos yang paling mendekati standar SNI 19-7030-2004 dalam penelitian ini adalah dengan variasi kompos berbahan baku steril dengan variasi jumlah Mol tapai sebanyak 250 ml yang ditunjukkan dengan C-organik 11,67%,N-total 0,79%, rasio C/N 11,35%. Gambar 3.3 Profil Suhu 4.2 Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai bioaktivator Mol lainnya dalam proses pengomposan limbah lumpur kelapa sawit, serat (fiber), dan sampah pasar. Ucapan Terimakasih Penulis mengucapkan banyak terima kasih orang tua dan keluarga serta kepada ibu Elvi Yenie, ST, M.Eng dan bapak Ir.Syarfi Daud. MT yang telah membimbing penulis. Penulis juga berterima kasih kepada teman-teman Teknik Lingkungan 2011 DAFTAR PUSTAKA Arumsari, A. 2012. Pemanfaatan Sludge Hasil Pengolahan Limbah Cair PT. Indofood CBPdengan Penambahan Sampah Domestik Serta Effective Microorganism (EM-4) dan Lumpur Aktif Sebagai Aktivator Melalui Proses Pengomposan. Universitas Diponegoro.Semarang. Astianto, A., 2012. Pemberian Berbagai Dosis Abu Boiler Pada Jom F TEKNIK Volume 4 No. 1 Februari 2017 7

Pembibitan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pembibitan Utama (Pre Nursery). Fakultas Pertanian Universitas Riau, Riau. Dinas Perkebunan Provinsi Riau. 2011. Produktivitas Lahan Kelapa Sawit dan Kapasitas PKSDaerah Riau. Djuarnani, nan., Kristian, dan Budi Susilo Setiawan. 2005. Cara Cepat Membuat Kompos. Jakarta: AgroMedia Pustaka Harahap,A.S.,1992. Pengaruh pemberian lumpur minyak sawit kering dan tepung tulang terhadap serapan hara N,P,K oleh tanaman jagung pada Ultisol Tambunan A. Fakultas pertanian. USU. Medan. Loebis, B. Dan P. LTobing. 2006. Potensi Pemanfaatan Limbah Pabrik Kelapa Sawit. Buletin Perkebunan BPP Medan. Volume 19 No. 20 : 49-56. Medan. Musnamar. 2003. Pupuk Organik (Cair dan Padat, Pembuatan Aplikasi). Penebar Swadaya. Jakarta. Mulyono. 2014. Membuat Mol Dan Kompos Dari Sampah Rumah Tangga. Agromedia pustaka. Jakarta Purwanasasmita dan Kurnia, 2009. Mikroorganisme Lokal Sebagai Pemicu Siklus Kehidupan Dalam Bioreaktor Tanaman. Makalah Seminar Teknik Kimia ITB 19-20 Oktober 2009, Bandung. Ristiawan A. 2012. Studi Pemanfaatan Aktivator Lumpur Aktif dan EM4 Dalam Proses Pengomposan Lumpur Organik, Sampah Organik Domestik, Limbah Bawang Merah Goreng Dan Limbah Kulit Bawang. Universitas Diponegoro.Semarang. Sitanggang, K. 2011. Pembuatan Tablet Kompos N, P, K, Dari Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Kulit Buah Kakao. Fakultas Matemattika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. Medan. Suwahyono, Untung. 2014. Cara cepat buat kompos dari lmbah. Swadaya. Jakarta Syahza, Almasdi. (2012). Potensi Pengembangan Industri Kelapa Sawit. Pekanbaru: Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Lembaga Penelitian Universitas Riau. Jom F TEKNIK Volume 4 No. 1 Februari 2017 8