V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai

dokumen-dokumen yang mirip
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Timur. Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 04 Tahun 2012, tentang

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Banjararum terletak sekitar 26 km dari Puasat Pemerintahan Kabupaten Kulon

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGAH JULI 2009 SEBESAR PERSEN

(Monografi Desa Ngijo 2011). 6,5 Sedangkan horizon B21 dalam cm: warna 5YR 3/3

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

I. PENDAHULUAN. Buah naga merupakan buah yang berkhasiat bagi kesehatan. Beberapa khasiat

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di provinsi yang pernah melakukan program

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

GAMBARAN UMUM WILAYAH. tenggara dari pusat pemerintahan kabupaten. Kecamatan Berbah berjarak 22 km

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh :

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN FEBRUARI 2012

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. sekitar 4 Km dari Kabupaten Gunungkidul dan berjarak 43 km, dari ibu kota

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN SEPTEMBER 2012

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan data monografi Desa Sukorejo (2013) menunjukkan keadaan

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

VII. PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI DALAM PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sulawesi barat. Kabupaten Mamuju memiliki luas Ha Secara administrasi,

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Perkembangan Ekonomi Makro

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Kabupaten Lampung Selatan

KEADAAN UMUM DAERAH. Kecamatan Wonosari merupakan Ibukota Kabupaten Gunungkidul, yang

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT.

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN OKTOBER 2012

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

BPS PROVINSI JAWA TENGAH NILAI TUKAR PETANI (NTP) JAWA TENGAH BULAN DESEMBER 2009

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016

KARAKTERISTIK WILAYAH. A. Kecamatan Kretek

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang

POTRET USAHA PERTANIAN PROVINSI BANTEN MENURUT SUBSEKTOR

VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. dibutuhkan secara berkesinambungan, karena merupakan bahan pangan yang

NILAI TUKAR PETANI JAWA TIMUR BULAN MARET 2012

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II DESA PULOSARI. Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. 1. Visi dan Misi Pembangunan Daerah MASYARAKAT KABUPATEN KULON PROGO YANG MAJU,

IV. KEDAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110 o sampai dengan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-undang

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pringsewu dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 48

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

BAB I PENDAHULUAN. lapangan untuk mengetahui lokasi dari Dusun Klegung, Desa Ngoro-oro, baik

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Belitung yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 sejak

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU

Batas-batas Desa Pasir Jambu adalah sebagai berikut:

STATISTIK DAERAH KECAMATAN TERAS TERUNJAM 2014

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN


PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di

Transkripsi:

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Keadaan Umum Wilayah Penelitian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai ratio jumlah rumahtangga petani gurem terhadap rumahtangga pertanian paling tinggi di pulau Jawa (80.14 persen). Jumlah rumahtangga petani gurem di DIY sebesar 377.905 unit, Kabupaten Bantul 26.43 persen, Kulon Progo 16.35 persen, Gunung Kidul 29.08 persen, Sleman 27.43 persen dan Kotamadya Yogyakarta terdapat 0.71 persen rumahtangga petani gurem. Jumlah petani gurem di DIY setiap kabupaten/kotamadya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Banyaknya Rumahtangga Pertanian dan Rumahtangga Petani Gurem Provinsi DIY Menurut Kabupaten Tahun 2007 No. Kabupaten/ Kotamadya Rumahtangga Pertanian (unit) Rumahtangga Petani Gurem Persentase terhadap Total Rumahtangga Petani Gurem DIY Jumlah (unit) (%) (%) 1 Bantul 109 633 99 896 91.12 26.43 2 Kulon Progo 80 685 61 760 75.54 16.35 3 Gunung Kidul 165 369 109 917 66.47 29.08 4 Sleman 113 238 103 652 91.53 27.43 5 Yogyakarta 2 754 2 680 97.31 0.71 J u m l a h 471 679 377 905 80.12 100 Sumber : Statistik DIY 2007, Badan Pusat Statistik, DIY. Secara geografi masing-masing wilayah mempunyai ciri yang berbeda, ada yang terletak di wilayah dataran tinggi (pegunungan) yaitu Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Sleman dan ada yang terletak di dataran rendah (pantai), yaitu Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Bantul serta Kotamadya Yogyakarta. Dua kabupaten terpilih adalah Kabupaten Kulon Progo yang mewakili wilayah

100 pegunungan dan Kabupaten Bantul yang mewakili wilayah pantai. Kedua kabupaten tersebut dijadikan lokasi penelitian berdasarkan agroekologi, mengingat distribusi petani Provinsi DIY menyebar berdasarkan tipologi tersebut dan sebagian besar penduduk mempunyai mata pencaharian di bidang pertanian dengan tanaman pokok adalah tanaman pangan. 5.1.1. Penduduk dan Lapangan Pekerjaan Pada tahun 2007 penduduk Provinsi DIY berjumlah 3.434.500 jiwa. Dengan tingkat pertumbuhan penduduk 0.99 persen jumlah penduduk meningkat menjadi 3.468.500 jiwa pada tahun 2008. Apabila dilihat dari komposisi penduduk berdasar usia dan jenis kelamin, 18.37 persen merupakan penduduk pada usia muda (0-14 tahun), usia kerja produktif (15-55 tahun) sebanyak 64.43 persen dan usia tua (55 tahun keatas) sebanyak 17.20 persen. Tabel 2. Jumlah Penduduk Berdasar Kelompok Usia dan Jenis Kelamin Provinsi DIY Tahun 2007-2008 Kelompok Jumlah Penduduk Berdasar Kelompok Usia dan Jenis Kelamin Umur Laki-Laki (jiwa) Perempuan (jiwa) Jumlah (jiwa) 2007 2008 2007 2008 2007 2008 0-4 108 200 (6.28) 108 900 (6.25) 100 900 (5.89) 103 000 (5.96) 209 100 (6.09) 211 900 (6.1 4-9 102 600 (5.95) 105 200 (6.04) 97 900 (5.7 98 300 (5.69) 200 500 (5.84) 203 500 (5.87) 10-14 116 600 (6.77) 113 700 (6.53) 111 000 (6.48) 108 000 (6.25) 227 600 (6.63) 221 700 (6.39) 15-54 1 127 400 (65.44) 1 140 600 (65.5 1 082 600 (63.25) 1 094 100 (63.33) 2 210 000 (64.34) 2 234 700 (64.43) 55 Keatas 268 000 (15.56) 272 400 (15.66) 319 300 (18.66) 324 300 (18.77) 587 300 (17.10) 596 700 (17.20) Jumlah 1 722 800 1 740 800 1 711.700 1 727 700 3 434 500 3 468 500 Sumber : Statistik DIY 2008, Badan Pusat Statistik, DIY. Keterangan : Angka dalam kurung adalah persentase

101 Jumlah pengangguran Provinsi DIY pada tahun 2007 di wilayah desa 26,637 jiwa dan wilayah kota sebesar 92.240 jiwa. Hal ini mengalami perubahan dari tahun sebelumnya (2006), untuk wilayah desa sebesar 30,492 jiwa dan wilayah kota sebesar 86.532 jiwa. Berarti terjadi pergeseran penduduk yang menganggur dari desa ke kota, banyak penduduk yang pindah ke kota untuk mencari pekerjaan. Pada tahun 2008 jumlah penduduk Provinsi DIY mencapai 3.468.500 jiwa dengan luas areal 3.185.80 km 2 dan memiliki kepadatan penduduk sebesar 1.088.73 jiwa/km 2. Kepadatan penduduk Kabupaten Bantul (1.769.93 jiwa/km 2 ) lebih tinggi dibanding Kabupaten Kulon Progo (638.54 jiwa/km 2 ). Jumlah penduduk, luas wilayah dan kepadatan penduduk per kabupaten dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Provinsi DIY Menurut Kabupaten Tahun 2007 No. Kabupaten/ Jumlah Penduduk Luas Wilayah Kepadatan Kotamadya (jiwa) (km 2 ) Penduduk (jiwa/km ) 1 Bantul 897 091 506.85 1 769.93 2 Kulon Progo 374 360 586.27 638.54 3 Gunung Kidul 685 183 1 485.36 461.29 4 Sleman 1 026 916 574.82 1 786.50 5 Yogyakarta 450 950 32.50 13 875.38 Jumlah 3 434 500 3 185.80 1 078.06 Sumber : Statistik DIY 2007, Badan Pusat Statistik, DIY. Kegiatan penduduk yang berumur 15 tahun keatas sebanyak 11.16 persen masih sekolah dan 67.33 persen bekerja, sedangkan lainnya mempunyai kegiatan sedang mencari pekerjaan, mengurus rumahtangga dan pekerjaan lainnya. Artinya ada 71.69 persen merupakan penduduk angkatan kerja yang berumur produktif dan 83.05 persen penduduk umur produktif tersebut sudah mendapatkan

102 penghasilan. Jumlah penduduk yang berumur 15 tahun keatas dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Provinsi DIY Menurut Kegiatan Tahun 2007 No. Kegiatan Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1 2 3 4 5 Angkatan Kerja Bekerja Mencari Pekerjaan Bukan Angkatan Kerja Sekolah Mengurus Rumahtangga Lainnya 1 835 542 118 877 304 201 360 599 107 027 67.33 4.36 11.16 13.23 3.93 Jumlah 2 726 246 100 Sumber : Statistik DIY 2007, Badan Pusat Statistik, DIY. Lapangan kerja yang tersedia adalah sektor pertanian dan luar sektor pertanian yaitu sektor industri, pertambangan, perdagangan, angkutan, komunikasi dan sektor lainnya. Sumber penghasilan rumahtangga pertanian berasal dari sektor pertanian dan sumber lainnya. Pada Tabel 5 dapat dilihat ada 8.61 persen rumahtangga masih bekerja sebagai buruh pertanian. Demikian juga di luar sektor pertanian, masih terdapat rumahtangga pertanian yang bekerja sebagai buruh di industri, pertambangan, perdagangan dan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa rumahtangga petani juga bekerja sebagai buruh di sektor luar pertanian sebagai sumber penghasilan utama rumahtangga. Mata pencaharian rumahtangga petani di wilayah penelitian, selain sebagai petani yang mengelola lahan sawah, juga mempunyai pekerjaan sampingan di luar sektor pertanian. Kegiatan sampingan anggota rumahtangga petani sampel Kabupaten Bantul adalah sebagai pedagang (8.03 persen), tukang bangunan (7.74 persen) dan masih ada jenis kegiatan lainnya. Anggota rumahtangga petani

103 sampel Kabupaten Kulon Progo adalah sebagai tukang bangunan (7.96 persen) dan pedagang (6.73 persen). Sebanyak 84.23 persen (Kabupaten Bantul) dan 85.31 persen (Kabupaten Kulon Progo) adalah anggota rumahtangga yang berumur 10 tahun yang mempunyai pekerjaan produktif lain-lain seperti pembuat kerajinan, sebagai pembuat kue, bengkel yang jumlahnya kecil. Sebagian tidak bekerja dan sebagian lagi anggota rumahtangga yang masih sekolah. Secara rinci mata pencaharian rumahtangga pertanian berdasar sumber penghasilan utama ditampilkan pada Tabel 5. Tabel 5. Banyaknya Rumahtangga Pertanian Provinsi DIY Menurut Sumber Penghasilan Utama dan Status Pekerjaan Tahun 2003 No. Sumber Penghasilan Utama Jumlah Rumahtangga Pertanian Berdasar Status Pekerjaan (unit) Buruh Milik Sendiri Jumlah 1 2 Sektor Pertanian Luar Sektor Pertanian 1. Industri Pengolahan Hasil Pertanian (PHP) 2. Industri Bukan PHP 3. Pertambangan 4. Perdagangan 5. Angkutan, Penggudangan, Komunikasi 6. Jasa Kemasyarakatan, Sosial, dll 10 334 (8.6 2 802 (25.2 10 528 (38.84) 687 (28.30) 3 659 (9.3 2 929 (46.48) 76 748 (35.74) 109 640 (91.39) 7 154 (74.79) 6 686 (61.16) 1 741 (71.70) 35 650 (90.69) 3 373 (53.5 42 679 (64.26) 119 974 9 565 17 214 2 428 39 309 6 302 119427 3 dari Penerimaan Lainnya (pensiun, sewa lahan, bunga, transfer, dll) 133 606 Sumber : Statistik DIY 2003, Badan Pusat Statistik, DIY. Keterangan : Angka dalam kurung adalah persentase 0 (0) 133 606

104 5.1.2. Produksi Pertanian Wilayah Provinsi DIY 18.27 persen merupakan lahan sawah, yang diusahakan dengan tanaman pangan dan sayuran. Komoditas tanaman pangan yang banyak ditanam adalah padi sawah, padi ladang, jagung, kedelai, kacang tanah, ketela pohon, ketela rambat dan masih ada beberapa komoditas pangan lain yang luasannya relatif kecil. Pada periode bulan September s/d Desember 2007 rata-rata dapat menghasilkan produktivitas tanaman pangan lebih besar dibanding periode sebelumnya. Produktivitas tanaman pangan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Produktivitas Tanaman Pangan Provinsi DIY Menurut Masa Tanam Tahun 2007 No. Jenis Tanaman Produktivitas Tanaman Pangan Berdasar Masa Tanam (kuintal/hektar) Januari-April Mei-Agustus September-Desember 1 Padi Sawah 61.01 56.09 58.05 2 Padi Ladang 39.22 35.91-3 Jagung 35.18 28.31 59.22 4 Kedelai 11.46 9.90 14.45 5 Kacang Tanah 9.77 7.68 9.80 6 Ketela Pohon 128.57 168.47 142.67 7 Ketela Rambat 99.18 109.20 107.84 Sumber : Stastistik DIY 2007, Badan Pusat Statistik, DIY. Sayuran yang ditanam oleh petani DIY adalah bawang merah, cabe merah, sawi, kacang panjang dan jenis sayuran lainnya. Bawang merah paling banyak dijumpai di wilayah Kabupaten Bantul, mencapai produktivitas 95.38 kuintal per hektar. Jenis sayuran lainnya adalah cabe merah dan yang paling tinggi produktivitasnya adalah Kabupaten Sleman (68.83 kuintal per hektar). Produktivitas sawi terbesar di Kabupaten Kulon Progo dan untuk produktivitas kacang panjang terbesar ada di Kabupaten Sleman. Wilayah Kotamadya

105 Yogyakarta tidak menghasilkan sayuran, rincian produktivitas sayuran per kabupaten dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Produktivitas Sayuran Provinsi DIY Menurut Kabupaten Tahun 2007 No. Jenis Sayuran Produktivitas Sayuran per Kabupaten (kuintal/hektar) Bantul Kulon Gunung Sleman DIY Progo Kidul 1 Bawang Merah 95.38 71.93 72.68 17.00 90.59 2 Cabe Merah 59.06 51.56 30.85 68.83 56.49 3 Sawi 47.22 130.73 49.82 97.78 96.88 4 Kacang Panjang 44.53 29.83 17.36 44.55 35.03 Sumber : Statistik DIY 2007, Badan Pusat Statistik, DIY. Buah-buahan di wilayah Provinsi DIY banyak dijumpai di lahan pekarangan milik petani, namun ada petani yang khusus memiliki lahan untuk usaha buah-buahan yang dikelola dengan menggunakan modal besar. Buah yang mempunyai produktivitas tertinggi adalah rambutan (triwulan, mangga (triwulan II) dan nangka (triwulan III dan IV), seperti terlihat pada Tabel 8. Tabel 8. Produktivitas Buah-Buahan Provinsi DIY Menurut Musim Tanam Tahun 2007 No. Jenis Buah-Buahan Produktivitas Buah-Buahan per Triwulan (kg/pohon) I II III IV 1 Pisang 11.07 11.10 15.78 0.02 2 Mangga 20.70 115.56 26.31 38.67 3 Rambutan 66.44 87.22 50.00 58.49 4 Nangka 50.21 27.78 68.47 60.77 5 Jambu Air 11.95 32.05 34.94 21.03 6 Jeruk Besar 21.01 15.63 31.63 33.94 7 Nanas 1.29 1.54 2.28 3.98 8 Belimbing 16.00 13.57 16.66 19.00 Sumber : Statistik DIY 2007, Badan Pusat Statistik, DIY.

106 Komoditas perkebunan dan hutan banyak dijumpai di wilayah Provinsi DIY seperti kelapa (Bantul), kopi (Yogyakarta), jambu mete (Yogyakarta), kakao (Gunung Kidul), panili (Yogyakarta), cengkeh (Yogyakarta), teh (Bantul), tembakau (Kulon Progo), tebu (Bantul), jati dan masih ada tanaman lainnya. Produktivitas tanaman perkebunan paling tinggi adalah tebu (4.13 ton per hektar). Rata-rata produktivitas tanaman perkebunan di Provinsi DIY tahun 2007 per kabupaten dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Produktivitas Tanaman Perkebunan Provinsi DIY Menurut Kabupaten Tahun 2007 No Jenis Tanaman Perkebunan Produktivitas Tanaman Perkebunan per Kabupaten (ton/hektar) Tahun 2007 Bantul Kulon Gunung Sleman Yogya DIY Progo Kidul karta 1 Kelapa 1.74 1.60 1.18 1.69 1.21 1.61 2 Cengkeh 0.17 0.11 0.36 0.20 0.80 0.18 3 Kopi 0.37 - - 0.70 1.67 0.70 4 Jambu 0.21 0.32 0.20 0.21 0.33 0.22 Mete 5 Kakao 0.34 0.28 0.88 0.85-0.40 6 Panili 0.17 - - 0.42 0.34 0.22 7 Tembakau 0.60 0.65 0.55 0.62-0.62 8 Tebu 6.79 3.72 2.90 3.80-4.13 9 The 1.66 - - 0.88-1.66 Sumber : Statistik DIY 2007, Badan Pusat Statistik, DIY. 5.1.3. Pendidikan dan Kesehatan Fasilitas pendidikan bagi usia sekolah telah tersedia dari tingkat pra sekolah sampai sekolah lanjutan atas. Bagi para warga yang ingin melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi tersedia di Kota Yogyakarta. Penduduk Provinsi DIY sudah banyak yang memperoleh pendidikan sampai perguruan tinggi. Dari Badan Pusat Statistik (BPS) DIY diperoleh data penduduk yang

107 berumur lebih dari 15 tahun yang telah menyelesaikan pendidikan setingkat SD, SLTP, SLTA dan perguruan tinggi dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Jenis Kelamin dan Pendidikan yang Ditamatkan Provinsi DIY Tahun 2007 No. Tingkat Pendidikan Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Berdasar Pendidikan yang Ditamatkan (jiwa) Laki-laki Perempuan Jumlah Persentase 1 Tidak/Belum Sekolah 44 018 94 953 138 971 7.11 2 Tidak Tamat SD 72 711 67 000 139 711 7.15 3 SD 278 258 237 556 515 814 26.39 4 SLTP 216 706 176 760 393 466 20.13 5 SLTA 330 719 195 099 525 818 26.90 6 Akademi/Universitas 134 485 106 162 240 647 12.31 Jumlah 1 076 897 877 530 1 954 427 100 Sumber : Statistik DIY 2007, Badan Pusat Statistik, DIY. Penduduk Provinsi DIY yang berumur 15 tahun keatas memiliki tingkat pendidikan SD (40.65 persen), kemudian disusul tingkat SLTA (24.90 persen), SLTP (20.13 persen) dan tingkat Akademi/Universitas (12.31 persen). Ini menunjukkan bahwa masih banyak penduduk yang mempunyai pendidikan formal rendah (SD). Dengan melihat komposisi tingkat pendidikan, sangat diperlukan upaya-upaya meningkatkan kualitas penduduk melalui pengembangan sumberdaya manusia. Upaya yang dilakukan harus sesuai dengan kondisi setempat, dengan mencermati karakteristik, kemampuan dan kemauan penduduk, kondisi fisik dan fasilitas infrastruktur yang ada. Selain pendidikan formal yang diperoleh, masyarakat juga mempunyai kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya dengan mendapatkan tambahan keterampilan seperti mengikuti berbagai pelatihan baik di bidang Pertanian dan menghadiri penyuluhan yang diselenggarakan di wilayahnya. Menurut data yang ada di lokasi penelitian telah banyak penyuluhan yang diikuti rumahtangga petani

108 di bidang pertanian, seperti budidaya tanaman atau komoditas lainnya, pengolahan hasil, pemasaran hasil. Banyaknya rumahtangga pertanian yang pernah mengikuti penyuluhan pertanian Provinsi DIY tahun 2003 dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Banyaknya Rumahtangga Pertanian yang Pernah Mengikuti Penyuluhan Pertanian Provinsi DIY Menurut Kabupaten Tahun 2003 No. Kabupaten/ Kotamadya 1 Bantul 20 187 2 Kulon Progo 16 022 3 Gunung Kidul 4 Sleman 20 900 5 Yogyakarta 51 (0.05) JUMLAH 95 049 Jumlah Rumahtangga Pertanian yang Mengikuti Penyuluhan Pertanian (unit) Pernah Tidak Pernah 89 446 (21.24) (23.75) 64 663 (16.85) (17.17) 37 889 127 480 (39.86) (33.84) 92 338 (22.00) (24.5 2 703 Jumlah Rumahtangga Pertanian yang Pernah Mengikuti Penyuluhan (unit) Budidaya Pengolahan Pemasaran Lainnya Komoditas Hasil Hasil 16 345 5 101 1 359 1 421 12 987 4 900 1 901 2 229 31 197 18 451 13 429 12 658 17 768 5 691 2 148 3 269 (0.73) 376 630 : Statistik DIY 2003, Badan Pusat Statistik, DIY. Sumber Keterangan : Angka dalam kurung adalah persentase - - 51-78 297 34 143 18 888 19 577 Banyak fasilitas kesehatan sudah ada sampai ke pelosok desa, seperti puskesmas dan klinik. Begitu juga tenaga kesehatan dokter dan tenaga medis lainnya sudah di sebar ke seluruh wilayah. Tempat berobat yang dikunjungi petani adalah rumah sakit/puskesmas/poliklinik, praktek dokter, praktek petugas kesehatan dan praktek pengobatan tradisional. Masyarakat di masing-masing kabupaten telah memanfaatkan tempat berobat yang tersedia di wilayahnya. Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa sebagian

109 besar masyarakat telah berobat di rumah sakit dan sekitar 20-30 persen masyarakat yang sakit berobat secara mandiri kepada praktek dokter. Artinya bahwa masyarakat sudah mulai merubah pola berpikir tentang kesehatan, namun baru sebagian kecil saja yang berpikir tentang pengobatan preventif yaitu menjaga kondisi kesehatan agar tidak terserang penyakit. Tabel 12. Jumlah Rumahtangga Yang Berobat Berdasar Tempat Berobat Provinsi DIY Menurut Kabupaten Tahun 2003 Kabupaten/ Kotamadya Jumlah Rumahtangga yang Berobat Berdasar Tempat Berobat (unit) Praktek Praktek Praktek Dokter Petugas Pengobatan Rumah Sakit/ Puskesmas/ Poliklinik Mengobati Sendiri Kesehatan Tradisional 11 623 446 4 460 (19.80) (0.77) (7.60) 3 483 201 1 381 (9.67) (0.55) (3.85) 9 768 1,228 8 812 (11.5 (1.44) (10.39) 10 976 586 3 023 917.07) (0.9 (4.70) - - - Bantul 28 127 (47.93) 14 024 (23.90) Kulon Progo 20 865 10 079 (57.94) (27.99) Gunung 45 940 19 136 Kidul (54.1 (22.54) Sleman 31 279 18 424 (48.65) (28.65) Yogyakarta 381 100 (79,2 (20.79) JUMLAH 126 592 61.763 35 850 (51.8 (25.27) (14.67) Sumber : Statistik DIY 2003, Badan Pusat Statistik, DIY. Keterangan : Angka dalam kurung adalah persentase 2,461 (1.0 17 676 (7.23) 5.1.4. dan Pengeluaran Penghasilan rumahtangga petani berasal dari berbagai sumber, yaitu dari kegiatan usahatani, luar usahatani dan dari sumber lainnya. rumahtangga petani dari sektor pertanian diperoleh dari usaha padi, palawija, tanaman hortikultura, tanaman perkebunan, tanaman kehutanan, usaha peternakan, budidaya ikan, penangkapan ikan dan hasil dari hutan. usaha luar sektor pertanian adalah dari industri pengolahan hasil pertanian,

110 industri pengolahan bukan hasil pertanian, pertambanagn, perdagangan, angkutan dan komunikasi serta usaha lainnya. Rata-rata pendapatan per rumahtangga tertinggi adalah masyarakat wilayah Kabupaten Sleman, kemudian disusul Kotamadya Yogyakarta, Bantul, Kulon Progo dan terendah adalah Kabupaten Gunung Kidul. Sebagian kecil rumahtangga menyatakan bahwa pendapatan yang diperoleh masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan rumahtangganya. Seperti di Kabupaten Bantul ada 14.73 persen rumahtangga pertanian menyatakan masih sangat kurang untuk memenuhi kebutuhannya, Kabupaten Kulon Progo 4.89 persen, Gunung Kidul 10.98 persen, Sleman 12.06 persen dan Kotamadya Yogyakarta sebesar 5.53 persen (Statistik DIY 2009). Dilihat dari pendapatan rumahtangga petani Provinsi DIY dan sumbernya, maka 19.59 persen rumahtangga petani memperoleh pendapatan dari usahatani keluarga dan 2.13 persen berasal dari penghasilan sebagai buruh tani. Penghasilan dari luar usahatani keluarga mencapai 28.02 persen, sedangkan sebagai buruh luar usahatani sebesar 29.89 persen, selebihnya 20.37 persen berasal dari sumber lainnya. Rumahtangga petani Bantul paling tinggi memperoleh pendapatan dari usaha sebagai buruh luar pertanian (35.11 persen), sedangkan rumahtangga petani Kulon Progo berasal dari usahatani (27.07 persen). Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kontribusi pendapatan luar usahatani rumahtangga petani Kabupaten Bantul (wilayah pantai) lebih tinggi dibanding pendapatan usahatani. Sedangkan kontribusi pendapatan luar usahatani rumahtangga petani Kabupaten Kulon Progo (wilayah pegunungan) lebih kecil dibanding pendapatan usahatani. Hal ini dikarenakan wilayah pantai yang topografinya relatif datar, lebih banyak tersedia

111 peluang ekonomi di luar sektor pertanian. Apabila dilihat dari sisi curahan waktu kerja, hasil penelitian menunjukkan di wilayah pantai rumahtangga petani lebih banyak mencurahkan waktunya di luar usahatani, sedangkan rumahtangga petani wilayah pegunungan lebih banyak mencurahkan waktunya untuk kegiatan di usahatani. Adapun rata-rata pendapatan per rumahtangga pertanian menurut kabupaten dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Rata-Rata Rumahtangga Pertanian dan Sumber Provinsi DIY Menurut Kabupaten Tahun 2003 No. Kabupaten/ Kotamadya 1 Bantul 1 673 2 Kulon Progo 3 Gunung Kidul 4 Sleman 3 082 5 Yogyakarta 769 (4.68) Jumlah 2 045 (19.59) Rata-Rata Rumahtangga Berdasar Sumber (x 1.000 rupiah/tahun) Usaha Pertanian Usaha Luar Pertanian Lain Buruh Pertanian Buruh Luar Pertanian Jumlah 2 352 2 379 272 3 612 10 287 (16.26) (22.86) (23.13) (2.64) (35.1 2 183 1 591 2 201 239 1 850 8 064 (27.07) (19.73) (27.30) (2.96) (22.94) 1 535 1 529 1 598 186 1 722 6 571 (23.77) (23.27) (23.9 (2.83) (26.2 6 467 2 491 221 5 526 17.787 (17.33) (36.36) (14.00) (1.24) (31.07) 3 072 6 793-5 789 16 422 (18.7 (41.36) (0) 2 926 2 127 222 (28.0 (20.37) (2.13) : Statistik DIY 2003, Badan Pusat Statistik, DIY. Sumber Keterangan : Angka dalam kurung adalah persentase (35.25) 3 121 (29.89) 10 441 rumahtangga yang diperoleh digunakan untuk keperluan rumahtangga sebagai pengeluaran seperti untuk keperluan konsumsi pangan, bukan pangan dan untuk investasi usahatani, investasi sumberdaya manusia (pendidikan, pelatihan, kesehatan). Sisa pendapatan yang ada merupakan tabungan rumahtangga petani. Dari hasil penelitian diperoleh data, bahwa pada tahun 2003 rata-rata pengeluaran untuk konsumsi pangan sebesar Rp. 122.250 per kapita setiap bulannya (51.30 persen) dan untuk konsumsi bukan pangan

112 sebesar Rp. 116.034 (48.70 persen). Pada tahun 2007 terjadi pergeseran alokasi konsumsi, yaitu sebesar Rp. 140 486 (48.97 persen) untuk konsumsi pangan dan sebesar Rp. 146.401 (51.03 persen) untuk konsumsi bukan pangan (Statistik DIY 2003). Sementara pada tahun 2007 persentase penduduk yang berpendidikan SLTA (39.22 persen) meningkat dari tahun 2003 (32.62 persen). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan penduduk, pendapatan rumahtangga lebih banyak dialokasikan pada pengeluaran untuk konsumsi bukan pangan. 5.2. Keragaan Ekonomi Rumahtangga Petani 5.2.1. Desa Bantul : Klasifikasi Kota Wilayah Pantai Bantul merupakan salah satu desa di Kecamatan Bantul, Kabupaten Bantul, yang mempunyai klasifikasi kota. Penggunaan lahan paling tinggi adalah sawah dengan komoditas padi dan kedelai, namun ada beberapa petani yang menanam bawang merah, cabe merah dan jagung. Dari 66 rumahtangga petani sampel 96.97 persen mengelola sawah yang dapat digarap dan ditanami padi sebanyak dua kali dalam satu tahun. Mata pencaharian utama rumahtangga petani adalah dari sektor pertanian (100 persen dengan rata-rata luas lahan 0.26 Ha) dan 80.30 persen rumahtangga petani sampel juga bekerja pada sektor luar pertanian. Tingkat pendidikan formal kepala keluarga desa Bantul 54.55 persen adalah Sekolah Dasar. Anggota rumahtangga petani di desa Bantul saat ini adalah anak-anak dan anggota keluarga lainnya yang masih tinggal dalam satu rumah dan masih menjadi tanggungan kepala keluarga. Anggota keluarga yang sudah tidak tinggal satu rumah, tidak menjadi responden. Jumlah anak sekolah adalah anggota keluarga yang saat ini masih sekolah dan menjadi tanggungan kepala keluarga.

113 Jumlah anggota keluarga di desa Bantul berkisar antara 1 sampai dengan 5 orang. Ada rumahtangga yang sudah tidak/belum memiliki anak yang sekolah dan juga ada yang tidak/belum memiliki anak yang dewasa ( 10 tahun). Pekerjaan sampingan yang dilakukan anggota rumahtangga petani selain usaha pokok di lahan sawahnya adalah berdagang. Kemudian disusul kegiatan sebagai tukang bangunan. Pekerjaan ini dilakukan ketika kegiatan di usahataninya tidak memerlukan pengelolaan setiap hari, sehingga waktunya bisa digunakan untuk bekerja sebagai buruh di luar daerah rempat tinggalnya. Bagi anggota keluarga yang perempuan mempunyai pekerjaan sampingan yang menghasilkan adalah sebagai penjahit ataupun sebagai buruh pada industri rumahtangga penghasil kue, krupuk. Tabungan rumahtangga petani desa Bantul berupa ternak, kendaraan dan tanah dan sejumlah dana. Dengan memiliki tabungan petani akan mempunyai kebanggaan dan sekaligus merasa tenang karena ada jaminan bahwa dengan adanya tabungan, kebutuhan rumahtangga yang mendadak untuk masa yang akan datang dapat terpenuhi. Rata-rata jumlah tabungan kepala keluarga yang berpendidikan SD/tidak tamat SD sebesar Rp. 7.102,777.78 ; SLTP Rp. 10,450 000 dan SLTA Rp. 24.234,375 Alokasi sumberdaya produksi rumahtangga petani, dapat dilihat mata pencaharian petani di sektor pertanian. Petani mempunyai lahan yang ditanami tanaman pokok padi, yang kemudian disusul dengan tanaman palawija yaitu kedelai dan tanaman lainnya. Rata-rata kebutuhan biaya usahatani padi 18.80 persen digunakan untuk biaya input (benih, pupuk dan obat), sedangkan tanaman lainnya membutuhkan biaya input sebesar 24.10 persen dari total biaya usahatani.

Tabel 14. Rata-Rata Penerimaan dan Biaya Desa Bantul Menurut Tingkat Pendidikan Kepala Tahun 2009 No. Tingkat Pendidikan Kepala 1 SD (Tamat dan Tidak Tamat) Penerimaan Padi 5.355,681 (65.67) Komoditas Lainnya 2,798,750 (34.33) Biaya Input Padi 495,708 16.67 Biaya Input Komoditas Lainnya 716,499 24.10 Biaya Biaya Tenaga Kerja 1,069,861 35.98 Mekanisasi Investasi 212,806 7.15 77,083 2.62 Biaya Lainnya 400,750 13.48 (rupiah/ tahun) 5,181,724 2 SLTP 5,307,821 (79.07) 3 SLTA 8,705,531 Keatas (74.1 1,404,643 (20.93) 3,038,125 (25.88) 417,529 24.70 845,766 18.03 83,661 4.95 1,123,945 23.96 978,143 57.88 1,046,125 22.30 187,857 11.11 190,781 4.06 7,143 0.45 288,802 6.17 15,500 0.91 1,195,354 25.48 5,022,632 7,052,883 Rata-Rata 6,456,344 (72.78) 2,413,839 (27.2 586,334 18.80 641,368 1,031,376 20.57 33.08 197,148 6.32 124,343 4.00 537,201 17.23 5,752,413 Keterangan : Angka dalam kurung adalah persentase terhadap total penerimaan per strata Persentase terhadap total biaya usahatani per strata

115 Biaya tertinggi yang harus dikeluarkan adalah biaya tenaga kerja luar keluarga (33.08 persen). Penerimaan usahatani milik keluarga petani desa Bantul berasal dari hasil padi dan tanaman lainnya seperti kedelai, bawang merah, cabe merah, jagung, kacang tanah, kacang hijau, buah-buahan, kelapa dan ternak. Ratarata penerimaan petani komoditas padi 72.78 persen, angka ini lebih tinggi dibanding penerimaan dari komoditas lainnya (27.22 persen). Rata-rata penerimaan dan biaya usahatani milik keluarga di desa Bantul dapat dilihat pada Tabel 14. rumahtangga petani diperoleh dari usahatani, luar usahatani dan dari sumber lainnya, misal pemberian/kiriman dari saudara/anak yang sudah bekerja atau yang sudah tidak tinggal satu rumah, bantuan dari pemerintah desa dan lainnya. Rata-rata pendapatan rumahtangga petani tertinggi berasal dari luar usahatani (63.66 persen), karena 80.30 persen rumahtangga petani sampel bekerja pada sektor luar pertanian, seperti dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Rata-Rata Rumahtangga Petani Desa Bantul Menurut Tingkat Pendidikan Kepala Tahun 2009 No Tingkat Pendidikan Kepala Rumahtangga Petani Berdasar Sumber Luar 1,031,667 (5.76) Luar 1 SD (Tamat 5,181,724 10,609,278 dan Tidak (28.96) (59.29) Tamat) 2 SLTP 5,022,632 617,143 13,569,286 (25.48) (3.13) (68.86) 3 SLTA 7,052,883 2,640,625 17,593,750 Keatas (35.2 (13.19) (87.88) Rata-Rata 5,752,413 1,429,812 13,924,104 (26.29) (6.53) (63.66) Keterangan : Angka dalam kurung adalah persentase. Lainnya 1,069,745 (5.99) 495,714 (2.53) 732,500 (2.6 765,987 (3.5 Jumlah 17,892,413 19,704,775 20.019,758 21,872,315

116 petani yang berpendidikan SLTA lebih tinggi dibanding petani yang berpendidikan SD. Anggota rumahtangga petani Bantul lebih banyak mencurahkan waktu kerjanya pada usahatani (55.96 jam/minggu) dibanding luar usahatani (50.10 jam/minggu), namun dilihat dari pendapatannya lebih banyak yang diperoleh dari luar usahatani. Melihat kondisi desa Bantul (dengan kriteria kota) yang dekat dengan pusat kota Provinsi akan lebih banyak peluang pekerjaan yang diperoleh oleh anggota rumahtangga. Pengeluaran dibedakan untuk pengeluaran konsumsi dan investasi sumberdaya manusia. Alokasi pengeluaran konsumsi ini untuk memenuhi konsumsi rumahtangga petani, yaitu seluruh anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah. Biaya hidup anggota keluarga yang sudah menikah dan tidak tinggal dalam satu rumah tidak diperhitungkan dalam pengeluaran rumahtangga petani. Pengeluaran konsumsi terdiri dari pangan dan bukan pangan yaitu biaya sosial, pakaian, tempat tinggal, pajak dan lainnya, pengeluaran rumahtangga petani dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Rata-Rata Pengeluaran Konsumsi Pangan, Bukan Pangan dan Investasi Sumberdaya Manusia Rumahtangga Petani Desa Bantul Menurut Tingkat Pendidikan Kepala Tahun 2009 No Tingkat Pendidikan Kepala Konsumsi Pangan Pengeluaran Rumahtangga Petani Konsumsi Bukan Pangan 2,350,153 (18.38) 2,257,143 (14.96) 2,590,250 1 SD (Tamat dan Tidak Tamat) 7,503,194 (58.70) 2 SLTP 8,284,250 (54.93) 3 SLTA Keatas 8,727,500 (56.64) (16.8 Rata-Rata 8,171,648 2,399,182 (56.65) (16.63) Keterangan : Angka dalam kurung adalah persentase Investasi Sumberdaya Manusia 2,928,079 (22.9 4,537,929 (30.1 4,090,125 (26.55) 3,852,044 (26.7 Jumlah 12,781,426 15,079,322 15,407,875 14,422,874

117 Rata-rata pengeluaran rumahtangga petani paling tinggi digunakan untuk konsumsi pangan. Pada Tabel 16 dapat dilihat semakin tinggi pendidikan petani, alokasi pengeluaran konsumsi pangan cenderung menurun, alokasi pengeluaran untuk investasi sumberdaya manusia juga meningkat. Semakin tinggi pendidikan petani terlihat ada kecenderungan pendapatan rumahtangga juga meningkat, seperti yang terlihat pada Tabel 15, sedangkan konsumsi pangan cenderung menurun dari 58.70 persen menjadi 56.65 persen. Hal ini sesuai dengan teori Engel yang salah satu butir penemuannya adalah jika pendapatan meningkat, maka persentase pengeluaran untuk konsumsi pangan semakin kecil. 5.2.2. Desa Tirtohargo : Klasifikasi Desa Wilayah Pantai Tirtohargo merupakan salah satu desa di Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, yang mempunyai klasifikasi desa. Penggunaan lahan paling tinggi adalah sawah dengan komoditas padi, bawang merah dan cabe merah, namun ada beberapa petani yang menanam kedelai. Dari 270 rumahtangga petani sampel, 97.78 persen mengelola sawah yang dapat digarap dan ditanami padi sebanyak tiga kali dalam satu tahun. Mata pencaharian utama rumahtangga petani adalah dari sektor pertanian (100 persen dengan rata-rata luas lahan 0.15 Ha) dan 60 persen dari rumahtangga petani sampel juga bekerja pada sektor luar pertanian, antara lain sebagai pedagang, tukang bangunan, penjahit, bekerja pada industri makanan dan pekerjaan lainnya dengan jumlah yang kecil. Tingkat pendidikan formal kepala keluarga desa Tirtohargo 45.92 persen adalah Sekolah Dasar. Jumlah anggota keluarga di desa Tirtohargo berkisar antara 1 sampai dengan 6 orang.

Tabel 17. Rata-Rata Penerimaan dan Biaya Desa Tirtohargo Menurut Tingkat Pendidikan Kepala Tahun 2009 No. Tingkat Pendidikan Kepala Penerimaan Padi 1 SD (Tamat 4,547,790 dan Tidak (57.5 Tamat) 2 SLTP 4,453,016 (41.87) 3 SLTA 4,541,145 Keatas (28.49) Komoditas Lainnya 3,359,005 (42.99) 6,181,460 (58.13) 11,393,133 (71.5 Biaya Input Padi 481,619 18.04 486,018 13.30 475,685 71.51 Biaya Input Komoditas Lainnya 768,412 28.78 1,299,327 35.56 2,125,581 36.80 Biaya Biaya Tenaga Kerja 1,071,177 40.12 1,269,048 34.73 2,287,464 39.61 Mekanisasi 151,109 5.66 212,429 5.81 202,400 3.50 Investasi 43,320 1.64 138,889 3.83 480,201 8.31 Biaya Lainnya 153,964 5.76 247,381 6.77 368,579 3.55 (rupiah/ tahun) 5,237,194 6,981,385 10,159,368 Rata-Rata 4,513,984 6,977,866 481,107 1,397,773 1,542,563 188,646 (39.27) (60.73) 11.93 34.66 38.25 4.67 Keterangan : Angka dalam kurung adalah persentase terhadap total penerimaan per strata Persentase terhadap total biaya usahatani per strata 220,803 5.47 256,642 5.02 7,459,316

119 Petani menanam tanaman pokok padi di lahannya, kemudian disusul tanaman berikutnya yaitu bawang merah, cabe merah dan lainnya. Rata-rata kebutuhan biaya usahatani padi 11.93 persen digunakan untuk biaya input, sedangkan tanaman lainnya membutuhkan 34.66 persen dari total biaya usahatani. Alokasi rata-rata biaya tenaga kerja luar keluarga sebesar 38.25 persen, pengeluaran lainnya dialokasikan untuk biaya peralatan, biaya investasi usahatani dan biaya lainnya. Rata-rata penerimaan dari komoditas padi sebesar 39.27 persen dan 60.73 persen dari komoditas lainnya, seperti terlihat pada Tabel 17. Rata-rata pendapatan rumahtangga petani tertinggi diperoleh dari usahatani 55.35 persen, sedangkan luar usahatani sebesar 39.17 persen dan dari sumber lainnya seperti pemberian/kiriman dari saudara/anak sebesar 3.52 persen. Rata-rata pendapatan rumahtangga desa Tirtohargo dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Rata-Rata Rumahtangga Petani Desa Tirtohargo Menurut Tingkat Pendidikan Kepala Tahun 2009 No Tingkat Pendidikan Kepala 1 SD (Tamat dan Tidak Tamat) Rumahtangga Petani Berdasar Sumber 5,237,194 (33.3 Luar 1,410,000 (8.97) Luar 8,269,935 (52.6 2 SLTP 6,981,385 (47.70) 1,907,302 (13.03) 4,716,984 (32.23) 3 SLTA 10,159,368 991,566 5,892,831 Keatas (56.9 (5.55) (33.0 Rata-Rata 7,459,316 1,436,289 6,293,250 (46.4 (8.93) (39.17) Keterangan : Angka dalam kurung adalah persentase Lainnya 797,508 (5.09) 1,028,452 (7.04) 805,237 (4.53) 877,066 (5.48) Jumlah 15,714,637 14,634,123 17,849,002 16,065,921

120 Anggota rumahtangga petani desa Tirtohargo dengan lebih banyak mencurahkan waktu kerjanya pada usahatani (65.67 jam/minggu) dibanding pada luar usahatani (44.03 jam/minggu) memperoleh pendapatan dari usahatani yang lebih besar dibanding luar usahatani. Rata-rata pengeluaran tertinggi digunakan untuk konsumsi pangan (59.66 persen). Semakin tinggi pendidikan petani, alokasi konsumsi pangan cenderung menurun dan alokasi konsumsi bukan pangan cenderung meningkat. Semakin tinggi pendidikan petani terlihat ada kecenderungan pendapatan rumahtangga juga meningkat, seperti yang terlihat pada Tabel 18, sedangkan konsumsi pangan cenderung menurun dari 66.85 persen menjadi 59.66 persen. Hal ini sesuai dengan teori Engel yang mengatakan bahwa semakin meningkat pendapatan, maka alokasi yang digunakan untuk pengeluaran konsumsi pangan semakin kecil. Pengeluaran rumahtangga petani dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Rata-Rata Pengeluaran Konsumsi Pangan, Bukan Pangan dan Investasi Sumberdaya Manusia Rumahtangga Petani Desa Tirtohargo Menurut Tingkat Pendidikan Kepala Tahun 2009 No. Tingkat Pendidikan Kepala 1 SD (Tamat dan Tidak Tamat) Konsumsi Pangan (KOP) 5,472,568 (66.85) b 2 SLTP 6,504,365 (57.93) a 3 SLTA Keatas 6,564,961 (56.27) a Rata-Rata 6,180,631 (59.66) Pengeluaran Rumahtangga Petani Konsumsi Investasi Bukan Pangan Sumberdaya (KONP) Manusia 1,269,306 (15.50) c 2,551,349 (22.7 a 2,126,518 (18.2 b 1,982,391 (19.13) 1,444,406 (17.65) 2,170,405 (19.35) 2,974,116 (25.5 2,196,309 (21.2 Jumlah 8,186,280 11,226,119 11,665,595 10,359,332 Keterangan : Angka dalam kurung adalah persentase Hasil uji Duncan s dengan α = 5% ; KOP berbeda antara SD (b) dan SLTP (a), SD (b) dan SLTA (a) ; KONP berbeda antara SD (c), SLTP (a) dan SLTA (b)

121 Dilihat dari strata pendidikan, semakin tinggi pendidikan petani, maka alokasi untuk investasi sumberdaya manusia juga cenderung meningkat. Alokasi pengeluaran konsumsi pangan tertinggi terjadi pada kelompok petani yang berpendidikan SD dan untuk konsumsi bukan pangan terjadi pada kelompok petani berpendidikan SLTP. 5.2.3. Desa Giripeni : Klasifikasi Kota Wilayah Pegunungan Giripeni merupakan salah satu desa di Kecamatan Wates, Kabupaten Kulon Progo yang mempunyai klasifikasi kota. Penggunaan lahan paling tinggi adalah sawah dengan komoditas padi, bawang merah dan cabe merah, namun ada beberapa petani yang menanam kacang tanah. Dari 60 rumahtangga petani sampel 98.33 persen mengelola sawah yang dapat digarap dan ditanami padi sebanyak dua kali dalam satu tahun. Mata pencaharian utama rumahtangga petani adalah dari sektor pertanian (100 persen dengan rata-rata luas lahan 0.11 Ha) dan 65 persen dari rumahtangga petani sampel juga bekerja pada sektor luar pertanian, antara lain sebagai pedagang, tukang bangunan dan pekerjaan lainnya dengan jumlah yang kecil. Kegiatan tersebut dilakukan untuk memperoleh pendapatan tambahan yang besarnya kadang-kadang lebih tinggi dibanding kegiatan pokok usahatani. Tingkat pendidikan formal kepala keluarga desa Giripeni 55 persen adalah Sekolah Dasar. Tingkat pendidikan yang rendah ini merupakan kendala bagi rumahtangga petani untuk dapat menerima informasi dan teknologi baru yang ada. Rata-rata jjumlah anggota keluarga di desa Giripeni berkisar antara 1 sampai dengan 6 orang. Jumlah ini adalah mereka yang masih tinggal dalam satu rumah dan kebutuhan sehari-harinya masih menjadi tanggungan kepala keluarga.

122 Beberapa rumahtangga petani desa Giripeni juga memiliki tabungan berupa ternak, kendaraan, tanah dan sejumlah dana. Rata-rata jumlah tabungan kepala kelurga yang berpendidikan SD/tidak tamat SD sebesar Rp. 9,359,090.91 ; SLTP Rp. 11,725,000 dan SLTA Rp. 12,013,333.33. Angka ini menunjukkan bahwa petani yang berpendidikan lebih tinggi cenderung memiliki tabungan lebih besar. Pendidikan merupakan modal bagi petani untuk dapat melakukan kegiatan yang lebih baik yang berdampak pada tingkat pendapatan yang diperoleh rumahtangga petani. Penerimaan usahatani milik keluarga petani desa Giripeni berasal dari hasil padi dan tanaman lainnya. Rata-rata penerimaan petani dari komoditas padi sebesar 23.10 persen dan dari komoditas lainnya sebesar 76.90 persen. Hasil produksi usahatani rumahtangga petani desa Giripeni yang merupakan klasifikasi kota, lebih banyak diperoleh dari tanaman bukan padi. Dilihat dari strata pendidikan, semakin tinggi pendidikan kepala keluarga semakin tinggi penerimaan padi dan penerimaan tanaman selain padi cenderung menurun. Dilihat dari biaya semakin tinggi pendidikan kepala keluarga, biaya usahatani padi cenderung meningkat dan biaya input selain padi cenderung menurun. Biaya usahatani seperti tenaga kerja, mekanisasi dan investasi usahatani cenderung meningkat dengan meningkatnya tingkat pendidikan kepala keluarga. Rata-rata penerimaan dan biaya usahatani keluarga desa Giripeni menurut tingkat pendidikan kepala keluarga dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Rata-Rata Penerimaan dan Biaya Desa Giripeni Menurut Tingkat Pendidikan Kepala Tahun 2009 No. Tingkat Pendidikan Kepala 1 SD (Tamat dan Tidak Tamat) Penerimaan Padi 2,226,909 (21.56) Komoditas Lainnya 8,097,521 (78.44) Biaya Input Padi 206,236 4.47 Biaya Input Komoditas Lainnya 3,585,967 77.78 Biaya Biaya Tenaga Kerja 201,182 4.36 Mekanisasi 188,727 4.09 Investasi 93,737 2.03 Biaya Lainnya 334,236 7.27 (rupiah/ tahun) 5,714,344 2 SLTP 3,450,333 (23.93) 3 SLTA 2,524,133 Keatas (23.46) 10,965,750 (76.04) 8,233,000 (76.54) 309,667 7.26 228,593 5.50 3,060,210 71.75 2,881,220 69.43 401,250 9.40 286,133 6.89 135,000 3.16 186,467 4.49 35,000 0.85 331,889 7.99 323,500 7.58 245,956 5.70 10,151,456 6,607,542 Rata-Rata 2,733,792 9,098,757 248,165 3,175,799 296,188 170,065 (23.10) (76.90) 5.71 73.15 6.82 3.91 Keterangan : Angka dalam kurung adalah persentase terhadap total penerimaan per strata Persentase terhadap total biaya usahatani per strata 153,542 3.53 301,231 6.88 7,491,114

124 Rata-rata pendapatan rumahtangga petani 45.73 persen berasal dari sektor pertanian dan 40.26 persen berasal dari luar usahatani. Rata-rata pendapatan petani yang berpendidikan SLTA sebesar Rp. 14.190.253 lebih tinggi dibanding pendapatan petani yang berpendidikan SD yaitu Rp. 11.578.238, seperti ditampilkan pada Tabel 21. Tabel 21. Rata-Rata Rumahtangga Petani Desa Giripeni Menurut Tingkat Pendidikan Kepala Tahun 2009 No. Tingkat Pendidikan Kepala 1 SD (Tamat dan Tidak Tamat) Rumahtangga Petani Berdasar Sumber 5,714,344 (49.35) 2 SLTP 10,151,456 (34.65) 3 SLTA Keatas 6,607,542 (46.56) Luar 1,064,697 (9.19) 658,333 (2.24) 991,333 (6.98) Luar (PENUT) 4,123,333 (35.6 b 11,825,833 (40.37) a 6,218,667 (43.8 ab Lainnya 675,864 (5.85) 6,654,479 (22.74) 372,711 (2.64) Jumlah (PERT) Rata-Rata 7,491,114 (40.8 904,788 (4.9 7,389,278 (40.26) 2,567,685 (14.0 Keterangan : Angka dalam kurung adalah persentase Hasil uji Duncan s dengan α = 5% ; PENUT berbeda antara SD (b) dan SLTP (a); PERT berbeda antara SD (b) dan SLTP (a), SLTP (a) dan SLTA (b) 11,578,238 b 29,290,102 a 14,190,253 b 18,352,865 Rata-rata pengeluaran rumahtangga petani paling tinggi digunakan untuk konsumsi pangan (50.94 persen). Semakin tinggi pendidikan petani, alokasi konsumsi pangan dan bukan pangan cenderung menurun. Semakin tinggi pendidikan petani terlihat ada kecenderungan pendapatan rumahtangga meningkat, seperti terlihat pada Tabel 21. Sedangkan konsumsi pangan dan bukan pangan cenderung menurun. Hal ini sesuai dengan teori Engel yang mengatakan

125 bahwa jika pendapatan meningkat, maka alokasi pengeluaran untuk konsumsi pangan semakin kecil dan alokasi pengeluaran untuk pendidikan, kesehatan dan rekreasi semakin meningkat. Dana yang dimiliki dialokasikan untuk investasi sumberdaya manusia, seperti ditampilkan pada Tabel 22. Tabel 22. Rata-Rata Pengeluaran Konsumsi Pangan, Bukan Pangan dan Investasi Sumberdaya Manusia Rumahtangga Petani Desa Giripeni Menurut Tingkat Pendidikan Kepala Tahun 2009 No. Tingkat Pendidikan Kepala 1 SD (Tamat dan Tidak Tamat) Konsumsi Pangan (KOP) 4,963,944 (50.30) b 2 SLTP 7,909,333 (51.95) a 3 SLTA Keatas 5,445,267 (50.09) b Rata-Rata 6,106,198 (50.94) Pengeluaran Rumahtangga Petani Konsumsi Investasi Bukan Sumberdaya Pangan Manusia (KONP) 2,664,773 (27.00) b 2,806,063 (18.43) a 2,533,244 (23.30) b 2,668,027 (22.25) 2,522,121 (22.70) 2,705,750 (29.6 2,343,467 (26.6 2,523,779 (26.8 Keterangan : Angka dalam kurung adalah persentase Hasil uji Duncan s dengan α = 5% ; KOP berbeda antara SD (b) dan SLTP (a), SLTP (a) dan SLTA (b) ; KONP berbeda antara SD (b) dan SLTP (a) dan SLTP (a) dan SLTA (b) Jumlah 9,867,142 15,221,979 10,868,839 11,985,987 5.2.4. Desa Kebunrejo : Klasifikasi Desa Wilayah Pegunungan Kebunrejo merupakan salah satu desa di Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo yang mempunyai klasifikasi desa. Penggunaan lahan tertinggi adalah sawah dengan komoditas padi, bawang merah dan cabe merah, namun ada beberapa petani yang menanam jagung, kacang tanah dan kacang hijau. Dari 184 rumahtangga petani sampel 91.85 persen mengelola sawah yang dapat digarap dan ditanami padi sebanyak dua kali dalam satu tahun. Mata pencaharian utama

126 rumahtangga petani adalah dari sektor pertanian (100 persen dengan rata-rata luas lahan 0.14 Ha) dan ada 59.78 persen dari rumahtangga petani sampel yang bekerja pada sektor luar pertanian. Kegiatan sampingan yang dilakukan oleh anggota rumahtangga petani desa Kebunrejo adalah berdagang, sebagai tukang bangunan, bekerja sebagai buruh bengkel. Sedangkan anggota rumahtangga yang perempuan mempunyai kegiatan sebagai penjahit, menjadi buruh pada industri rumahtangga pembuat kue dan industri kerajinan. Kegiatan tersebut dapat memberikan kontribusi pendapatan luar usahatani pada pendapatan total rumahtangga petani. Tingkat pendidikan formal kepala keluarga desa Kebunrejo 53.00 persen adalah SD. Jumlah anggota keluarga di desa Bantul berkisar antara 1 sampai dengan 5 orang. Rumahtangga petani desa Kebunrejo juga memiliki tabungan, rata-rata jumlah tabungan kepala keluarga yang berpendidikan SD/tidak tamat SD sebesar Rp. 8,011,969.70; SLTP Rp. 13,934,218.75 dan SLTA Rp. 10,076,603.77. Tabungan ini berasal dari pendapatan setelah dikurangi untuk pengeluaran konsumsi. Penerimaan usahatani milik keluarga petani desa Kebunrejo berasal dari hasil padi dan tanaman lainnya. Rata-rata penerimaan petani dari komoditas padi sebesar 65.13 persen dan dari komoditas lainnya sebesar 34.87 persen. Dilihat dari strata pendidikan, semakin tinggi pendidikan kepala keluarga semakin tinggi penerimaan tanaman selain padi. Alokasi biaya input terjadi sebaliknya, semakin tinggi pendidikan biaya usahatani padi cenderung meningkat dan biaya input selain padi cenderung menurun. Biaya usahatani seperti tenaga kerja, mekanisasi dan investasi usahatani cenderung meningkat dengan meningkatnya tingkat pendidikan kepala keluarga, seperti terlihat pada Tabel 23.

127 Tabel 23. Rata-Rata Penerimaan dan Biaya Desa Kebunrejo Menurut Tingkat Pendidikan Kepala Tahun 2009 No. Tingkat Pendidikan Kepala Penerimaan Padi Komoditas Lainnya Biaya Input Padi Biaya Input Komoditas Lainnya 916,891 37.42 Biaya Biaya Tenaga Kerja Mekanisasi 1 SD (Tamat 5,078,192 2,463,857 425,152 637,626 213,631 dan Tidak (67.33) (32.67) 17.35 26.02 8.71 Tamat) 2 SLTP 4,703,563 2,610,737 502.091 758,539 737.516 203.297 (64.30) (35.70) 19.41 29.33 28.51 7.86 3 SLTA Keatas 4,899,245 2,782,679 428,259 464,948 679,274 203,774 (63.77) (36.23) 20.07 21.79 31.84 9.55 Rata-Rata 4,893,667 2,619,091 451,834 713,459 684,805 206,900 (65.13) (34.87) 18.90 29.85 28.65 8.65 Keterangan : Angka dalam kurung adalah persentase terhadap total penerimaan per strata Persentase terhadap total biaya usahatani per strata Investasi 80,724 3.29 115.365 4.46 223,113 10.45 139,734 5.84 Biaya Lainnya 176,222 7.21 269.328 10.43 133,670 6.30 193,073 8.11 (rupiah/ tahun) 5,091,802 4,728,164 5,548,887 5,122,951

128 Rata-rata pendapatan rumahtangga tertinggi berasal dari usahatani sebesar 49.27 persen, sedangkan dari luar usahatani 40.98 persen. petani yang berpendidikan SLTA lebih tinggi dibanding petani yang berpendidikan SD, seperti ditampilkan pada Tabel 24. Tabel 24. Rata-Rata Rumahtangga Petani Desa Kebunrejo Menurut Tingkat Pendidikan Kepala Tahun 2009 No Tingkat Pendidikan Kepala 1 SD (Tamat dan Tidak Tamat) 5,091,802 (43.88) 2 SLTP 4,728,164 (35.60) 3 SLTA Keatas 5,548,887 (41.97) Rumahtangga Berdasar Sumber Luar 1,244,747 (10.7 1,399,875 (10.54) 756,604 (5.7 Luar (PENUT) 3,423,434 (29.50) b 6,075,937 (45.75) a 6,117,358 (46.27) a 5,205,577 Lainnya 1,842,103 (15.90) 1,074,188 (8.1 793,509 (6.04) Rata- Rata 5,124,773 (40.35) 1,133,742 (8.9 (40.98) 1,236,600 (9.75) Keterangan : Angka dalam kurung adalah persentase Hasil uji Duncan s dengan α = 5% ; PENUT berbeda antara SD (b) dan SLTP (a), SD (b) dan SLTA (a) Jumlah 11,602,087 13,279,102 13,220,887 12,700,692 Rata-rata pengeluaran rumahtangga petani tertinggi digunakan untuk konsumsi pangan (55.86 persen). Semakin tinggi pendidikan petani, alokasi pengeluaran konsumsi pangan cenderung menurun dan alokasi pengeluaran konsumsi bukan pangan semakin meningkat. Semakin tinggi pendidikan petani terlihat ada kecenderungan pendapatan rumahtangga juga meningkat, seperti terlihat pada Tabel 24. Sedangkan konsumsi pangan cenderung menurun dari 61.37 persen menjadi 55.65 persen. Hasil penelitian tentang pendapatan dan

129 pengeluaran di desa Kebunrejo sesuai dengan teori Engel yaitu dengan meningkatnya pendapatan maka konsumsi pangan cenderung semakin kecil. Alokasi untuk investasi sumberdaya manusia juga meningkat. Pengeluaran rumahtangga petani dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Rata-Rata Pengeluaran Konsumsi Pangan, Bukan Pangan dan Investasi Sumberdaya Manusia Rumahtangga Petani Desa Kebunrejo Menurut Tingkat Pendidikan Kepala Tahun 2009 No. Tingkat Pendidikan Kepala Konsumsi Pangan (KOP) 5,506,738 (61.37) 1 SD (Tamat dan Tidak Tamat) 2 SLTP 5,655,019 (51.3 3 SLTA Keatas 5,715,566 (55.65) Pengeluaran Rumahtangga Petani Konsumsi Bukan Pangan (KONP) 1,539,657 (`17.25) B 2,713,725 (24.6 a 2,372,047 (23.09) a Investasi Sumberdaya Manusia 1,874,042 (21.0 2,650,469 (24.07) 2,181,840 (21.26) Jumlah 8,920,437 11,019,213 10,269,453 Rata-Rata 5,625,774 (55.86) 2,208,476 (21.93) 2,235,450 (22.2 Keterangan : Angka dalam kurung adalah persentase Hasil uji Duncan s dengan α = 5% ; KONP berbeda antara SD (b) dan SLTP (a), SD (b) dan SLTA (a) 10,069,701 5.2.5. Rekapitulasi Keragaan Ekonomi Rumahtangga Petani Pengembangan sumberdaya manusia dalam rumahtangga petani merupakan investasi yang dilakukan petani, yang diukur dengan pendekatan pengeluaran rumahtangga untuk keperluan kegiatan pendidikan, pelatihan dan kesehatan. Kegiatan ini akan mempengaruhi kegiatan lain dalam rumahtangga petani seperti alokasi sumberdaya produksi, alokasi pengeluaran konsumsi dan tingkat pendapatan rumahtangga petani. Rata-rata biaya usahatani di wilayah

130 pantai (Bantul dan Tirtohargo) cenderung meningkat dengan semakin tingginya tingkat pendidikan, sedangkan wilayah pegunungan (Giripeni dan Kebunrejo) terjadi sebaliknya. Rata-rata investasi sumberdaya manusia, biaya usahatani, pengeluaran konsumsi dan pendapatan rumahtangga dapat dilihat pada Tabel 26, 27 dan 28. Tabel 26 menunjukkan bahwa di tiga desa (Bantul, Tirtohargo dan Kebunrejo) semakin tinggi pendidikan petani, maka ada kecenderungan semakin meningkat alokasi pengeluaran investasi sumberdaya manusia. Petani dengan bertambahnya pengetahuan, maka akan semakin memahami dan menyadari bahwa pengembangan sumberdaya itu penting dan akan memberikan manfaat di kemudian hari. Berbeda dengan rumahtangga petani di desa Giripeni, yang terjadi semakin tinggi pendidikan petani alokasi untuk investasi sumberdaya manusia cenderung menurun. lebih banyak dialokasikan untuk keperluan konsumsi bukan pangan, seperti terlihat pada Tabel 27. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani wilayah pantai (desa Bantul dan Tirtohargo), biaya usahatani cenderung meningkat. Dalam hal ini nampak sebagian biaya tersebut dialokasikan untuk biaya investasi usahatani. Untuk wilayah pegunungan (desa Giripeni dan Kebunrejo) semakin tinggi pendidikan petani, ada kecenderungan semakin menurun biaya usahatani, walau yang terjadi alokasi biaya investasi usahatani di kedua desa tersebut meningkat. Demikian juga dengan semakin meningkatnya pendidikan petani, ada kecenderungan meningkatnya pendapatan rumahtangga dan menurunnya alokasi pengeluaran konsumsi pangan. Hal ini sesuai dengan teori Engel bahwa dengan meningkatnya pendapatan maka proporsi untuk konsumsi pangan semakin mengecil.

131 Tabel 26. Rata-Rata Investasi Sumberdaya Manusia dan Biaya Provinsi DIY Menurut Tingkat Pendidikan Kepala Tahun 2009 No. Tingkat Pendidikan Kepala 1 SD (Tamat dan Tidak Tamat) 2 SLTP 4,537,929 (30.09) 3 SLTA 4,090,125 Keatas (26.55) Investasi Sumberdaya Manusia dan Biaya Rumahtangga Petani per Kabupaten Bantul Tirtohargo Giripeni Kebunrejo INVSDM Biaya INVSDM Biaya INVSDM Biaya INVSDM Biaya 2,928,079 2,972,707 1,444.406 2,669,601 2,664,773 4,610,086 1,874,042 2,450,247 (22.9 (23.25) (17.64) (32.6 (27.0 (46.7 (21.0 (27.47) 1,689,832 (11.20) 4,690,773 (30.44) 2,170,405 (19.33) 2,974,116 (25.49) 3,653,091 (32.54) 5,774,910 (49.50) 2,806,063 (18.43) 2,533,244 (23.3 4,264,627 (28.0 4,149,591 (38.28) 2,650,469 (24.05) 2,181,840 (21.25) 2,586,136 (23.47) 2,133,037 (20.77) Rata-Rata 3,852,044 (26.7 3,117,771 (21.6 2,196,309 (21.20) 4,032,534 (38.93) Keterangan : INVSDM = Investasi sumberdaya manusia Angka dalam kurung adalah persentase terhadap total pengeluaran 2,668,027 (22.26) 4,341,435 (36.25) 2,235,450 (22.20) 2,389,807 (23.73)