BAB IV PENUTUP. Bab ini merupakan bab terakhir yang akan memaparkan kesimpulan atas

dokumen-dokumen yang mirip
PERTANGGUNGJAWABAN ATAS KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP AKIBAT PERANG BERDASARKAN PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan

BAB IV PENUTUP. 4.1 Kesimpulan. 1. Berkenaan dengan kewenangan Pemerintah Daerah dalam membuat Perjanjian. Internasional:

Kata Kunci : Perang, Perwakilan Diplomatik, Perlindungan Hukum, Pertanggungjawaban

BAB II TINJAUAN UMUM. 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional Pengertian Subjek Hukum Internasional

ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP KEJAHATAN TERORISME YANG MELEWATI BATAS-BATAS NASIONAL NEGARA-NEGARA

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

Sumber Hk.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

BENTUK TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN KEPADA PENDUDUK SIPIL ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. baik sengketa dalam negeri maupun luar negeri. Sengketa-sengketa tersebut dapat

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL

LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

MAKALAH. Hukum Hak Asasi Manusia & Hukum Humaniter. Oleh: Dr. Fadillah Agus, S.H., M.H. FRR Law Office FH Unpad

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict

BAB I PENDAHULUAN. The enviroment has always been a silent casualty of conflict. 1 Kerusakan

Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata

BAB I PENDAHULUAN. menyadari apa yang akan terjadi bilamana suatu bangsa atau negara secara

Keywords : Iconoclast, International Law, International Criminal Court

Tujuan pendirian Negara Indonesia tertuang dalam Pembukaan UUD 1945:

BAB I PENDAHULUAN. berbagai peperangan yang ganas akibat digunakannya berbagai persenjataan modern

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

PENDAPAT HUKUM ( DISSENTING OPINION )

Jenewa III, Pasal 146 Konvensi Jenewa IV tahun 1949 adalah: 1. Menetapkan undang-undang yang diperlukan untuk memberikan sanksi pidana

PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PERWAKILAN DIPLOMATIK DI WILAYAH PERANG

Bab IX MEKANISME PENEGAKAN HUKUM HUMANITER

PERLINDUNGAN KOMBATAN. Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Distinction principle. Pasal 1 HR Kombatan..?

Konvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid

Norway, di Yogyakarta tanggal September 2005

BAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.

PENERAPAN YURISDIKSI UNIVERSAL MELALUI MEKANISME EKSTRADISI ATAS KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN (CRIMES AGAINTS HUMANITY)

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban

UNSUR-UNSUR TANGGUNG JAWAB KOMANDAN. Rudi M. Rizki, S.H., LL.M

UNSUR-UNSUR S TANGGUNG GJAWAB A KOMANDAN

BAB III PENUTUP. bersenjata internasional maupun non-internasional. serangan yang ditujukan kepada mereka adalah dilarang.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA

Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGADILAN PIDANA INTERNASIONAL

Pengertian Kejahatan Terhadap Kemanusiaan

BAB 5 KESIMPULAN. Kebijakan nuklir..., Tide Aji Pratama, FISIP UI., 2008.

PENDAPAT TERPISAH HAKIM ZEKIA

PELANGGARAN KEDAULATAN NEGARA TERKAIT TINDAKAN SPIONASE DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI INTERNASIONAL

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN NEGARA DAN INDIVIDU

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

Bagian 2: Mandat Komisi

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan pembahasan dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. penghubung, media rekreasi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu

BAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI. mengenai fungsi, tugas dan tanggungjawab mereka sebagai anggota TNI yang

BAB VI PENUTUP. 1. Imunitas Kepala Negara dalam Hukum Internasional. Meski telah diatur dalam hukum internasional dan hukum kebiasaan

BAB V PENUTUP. 1. Yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional dalam Pasal 17 Statuta Roma

UNOFFICIAL TRANSLATION

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

I. PENDAHULUAN. Orang hanya menganggap bahwa yang terpenting bagi militer adalah disiplin. Ini tentu benar,

EKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. UNODC dan KPK memandang bahwa korupsi tidak dapat digolongkan

BAB II ATURAN-ATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PEROMPAKAN. A. Perompakan Menurut UNCLOS (United Nations Convention on the

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang cukup signifikan termasuk dalam peperangan. Perkembangan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2012 TENTANG HAK KEUANGAN DAN FASILITAS HAKIM YANG BERADA DI BAWAH MAHKAMAH AGUNG

ETIKA PERANG. Oleh Dewi Triwahyuni

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. International Committee of the Red Cross (ICRC) dalam usahanya menegakkan

Dukungan Masyarakat Sipil Menuju Kota HAM

2 Sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengakui dan menghormati sat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2012 TENTANG HAK KEUANGAN DAN FASILITAS HAKIM YANG BERADA DI BAWAH MAHKAMAH AGUNG

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

bersenjata. Selain direkrut sebagai kombatan, anak-anak seringkali juga menjadi target

2017, No kewajiban negara untuk memastikan bahwa perempuan memiliki akses terhadap keadilan dan bebas dari diskriminasi dalam sistem peradilan

Sarana utama memulai & mengembangkan hubungan internasional. Bentuk semua perbuatan hukum dan transaksi masyarakat internasional

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Terjemahan Tidak Resmi STATUTA UNIDROIT. Pasal 1

1. PENDAHULUAN. meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

Transkripsi:

BAB IV PENUTUP Bab ini merupakan bab terakhir yang akan memaparkan kesimpulan atas isu hukum yang muncul sebagai rumusan masalah dalam bab pertama (Supra 1.2.). Ide-ide yang penulis simpulkan didasarkan pada analisa dan pembahasan yang sudah diuraikan dalam bab kedua dan ketiga, dengan bersumber pada berbagai bahan hukum yang memuat doktrin atau pendapat para ahli hukum internasional, konvensi atau perjanjian hukum internasional, serta putusanputusan hakim terdahulu. Berdasarkan kesimpulan tersebut, bab ini juga menyajikan saran dan rekomendasi yang diharapkan dapat menjawab tujuan dan manfaat penelitian serta penulisan hukum yang penulis lakukan. 4.1. Kesimpulan Dengan mengutamakan pendekatan konseptual, serta pengkajian terhadap berbagai statuta, konvensi atau perjanjian internasional dan putusan hakim yang menjadi yurisprudensi, penulis telah menyusun analisa dan pembahasan secara logis dan sistematik. Dengan berdasar pada analisa dan pembahasan di bab-bab sebelumnya, penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut. 1. HHI memuat prinsip dan norma hukum yang memberikan perlindungan terhadap lingkungan hidup. Berbagai instrumen hukum yang tersedia dalam HHI, baik tertulis maupun kebiasaan, telah memberikan perlindungan hidup yang memadai bagi lingkungan hidup selama perang berlangsung. Selama para pihak yang terlibat dalam perang mematuhi setiap norma HHI, maka dapat dipastikan bahwa sekalipun 89

dalam keadaan perang, namun keberlangsungan lingkungan hidup dapat tetap dipertahankan. 2. Lingkungan hidup sebagai obyek sipil dan obyek militer. Pada dasarnya lingkungan hidup terklasifikasi sebagai obyek sipil (civilian object). Implikasi hukum atas status lingkungan hidup adalah bahwa lingkungan hidup tidak boleh menjadi obyek serangan dan harus dilindungi dalam keadaan apapun. Meskipun demikian, ada 2 (dua) alasan mendasar dalam HHI, sehingga lingkungan hidup menjadi legitimate military objective. Alasan yang pertama, status lingkungan hidup sebagai obyek sipil telah berubah menjadi obyek militer karena memenuhi kriteria dalam ketentuan Pasal 52 ayat (2) Protokol Tambahan I tentang definisi obyek militer. Dan alasan yang kedua, penyerangan terhadap lingkungan hidup didasarkan pada suatu kebutuhan militer (military necessity). Dalam hubungannya dengan kerusakan sampingan (collateral damage), penulis mendapati bahwa hal ini adalah konsep hukum yang sah. Kemunculan isu collateral damage juga berarti bahwa sebuah serangan dinyatakan proporsional, karena collateral damage dianggap sebagai kerusakan yang tidak bisa dielakkan sekalipun telah dilakukan langkah-langkah untuk menghindarinya sehingga dimaknai sebagai akibat yang muncul karena ketidaksengajaan (unintentionally). Norma pertanggungjawaban yang dimuat dalam Statuta Roma 1998, membatasi tanggung jawab pidana terhadap tindakan tidak sah (unlawful act) yang dilakukan atas dasar niat dan pengetahuan. 90

3. Kejahatan perang adalah bentuk internationally wrongful act. Dalam keadaan perang, apabila terjadi perusakan terhadap lingkungan hidup oleh pihak-pihak yang terlibat dalam perang, maka baik individu maupun negara dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindakan tersebut. Menurut Statuta Roma 1998, serangan secara berlebihan terhadap lingkungan hidup yang dilakukan dengan sengaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kejahatan perang. Sehingga pelakunya dapat dimintai pertanggungjawaban pidana secara individual. Adapun dengan berdasar pada prinsip atributabilitas atau imputabilitas, dimana angkatan bersenjata (armed forces) merupakan salah satu organ negara yang menjalankan tugas negara selama perang berlangsung, maka setiap tindakan individu yang termasuk dalam angkatan bersenjata juga menjadi tanggung jawab negara. Artinya, ketika individu melakukan kejahatan perang entah karena suatu perbuatan, kelalaian atau gabungan dari keduanya, maka negara dapat dinyatakan bertanggung jawab atas atas dasar internationally wrongful act. Dengan kata lain pula, dapat dikatakan bahwa dalam konteks perang suatu kejahatan perang, apapun itu bentuknya, selama dilakukan oleh individu yang secara otoritatif menerima kekuasaan untuk bertindak atas nama negara maka tindakan tersebut dapat dinyatakan sebagai internationally wrongful act. 4. Pada akhirnya, bentuk pertanggungjawaban yang bisa diberikan oleh seorang individu adalah tanggung jawab pidana secara individual di hadapan Mahkamah Pidana Internasional. Pertanggungjawaban pidana seorang individu juga harus dibarengi dengan tanggung jawab negara 91

sebagai bagian dari masyarakat internasional. Berdasarkan Draft Articles on Responsibility of States for Internationally Wrongful Acts yang diadopsi oleh ILC, dapat diketahui bahwa bentuk reparasi yang bisa dilakukan oleh negara sebagai pertanggungjawaban atas kerusakan lingkungan hidup ada 3 (tiga), yakni restitution, compensation, dan satisfication. Compensation adalah bentuk reparasi yang paling memungkinkan untuk dilaksanakan, dengan harapan bahwa pembiayaan terhadap sumber daya manusia dan teknologi secara finansial dapat mengurangi dan memulihkan lingkungan hidup atau setidaknya dapat mempertahankan kondisi sewajarnya yang dibutuhkan agar lingkungan hidup dapat tetap bertahan. 4.2. Rekomendasi Dengan berdasar pada kesimpulan di atas, maka penulis mengajukan rekomendasi sebagai berikut: 1. Negara-negara harus segera meresmikan suatu perjanjian internasional atau konvensi yang memuat hukum pertanggungjawaban negara dan individu dalam hal perusakan lingkungan hidup baik secara sengaja maupun tidak sengaja secara komprehensif. 2. Setiap pihak yang terlibat dalam perang harus melindungi lingkungan hidup dalam keadaan apapun, kecuali atas dasar military necessity dengan tetap memperhatikan prinsip proporsionalitas. Negara harus menjamin bahwa setiap organ maupun individu yang bertindak atas 92

nama negara menghormati prinsip dan norma HHI dalam keadaan apapun. 3. Dalam hal telah terjadi perusakan lingkungan hidup oleh pihak dalam perang, maka individu harus mempertanggungjawabkan tindakannya di hadapan Mahkamah Pidana Internasional, sementara negara harus melakukan langkah-langkah reparasi yang ditujukan untuk memulihkan kembali atau setidaknya mempertahankan keberlangsungan lingkungan hidup. 4. Masyarakat internasional harus pula ikut serta dalam mengawasi dan mengkampanyekan perlindungan terhadap lingkungan hidup, bukan saja dalam keadaan damai tetapi juga dalam keadaan perang. 93