BAB I PENDAHULUAN. menyadari apa yang akan terjadi bilamana suatu bangsa atau negara secara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. menyadari apa yang akan terjadi bilamana suatu bangsa atau negara secara"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia internasional dihadapkan kepada beragam aspek dan kepentingan yang berbeda antara kepentingan satu negara dengan kepentingan negara lain. Dalam tatanan dunia internasional tersebut, segala bangsa dan negara perlu untuk menyadari apa yang akan terjadi bilamana suatu bangsa atau negara secara sendiri-sendiri atau bersama-sama, berlaku/bertindak tanpa memperhatikan aspek/kepentingan lain dalam mencapai suatu tujuan dari tindakan tersebut. Tindakan negara tersebut terkadang dapat menimbulkan kerugian/perselisihan antar suatu negara dengan negara lain, ataupun antar hukum yang digunakan oleh suatu negara dengan negara lain. Oleh karena itu, selain patut memperhatikan kepentingan bangsa atau negara lain, seharusnyalah segala tindakan dan hubungan antara berbagai bangsa/ negara itu dilandaskan pada norma-norma Hukum Internasional. Dengan berlandaskan pada norma-norma tersebut, walaupun pada saat ini masyarakat internasional terutama yang terdiri dari negara-negara merdeka dan berdulat yang tidak mengakui kekuasaan tertinggi negara lainnya, namun sebenarnya kedaulatan dan kekuasaan tertinggi negara itu tidaklah tanpa batas. Kedaulatan negara dibatasi oleh batas-batas wilayah serta pada oleh kedaulatan negara lainnya. Dengan demikian, dalam pelaksanaan tindakan/ jurisdiksinya suatu negara perlu memperhatikan akibat-akibat yang mungkin terjadi serta pertanggung-

2 jawaban yang ditimbulkan dari akibat-akibat tersebut. Berdasarkan hukum internasional, suatu negara bertanggung jawab bilamana suatu perbuatan atau kelalaian yang dapat dipertautkan kepadanya melahirkan pelanggaran terhadap suatu kewajiban internasional, baik yang lahir dari suatu perjanjian internasional maupun dari sumber hukum internasional lainnya. Dengan demikian, secara umum, unsur-unsur tanggung jawab negara adalah : 4 1. Ada perbuatan atau kelalaian (act or omission) yang dapat dipertautkan (imputable) kepada suatu negara; 2. Perbuatan atau kelalaian itu merupakan suatu pelanggaran terhadap suatu kewajiban internasional, baik kewajiban itu lahir dari perjanjian maupun dari sumber hukum internasional lainnya. Suatu konsep Hukum Internasional adalah berlaku apabila telah diterima sebagai suatu ketentuan yang mengatur oleh Masyarakat Internasional itu sendiri. Hal ini dapat berupa suatu Kebiasaan Internasional yang telah lama ada, maupun berdasarkan atas suatu landasan hukum yang dilakukan oleh dua atau lebih negara sebagai salah satu subjek Hukum Internasional yang telah diakui keberadaannya. Dalam bukunya yang berjudul, Pengantar Hukum Internasional, J. G. Starke memberikan definisi Hukum Internasional sebagai berikut: Keseluruhan hukum yang untuk sebagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku 4 Setyabudi, Eddy, Aspek Politik Juridis Peertanggungjawaban Internasional tentang Jatuhnya Benda-Benda Buatan Manusia yang Diluncurkan ke Antaraiksa. Makalah Seminar Nasional Hukum Antariksa, LAPAN, 1985

3 yang terhadapnya negara-negara merasa dirinya terikat utuk menaati, dan karenya, benar-benar ditaati secara umum dalam hubungan negara-negara satu sama lain. 5 Seorang sarjana hukum Belanda yang sangat terkenal terutama dalam Hukum Internasional, Grotius (Hugo de Groot: ) menulis secara sistematis tentang kebijaksanaan perang dan damai dalam bukunya, De Jure Belli ac Pacis (The Law of War and Peace = Perihal Hukum Perang dan Damai), membahas mengenai kebiasaan-kebiasaan (customs) yang diikuti negara-negara dari zamannya. Ia juga memperkenalkan beberapa doktrin Hukum Internasional, misal doktrin Hukum Kodrat (Law of Nature) yang menjadi sumber dari Hukum Internasional itu di samping kebiasaan dan traktat. Dan hubungan dengan karangannya ini, maka Grotius dianggap sebagai Bapak dari Hukum Internasional (Father of The Law of Nations). 6 Secara khusus mengenai latar belakang pemilihan judul skripsi ini adalah erat berhubungan dengan konsep dan kaedah yang terdapat di dalam Hukum Internasional dengan mengamati dan meneliti aspek perkembangannya. Saat ini telah dirasakan pula arti pentingnya suatu bagian dari Hukum Internasional tersebut, yakni mengenai Hukum Udara dan Ruang Angkasa Internasional yang keberadaannya perlu dicermati. Mengingat bahwa wilayah udara dan ruang angkasa telah menjadi suatu sumber daya yang penting bagi pertahanan dan keamanan, juga bernilai ekonomis tinggi di dalam pemanfaatannya. 5 J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional 1 Edisi Kesepuluh, Jakarta : Sinar Grafika,2009, hal 3. 6 Mochtar Kusumaatmadja, LLM., Pengantar Hukum Internasional, Penerbit: Bonacipta, Bandung, 1977, Hal

4 Kini kita dihadapkan pada suatu tantangan di era globalisasi dimana semua sudah berkembang sangat maju. Priyatna Abdurrasyid mengemukakan bahwa: Kini kita hidup dalam abad angkasa (Space Age). Ilmu pengetahuan yang selamanya bergerak maju, berkembang pesat dalam 50 tahun terakhir ini, terutama sejak Perang Dunia II. Kemajuan teknologi khususnya teknologi penerbangan pada abad kini memberi akibat yang positif kepada tingkat kehidupan manusia yang sekarang telah mampu melakukan penerbangan-penerbangan ke dan di ruang angkasa. 7 Ruang angkasa merupakan warisan bersama umat manusia. Adanya prinsip Common Heritage of Mankind (Warisan bagi Seluruh Manusia) dan First Come First Served (Kebebasan Mengeksploitasi) di dalam pemanfaatan ruang angkasa, membuat negara-negara maju yang memiliki teknologi tinggi secara berlomba-lomba ingin menguasai pemanfaatan kawasan ruang angkasa tersebut. Semenjak ditemukannya balon-balon udara pada abad ke-18 dan kemudian pesawat udara pada abad ke-20, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah berhasil menciptakan alat-alat yang canggih termasuk ditemukannya alat-alat penerbangan ke luar angkasa. Sejalan dengan itu timbul pula adanya keperluan pengaturan kegiatan ruang angkasa dan peraturanperaturan yang mengatur tentang ruang angkasa untuk menghindari adanya penyalahgunaan dan pelanggaran yang dapat membahayakan ruang angkasa. 7 Priyatna Abdurrasyid, Pengantar Hukum Ruang Angkasa Dan Space Treaty 1967, Binacipta, Bandung 1977,Hal 4.

5 Untuk penerbangan di ruang angkasa diawali pada tanggal 4 Oktober 1957, dimana pada saat itu Uni Soviet (sekarang telah berubah/pecah menjadi beberapa negara yang berdiri sendiri) berhasil meluncurkan satelit buminya yang pertama. Keberhasilan ini menimbulkan penghargaan dan pandangan terhadap Uni Soviet membumbung tinggi, sekaligus menurunkan gengsi Amerika Serikat yang merupakan negara saingannya. Sejak keberhasilan Uni Soviet meluncurkan satelitnya yang diberi nama Sputnik I, maka Amerika Serikat berusaha pula untuk menyaingi atau setidaktidaknya mensejajarkan kedudukannya dengan pihak Uni Soviet dalam berbagai kemajuan khususnya teknologi ruang angkasa. Pendaratan yang dilakukan oleh astronot Amerika Serikat di bulan dengan mulus merupakan kejadian yang menggemparkan dunia internasional dan sekaligus menaikkan gengsi Amerika Serikat di forum internasional. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang telah dicapai di bidang keantariksaan telah memungkinkan dan membuka kesempatan yang cukup besar bagi berbagai pihak maupun negara tertentu untuk melakukan kegiatan di ruang angkasa. Kegiatan dalam bidang keantariksaan ini nampaknya akan terus meningkat baik mengenai jumlah negara yang terlibat di dalamnya maupun mengenai ruang lingkupnya. Memang, berbagai bentuk pesawat ruang angkasa (flight instrumentalities) telah diciptakan oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet. Berbagai bentuk satelit, stasiun ruang angkasa serta kendaraan ruang angkasa lainnya telah mengorbit bumi atau menjelajahi ruang angkasa. Semua alat-alat atau benda-benda buatan

6 manusia itu telah dimanfaatkan guna peningkatan kualitas dan taraf hidup manusia, penelitian ilmu pengetahuan dan pencarian sumber-sumber alam baru. 8 Salah satu hal yang sedang berkembang pesat dalam era modern ini adalah komersialisasi ruang angkasa. Hal ini adalah suatu fenomena baru memasuki abad ke-21 ini. Walaupun era komersialisasi ruang angkasa telah berlangsung dalam dunia ini belum ada perjanjian-perjanjian internasional yang telah menjelaskan pengertian istilah ini atau definisi istilah lain yang mempunyai maksud yang sama. Untuk sementara dapat dikemukakan bahwa komersialisasi ruang angkasa itu adalah segala macam aktivitas yang berhubungan ruang angkasa untuk memperoleh suatu keuntungan ekonomis. Aktivitas komersial ini dilakukan oleh semua pihak baik dilakukan oleh badan-badan pemerintah ataupun swasta, nasional maupun badan internasional. Banyak juga aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh badan-badan semi pemerintah yang melibatkan perusahaan swasta atau yang sahamnya dimiliki swasta. Bentuk-bentuk aktivitas yang telah atau sedang berkembang untuk di komersialkan adalah : 1. komunikasi 2. penginderaan jauh 3. sistem transportasi ruang angkasa 4. pengolahan bahan 5. pembangkit tenaga 6. pertambangan 8 Juajir Sumardi, Hukum Ruang Angkasa, Pradnya Paramita, Jakarta, 1996, Hal. 2-3

7 Semua bentuk kegiatan atau aktivitas diatas sangat menentukan tingkat kemajuan di masa yang akan datang. Aktivitas komersial di ruang angkasa di satu sisi memang memberikan dampak positif bagi kehidupan tetapi di sisi lainnya aktivitas komersial ruang angkasa juga dapat menimbulkan dampak negatif. Salah satu indikator perubahan yang diakibatkan oleh aktivitas komersial di ruang angkasa adalah besarnya peningkatan frekuensi dan jumlah peluncuran satelit serta penempatan benda antariksa (satelit dan roket) di ruang angkasa. Frekuensi dan peluncuran satelit pun akan semakin meningkat mengingat meningkatnya kebutuhan akan pemanfaatan satelit baik untuk keperluan telekomunikasi maupun keperluan lainnya seperti : penginderaan jauh, meteorologi, navigasi, siaran televisi secara langsung melalui satelit serta kegiatan militer. Perkembangan kegiatan antariksa dan peluncuran benda-benda antariksa buatan manusia yang selanjutnya disebut sebagai benda antariksa (space objects) yang diakibatkan oleh komersialisasi ruang angkasa akan berlanjut tanpa hentinya. Pada saat ini banyak sekali benda-benda antariksa buatan manusia berupa satelit, fragment dari satelit atau roket yang berada di ruang angkasa, dan itu semua akan semakin bertambah banyak seiring dengan terus berjalannya aktivitas komersial di ruang angkasa. Namun, di samping hasil-hasil yang positif dari aplikasi teknologi ruang angkasa, tidak dapat diabaikan begitu saja kenyataan yang telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat internasional. Dalam hal ini, kerugian yang terjadi

8 menimbulkan pertanggungjawaban dari negara yang melakukan pemanfaatan terhadap peluncuran benda ruang angkasa tersebut. Atas dasar dominasi politik dan militer, maka nampaklah bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ruang angkasa itu dapat menimbulkan dua arah dampak, yaitu di samping memberikan dampak positif juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap umat manusia itu sendiri yang menimbulkan berbagai kerugian yang perlu dipertanggungjawabkan. 9 Akibat negatif dari aktivitas ruang angkasa pada umumnya lebih dari sekedar resiko kehilangan atau kerusakan. Percobaan-percobaan yang berbahaya dapat mempengaruhi keberadaan umat manusia secara keseluruhan, merusak lingkungan bumi, mencemari atmosfer dan menimbulkan gangguan berat terhadap kehidupan. Setiap benda antariksa (space objects) baik benda antariksa buatan manusia mempunyai suatu jangka waktu "life time" untuk dapat terus berada di orbit, setiap benda antariksa terutama yang berada pada orbit rendah dan menengah yang "life time" nya sudah berakhir atau mengalami kerusakan (malfunction) pasti akan selalu jatuh ke bumi. Benda antariksa yang jatuh kembali ke bumi akan melalui dan bergesekan dengan lapisan udara atau atmosfer bumi yang makin dekat ke permukaan bumi makin tinggi kecepatannya, sehingga akan terjadi gesekan dengan lapisan udara yang menimbulkan panas yang sangat tinggi dan akan mengakibatkan benda antariksa tersebut pecah menjadi bagian kepingan-kepingan kecil yang disebut 10 9 Priyatna Abdurrasyid. Op. Cit. Hal Juajir Sumardi. Op. Cit. Hal. 8.

9 sebagai sampah antariksa atau Space Debris, yang dapat menimpa suatu wilayah ribuan sampai dengan puluhan ribu kilometer luasnya. Sudah tentu "Space Debris" yang jatuh ke wilayah permukaan bumi dapat menimbulkan kerugian, kehilangan terhadap makhluk hidup, harta benda, dan lingkungan apalagi bila sampah antariksa tersebut memuat bahan radioaktif ataunuklir yang dapat menimbulkan pencemaran dan radiasi yang dapat mengancam kelangsungan hidup makhluk hidup yang tinggal di daerah sekitar jatuhnya sampah antariksa tersebut. Keadaan seperti ini merupakan permulaan pengotoran antariksa dan dapat menimbulkan dampak yang merugikan dan membahayakan manusia maupun kegiatan keantariksaan itu sendiri. Mengingat pentingnya masalah ini, banyak negara memperhatikan dan mencari penyelesaian dalam masalah yang ditimbulkan oleh aktivitas komersial ruang angkasa ini. Konsep tentang pertanggungjawaban negara dalam hukum ruang angkasa dirumuskan dalam bentuk pembatasan terhadap kebebasan melakukan aktivitas, termasuk tentunya untuk tujuan komersial. Bila dihubungkan dengan dengan masalah tanggung jawab negara dalam keterkaitan aktivitasnya di ruang angkasa, maka jelaslah negara yang melakukan kegiatan atau memanfaatkan sumber daya ruang angkasa tidak boleh merugikan negara lain. 11 Salah satu konvensi yang relevan dengan masalah pertanggungjawaban ini adalah "Convention of International Liability for Damage by Space Objetcs 1972". Konvensi ini berkaitan dengan masalah pengaturan pertanggungjawaban 11 Ibid. Hal 37.

10 secara internasional yang dibebankan kepada negara-negara yang melakukan kegiatan peluncuran Space Object ke ruang angkasa yang merugikan yaitu adanya kerusakan atau kecelakaan baik terhadap harta benda atau manusia atau lingkungan di permukaan bumi yang diakibatkan Space Object yang diluncurkan ke ruang angkasa. Oleh karena itu, yang menjadi pertanyaan di sini adalah sejauh mana pertanggungjawaban negara peluncur apabila ada benda antariksa yang merupakan produk komersial ruang angkasa seperti satelit yang jatuh ke wilayah permukaan bumi, kemudian apabila pihak yang mengalami kerugian ingin menuntut, bagaimanakah tata cara pengajuan ganti rugi yang diatur menurut hukum angkasa. Mengingat banyaknya masalah-masalah yang terjadi belakangan ini yang disebabkan oleh aktivitas komersial di ruang angkasa. Sesuai uraian di ataslah yang mendorong rasa keingintahuan penulis untuk lebih mengetahui dan mengerti tentang pertanggunggjawaban negara perihal kerugian yang diakibatkan oleh aktivitas komersial di ruang angkasa tersebut dan selanjutnya memilih judul skripsi: TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PELUNCURAN BENDA RUANG ANGKASA DITINJAU DARI SPACE LIABILITY CONVENTION B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas dan untuk memfokuskan pembahasan dalam penulisan ini, maka pokok permasalahan yang menjadi objek pembahasan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

11 1. Bagaimana perkembangan hukum internasional mengenai kegiatan di ruang angkasa? 2. Bagaimanakah prinsip tanggung jawab negara menurut hukum internasional? 3. Bagaimanakah tanggung jawab negara terhadap peluncuran benda ruang angkasa ditinjau dari space liability convention 1972? C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui perkembangan hukum internasional mengenai kegiatan di ruang angkasa. 2. Untuk mengetahui prinsip tanggung jawab negara menurut hukum internasional. 3. Untuk mengetahui tanggung jawab negara terhadap peluncuran benda ruang angkasa ditinjau dari space liability convention D. Keaslian Penulisan Sehubungan dengan judul skripsi ini, maka telah dilakukan pemeriksaan di arsip yang ada pada Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Berdasarkan hasil pemeriksaan, judul skripsi di atas tidak ada yang sama dengan judul skripsi lainnya baik yang ditulis sekarang maupun yang terdahulu. Dengan demikian judul skripsi ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademik. E. Tinjauan Kepustakaan Ditinjau dari judulnya, Tanggung Jawab Negara Terhadap Peluncuran Benda Ruang Angkasa Ditinjau Dari Space Liability Convention 1972, maka mengandung makna sebagai berikut.

12 1. Tanggung Jawab artinya keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, ; menerima pembebanan, sebagai akibat sikap pihak sendiri atau pihak lain. 2. Negara artinya organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat, kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi di bawah lembaga politik pemerintah yang efektif, mempunyai kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya. 3. Peluncuran artinya jalan (tempat) untuk meluncur; proses, cara, perbuatan meluncurkan; peresmian beredarnya (buku, film, kaset, dsb). 4. Benda artinya segala yang ada di alam yang berwujud atau berjasad (bukan roh); zat; barang yg berharga; harta; barang. 5. Ruang artinya rongga yang berbatas atau terlingkung oleh bidang rongga yang tidak berbatas, tempat segala yang ada. 6. Angkasa artinya lapisan udara yang melingkupi bumi, awang-awang, langit. F. Metode Penulisan Dalam rangka untuk mengumpulkan data-data dan bahan-bahan dalam penyusunan skripsi ini, dan agar suatu penulisan mempunyai suatu manfaat, maka penulis merasakan perlu adanya suatu metode tertentu yang dipakai dalam pengumpulan data guna mencapai tujuan dari penulisan itu sendiri. Di dalam penulisan skripsi ini penulis memakai metode pengumpulan data yang bersumber dari perpustakaan, berbagai literatur dan berbagai media

13 informasi yang ada, yang mengangkat permasalahan khusus mengenai judul skripsi ini. Dengan melakukan suatu metode penggabungan data-data yang telah diperoleh melalui library research, yaitu dengan menggunakan buku-buku, literatur-literatur, data-data dari berbagai media informasi yang dapat mendukung selesainya penulisan skripsi ini. Maka dengan demikian diharapkan dengan metode penggabungan pengumpulan data ini dapat membantu penulis dalam memahami permasalahan yang diangkat dan menjadi landasan pemikiran penulis dalam menganalisa permasalahan tersebut. Kiranya diharapkan tujuan untuk mendapatkan kebenaran akan jawaban yang sesungguhnya dari permasalahan yang telah penulis angkat dalam skripsi ini dapat tercapai dengan baik. G. Sistematika Penulisan Untuk menguraikan rangkaian materi dari skripsi ini penulis berusaha membuat suatu model-model penulisan sehingga menjadi suatu sistematika dari skripsi ini. Tujuan dari penentuan model-model tersebut adalah untuk mempermudah penguraiannya dan sekaligus pula untuk pemahamannya. Oleh karena itu penulis membagi skripsi ini ke dalam 5 bab dan dilengkapi dengan sub-sub bab dari setiap babnya, yakni sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Pada bab ini penulis hendak menguraikan beberapa uraian hal-hal yang bersifat umum, yaitu tentang latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat

14 penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II : PERKEMBANGAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI KEGIATAN RUANG ANGKASA Pada bab ini penulis mencoba menyampaikan dan menguraikan tentang sejarah terbentuknya hukum ruang angkasa, lingkup ruang ( delimitasi ) ruang angkasa, komersialisasi ruang angkasa, kepentingan negara peluncur dan kedudukan negara kolong. BAB III : PRINSIP TANGGUNG JAWAB NEGARA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL Pada bab ini membahs tentang sifat dan jenis-jenis tanggung jawab negara, teori-teori tentang tanggung jawab negara, tangung jawab negara atas pelanggaran traktat atau berkenaan dengan perjanjian kontraktual : tanggung jawab negara dalam artikel tentang tanggung jawab negara ( draft articles on responsibility of states for internationally wrongful acts), pembelaan diri dan dasar-dasar pembenaran atas tanggung jawab negara. BAB IV : TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PELUNCURAN BENDA RUANG ANGKASA DITINJAU DARI SPACE LIABILITY CONVENTION 1972

15 Pada bab ini membahas tentang tinjauan umum terhadap konvensi, prinsip-prinsip yang terkandung dalam space liability convention 1972, penerapan prinsip-prinsip penyelamatan bagi kegiatan di ruang angkasa dalam rescue agreement 1968, tanggung jawab negara berdasarkan space liability convention BAB V : PENUTUP Sebagai bab terakhir dalam penulisan skripsi ini, maka pada bab ini berisikan kesimpulan dan saran.

BAB I PENDAHULUAN. Aspek Hukum Internasional itu sendiri yang menjadi alasan utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. Aspek Hukum Internasional itu sendiri yang menjadi alasan utama dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan Aspek Hukum Internasional itu sendiri yang menjadi alasan utama dalam upaya pemilihan judul skripsi ini. Sebab dunia internasional dihadapkan kepada beragam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara melakukan tindakan-tindakan yang dianggap menguntungkan kepentingannya yang

BAB I PENDAHULUAN. negara melakukan tindakan-tindakan yang dianggap menguntungkan kepentingannya yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap Negara mempunyai kepentingan yang berbeda dalam mewujudkan tujuan nasionalnya. Oleh karena itu, dunia kini dihadapkan dengan berbagai pertentangan kepentingan

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB NEGARA BERDASARKAN SPACE TREATY 1967 TERHADAP AKTIVITAS KOMERSIAL DI LUAR ANGKASA

TANGGUNG JAWAB NEGARA BERDASARKAN SPACE TREATY 1967 TERHADAP AKTIVITAS KOMERSIAL DI LUAR ANGKASA TANGGUNG JAWAB NEGARA BERDASARKAN SPACE TREATY 1967 TERHADAP AKTIVITAS KOMERSIAL DI LUAR ANGKASA Oleh : Dimitri Anggrea Noor I Ketut Sudiarta Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum Bisnis Internasional

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB NEGARAA PELUNCUR ATAS KERUGIAN YANG DITIMBULKAN ANTARIKSA BERDASARKAN LIABILITY CONVENTION Waode Zessica Harta Setiati.

TANGGUNG JAWAB NEGARAA PELUNCUR ATAS KERUGIAN YANG DITIMBULKAN ANTARIKSA BERDASARKAN LIABILITY CONVENTION Waode Zessica Harta Setiati. TANGGUNG JAWAB NEGARAA PELUNCUR ATAS KERUGIAN YANG DITIMBULKAN BENDA ANTARIKSA BERDASARKAN LIABILITY CONVENTION 1972 Waode Zessica Harta Setiati Dosen Pembimbing I Agus Pramono, Dosen Pembimbing II Soekotjo

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PELUNCURAN BENDA RUANG ANGKASA DITINJAU DARI SPACE LIABILITY CONVENTION 1972 SKRIPSI. Oleh:

TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PELUNCURAN BENDA RUANG ANGKASA DITINJAU DARI SPACE LIABILITY CONVENTION 1972 SKRIPSI. Oleh: TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PELUNCURAN BENDA RUANG ANGKASA DITINJAU DARI SPACE LIABILITY CONVENTION 1972 SKRIPSI Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 34, 2002 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4195) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

KEBIJAKAN INTERNASIONAL PENGATURAN LEMBAGA GANTI RUGI DALAM PENYELESAIAN GANTI RUGI AKIBAT PENGOPERASIAN BENDA-BENDA ANGKASA BUATAN.

KEBIJAKAN INTERNASIONAL PENGATURAN LEMBAGA GANTI RUGI DALAM PENYELESAIAN GANTI RUGI AKIBAT PENGOPERASIAN BENDA-BENDA ANGKASA BUATAN. KEBIJAKAN INTERNASIONAL PENGATURAN LEMBAGA GANTI RUGI DALAM PENYELESAIAN GANTI RUGI AKIBAT PENGOPERASIAN BENDA-BENDA ANGKASA BUATAN Oleh Dani Adi Wicaksana Ida Bagus Wyasa Putra Made Maharta Yasa Program

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2002 TENTANG PENGESAHAN TREATY ON PRINCIPLES GOVERNING THE ACTIVITIES OF STATES IN THE EXPLORATION AND USE OF OUTER SPACE, INCLUDING THE MOON AND OTHER CELESTIAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Potensi ruang angkasa untuk kehidupan manusia mulai dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Potensi ruang angkasa untuk kehidupan manusia mulai dikembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ruang angkasa merupakan sebuah tempat baru bagi manusia, sebelumnya ruang angkasa merupakan wilayah yang asing dan tidak tersentuh oleh peradaban manusia. Potensi ruang

Lebih terperinci

2 Indonesia sebagai negara yang telah meratifikasi Traktat Antariksa 1967 dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2002 dan 3 (tiga) perjanjian internasion

2 Indonesia sebagai negara yang telah meratifikasi Traktat Antariksa 1967 dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2002 dan 3 (tiga) perjanjian internasion TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI Wilayah. Keantariksaan. Tata Ruang. Udara. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 133) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21

Lebih terperinci

Latar Belakang. Hukum hadir tentunya dengan. memiliki tujuan. Paul Scholten dengan teori. campuran mengemukakan bahwa hukum

Latar Belakang. Hukum hadir tentunya dengan. memiliki tujuan. Paul Scholten dengan teori. campuran mengemukakan bahwa hukum Latar Belakang Hukum hadir tentunya dengan memiliki tujuan. Paul Scholten dengan teori campuran mengemukakan bahwa hukum hadir untuk menemukan suatu keseimbangan antara individu dan masyarakat, kesamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditempatkan di wilayah Geostationer Orbit (selanjutnya disebut GSO).

BAB I PENDAHULUAN. ditempatkan di wilayah Geostationer Orbit (selanjutnya disebut GSO). 8 BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Salah satu dari kegiatan ruang angkasa adalah pemanfaatan satelit yang ditempatkan di wilayah Geostationer Orbit (selanjutnya disebut GSO). Penempatan satelit di wilayah

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPPRES 20/1996, PENGESAHAN CONVENTION ON INTERNATIONAL LIABILITY FOR DAMAGE BY SPACE OBJECTS, 1972 (KONVENSI TENTANG TANGGUNGJAWAB INTERNASIONAL TERHADAP KERUGIAN YANG DISEBABKAN OLEH BENDA BENDA ANTARIKSA,

Lebih terperinci

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 8 HUKUM KEWILAYAHAN NEGARA (BAGIAN 2)

MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 8 HUKUM KEWILAYAHAN NEGARA (BAGIAN 2) MATERI PERKULIAHAN HUKUM INTERNASIONAL MATCH DAY 8 HUKUM KEWILAYAHAN NEGARA (BAGIAN 2) Setelah membahas tentang teori kewilayahan negara dan hukum laut internasional, pada bagian ini akan dilanjutkan pembahasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah udara di atas teritorialnya. Hal ini merupakan salah satu prinsip yang

BAB I PENDAHULUAN. wilayah udara di atas teritorialnya. Hal ini merupakan salah satu prinsip yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Setiap negara pada dasarnya memiliki kedaulatan penuh dan ekskusif atas wilayah udara di atas teritorialnya. Hal ini merupakan salah satu prinsip yang diatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah suatu negara yang kita kenal seperti udara dan darat juga lautan. Namun masalah kelautan atau wilayah laut tidak dimiliki oleh setiap negara, hanya negara-negara

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT ON THE RESCUE OF ASTRONAUTS, THE RETURN OF ASTRONAUTS AND THE RETURN OF OBJECTS LAUNCHED INTO OUTER SPACE (PERSETUJUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Subhan Permana Sidiq,2014 FAKTOR DOMINAN YANG BERPENGARUH PADA JUMLAH BENDA JATUH ANTARIKSA BUATAN SEJAK

BAB I PENDAHULUAN. Subhan Permana Sidiq,2014 FAKTOR DOMINAN YANG BERPENGARUH PADA JUMLAH BENDA JATUH ANTARIKSA BUATAN SEJAK BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi antariksa berdampak pada peningkatan peluncuran satelit untuk menjalankan berbagai misi, seperti telekomunikasi, penginderaan jauh, navigasi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia

1. PENDAHULUAN. meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya hubungan perdagangan antar negara, maka semakin meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia dan barang-barang/kargo.

Lebih terperinci

penting dalam menciptakan hukum internasional sendiri.

penting dalam menciptakan hukum internasional sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum internasional adalah hukum atau peraturan yang berlaku diluar dari wilayah suatu negara. Secara umum, hukum internasional diartikan sebagai himpunan dari peraturan-peraturan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional Pengertian Subjek Hukum Internasional

BAB II TINJAUAN UMUM. 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional Pengertian Subjek Hukum Internasional 19 BAB II TINJAUAN UMUM 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional 1.1.1 Pengertian Subjek Hukum Internasional Secara umum subyek hukum diartikan sebagai pendukung / pemilik hak dan kewajiban.

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Pengaturan Tanggungjawab dalam Kegiatan Keruangangkasaan Berdasarkan Space Liability Conventions 1972 dan Implementasinya terhadap Kegagalan Peluncuran Satelit Telkom-3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cepat dan menghasilkan kejadian-kejadian yang luar biasa, misalnya pesawat

BAB I PENDAHULUAN. cepat dan menghasilkan kejadian-kejadian yang luar biasa, misalnya pesawat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi ruang angkasa pada masa sekarang telah bergerak cepat dan menghasilkan kejadian-kejadian yang luar biasa, misalnya pesawat ruang angkasa

Lebih terperinci

BAB II KEDAULATAN NEGARA DI RUANG UDARA BERDASARKAN KONVENSI CHICAGO D. Pengertian Ruang Udara dan Wilayah Udara Indonesia

BAB II KEDAULATAN NEGARA DI RUANG UDARA BERDASARKAN KONVENSI CHICAGO D. Pengertian Ruang Udara dan Wilayah Udara Indonesia BAB II KEDAULATAN NEGARA DI RUANG UDARA BERDASARKAN KONVENSI CHICAGO 1944 D. Pengertian Ruang Udara dan Wilayah Udara Indonesia Eksistensi horisontal wilayah udara suatu negara mengikuti batas-batas wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem satelit navigasi adalah sistem yang digunakan untuk menentukan posisi di bumi dengan menggunakan teknologi satelit. Sistem ini memungkinkan sebuah alat elektronik

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Bab ini merupakan bab terakhir yang akan memaparkan kesimpulan atas

BAB IV PENUTUP. Bab ini merupakan bab terakhir yang akan memaparkan kesimpulan atas BAB IV PENUTUP Bab ini merupakan bab terakhir yang akan memaparkan kesimpulan atas isu hukum yang muncul sebagai rumusan masalah dalam bab pertama (Supra 1.2.). Ide-ide yang penulis simpulkan didasarkan

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN HUKUM UDARA DAN RUANG ANGKASA

BAB II PERKEMBANGAN HUKUM UDARA DAN RUANG ANGKASA BAB II PERKEMBANGAN HUKUM UDARA DAN RUANG ANGKASA A. Pembagian Hukum Udara dan Ruang Angkasa Hukum Udara dan Ruang Angkasa merupakan bagian komponen dari Hukum Angkasa, untuk itu perlu diteliti apa saja

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN (The Protection and the Conservation of Fishery Resources in the Economic Exclusive Zone Among the Asean States)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. negara yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suksesi negara adalah suatu keadaan di mana terjadi perubahan atau penggantian kedaulatan dalam suatu negara sehingga terjadi semacam pergantian negara yang membawa

Lebih terperinci

Hukum Pidana Internasional. Tolib Effendi

Hukum Pidana Internasional. Tolib Effendi Hukum Pidana Internasional Tolib Effendi Komponen Penilaian 1. Tugas I (10%) 2. UTS (25%) 3. Tugas II (15%) 4. UAS (35%) 5. Kehadiran (5%) 6. Aktivitas di Kelas (10%) Pokok Bahasan 1. Sejarah Hukum Pidana

Lebih terperinci

Hak Lintas Damai di Laut Teritorial

Hak Lintas Damai di Laut Teritorial Hak Lintas Damai di Laut Teritorial A. Laut Teritorial HAK LINTAS DAMAI DI LAUT TERITORIAL (KAJIAN HISTORIS) Laut teritorial merupakan wilayah laut yang terletak disisi luar dari garis-garis dasar (garis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya tekhnologi transportasi dan telekomunikasi. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya tekhnologi transportasi dan telekomunikasi. Perkembangan 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan tak dapat dipungkiri, hal ini ditandai dengan berkembangnya tekhnologi transportasi dan telekomunikasi. Perkembangan tersebut sejalan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG KEANTARIKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG KEANTARIKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG KEANTARIKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Antariksa merupakan ruang beserta isinya yang

Lebih terperinci

Perkembangan Hukum Laut Internasional

Perkembangan Hukum Laut Internasional Perkembangan Hukum Laut Internasional Hukum laut internasional adalah seperangkat norma hukum yang mengatur hubungan hukum antara negara pantai atau yang berhubungan dengan pantai, yang terkurung oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan meningkatnya transaksi perdagangan luar negeri. Transaksi

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan meningkatnya transaksi perdagangan luar negeri. Transaksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pada sektor transportasi dan informasi dewasa ini menyebabkan meningkatnya transaksi perdagangan luar negeri. Transaksi perdagangan luar negeri atau yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Sepanjang perjalanan sejarah umat manusia, selalu timbul perbedaan kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan ini memberikan dinamika

Lebih terperinci

TUGAS APLIKASI NUKLIR DI INDUSTRI KELEBIHAN DAN KEKURANGAN RTG VS SEL SURYA

TUGAS APLIKASI NUKLIR DI INDUSTRI KELEBIHAN DAN KEKURANGAN RTG VS SEL SURYA TUGAS APLIKASI NUKLIR DI INDUSTRI KELEBIHAN DAN KEKURANGAN RTG VS SEL SURYA Muhammad Ilham, Mohamad Yusup, Praba Fitra 10211078, 10211077, 10211108 Program Studi Fisika, Institut Teknologi Bandung, Indonesia

Lebih terperinci

SILABUS FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG 2013

SILABUS FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG 2013 SILABUS Mata Kuliah : Hukum Udara dan Ruang Angkasa Kode Mata Kuliah : HKIn 2086 SKS : 2 Dosen : 1. Evert Maximiliaan T, S.H., M.Hum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG 2013 1 HALAMAN PENGESAHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencemaran laut adalah perubahan pada lingkungan laut yang terjadi akibat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencemaran laut adalah perubahan pada lingkungan laut yang terjadi akibat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencemaran laut adalah perubahan pada lingkungan laut yang terjadi akibat dimasukkannya oleh manusia secara langsung ataupun tidak langsung bahanbahan atau energi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG KEANTARIKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG KEANTARIKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG KEANTARIKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Antariksa merupakan ruang beserta isinya yang

Lebih terperinci

KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA BANGSA TENTANG HUKUM LAUT BAB VII LAUT LEPAS BAB IX LAUT TERTUTUP ATAU SETENGAH TERTUTUP.

KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA BANGSA TENTANG HUKUM LAUT BAB VII LAUT LEPAS BAB IX LAUT TERTUTUP ATAU SETENGAH TERTUTUP. Annex I KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA BANGSA TENTANG HUKUM LAUT Bagian 1. Ketentuan Umum BAB VII LAUT LEPAS Pasal 89 Tidak sahnya tuntutan kedaulatan laut lepas Tidak ada suatu negarapun yang dapat secara

Lebih terperinci

2013, No Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang ten

2013, No Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang ten No.133, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Wilayah. Keantariksaan. Tata Ruang. Udara. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5435) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri atas perairan laut, sungai, dan danau.diatas teritorial daratan dan perairan

BAB I PENDAHULUAN. terdiri atas perairan laut, sungai, dan danau.diatas teritorial daratan dan perairan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan, dengan beribu-ribu pulau besar dan kecil berupa daratan dan sebagian besar perairan yang terdiri atas perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Khusus bagi Indonesia sebagai negara kepulauan angkutan udara

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Khusus bagi Indonesia sebagai negara kepulauan angkutan udara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angkutan udara baik internasional maupun domestik mempunyai peranan dan fungsi yang makin lama makin penting dalam kehidupan umat manusia. Khusus bagi Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG KEANTARIKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG KEANTARIKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG KEANTARIKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Antariksa merupakan ruang beserta isinya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia tersebut. Upaya upaya pembangunan ini dilakukan dengan banyak hal,

BAB I PENDAHULUAN. dunia tersebut. Upaya upaya pembangunan ini dilakukan dengan banyak hal, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Negara negara dunia pasca perang dunia II gencar melaksanakan pembangunan guna memperbaiki perekonomian negaranya yang hancur serta memajukan kesejahteraan penduduknya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak saat itulah manusia mulai mengenal Iptek. Pada awalnya, Iptek berkembang

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak saat itulah manusia mulai mengenal Iptek. Pada awalnya, Iptek berkembang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) berkembang sesuai dengan perkembangan kehidupan umat manusia. Ketika manusia mengenal alat, sebenarnya sejak saat itulah manusia

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN A. Pengertian dan Fungsi Pengangkutan Istilah pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti mengangkut dan membawa, sedangkan istilah pengangkutan dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghubung, media rekreasi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. penghubung, media rekreasi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencemaran lingkungan laut mendapat perhatian dunia dewasa ini, baik secara Nasional, Regional, atau Internasional disebabkan karena dampak yang ditimbulkan

Lebih terperinci

Nuklir sebagai Energi Pedang Bermata Dua. Sarah Amalia Nursani. Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya

Nuklir sebagai Energi Pedang Bermata Dua. Sarah Amalia Nursani. Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya Nuklir sebagai Energi Pedang Bermata Dua Sarah Amalia Nursani Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya PAPER Nuklir sebagai Energi Pedang Bermata Dua Sarah Amalia Nursani Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF POLICY BRIEF PERTIMBANGAN YURIDIS PENGELOMPOKAN PERUMUSAN 9 RPP SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG KEANTARIKSAAN DALAM RPP YANG TERPISAH

RINGKASAN EKSEKUTIF POLICY BRIEF PERTIMBANGAN YURIDIS PENGELOMPOKAN PERUMUSAN 9 RPP SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG KEANTARIKSAAN DALAM RPP YANG TERPISAH RINGKASAN EKSEKUTIF POLICY BRIEF PERTIMBANGAN YURIDIS PENGELOMPOKAN PERUMUSAN 9 RPP SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG KEANTARIKSAAN DALAM RPP YANG TERPISAH KELOMPOK PENELITIAN 2 Jakarta, Juni 2016 PUSAT KAJIAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1989 TENTANG TELEKOMUNIKASI [LN 1989/11, TLN 3391]

UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1989 TENTANG TELEKOMUNIKASI [LN 1989/11, TLN 3391] UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1989 TENTANG TELEKOMUNIKASI [LN 1989/11, TLN 3391] BAB IX KETENTUAN PIDANA Pasal 35 Setiap perbuatan yang dilakukan tanpa hak dan dengan sengaja untuk mengubah jaringan telekomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, dimana dunia memasuki era gobalisasi, sektor ekonomi dan perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam dunia perdagangan soal

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Aspek Tanggung Jawab yang Timbul dalam Pengoprasian Drone Berdasarkan Hukum Udara Internasional dan Implementasinya dalam Peraturan Menteri No 90 Tahun 2015 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran

BAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hukum Humaniter Internasional yang dulu disebut Hukum Perang, atau hukum sengketa bersenjata, memiliki sejarah yang sama tuanya dengan peradaban manusia. 1 Inti dari

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI KEGIATAN RUANG ANGKASA

BAB II PERKEMBANGAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI KEGIATAN RUANG ANGKASA BAB II PERKEMBANGAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI KEGIATAN RUANG ANGKASA E.... Sejarah Terbentuknya Hukum Ruang Angkasa Proses pembentukan Hukum Ruang Angkasa didasarkan terutama kepada Hukum Internasional.

Lebih terperinci

pengangkutan udara dilakukan oleh perusahaan penerbangan dapat dirasakan

pengangkutan udara dilakukan oleh perusahaan penerbangan dapat dirasakan tanpa didukung adanya jasa angkutan udara, sebab dampak dari adanya pengangkutan udara dilakukan oleh perusahaan penerbangan dapat dirasakan secara langsung, antara lain perhubungan yang cepat, efisien

Lebih terperinci

2014, No Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2002 tentang Pengesahan Treaty on Principles Governing the Activities of the State in the Exploration

2014, No Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2002 tentang Pengesahan Treaty on Principles Governing the Activities of the State in the Exploration BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1013, 2014 KEMENKOMINFO. Frekuensi Radio. Dinas Satelit. Orbit Satelit. Spektrum. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan manusia yang paling sederhana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi dan perubahan sosial, tidak hanya perubahan-perubahan yang berlangsung dengan intensif ditingkat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 1958 TENTANG PENERBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 1958 TENTANG PENERBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 1958 TENTANG PENERBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan-peraturan penerbangan yang berlaku di wilayah Republik Indonesia pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa berkembang secara dinamik sesuai dengan perkembangan zaman. Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari interaksi antar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan

BAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menurut J.C.T. Simorangkir, S.H dan Woerjono Sastropranoto, S.H, Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 53 TAHUN 2000 TENTANG PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO DAN ORBIT SATELIT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 53 TAHUN 2000 TENTANG PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO DAN ORBIT SATELIT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 53 TAHUN 2000 TENTANG PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO DAN ORBIT SATELIT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan mengenai spektrum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi tingkat budaya dan semakin modern suatu bangsa, maka semakin

BAB I PENDAHULUAN. tinggi tingkat budaya dan semakin modern suatu bangsa, maka semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dan industri yang merupakan hasil dari budaya manusia membawa dampak positif, dalam arti teknologi dapat di daya gunakan untuk kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia, pengangkutan memiliki peranan yang sangat penting. Demikian juga halnya dalam dunia perdagangan, bahkan pengangkutan memegang peranan yang mutlak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat pada era modern saat ini di dalam aktivitasnya dituntut untuk memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain dalam waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan

BAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Wilayah atau teritori adalah salah satu manifestasi paling utama dari kedaulatan suatu negara.oleh karena itu dalam lingkungan wilayahnya tersebut suatu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict merupakan suatu keadaan yang tidak asing lagi di mata dunia internasional. Dalam kurun waktu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2000 TENTANG PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO DAN ORBIT SATELIT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2000 TENTANG PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO DAN ORBIT SATELIT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2000 TENTANG PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO DAN ORBIT SATELIT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan

Lebih terperinci

PELANGGARAN KEDAULATAN NEGARA TERKAIT TINDAKAN SPIONASE DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI INTERNASIONAL

PELANGGARAN KEDAULATAN NEGARA TERKAIT TINDAKAN SPIONASE DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI INTERNASIONAL PELANGGARAN KEDAULATAN NEGARA TERKAIT TINDAKAN SPIONASE DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI INTERNASIONAL Oleh Ngakan Kompiang Kutha Giri Putra I Ketut Sudiartha Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1975 TENTANG PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1975 TENTANG PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1975 TENTANG PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa zat radioaktif mengandung bahaya radiasi, baik terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, salah satunya adalah lingkungan antariksa. Dari tahun ke tahun,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, salah satunya adalah lingkungan antariksa. Dari tahun ke tahun, BAB I PENDAHULUAN Dewasa ini, keamanan lingkungan menjadi perhatian serius dunia internasional, salah satunya adalah lingkungan antariksa. Dari tahun ke tahun, volume sampah antariksa semakin bertambah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN TRAKTAT PELARANGAN MENYELURUH UJI COBA NUKLIR (COMPREHENSIVE NUCLEAR-TEST-BAN TREATY) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipelagic State) memiliki lebih kurang 17.500 pulau, dengan total panjang garis pantai mencapai 95.181 km

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Ekspedisi Perjanjian ekspedisi adalah perjanjian timbal balik antara ekspeditur dengan pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. listrik dalam wujud reaktor nuklir. Pengembangan teknologi nuklir tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. listrik dalam wujud reaktor nuklir. Pengembangan teknologi nuklir tidak hanya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awal abad ke-20, perkembangan teknologi telah mendatangkan beragam inovasi baru. Salah satunya adalah pengolahan beberapa unsur kimia menjadi senyawa radioaktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewan keamanan PBB bertugas untuk menjaga perdamaian dan keamanan antar negara dan dalam melaksanakan tugasnya bertindak atas nama negaranegara anggota PBB.

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. 4.1 Kesimpulan. 1. Berkenaan dengan kewenangan Pemerintah Daerah dalam membuat Perjanjian. Internasional:

BAB IV PENUTUP. 4.1 Kesimpulan. 1. Berkenaan dengan kewenangan Pemerintah Daerah dalam membuat Perjanjian. Internasional: BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan 1. Berkenaan dengan kewenangan Pemerintah Daerah dalam membuat Perjanjian Internasional: a. Berdasarkan peraturan nasional Negara Republik Indoensia Pemerintahan Daerah Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi telah mendorong berbagai perubahan pada setiap aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh terhadap meningkatnya perdagangan barang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2000 TENTANG PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO DAN ORBIT SATELIT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2000 TENTANG PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO DAN ORBIT SATELIT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2000 TENTANG PENGGUNAAN SPEKTRUM FREKUENSI RADIO DAN ORBIT SATELIT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Negara kita persediaan tenaga kerja sebagian besar terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Negara kita persediaan tenaga kerja sebagian besar terdiri dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Negara kita persediaan tenaga kerja sebagian besar terdiri dari tenaga kerja yang tidak terlatih dan tersebar secara tidak seimbang di seluruh pelosok tanah air.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan yang luas maka modal transportasi udara

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan yang luas maka modal transportasi udara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara kepulauan yang luas maka modal transportasi udara merupakan suatu pilihan yang tidak dapat dielakkan, Indonesia adalah negara yang terdiri atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu lainnya, melainkan sebagai mahluk hidup yang hidup dengan. Prof. Hans Kelsen berpendapat, bahwa Zoon Poloticon itu berarti

BAB I PENDAHULUAN. individu lainnya, melainkan sebagai mahluk hidup yang hidup dengan. Prof. Hans Kelsen berpendapat, bahwa Zoon Poloticon itu berarti BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Zoon Politicon demikian Aristoteles manamakan manusia itu, artinya ; manusia itu tidak diciptakan sebagai individu, otonom dan bebas, terpisah dari individu lainnya,

Lebih terperinci

KONFERENSI NASIONAL KOMUNIKASI 2016 IKATAN SARJANA KOMUNIKASI INDONESIA Makassar, Oktober 2016

KONFERENSI NASIONAL KOMUNIKASI 2016 IKATAN SARJANA KOMUNIKASI INDONESIA Makassar, Oktober 2016 KONFERENSI NASIONAL KOMUNIKASI 2016 IKATAN SARJANA KOMUNIKASI INDONESIA Makassar, 11-13 Oktober 2016 KECERDASAN KOMUNIKASI : MENCERDASKAN KEHIDUPAN BANGSA Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN EVITA KARINA PUTRI JATUHNYA PESAWAT AIR ASIA DENGAN NOMOR PENERBANGAN QZ8501

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN EVITA KARINA PUTRI JATUHNYA PESAWAT AIR ASIA DENGAN NOMOR PENERBANGAN QZ8501 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak di Asia Tenggara. Melintang di khatulistiwa antara benua Asia dan Australia serta antara Samudera

Lebih terperinci

HUKUM INTERNASIONAL. Oleh : Nynda Fatmawati, S.H.,M.H.

HUKUM INTERNASIONAL. Oleh : Nynda Fatmawati, S.H.,M.H. HUKUM INTERNASIONAL Oleh : Nynda Fatmawati, S.H.,M.H. SUMBER HUKUM INTERNASIONAL Sumber: Starke (1989), Brownlie (1979), Shelton (2006), Riesenfeld (2006) Pengertian: Bahan-bahan aktual yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menjamin keselamatan setiap penerbangan udara sipil. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menjamin keselamatan setiap penerbangan udara sipil. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adanya berita penembakan pada Airbus A-300 milik Iran Air yang telah diakui oleh Amerika Serikat menelan korban 290 orang tewas di teluk parsi hari minggu sore

Lebih terperinci

SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN. Mata Kuliah HUKUM INTERNASIONAL

SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN. Mata Kuliah HUKUM INTERNASIONAL SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN Mata Kuliah HUKUM INTERNASIONAL PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2015 S I L A B U S A. IDENTITAS MATA KULIAH Nama Mata

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEANTARIKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEANTARIKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEANTARIKSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa antariksa merupakan ruang beserta isinya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1989 TENTANG TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1989 TENTANG TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1989 TENTANG TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah memajukan

Lebih terperinci

GPS (Global Positioning Sistem)

GPS (Global Positioning Sistem) Global Positioning Sistem atau yang biasa disebut dengan GPS adalah suatu sistem yang berguna untuk menentukan letak suatu lokasi di permukaan bumi dengan koordinat lintang dan bujur dengan bantuan penyelarasan

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN APABILA TERJADI KECELAKAAN AKIBAT PILOT MEMAKAI OBAT TERLARANG

TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN APABILA TERJADI KECELAKAAN AKIBAT PILOT MEMAKAI OBAT TERLARANG TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN APABILA TERJADI KECELAKAAN AKIBAT PILOT MEMAKAI OBAT TERLARANG Oleh Cok Istri Ida Andriani I Wayan Parsa Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This

Lebih terperinci

SKRIPSI TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PELUNCURAN BENDA RUANG ANGKASA DITINJAU DARI SPACE LIABILITY CONVENTION

SKRIPSI TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PELUNCURAN BENDA RUANG ANGKASA DITINJAU DARI SPACE LIABILITY CONVENTION SKRIPSI TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PELUNCURAN BENDA RUANG ANGKASA DITINJAU DARI SPACE LIABILITY CONVENTION 1972 OLEH : TANIA GABRIELLA CIUTARNO B111 12 005 BAGIAN HUKUM INTERNASIONAL FAKULTAS HUKUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, maka manusia mengingkari kodratnya sendiri. Manusia dengan

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, maka manusia mengingkari kodratnya sendiri. Manusia dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada prinsipnya manusia adalah mahluk sosial, yaitu mahluk yang hidup bermasyarakat, sebagai mahluk sosial, manusia selalu mempunyai naluri untuk hidup bersama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disambungkan dengan sebuah tongkat panjang. hukum pergerakan Newton mulai mendapat pengaruh pada design-design roket.

BAB 1 PENDAHULUAN. disambungkan dengan sebuah tongkat panjang. hukum pergerakan Newton mulai mendapat pengaruh pada design-design roket. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 1232 roket digunakan oleh bangsa Cina untuk berperang melawan bangsa Mongolia. Roket yang digunakan sangatlah sederhana, hanya terbuat dari pipa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Grafindo Persada, Jakarta, 2000 hal 1. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Grafindo Persada, Jakarta, 2000 hal 1. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan, masyarakat mempunyai kemampuan dan keahlian masing-masing serta cara yang berbeda-beda dalam mencapai tujuan kemakmuran dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional. tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional. tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam memahami hukum Organisasi Internasional tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan Organisasi Internasional itu sendiri, yang sudah lama timbul

Lebih terperinci