BAB I PENDAHULUAN. The enviroment has always been a silent casualty of conflict. 1 Kerusakan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. The enviroment has always been a silent casualty of conflict. 1 Kerusakan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah The enviroment has always been a silent casualty of conflict. 1 Kerusakan lingkungan hidup akibat perang bukan merupakan fakta baru dalam dunia internasional. Lingkungan hidup sebagai penunjang keberlangsungan kehidupan kerapkali menjadi salah satu target pemusnahan ataupun menerima dampak sampingan saat perang, dengan dalih mencapai keuntungan militer. Sejarah mencatat bahwa manusia mengalami penderitaan yang berkepanjangan akibat rusaknya lingkungan hidup saat perang berlangsung dan dampaknya pasca perang berakhir. Kerusakan lingkungan hidup tersebut bervariasi, mulai dari tercemarnya air laut dan sumber-sumber mata air tawar, rusaknya hutan, tanah yang menjadi beracun akibat senjata kimia, hewan-hewan terbunuh, serta rusaknya sumbersumber daya alam yang esensial. Penyebabnya adalah penggunaan senjata, metode atau taktik dalam perang, baik secara sengaja ataupun tidak sengaja, tidak menempatkan lingkungan hidup pada posisi yang seharusnya dilindungi pada saat perang, sebagaimana dikehendaki dalam hukum nasional maupun hukum internasional. 1 United Nations Enviroment Programme (UNEP), From Conflict to Peace Building: The Role of Natural Resources and the Enviroment, Februari 2009, (Selanjutnya disingkat UNEP I) h.15. 1

2 Perang Dunia I merupakan awal perang modern yang menggunakan senjata kimia sebagai senjata pemusnah masal, dan berakibat luas bagi manusia dan lingkungan. Tahun 1925 Protokol Jenewa telah hadir sebagai sebuah upaya perlindungan hukum internasional yang melarang penggunaan senjata kimia yang berbahaya bagi lingkungan dan manusia. Meskipun demikian, pada Perang Dunia II, Perang Vietnam, serta Perang Teluk I dan II, penggunaan senjata kimia yang terhadap lingkungan hidup tetap saja tidak dapat terelakkan. Perang Teluk I dan II tercatat dalam sejarah dunia sebagai salah satu konflik bersenjata internasional yang memiliki implikasi luar biasa terhadap lingkungan hidup dan manusia. Tergambar dari laporan World Health Organization (WHO) yang menyatakan bahwa bahwa After The First Gulf War the absorption of air pollutant has increased by 705 percent in Baghdad which is more than 887 percent. Pada Perang Teluk II, kebakaran minyak Kuwait menyebabkan masalah global dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Asap membumbung hingga 1-4 kilometer menyebabkan polusi udara besar-besaran, serta terhalangnya sinar matahari. Asap hitam tersebut menyebabkan hujan hitam yang menjangkau sampai ke negara-negara lain, seperti Uni Emirat Arab, Iran, Turki, Suriah dan Afganistan. 2 Hal serupa terjadi saat Perang Vietnam berlangsung. Perang yang terjadi antara Vietnam Utara dan Vietnam Selatan, yang kemudian melibatkan negaranegara lain, termasuk Amerika Serikat, diketahui telah menggunakan senjata kimia dan senjata penghancur lainnya, yang salah satunya adalah senjata kimia yang disebut sebagai orange agent (agen oranye). Pasukan Amerika Serikat 2 en.wikipedia.org/wiki/environmental_impact_of_gulf_wars, dikunjungi pada tanggal 7 April 2015 Pukul. 14:05. 2

3 menggunakan lebih dari 20 juta galon herbisida untuk mengundulkan hutan-hutan sepanjang perbatasan situs militer, dan memusnahkan tanaman musuh. 3 Selama Perang Vietnam, hampir 72 juta liter dioxin 4 yang mengandung defoliant orange agent (zat kimia penggundul hutan) disemprotkan ke atas hutan-hutan Vietnam, sebagai akibatnya semua tanaman dilucuti dari seluruh daerah tersebut. Bahkan, hingga hari ini ada beberapa area tetap tidak cocok untuk pertanian. 5 Fakta lain tentang kerusakan lingkungan adalah konflik bersenjata antara Israel dan Lebanon di tahun Kira-kira ton minyak dilepaskan ke Laut Mediterania setelah bom kilang minyak Jiyeh, dan menyebabkan kerusakan ekosistem laut yang luar biasa. 6 Fakta-fakta ini menunjukan bahwa, lingkungan hidup berada pada posisi tidak aman, rawan untuk dirusak secara sengaja maupun tidak sengaja, dengan tujuan untuk menundukan lawan dan memenangkan perang. Hukum Humaniter Internasional atau International Humanitarian Law (selanjutnya disebut HHI) hadir sebagai salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk meminimalisir atau mengurangi dampak buruk dari perang atau dengan kata lain memanusiawikan perang. HHI didefinisikan sebagai the branch of international law limiting the use of violence in armed conflict by : 7 a) Sparing those who do not or no longer directly participate in hostilities; b) Restricting it to the amout necessary to achieve the aim of the conflict, which independently of the causes fought for can only be to weaken the military potential of the enemy. 3 en.m.wikipedia.org, dikunjungi pada tanggal 16 Februari 2015 Pukul US Department of Veteran Affairs. (2003). Agent Orange: Information for veterans who served in Vietnam. Retrieved July 2008, 5 UNEP I, Op.Cit, h United Nations Enviroment Programme (UNEP), Protection the Enviroment During Armed Conflict : An Inventory and Analysis of International Law, November 2009, (selanjutnya disingkat UNEP II) h ICRC-0739-How Does Law Protect in War Part I. h. 1. 3

4 Berdasarkan definisi di atas, tujuan pokok dari kehadiran HHI bukan sebagai kitab hukum yang mengatur permainan perang, melainkan untuk alasan-alasan perikemanusiaaan guna mengurangi atau membatasi penderitaan setiap individu yang terlibat, serta untuk membatasi kawasan di dalam mana kebiasaan perang diizinkan. 8 Menurut J.G. Starke, kaidah dalam HHI adalah mengikat bukan saja terhadap negara-negara; melainkan terhadap individu-individu, termasuk anggota angkatan bersenjata, kepala negara, menteri-menteri, dan pejabat-pejabat lain. Juga kaidah-kaidah hukum tersebut perlu mengikat terhadap pasukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang terlibat dalam suatu konflik militer, terutama karena PBB adalah subyek hukum internasional dan terikat oleh seluruh kaidah hukum internasional, di mana HHI merupakan bagian daripadanya. 9 Berdasar pada perspektif HHI, tidak semua konflik bersenjata dapat dikategorikan sebagai perang. Konflik bersenjata dibedakan atas 2 (dua) yaitu konflik bersenjata non-internasional dan konflik bersenjata internasional. Suatu konflik dapat dikategorikan sebagai konflik bersenjata non-internasional, dalam hal terjadi dua kondisi seperti berikut ini: 10 a) any situation where, within a State s territory, clear and unmistakable hostilities break out between the armed forces and organized armed groups; b) any situation where dissident forces are organized under the leadership of a responsible command and exercise such control over a part of the territory as to enable them to conduct sustained and concerted military operations (intensive fighting). 8 J.G.Starke (Terjemahan oleh Bambang Iriana Djajaatmadja, S.H.), Pengantar Hukum Internasional Edisi Kesepuluh II, Sinar Grafika, Jakarta, 1998, h Ibid., h International Committee of the Red Cross, Basic Rules of the Geneva Conventions and Their Additional Protocols, Geneva, September 1983, h

5 Dengan kata lain, konflik bersenjata non-internasional tidak melibatkan atau tidak memberikan ruang intervensi bagi negara lain (di luar negara yang berkonflik), namun konflik terjadi antara pemerintah dengan kelompok bersenjata tertentu yang dimaknai sebagai pemberontak. Dalam hal konflik bersenjata internasional, terdiri dari 3 unsur yaitu: (i) melibatkan dua negara atau lebih; (ii) salah satu negara melakukan intervensi dengan mengirimkan pasukan bersenjata atau lainnya; (iii) beberapa orang dalam konflik bersenjata yang melakukan aksinya mengatasnamakan negara lainnya. 11 Dalam konteks HHI, penggunaan istilah perang merujuk pada konflik bersenjata internasional yang pihak-pihaknya bertujuan untuk saling melumpuhkan tanpa ada iktikad perdamaian. Berkaitan dengan itu, dapat dilihat definisi perang yang dikemukakan oleh Karl von Clausewitz yang menyatakan perang sebagai perjuangan skala besar yang bertujuan untuk menundukkan lawannya demi memenuhi kehendaknya. Sejalan dengan pernyataan Clausewitz, dalam kasus Driefontein Consolidated Gold Mines v. Janson, Hall mengemukakan definisi perang, yakni: 12 apabila perselisihan antara negara-negara mencapai suatu titik di mana kedua belah pihak berusaha untuk memaksa, atau salah satu dari mereka melakukan tindakan kekerasan, yang dipandang oleh pihak lain sebagai suatu pelanggaran perdamaian, maka terjadi hubungan perang, di mana pihak-pihak yang bertempur satu sama lain dapat menggunakan kekerasan sesuai dengan peraturan, sampai salah satu dari mereka menerima syarat-syarat sebagaimana yang dikehendaki oleh musuhnya Putusan Mahkamah ICTY, kasus Prosecutor v.brdanin, nomor: IT T, para. 12 J.G. Starke, Ibid., h

6 Mendukung pernyataan di atas mengenai persoalan suatu perselisihan atau permusuhan dapat dikatakan sebagai suatu keadaan perang atau hanya suatu permusuhan non-perang, Starke mengemukakan tiga unsur penentu, yakni: 13 (a) dimensi konflik, artinya konflik yang terlokalisasi atau terbatas belum dapat diartikan sebagai perang; (b) maksud-maksud dari para kontestan, berarti bahwa apakah maksud dari para kontestan yang terlibat perang hanya menyangkut para pihak itu saja atau berpengaruh terhadap negara-negara lain. Selain itu maksud para kontestan dapat juga berarti pernyataan tentang keadaan perang; (c) sikap dan reaksi-reaksi dari pihak yang bukan kontestan, ini berkaitan dengan anggapan dari negara yang bukan kontestan karena hak-hak dan kepentingan mereka. Negaranegara bukan kontestan dapat memutuskan dan mengakui bahwa mereka terlibat perang, atau membuat suatu pernyataan netralitas. Berdasarkan konsep perang yang dikemukakan di atas, dapat diketahui bahwa perang menyangkut konflik yang melibatkan lebih dari satu negara dengan tindakan kekerasan dan terutama melibatkan angkatan bersenjata. Pengakuan tentang keadaan perang, baik dari negara-negara yang terlibat maupun tidak terlibat menjadi salah satu unsur penentu apakah suatu konflik bersenjata dapat dikategorikan sebagai perang atau bukan perang. Sehingga, istilah perang yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi pada pemahamann yang merujuk konflik bersenjata internasional. Perang pada dasarnya menggunakan kekerasan dalam bentuk dan cara beragam yang bertujuan untuk melumpuhkan musuh. Lingkungan hidup pun menjadi sasaran empuk untuk dihancurkan terlebih dahulu, agar manusia yang hidup dan mengantungkan hidup pada lingkungan bisa ditaklukkan dengan lebih mudah. Selain itu, serangan terhadap obyek militer lain dapat berdampak bagi 13 Ibid., h

7 keberlangsungan lingkungan hidup. Disinilah letak pentingnya norma dan prinsip HHI yang memberikan batasan-batasan kepada para pihak yang berperang dalam mengaplikasikan taktik, metode atau alat perangnya agar tetap melindungi lingkungan hidup. Dalam sumber-sumber HHI dikenal prinsip-prinsip hukum internasional yang harus ditaati selama perang berlangsung, misalnya prinsip proporsionalitas (the principle of proportionality) dan prinsip pembedaan (the principle of distinction). Prinsip proporsionalitas menjadi salah satu asas yang mendasari ketentuan dalam Statuta Roma Pasal 8 ayat (2) (b) (iv), yang menyebutkan bahwa: Intentionally launching an attack in the knowledge that such attack will cause incidental loss of life or injury to civillians or damage to civilian objects or widespread, long-term, and severe damage to the natural enviroment which would be clearly excessive in relation to be concrete and direct overall millitary advantange anticipated. Ketentuan ini memberikan ukuran tentang keadaan rusaknya lingkungan hidup, yakni jika terjadi kerusakan yang meluas (widespread), berjangka panjang (longterm), dan dahsyat (severe) terhadap lingkungan hidup dan tidak proporsional jika dibandingkan dengan keuntungan militer yang diperoleh. Prinsip pembedaan membatasi para pihak yang terlibat konflik bersenjata untuk melakukan penyerangan hanya terhadap obyek-obyek militer (millitary objectives). Adapun tolak ukur yang digunakan untuk menentukan suatu obyek, apakah termasuk obyek militer atau bukan termuat dalam Pasal 52 ayat (2) Protokol Tambahan I, yang berbunyi: Attack shall be limited strictly to military objectives. In so far as objects are concerned, military objectives are limited to those objects which by their nature, location, purpose or use make an 7

8 effective contribution to military action and whose total or partial destruction, capture or neutralization, in the circumstances ruling at the time, offers definite military advantage. Secara implisit, prinsip proporsionalitas dan prinsip pembedaan yang mewarnai norma-norma dalam Statuta Roma dan Protokol Tambahan I memberikan pemahaman bahwa lingkungan hidup adalah obyek yang harus dilindungi dalam perang. Kesadaran pentingnya lingkungan semakin tumbuh dan berkembang seiring dengan kemajuan penggunaan metode, taktik atau alat perang yang berbahaya bagi lingkungan dan manusia. Sehingga secara eksplisit rumusan norma atau ketentuan yang memberikan perlindungan terhadap lingkungan hidup kemudian dimuat dalam Pasal 35 ayat (3) dan Pasal 55 Protokol Tambahan I. Pasal 35 ayat (3) Bagian III tentang Methods and Means of Warefare Combatant and Prisoner-Of-War Status Protokol Tambahan I mencantumkan bahwa it is prohibited to employ methods or means of warfare which are intended, or may be expected, to cause widespread, long-term, and severe damage to the natural enviroment. Ketentuan ini menegaskan larangan untuk menggunakan metode atau alat perang yang menyebabkan kerusakan lingkungan, entah dikarenakan sebuah serangan yang disengaja maupun tidak sengaja. Selanjutnya Pasal 55 Protokol Tambahan I mengatur tentang perlindungan terhadap lingkungan hidup yang berbunyi: (1) Care shall be taken in warfare to protect natural enviroment against widespread, long-term, and severe damage. This protection includes a prohibition of the use of methods or means of warfare which are intended or may be expected to cause such damage to the natural enviroment and thereby to the prejudice the health or survival of the population. 8

9 (2) Attacks against the natural enviroment by way of reprisals are prohibited. Melengkapi larangan Pasal 35 ayat (3), Pasal 55 Protokol Tambahan I memasukkan prinsip kehati-hatian dalam rangka melindungi lingkungan hidup dari serangan yang bahkan tidak dimaksudkan untuk menghancurkan lingkungan hidup. Ayat (2) menambahkan bahwa melakukan penyerangan terhadap lingkungan sebagai bentuk pembalasan adalah sebuah pelanggaran hukum. Jika dilihat dari ketentuan di atas, Statuta Roma menggolongkan serangan secara sengaja terhadap lingkungan hidup pada saat perang, dengan kerusakan yang berdampak meluas, berjangka panjang dan dahsyat, sebagai bagian dari kejahatan perang. Kejahatan perang merupakan salah satu bagian dari tindak pidana internasional yang menimbulkan sebuah konsekuensi logis dalam hukum, yakni pertanggungjawaban. HHI menekankan pertanggungjawaban pidana secara individu berdasarkan Pasal 25 Statuta Roma. Meskipun demikian, Pasal 25 ayat (4) Statuta Roma menyebutkan bahwa no provisions in this Statute, relating to individual responsibility shall affect the responsibility of State under international law. Ketentuan ini berisi pengaturan bahwa tanggung jawab individu tidak serta merta mempengaruhi tanggung jawab negara berdasarkan hukum internasional. Hal ini menggiring pada pemahaman bahwa pelanggaran terhadap prinsip-prinsip HHI menyebabkan dua pertanggungjawaban, yakni individu dan negara. Pertanggungjawaban negara merupakan asas dasar hukum internasional yang terlahir dari bentuk sistem hukum internasional serta doktrin kedaulatan 9

10 negara dan doktrin persamaan antara negara-negara. 14 Pertanggungjawaban negara menetapkan bahwa setiap kali suatu negara melakukan tindakan yang melawan hukum internasional terhadap negara lain, maka pertanggungjawaban internasional wajib ditegakkan di antara keduanya. Pelanggaran kewajiban internasional akan menimbulkan kewajiban untuk melakukan tindakan perbaikan. 15 Persoalannya adalah HHI sebagai bagian dari hukum pidana hanya mengatur tentang bentuk pertanggungjawaban oleh individu secara pidana di hadapan International Criminal Court (ICC). Sedangkan selama ini, sekalipun pernah ada pertanggungjawaban negara terhadap suatu tindakan pelanggaran tertentu namun belum didasarkan pada suatu hukum tertulis yang mengikat negara-negara sebagai subyek hukum internasional. Akibatnya muncul pertanyaan-pertanyaan hukum yang bahkan tidak bisa dijawab melalui hukum tertulis yang komprehensif. Sebagai contoh, dalam hal seperti apakah negara dan individu sama-sama bertanggung jawab atas suatu pelanggaran? Khususnya dalam hal kerusakan lingkungan hidup, apakah negara dapat bertanggung jawab secara langsung sebelum adanya putusan pengadilan yang tetap? Atau bentuk pertanggungjawaban negara seperti apa yang sebenarnya disediakan oleh hukum internasional? Ketiadaan norma yang komprehensif tentu saja berakibat pada ketidakpastian hukum dan bahkan tidak terjaminnya keadilan sebagai tujuan dari hukum itu sendiri. Dilatarbelakangi oleh masalah ini, penulis berpendapat bahwa isu hukum mengenai pertanggungjawaban individu dan negara berdasarkan persepektif HHI, 14 Malcolm N. Shaw QC, Hukum Internasional (International Law), terjemahan oleh Derta Sri Widowatie et.al. Nusa Media, Bandung, 2013 (selanjutnya disingkat Malcolm I), h Ibid. 10

11 dalam hal terjadi kerusakan lingkungan hidup akibat perang menjadi penting untuk diteliti melalui sebuah penelitian hukum dan disusun secara komprehensif dalam sebuah penulisan hukum yang bersifat ilmiah Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dirumuskan isu hukum sebagai rumusan masalah, yakni: apa bentuk pertanggungjawaban terhadap kerusakan lingkungan akibat perang berdasarkan perspektif Hukum Humaniter Internasional? 1.3. Tujuan Penelitian Dilihat dari rumusan masalah tersebut, maka penulis merumuskan tujuan penelitian hukum terbagi atas: a. Tujuan umum Tujuan umumnya adalah untuk mengetahui apa saja bentuk pertanggungjawaban yang bisa dilakukan baik individu maupun negara terhadap kerusakan lingkungan akibat perang dalam perspektif HHI. b. Tujuan khusus 1) Menjelaskan kejahatan perusakan lingkungan hidup dalam perang sebagai salah satu bentuk dari kejahatan perang (war crime) dan Internationally Wrongfull Acts. 2) Menguraikan hubungan keterkaitan antara individu dan negara dalam hal pertanggungjawaban berdasarkan persektif HHI; 11

12 3) Menemukan bentuk pertanggungjawaban dalam hal terjadi kerusakan lingkungan hidup akibat perang dalam HHI Manfaat Penelitian Adapun ketika penelitian dan penulisan hukum ini telah selesai, penulis berharap bahwa tulisan ini dapat bermanfaat bagi pengembangan Hukum Internasional, terlebih khususnya di bidang HHI. Penulis berharap bahwa penelitian ini bukan hanya bermanfaat pada tataran teoritis tapi juga secara praktis. Dalam tataran teoritis, penelitian hukum ini bermanfaat untuk memperkaya dan memperluas wawasan hukum mengenai HHI dan bentuk pertanggungjawaban dalam HHI. Selain itu pada tataran praktisnya, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menjadi suatu rujukan ketika diperhadapkan dalam persoalan tentang tanggung jawab individu dan negara ketika konflik bersenjata internasional terjadi Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian dan penulisan hukum ini, penulis berfokus pada metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian pendekatan konseptual (conceptual approach) 16. Kajian dilakukan dengan melakukan penelitian terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti buku-buku, jurnaljurnal internasional khususnya di bidang HHI, doktrin-doktrin dalam artikel 2013, h Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 12

13 ilmiah baik melalui hardcopy atau softcopy, internet, kamus, serta segala sesuatu yang masih berkaitan erat dengan topik ini, salah satunya Draft Articles on Responsibility of State for Internationally Wrongful Act yang dikeluarkan International Law Commission (ILC). Meskipun demikian, penulis juga melakukan penelitian dengan pendekatan terhadap pendapat hakim dalam putusan-putusan terdahulu, serta pendekatan perundang-undangan (statutes approach) 17, dengan kajian terhadap berbagai statuta, konvensi atau perjanjian internasional yang berlaku dalam HHI, yaitu: Statuta Roma 1998, Protokol Tambahan I Tahun 1977, dan Konvensi ENMOD Dengan demikian, penelitian ini pun melakukan metode analisis kualitatif, yaitu dengan melakukan penemuan hukum atau analisis hukum melalui bahanbahan kepustakaan. 17 Ibid., h

BAB IV PENUTUP. Bab ini merupakan bab terakhir yang akan memaparkan kesimpulan atas

BAB IV PENUTUP. Bab ini merupakan bab terakhir yang akan memaparkan kesimpulan atas BAB IV PENUTUP Bab ini merupakan bab terakhir yang akan memaparkan kesimpulan atas isu hukum yang muncul sebagai rumusan masalah dalam bab pertama (Supra 1.2.). Ide-ide yang penulis simpulkan didasarkan

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH

PENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH PENEGAKAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK BERSENJATA INTERNAL SURIAH Oleh I Wayan Gede Harry Japmika 0916051015 I Made Pasek Diantha I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional Fakultas Hukum

Lebih terperinci

STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA 1 STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA I Gede Adhi Supradnyana I Dewa Gede Palguna I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Penerapan Prinsip Pembeda (Distinction Principle) dalam Konflik Bersenjata di Suriah Menurut Hukum Humaniter Internasional Implementation of Distinction Principle in

Lebih terperinci

Kata Kunci : Perang, Perwakilan Diplomatik, Perlindungan Hukum, Pertanggungjawaban

Kata Kunci : Perang, Perwakilan Diplomatik, Perlindungan Hukum, Pertanggungjawaban PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PERWAKILAN DIPLOMATIK DI WILAYAH PERANG Oleh : Airlangga Wisnu Darma Putra Putu Tuni Cakabawa Landra Made Maharta Yasa Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia ini. Hal ini dikarenakan perang memiliki sejarah yang sama lamanya dengan

BAB I PENDAHULUAN. dunia ini. Hal ini dikarenakan perang memiliki sejarah yang sama lamanya dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perang adalah suatu istilah yang tidak asing lagi bagi manusia yang ada di dunia ini. Hal ini dikarenakan perang memiliki sejarah yang sama lamanya dengan sejarah umat

Lebih terperinci

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA Oleh Grace Amelia Agustin Tansia Suatra Putrawan Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol tambahannya serta sumber hukum lain yang menguatkan

Lebih terperinci

LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Oleh: Alan Kusuma Dinakara Pembimbing: Dr. I Gede Dewa Palguna SH.,

Lebih terperinci

ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh

ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh Ayu Krishna Putri Paramita I Made Pasek Diantha I Made Budi Arsika Bagian Hukum Internasional Fakultas

Lebih terperinci

PELANGGARAN KEDAULATAN NEGARA TERKAIT TINDAKAN SPIONASE DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI INTERNASIONAL

PELANGGARAN KEDAULATAN NEGARA TERKAIT TINDAKAN SPIONASE DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI INTERNASIONAL PELANGGARAN KEDAULATAN NEGARA TERKAIT TINDAKAN SPIONASE DALAM HUBUNGAN DIPLOMASI INTERNASIONAL Oleh Ngakan Kompiang Kutha Giri Putra I Ketut Sudiartha Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Oleh Pande Putu Swarsih Wulandari Ni Ketut Supasti Darmawan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL PADA KONDISI PERANG MENGGUNAKAN CLUSTER BOMBS DAN KAITANNYA DENGAN TEORI JUST WAR

PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL PADA KONDISI PERANG MENGGUNAKAN CLUSTER BOMBS DAN KAITANNYA DENGAN TEORI JUST WAR PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL PADA KONDISI PERANG MENGGUNAKAN CLUSTER BOMBS DAN KAITANNYA DENGAN TEORI JUST WAR Oleh Yelischa Felysia Sabrina Pane Ida Bagus Sutama Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum

Lebih terperinci

Keywords : Iconoclast, International Law, International Criminal Court

Keywords : Iconoclast, International Law, International Criminal Court PENGHANCURAN BENDA BUDAYA (ICONOCLAST) SEBAGAI KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN Oleh: Made Panji Wilimantara Pembimbing I: Prof. Dr. I Made Pasek Diantha, S.H., M.S Pembimbing II: I Made Budi Arsika, S.H.,

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Amsterdam ke Kuala Lumpur pada tanggal 17 Juli 2014 dengan 298 penumpang

BAB I. Pendahuluan. Amsterdam ke Kuala Lumpur pada tanggal 17 Juli 2014 dengan 298 penumpang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Penerbangan MH-17 Malaysia Airlines merupakan penerbangan dari Amsterdam ke Kuala Lumpur pada tanggal 17 Juli 2014 dengan 298 penumpang dari berbagai negara, pesawat

Lebih terperinci

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL Malahayati Kapita Selekta Hukum Internasional October 10, 2015 Kata Pengantar Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi secara subsistem. Apabila satu aspek dari lingkungan bermasalah,

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi secara subsistem. Apabila satu aspek dari lingkungan bermasalah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan mengenai lingkungan hidup semakin lama semakin besar, meluas, dan serius. Persoalannya bukan hanya bersifat lokal atau translokal, tetapi regional,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional Pengertian Subjek Hukum Internasional

BAB II TINJAUAN UMUM. 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional Pengertian Subjek Hukum Internasional 19 BAB II TINJAUAN UMUM 1.1 Tinjauan Umum Mengenai Subjek Hukum Internasional 1.1.1 Pengertian Subjek Hukum Internasional Secara umum subyek hukum diartikan sebagai pendukung / pemilik hak dan kewajiban.

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK-ANAK YANG MENJADI KORBAN PENGGUNAAN SENJATA AGENT ORANGE DALAM PERANG VIETNAM

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK-ANAK YANG MENJADI KORBAN PENGGUNAAN SENJATA AGENT ORANGE DALAM PERANG VIETNAM PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK-ANAK YANG MENJADI KORBAN PENGGUNAAN SENJATA AGENT ORANGE DALAM PERANG VIETNAM Oleh : Risa Sandhi Surya I Dewa Gede Palguna I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional

Lebih terperinci

KEKUATAN MENGIKAT RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

KEKUATAN MENGIKAT RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL KEKUATAN MENGIKAT RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL Oleh I Komang Oka Dananjaya Progam Kekhususan Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahun-tahun. Dalam konflik tersebut, terjadi berbagai pelanggaran terhadap

BAB I PENDAHULUAN. bertahun-tahun. Dalam konflik tersebut, terjadi berbagai pelanggaran terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konflik bersenjata antara Israel dan Palestina sudah berlangsung selama bertahun-tahun. Dalam konflik tersebut, terjadi berbagai pelanggaran terhadap hukum perang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini negara-negara enggan mendeklarasikan keterlibatannya secara terus terang dalam situasi konflik bersenjata sehingga sulit mendefinisikan negara tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict merupakan suatu keadaan yang tidak asing lagi di mata dunia internasional. Dalam kurun waktu

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN ATAS KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP AKIBAT PERANG BERDASARKAN PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

PERTANGGUNGJAWABAN ATAS KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP AKIBAT PERANG BERDASARKAN PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL PERTANGGUNGJAWABAN ATAS KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP AKIBAT PERANG BERDASARKAN PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

EKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

EKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL EKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Diajukan Guna Memenuhi Sebahagian Persyaratan Untuk Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran

BAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hukum Humaniter Internasional yang dulu disebut Hukum Perang, atau hukum sengketa bersenjata, memiliki sejarah yang sama tuanya dengan peradaban manusia. 1 Inti dari

Lebih terperinci

BAB II ATURAN-ATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PEROMPAKAN. A. Perompakan Menurut UNCLOS (United Nations Convention on the

BAB II ATURAN-ATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PEROMPAKAN. A. Perompakan Menurut UNCLOS (United Nations Convention on the BAB II ATURAN-ATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PEROMPAKAN A. Perompakan Menurut UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) Dalam Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-bangsa (United Nation

Lebih terperinci

PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PERWAKILAN DIPLOMATIK DI WILAYAH PERANG

PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PERWAKILAN DIPLOMATIK DI WILAYAH PERANG SKRIPSI PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PERWAKILAN DIPLOMATIK DI WILAYAH PERANG AIRLANGGA WISNU DARMA PUTRA NIM. 1103005065 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 i PENGATURAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. International Committee of the Red Cross (ICRC) dalam usahanya menegakkan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. International Committee of the Red Cross (ICRC) dalam usahanya menegakkan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyimpulkan bahwa International Committee of the Red Cross (ICRC) dalam usahanya menegakkan Hukum Humaniter

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP KEJAHATAN TERORISME YANG MELEWATI BATAS-BATAS NASIONAL NEGARA-NEGARA

TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP KEJAHATAN TERORISME YANG MELEWATI BATAS-BATAS NASIONAL NEGARA-NEGARA TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP KEJAHATAN TERORISME YANG MELEWATI BATAS-BATAS NASIONAL NEGARA-NEGARA Windusadu Anantaya I Dewa Gede Palguna I Gede Putra Ariana Program Kekhususan Hukum Internasional dan

Lebih terperinci

Bab IX MEKANISME PENEGAKAN HUKUM HUMANITER

Bab IX MEKANISME PENEGAKAN HUKUM HUMANITER Bab IX MEKANISME PENEGAKAN HUKUM HUMANITER 9.1. Perkembangan Dalam Hukum Humaniter Salah satu aspek penting dari suatu kaidah hukum yaitu mengenai penegakannya (law enforcement). Suatu perangkat hukum

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG

TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG Oleh: Ivan Donald Girsang Pembimbing : I Made Pasek Diantha, I Made Budi Arsika Program

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. prinsip Pembedaan (distinction principle) maka Tentara Pembebasan Suriah

BAB III PENUTUP. prinsip Pembedaan (distinction principle) maka Tentara Pembebasan Suriah 59 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Menurut ketentuan dalam Hukum Humaniter Internasional tentang prinsip Pembedaan (distinction principle) maka Tentara Pembebasan Suriah atau Free Syrian Army (FSA) berhak

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.324, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukum. Humaniter. Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan Pertahanan Negara. Penerapan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang cukup signifikan termasuk dalam peperangan. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang cukup signifikan termasuk dalam peperangan. Perkembangan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi, banyak hal mengalami perubahan yang cukup signifikan termasuk dalam peperangan. Perkembangan teknologi akan mempengaruhi cara

Lebih terperinci

LEGALITAS PENGGUNAAN PELURU KENDALI BALISTIK ANTARBENUA (INTERCONTINENTAL BALLISTIC MISSILE) DALAM PERANG ANTARNEGARA

LEGALITAS PENGGUNAAN PELURU KENDALI BALISTIK ANTARBENUA (INTERCONTINENTAL BALLISTIC MISSILE) DALAM PERANG ANTARNEGARA LEGALITAS PENGGUNAAN PELURU KENDALI BALISTIK ANTARBENUA (INTERCONTINENTAL BALLISTIC MISSILE) DALAM PERANG ANTARNEGARA Oleh : I Gede Bagus Wicaksana Ni Made Ari Yuliartini Griadhi Program Kekhususan Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang hampir sama tuanya dengan peradaban kehidupan manusia. Perang merupakan suatu keadaan dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional. Berbagai pelanggaran hukum perang dilakukan oleh kedua belah

BAB I PENDAHULUAN. internasional. Berbagai pelanggaran hukum perang dilakukan oleh kedua belah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Palestina merupakan daerah yang seolah tidak pernah aman, senantiasa bergejolak dan terjadi pertumpahan darah akibat dari perebutan kekuasaan. 1 Sengketa

Lebih terperinci

Abstract. Keywords ; Military Attack, NATO, Libya, Civilian

Abstract. Keywords ; Military Attack, NATO, Libya, Civilian JUSTIFIKASI PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL DALAM SERANGAN MILITER PAKTA PERTAHANAN ATLANTIK UTARA (THE NORTH ATLANTIC TREATY ORGANIZATION/NATO) TERHADAP LIBYA Oleh: Veronika Puteri Kangagung I Dewa Gede Palguna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kewajiban negara adalah melindungi, memajukan, dan mensejahterakan warga negara. Tanggung jawab negara untuk memenuhi kewajiban negara menciptakan suatu bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Sepanjang perjalanan sejarah umat manusia, selalu timbul perbedaan kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan ini memberikan dinamika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban akibat perang seminimal mungkin dapat dikurangi. Namun implementasinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia tersebut. Upaya upaya pembangunan ini dilakukan dengan banyak hal,

BAB I PENDAHULUAN. dunia tersebut. Upaya upaya pembangunan ini dilakukan dengan banyak hal, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Negara negara dunia pasca perang dunia II gencar melaksanakan pembangunan guna memperbaiki perekonomian negaranya yang hancur serta memajukan kesejahteraan penduduknya

Lebih terperinci

BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL

BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL BAB 1 SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL 1.0 Pendahuluan Hukum internasional, pada dasarnya terbentuk akibat adanya hubungan internasional. Secara spesifik, hukum internasional terdiri dari peraturan-peraturan

Lebih terperinci

BAB III. PENUTUP. internasional dan merupakan pelanggaran terhadap resolusi-resolusi terkait

BAB III. PENUTUP. internasional dan merupakan pelanggaran terhadap resolusi-resolusi terkait BAB III. PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan apa yang telah disampaikan dalam bagian pembahasan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut. Dewan Keamanan berdasarkan kewenangannya yang diatur

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia

Lebih terperinci

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Menilai dari jumlah korban sipil dan penyebaran teror terhadap warga sipil terutama rakyat Gaza yang dilakukan oleh Israel selama konflik sejak tahun 2009 lalu

Lebih terperinci

BAB II STATUS PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP SELAMA PERANG. A.V.P. Rogers dalam bukunya Law on the Battlefield mengemukakan

BAB II STATUS PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP SELAMA PERANG. A.V.P. Rogers dalam bukunya Law on the Battlefield mengemukakan BAB II STATUS PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP SELAMA PERANG 2.1. Pengantar A.V.P. Rogers dalam bukunya Law on the Battlefield mengemukakan bahwa since it first developed, the law of war has focused on protecting

Lebih terperinci

LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL

LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL LEGALITAS PENGANCAMAN DAN PENGGUNAAN SENJATA NUKLIR OLEH NEGARA DALAM HUKUM INTERNASIONAL Oleh: Dani Budi Satria Putu Tuni Cakabawa Landra I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. negara yang membawa akibat-akibat hukum yang sangat kompleks. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suksesi negara adalah suatu keadaan di mana terjadi perubahan atau penggantian kedaulatan dalam suatu negara sehingga terjadi semacam pergantian negara yang membawa

Lebih terperinci

SILABUS 2015 KULIAH HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FISIPOL UGM

SILABUS 2015 KULIAH HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FISIPOL UGM SILABUS 2015 KULIAH HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FISIPOL UGM Drs. Usmar Salam, M. Int. Stu (Jelita Sari Wiedoko Vicky Anugerah Tri Hantari Ignatius Stanley Andi Pradana) A.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menyatakan bahwa permohonan pengujian materiil Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. yang menyatakan bahwa permohonan pengujian materiil Undang-Undang Nomor BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penelitian ini dilatarbelakangi oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2-3/PUU-V/2007 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika (selanjutnya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA... Daftar Isi v DAFTAR ISI DAFTAR ISI...v PENGANTAR PENERBIT...xv KATA PENGANTAR Philip Alston...xvii Franz Magnis-Suseno...xix BAGIAN PENGANTAR Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB

Lebih terperinci

PENERAPAN ASAS NE BIS IN IDEM DALAM HUKUM PIDANA INTERNASIONAL

PENERAPAN ASAS NE BIS IN IDEM DALAM HUKUM PIDANA INTERNASIONAL PENERAPAN ASAS NE BIS IN IDEM DALAM HUKUM PIDANA INTERNASIONAL oleh Made Putri Saraswati A.A. Gede Oka Parwata Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Ne bis in idem principle

Lebih terperinci

Oleh : Ardiya Megawati E BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Oleh : Ardiya Megawati E BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pengaturan perlindungan terhadap ICRC (International Committee Of The Red Cross) dalam konflik bersenjata internasional (berdasarkan konvensi jenewa 1949 dan protokol tambahan I 1977) Oleh : Ardiya Megawati

Lebih terperinci

KEABSAHAN SUDAN SELATAN SEBAGAI NEGARA MERDEKA BARU DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

KEABSAHAN SUDAN SELATAN SEBAGAI NEGARA MERDEKA BARU DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL KEABSAHAN SUDAN SELATAN SEBAGAI NEGARA MERDEKA BARU DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL Oleh: Sakti Prasetiya Dharmapati I Dewa Gede Palguna I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional dan

Lebih terperinci

MAKALAH. Hukum Hak Asasi Manusia & Hukum Humaniter. Oleh: Dr. Fadillah Agus, S.H., M.H. FRR Law Office FH Unpad

MAKALAH. Hukum Hak Asasi Manusia & Hukum Humaniter. Oleh: Dr. Fadillah Agus, S.H., M.H. FRR Law Office FH Unpad PELATIHAN HAM DASAR DOSEN HUKUM HAM SE-INDONESIA Singgasana Hotel Surabaya, 10 13 Oktober 2011 MAKALAH Hukum Hak Asasi Manusia & Hukum Humaniter Oleh: Dr. Fadillah Agus, S.H., M.H. FRR Law Office FH Unpad

Lebih terperinci

INTERNATIONAL MILITARY TRIBUNAL NUREMBERG

INTERNATIONAL MILITARY TRIBUNAL NUREMBERG PENGADILAN HAM A. INTERNATIONAL MILITARY TRIBUNAL (IMT) NUREMBERG B. INTERNATIONAL MILITARY TRIBUNAL FOR THE FAR EAST (IMTFE TOKYO C. INTERNATIONAL TRIBUNAL FOR THE PROSECUTION OF PERSONS RESPONSIBLE FOR

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia

1. PENDAHULUAN. meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya hubungan perdagangan antar negara, maka semakin meningkat pula frekuensi lalu lintas transportasi laut yang mengangkut manusia dan barang-barang/kargo.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai peperangan yang ganas akibat digunakannya berbagai persenjataan modern

BAB I PENDAHULUAN. berbagai peperangan yang ganas akibat digunakannya berbagai persenjataan modern BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rentang abad ke-20, masyarakat internasional telah menyaksikan berbagai peperangan yang ganas akibat digunakannya berbagai persenjataan modern yang menjadi produk

Lebih terperinci

Norway, di Yogyakarta tanggal September 2005

Norway, di Yogyakarta tanggal September 2005 HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DAN KEJAHATAN PERANG Dipresentasikan oleh : Fadillah Agus Disampaikan dalam Training, Training Hukum HAM bagi Dosen Pengajar Hukum dan HAM di Fakultas Hukum pada Perguruan

Lebih terperinci

PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA Oleh : Pande I Putu Cahya Widyantara A. A. Sri Indrawati Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Assessing criminal law,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB.

BAB I PENDAHULUAN. memonitoring aktivitas nuklir negara-negara di dunia, International Atomic. kasus Iran ini kepada Dewan Keamanan PBB. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Februari 2003, Iran mengumumkan program pengayaan uranium yang berpusat di Natanz. Iran mengklaim bahwa program pengayaan uranium tersebut akan digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perang sebisa mungkin harus dihindari. lebih dikenal dengan istilah Hukum Humaniter Internasional.

BAB I PENDAHULUAN. perang sebisa mungkin harus dihindari. lebih dikenal dengan istilah Hukum Humaniter Internasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konflik bersenjata baik yang berupa perang atau konflik bersenjata lainnya adalah suatu keadaan yang sangat dibenci oleh bangsa-bangsa beradab diseluruh dunia

Lebih terperinci

Konvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008

Konvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008 Konvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008 Perangkat Ratifikasi International Committee of the Red Cross 19 Avenue de la Paix, 1202 Geneva, Switzerland T +41 22 734 6001 F+41 22 733 2057 www.icrc.org KETAATAN

Lebih terperinci

PENULISAN HUKUM/SKRIPSI

PENULISAN HUKUM/SKRIPSI PENULISAN HUKUM/SKRIPSI PERLINDUNGAN TERHADAP TENTARA BAYARAN AMERIKA SERIKAT DALAM KONFLIK BERSENJATA DI IRAK TAHUN 2003-2009 BERDASAR HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Disusun oleh: I WAYAN ARY SUTRISNA

Lebih terperinci

SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL

SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL BAB III SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL Minggu III, Pertemuan ke-3 I. Pendahuluan a. Tujuan Instruksional Khusus: Tujuan Instruksional Khusus (TIK) : 1. Membuat mahasiswa mengerti jenis-jenis dan macam-macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi telah mendorong berbagai perubahan pada setiap aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh terhadap meningkatnya perdagangan barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan

Lebih terperinci

PENULISAN HUKUM (Skripsi)

PENULISAN HUKUM (Skripsi) PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENDUDUK SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA ANTARA GERAKAN ISLAMIC STATE OF IRAQ AND SYRIA (ISIS) DENGAN PEMERINTAH IRAK DAN SURIAH PENULISAN HUKUM (Skripsi) Disusun dan Diajukan

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017 PENGGUNAAN SENJATA KIMIA DALAM KONFLIK BERSENJATA ANTAR NEGARA DITINJAU DARI HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL 1 Oleh : Queency Gloria Sumeke 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

Haryomataram membagi HH menjadi 2 (dua) atura-aturan pokok, yaitu 1 :

Haryomataram membagi HH menjadi 2 (dua) atura-aturan pokok, yaitu 1 : Bab I PENDAHULUAN 1.1. Istilah dan Pengertian Hukum Humaniter Istilah hukum humaniter atau lengkapnya disebut international humanitarian law applicable in armed conflict berawal dari istilah hukum perang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hidup. Selain berfungsi sebagai paru-paru dunia, hutan dianggap rumah bagi

I. PENDAHULUAN. hidup. Selain berfungsi sebagai paru-paru dunia, hutan dianggap rumah bagi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kawasan hutan merupakan kawasan penting sebagai keberlangsungan makhluk hidup. Selain berfungsi sebagai paru-paru dunia, hutan dianggap rumah bagi berbagai ekosistem

Lebih terperinci

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI HUKUM INTERNASIONAL INTERNATIONAL LAW : 1. PUBLIC INTERNATIONAL LAW ( UNITED NATIONS LAW, WORLD LAW, LAW of NATIONS) 2. PRIVATE INTERNATIONAL LAW 2 DEFINISI "The Law of Nations,

Lebih terperinci

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik sengketa dalam negeri maupun luar negeri. Sengketa-sengketa tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. baik sengketa dalam negeri maupun luar negeri. Sengketa-sengketa tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semenjak awal kelahirannya, suatu negara tak lepas dari namanya sengketa, baik sengketa dalam negeri maupun luar negeri. Sengketa-sengketa tersebut dapat dipicu

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA. Jacklyn Fiorentina

TINJAUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA. Jacklyn Fiorentina 1 TINJAUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA Jacklyn Fiorentina (Pembimbing I) (Pembimbing II) I Made Pasek Diantha I Made Budi Arsika Progam Kekhususan

Lebih terperinci

DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL (PUTUSAN ICJ NOMOR 143 TAHUN

DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL (PUTUSAN ICJ NOMOR 143 TAHUN ABSTRAK TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA DALAM TRAKTAT PERDAMAIAN (PEACE TREATY) TAHUN 1947 ANTARA ITALIA DAN JERMAN BERDASARKAN PRINSIP JUS COGENS DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Yofa Fadillah Hikmah, 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Yofa Fadillah Hikmah, 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perang merupakan suatu konflik dua pihak atau lebih dan dapat melalui kontak langsung maupun secara tidak langsung, biasanya perang merupakan suatu hal yang

Lebih terperinci

Keywords: Financial loss of countries, corruption, acquittal, policy, prosecutor

Keywords: Financial loss of countries, corruption, acquittal, policy, prosecutor ANALISIS TERHADAP KATA DAPAT MERUGIKAN KEUANGAN NEGARA DALAM PASAL 2 DAN PASAL 3 UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 jo UNDANG- UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI I Made

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA MENURUT KETENTUAN UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA 1982

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA MENURUT KETENTUAN UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA 1982 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA MENURUT KETENTUAN UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA 1982 ABSTRACT Oleh Ida Ayu Febrina Anggasari I Made Pasek Diantha Made Maharta

Lebih terperinci

PENGATURAN KEANEKARAGAMAN HAYATI BAWAH LAUT BERKAITAN DENGAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

PENGATURAN KEANEKARAGAMAN HAYATI BAWAH LAUT BERKAITAN DENGAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN PENGATURAN KEANEKARAGAMAN HAYATI BAWAH LAUT BERKAITAN DENGAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN Made Nanika Mawapusti Yadnya I Ketut Sudiarta Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan sebagai negara yang berdasarkan atas kekuasaan ( machtsstaat). Tidak ada institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara ialah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara ialah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara ialah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik, dalam hal ini negara yang dimaksud yaitu negara yang berdaulat. 1 Sebagai subjek hukum internasional,

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA LEGAL PROTECTION FOR CHILDREN IN THE MIDST OF ARMED CONFLICTS Enny Narwati, Lina Hastuti 1 ABSTRACT The purposes of the research are to understand

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KOMBATAN. Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Distinction principle. Pasal 1 HR Kombatan..?

PERLINDUNGAN KOMBATAN. Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Distinction principle. Pasal 1 HR Kombatan..? PERLINDUNGAN KOMBATAN Pasal 1 HR Kombatan..? Distinction principle Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Dipimpin seorang yang bertanggungjawab atas bawahannya Mempunyai lambang yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu,

BAB I PENDAHULUAN. internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara merupakan salah satu subjek hukum internasional. Sebagai subjek hukum internasional, negara harus memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu, salah satunya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Konflik Hizbullah-Israel dimulai dari persoalan keamanan di Libanon dan Israel yang telah

I. PENDAHULUAN. Konflik Hizbullah-Israel dimulai dari persoalan keamanan di Libanon dan Israel yang telah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik Hizbullah-Israel dimulai dari persoalan keamanan di Libanon dan Israel yang telah terjadi atau mempunyai riwayat yang cukup panjang. Keamanan di wilayah Libanon

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa memiliki hak-hak asasi sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN. tuntutan. Jadi peradilan internasional diselenggarakan untuk mencegah pelaku

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN. tuntutan. Jadi peradilan internasional diselenggarakan untuk mencegah pelaku 55 BAB III KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa Peradilan internasional baru akan digunakan jika penyelesaian melalui peradilan nasional

Lebih terperinci

BAB II KEDAULATAN NEGARA DI RUANG UDARA BERDASARKAN KONVENSI CHICAGO D. Pengertian Ruang Udara dan Wilayah Udara Indonesia

BAB II KEDAULATAN NEGARA DI RUANG UDARA BERDASARKAN KONVENSI CHICAGO D. Pengertian Ruang Udara dan Wilayah Udara Indonesia BAB II KEDAULATAN NEGARA DI RUANG UDARA BERDASARKAN KONVENSI CHICAGO 1944 D. Pengertian Ruang Udara dan Wilayah Udara Indonesia Eksistensi horisontal wilayah udara suatu negara mengikuti batas-batas wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bersengketa dengan menggunakan alat-alat dan metode berperang tertentu

BAB I PENDAHULUAN. yang bersengketa dengan menggunakan alat-alat dan metode berperang tertentu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perang adalah suatu kondisi dimana terjadinya pertikaian antara para pihak yang bersengketa dengan menggunakan alat-alat dan metode berperang tertentu untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP SIKAP KEJAKSAAN ATAS PELIMPAHAN BERKAS PERKARA OLEH PENYIDIK

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP SIKAP KEJAKSAAN ATAS PELIMPAHAN BERKAS PERKARA OLEH PENYIDIK TINJAUAN YURIDIS TERHADAP SIKAP KEJAKSAAN ATAS PELIMPAHAN BERKAS PERKARA OLEH PENYIDIK Oleh: I Gusti Ayu Intan Purnamaningrat I Gede Yusa Dosen Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN ORANG SIPIL DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

PERLINDUNGAN ORANG SIPIL DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL PERLINDUNGAN ORANG SIPIL DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Levina Yustitianingtyas Fakultas Hukum Universitas Hang Tuah Surabaya Email : firman.yusticia86@gmail.com ABSTRAK Hukum Humaniter Internasional

Lebih terperinci

KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL

KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL KEDUDUKAN ORGANISASI INTERNASIONAL DALAM MAHKAMAH INTERNASIONAL Oleh Vici Fitriati SLP. Dawisni Manik Pinatih Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Penulisan ini berjudul

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. J.G.Starke, Pengantar Hukum Internasional 1, Sinar Grafika, Jakarta, 2010

DAFTAR PUSTAKA. J.G.Starke, Pengantar Hukum Internasional 1, Sinar Grafika, Jakarta, 2010 DAFTAR PUSTAKA Buku Aigins, Rosalyn, UN Peacekeeping 1946-1967 Documentary and Commentary Vol 1,Middle East.London 1969. Ambarwaty, Denny Ramadhany, Rina Rusman, Hukum Humaniter Internasional dalam studi

Lebih terperinci

Pengabaian Distinction Principle dalam Situasi Blokade oleh Israel di Jalur Gaza

Pengabaian Distinction Principle dalam Situasi Blokade oleh Israel di Jalur Gaza Pengabaian Distinction Principle dalam Situasi Blokade oleh Israel di Jalur Gaza Erwin Dosen Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura Email :erwin_80@yahoo.co.id Abstract Armed conflict (war) have been there

Lebih terperinci

Alternatif atas Pemberlakuan Hukum Humaniter Internasional dalam Konflik Bersenjata Melawan Islamic State of Iraq and Syria

Alternatif atas Pemberlakuan Hukum Humaniter Internasional dalam Konflik Bersenjata Melawan Islamic State of Iraq and Syria Alternatif atas Pemberlakuan Hukum Humaniter Internasional dalam Konflik Bersenjata Melawan Islamic State of Iraq and Syria Ayub Torry Satriyo Kusumo a,b dan Kukuh Tejomurti a a Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci