Total Quality Management 1. Jelaskan perbedaan konsep TQM menurut Crosby dan Juran! Jawab : Philips Crosby adalah ahli mutu yang mempunyai pengalaman selama 14 tahun di ITT (perusahaan yang bergerak di bidang teknologi informasi). Crosby mengungkapkan falsafah dasar berupa empat kemutlakan mutu, yaitu : a. Apakah mutu itu? Mutu adalah kesesuaian terhadap persyaratan, bukan kebaikan atau keistimewaan. b. Sistem apa yang diperlukan untuk menghasilkan mutu? Sistem untuk menghasilkan mutu adalah pencegahan, bukan penilaian (pemeriksaan). c. Standar kinerja apa yang harus digunakan? Standar kerja harus tanpa cacat (zero defect), tidak cukup mendekati tanpa cacat. d. Sistem pengukuran apa yang dibutuhkan? Pengukuran mutu merupakan harga ketidaksesuaian, bukan sekedar daftar. Sementara itu, konsep TQM yang dikemukakan oleh Juran merupakan suatu konsep yang sangat sederhana, tetapi sudah mengakomodasikan semua hal yang berkaitan dengan mutu. Konsep ini sangat mudah diaplikasikan dalam perusahaan. Secara sederhana konsep TQM menurut Juran adalah : a. Bagaimana merencanakan mutu yang baik, b. Bagaimana mengendalikan proses agar mutu yang diharapkan tercapai, c. Bagaimana cara meningkatkan mutu selanjutnya. 2. Apa yang dimaksud Juran Trilogi? Jelaskan! Jawab : Konsep trilogi juran merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Hubungan antara perencanaan, pengendalian, dan perbaikan mutu. TQM dapat diimplementasikan apabila mengikuti tiga proses manajerial, yaitu (1) Perencanaan mutu, (2) Pengendalian mutu, (3) Perbaikan mutu. Proses ini dikembangkan oleh Joseph M. Juran. Perencanaan mutu merupakan suatu proses yang mengidentifikasi pelanggan, persyaratan, dan harapan tentang ciri-ciri produk dan jasa serta mengembangkan proses yang tepat untuk menghasilkan produk dan jasa sesuai dengan keinginan pelanggan. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan mutu menurut Juran, diilustrasikan dengan Route Map perencanaan mutu sebagai berikut : Kegiatan 1. Menentukan tujuan mutu 2. Identifikasi Pelanggan
3. Menentukan persyaratan mutu pelanggan 4. Mengembangkan keunggulan produk 5. Mengembangkan keunggulan proses 6. Melakukan rekayasa produksi Gambar. Route Map Perencanaan Mutu Keterangan : Hasil Umpan Balik (feedback) Pengendalian mutu merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menjamin bahwa proses yang terjadi akan menghasilkan produk sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Proses di sini mencakup seluruh proses yang ada (bukan hanya proses produksi). Pengendalian mutu juga sering disebut dengan istilah pengendalian proses. Kegiatan pengendalian mutu terdiri atas : mengevaluasi kinerja nyata proses, membandingkan kinerja nyata proses dengan tujuan, mengambil tindakan jika dijumpai adanya penyimpangan antara kinerja dengan tujuan, Perbaikan mutu merupakan suatu proses dengan mekanisme berkelanjutan sehingga mutu dapat dicapai secara kontinyu. Proses ini mencakup alokasi sumber daya, penugasan orang mengerjakan proyek mutu, dan secara teratur membangun struktur untuk mencapai mutu. 3. Dari berbagai konsep TQM oleh pakar mutu, apa yang dapat disimpulkan? Jawab : Berdasarkan latar belakang yang dimiliki oleh masing-masing ahli mutu, setiap ahli mempunyai pandangan dan pendekatan yang berbeda mengenai TQM. Akan tetapi, berdasarkan pandangan-pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa : a. Mutu merupakan kunci suatu bisnis, b. Perbaikan terhadap mutu memerlukan komitmen manajemen puncak secara terus menerus, c. Perbaikan mutu adalah kerja keras. Tidak ada jalan pintas, menuntut perubahan budaya organisasi, d. Perbaikan mutu menuntut banyak pelatihan, e. Keberhasilan perbaikan mutu menuntut keterlibatan seluruh karyawan. 4. Sebutkan dan jelaskan beberapa contoh sistem manajemen mutu yang berawal dari kerangka penilaian kinerja perusahaan! Jawab : Beberapa contoh sistem manajemen mutu yang berawal dari kerangka penilaian kinerja perusahaan adalah sebagai berikut : a. Malcolm Baldrige Keluaran Daftar tujuan mutu Daftar pelanggan Daftar persyaratan pelanggan Desain produk Desain proses Proses yang siap untuk diproduksi
Malcolm Baldrige Criteria adalah suatu cara memotret kondisi perusahaan atau lembaga untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi kunci keberhasilan atau kegagalan di masa yang akan datang. Dengan mengetahui faktor-faktor tersebut pimpinan perusahaan atau lembaga dapat mengambil langkah-langkah yang signifikan untuk mengarahkan perusahaannya menuju kinerja yang ekselen. Malcolm Baldrige Criteria tidak hanya mengidentifikasi faktor-faktor keberhasilan kunci dalam sebuah perusahaan tetapi sekaligus menuntun pimpinan perusahaan untuk mengambil langkah-langkah perbaikan agar terhindar dari risiko kegagalan, bahkan mampu meraih kinerja yang ekselen. Malcom Baldrige Criteria tidak bersifat kaku, dan tidak bertentangan dengan alat pengendalian manapun sehingga dapat diterapkan disemua organisasi yang telah mempunyai alat sejenis seperti TQM, BSC, Six Sgma, dan lain-lain. Malcolm Baldrige bahkan mensinergikan dan menselaraskan semua tools yang ada dalam rangka mencapai kinerja yang ekselen. Malcolm Baldrige mengidentifikasi Key Success Factor (KSF) dari sebuah perusahaan yang meliputi 6 (enam) kriteria proses, yaitu : 1. Kriteria Leadership 2. Kriteria Strategic Planning 3. Kriteria Customer Focus 4. Kriteria Data, Informasi dan Knowledge Management 5. Kriteria Human Resource Focus 6. Kriteria Operation Management Dasar pemikirannya dari Malcom Baldrige adalah kinerja sebuah perusahaan yang berupa result sangat ditentukan oleh prosesnya, bila proses baik maka kinerja pasti baik, sebaliknya bila proses buruk maka kinerja perusahaan juga pasti buruk, oleh sebab itu proses perlu dikendalikan secara baik agar menghasilkan result yang baik. Proses yang terdiri dari keenam kriteria diatas diukur dengan pendekatan ADLI (Approach, Deployment, Learning, dan Integrated), sedangkan kriteria result diukur dengan pendekatan LeTCi, yaitu : Le, Trend, Comparison dan Integrited). Hasil pengukuran dimasukkan kedalam scoring guidelines yang mempunyai nilai score 0-1000, akan tetapi saat ini belum ada perusahaan di Indonesia yang mampu mencapai score 750. b. EFQM (European Federation of Quality Management) EFQM Excellence Model adalah alat sederhana untuk membantu organisasi menerapkan sistem jaminan mutu dengan mengukur kinerja sistem tersebut dibandingkan dengan kondisi istimewa/idealnya; membantu organisasi dalam
memahami perbedaan; dan menstimulasi solusi. EFQM Excellence Model dapat diterapkan pada organisasi-organisasi dengan berbagai ukuran, struktur, dan juga sektor. EFQM Excellence Model didisain agar perusahaan dapat melakukan penilaian posisinya pada perjalanan menuju kesempurnaan. EFQM adalah metode untuk membantu mendefinisikan dan menilai perbaikan berkesinambungan dari suatu organisasi yang berdasarkan pada hal-hal mendasar, yakni : 1. Orientasi hasil, 2. Pengembangan dan keterlibatan karyawan, 3. Fokus pada pelanggan, 4. Pembelajaran, perbaikan, dan inovasi berkelanjutan, 5. Kepemimpinan, 6. Pembangunan kerja sama, 7. Management by process and facts, 8. Tanggung jawab sosial. Gambar. Model EFQM Pada gambar di atas, model EFQM memiliki sembilan kriteria dengan cara pembacaan dari kiri ke kanan. Logika pembacaan bahwa peran paling awal adalah dari ujung kiri (leadership) sebagai faktor penentu dan penggerak pada kriteria sebelah kanan hingga akhirnya pada bagian kanan ujung (key result performance). Model tersebut disusun untuk digunakan sebagai metode self assessment secara komprehensif, sistematik, dan peninjauan secara regular terhadap aktivitas organisasi dan hasilnya berdasarkan kriteria dalam model. Terdapat lima pendekatan yang berbeda pada self assessment yang direkomendasikan oleh EFQM yang bergantung pada tingkat maturity. Keuntungan dasar dari EFQM ini antara lain: 1. Peningkatan efektivitas biaya; orientasi pada hasil; fokus pada pelanggan; kerja sama; manajemen pengetahuan; performa dan pembelajaran. 2. Model ini didesain sederhana (mudah dimengerti dan digunakan); holistik (mencakup semua aspek aktivitas dan hasil organisasi); dinamis (menyediakan alat manajemen yang mendukung perbaikan dan berwawasan masa depan); fleksibel (dapat diaplikasikan pada berbagai jenis organisasi dan unit dalam organisasi); dan inovatif.
c. Six Sigma Pengertian mendasar dalam penerapan Six Sigma adalah adanya metode berteknologi tinggi yang digunakan oleh engineer didukung statistikawan agar dapat memperbaiki kemampuan proses untuk menghasilkan produk sebesar Six Sigma (6 simpangan baku), yaitu 3.4 buah kesalahan (cacat) dalam 1 juta proses (peluang) sehingga hasilnya adalah 99.9997%. Gambar. Grafik 3.4 DPMO (cacat) = 6 sigma SMM Six Sigma dapat diaplikasikan di berbagai bidang, di antaranya yaitu Customer Service, Finance, Human Resources, Manufacturing, Repair Operation, Sales, Software Development, dan lain-lain. Dalam implementasi SMM Six Sigma sangat diperlukan ahli statistika dan alat-alat bantu (tools), yaitu: proses desain/redesain, analisis keragaman, Balance Score Cards, Voice at Customer, Creating Thinking, rancangan percobaan, manajemen proses, dan pengendalian proses statistika (Control Chart). Selain itu, juga diperlukan tools diagram pareto, box plot, QFD, FMEA, minitab. Dalam pelaksanaannya, SMM Six Sigma terdiri atas lima fase, yaitu: (1) Define Phase, (2) Measure Phase, (3) Analyze Phase, (4) Improve Phase, dan (5) Control Phase. 1. Define Phase Dalam fase ini dilakukan untuk : (1) identifikasi pengembangan proses atau produk, (2) menunjukkan dan menjelaskan Voice of Customer (VOC) Tools dan teknik data VOC, (3) membentuk tim charter, (4) problem/goal statement, jangkauan proyek (project scope), perkara bisnis (business case), peran tim (tim role), milestone, (5) mengembangkan rencana proses tingkat tinggi untuk 4-5 langkah proses yang paling signifikan, (6) memperoleh izin proyek secara resmi. 2. Measure Phase a. Langkah 1 : Pelaksanaan rencana dan pengukuran vs syarat konsumen:
b. Langkah 2 : mengembangkan baseline defect measure dan identifikasi tujuan pengembangan; c. Langkah 3 : memilih karakteristik CTQ. 3. Analyse Phase Fase ini dilakukan bertujuan agar lebih memahami proses dan akar permasalahan yang terjadi. Selain itu, untuk menghindari ketidakterpecahkannya masalah, menentukan penyebab akar permasalahan, memahami besarnya permasalahan tersebut, untuk mengkalibrasi kembali jangkauan proyek, membangun target dan mengukur oppty. 4. Improve Phase Pada fase ini dilakukan strategi perbaikan dengan cara mengembangkan strategi perbaikan agar tersedia framework untuk pengembangan solusi secara sistematik dan efisiensi. Strategi yang digunakan tergantung pada proyek perbaikan yang sebenarnya, level pengetahuan proses, dan ketersediaan dan karakteristik data. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki Six Sigma dibanding metode lain adalah : a. Six Sigma jauh lebih rinci daripada metode analisis berdasarkan statistik. Six Sigma dapat diterapkan di bidang usaha apa saja mulai dari perencanaan strategi sampai operasional hingga pelayanan pelanggan dan maksimalisasi motivasi atas usaha. b. Six Sigma sangat berpotensi diterapkan pada bidang jasa atau non-manufaktur disamping lingkungan teknikal, misalnya seperti bidang manajemen, keuangan, pelayanan pelanggan, pemasaran, logistik, teknologi informasi dan sebagainya. c. Dengan Six Sigma dapat dipahami sistem dan variabel mana yang dapat dimonitor dan direspon balik dengan cepat. d. Six Sigma sifatnya tidak statis. Bila kebutuhan pelanggan berubah, kinerja sigma akan berubah. Tabel 2. Perbandingan SMM Six Sigma dengan cara tradisional d. Balance Scorecard
Balance Scorecard adalah pendekatan terhadap strategi manajemen yang dikembangkan oleh Robert S. Kaplan (Harvard Business School) dan David P. Norton pada awal tahun 1990. BSC berasal dari dua kata yaitu Balanced (berimbang) dan Scorecard (kartu skor). Balanced artinya terdapat keseimbangan antara performance keuangan dan non-keuangan, performance jangka pendek dan jangka panjang, antara performance yang bersifat internal dan eksternal. Sedangkan Scorecard adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor performance seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh seseorang di masa depan. Pada awalnya, BSC digunakan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Mulanya, kinerja eksekutif diukur hanya dari segi keuangan. Kemudian berkembang menjadi luas yaitu empat perspektif, yang kemudian digunakan untuk mengukur kinerja organisasi secara utuh. Empat perspektif tersebut adalah sebagai berikut : perspektif keuangan (financial) : bagaimana berorientasi pada para pemegang saham. perspektif pelanggan (customer) : bagaimana agar menjadi supplier utama yang paling bernilai bagi para customer. perspektif proses bisnis internal : proses bisnis apa saja yang terbaik yang harus dilakukan, dalam jangka panjang maupun jangka pendek untuk mencapai tujuan finansial dan kepuasan customer. perspektif pembelajaran dan pertumbuhan : bagaimana agar dapat meningkatkan dan menciptakan value secara terus-menerus, terutama dalam hubungannya dengan kemampuan dan motivasi karyawan. Pada Balance Scorecard, keempat perspektif tersebut menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keempat perspektif tersebut juga merupakan indikator pengukuran kinerja yang saling melengkapi dan saling memiliki hubungan sebab akibat. DAFTAR PUSTAKA Bagus, Deny. 2010. Balanced Scorecard, Definisi, Konsep, dan Pespektif. [online] http://bit.ly/1fkbzgi (5/4/2015)
Ciptani, Monika Kussetya. 2000. Balanced Scorecard sebagai Pengukuran Kinerja Masa Depan : Suatu Pengantar. [online] http://puslit.petra.ac.id/ journals/accounting/ (5/4/2015) Gustom, Hendri. Mengenal Malcolm Baldrige Criteria Sebagai Alat Pengendalian Kinerja. [online] http://www.borobudur-training.com/mengenal-malcolm-baldrige.html (5/4/2015) Harda, M., Kristanti, Nadiah, S. Tsaqqofa, dan E. P. Okkytania. 2011. Manajemen Mutu dan Industri Pangan. [online] https://cyberpustaka.wordpress.com/nomor-dan-volume/36-2/ (5/4/2015) Muhandri, Tjahja, dan Darwin Kadarisman. 2012. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Bogor : IPB Press.