PEMODELAN REDAMAN HUJAN MENGGUNAKAN STAR (SPACE-TIME AUTOREGRESSIVE) DI SURABAYA Abdu Rofi Darodjatul Walidaen, Gamantyo Hendrantoro, Achmad Mauludiyanto Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Elektro Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111, INDONESIA Abstrak Pesatnya perkembangan layanan telekomunikasi mengakibatkan kebutuhan akan spektrum frekuensi pita lebar pun semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan semakin padatnya penggunaan frekuensi 10 Ghz, karenanya penggunaan frekuensi 30 Ghz diharapkan menjadi solusi bagi kebutuhan dan kepadatan frekuensi tersebut. Pada penggunaan frekuensi diatas 10 Ghz ini, redaman hujan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi sinyal informasi yang diterima. Maka perlu adanya perhitungan untuk redaman hujan, tetapi sering terjadi kesalahan memprediksi suatu data akibat kurang akuratnya data yang dimodelkan, berbagai macam model perhitungan telah diperkenalkan untuk memperkecil kesalahan dari data yang dimodelkan dengan data langsung. Penelitian ini memaparkan tentang pemodelan redaman hujan menggunakan STAR yaitu suatu model perhitungan redaman hujan yang dibangkitkan dari data perhitungan redaman hujan di Surabaya agar dapat meminimalisir kerugian akibat munculnya redaman hujan. Model ini menggunakan pendekatan suatu data yang memiliki hubungan deret waktu dan lokasi, yaitu 4 lokasi sebagai variabel space dan 1 parameter pengukuran curah hujan sebagai variabel time. Lokasi tersebut adalah 4 titik pengukuran raingauge di sekitar kampus ITS. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa Model STAR ini tidak cocok untuk pemodelan redaman hujan di Surabaya hal ini dilihat dari grafik cumullative distribution function yang mana data pembangkitan sangat menyimpang dari data perhitungan redaman hujannya dan kemungkinan juga dari perhitungan Synthetic Storm Technique yang tidak dependen antara satu rainguage dengan rainguage yang lainnya. Kata Kunci: Redaman Hujan, STAR, Multivariate Time Series. 1. PENDAHULUAN Permasalahan pada sistem komunikasi dengan frekuensi diatas 10 GHz adalah mempunyai redaman yang cukup besar terutama redaman yang diakibatkan oleh hujan sehingga bisa menurunkan performansi dari sistem, Selain itu, besarnya redaman hujan sangat dipengaruhi oleh sifat mikrofisik dan makrofisik. Untuk sifat makrofisik sangat dipengaruhi oleh iklim dan letak geografik suatu wilayah. Indonesia khususnya Surabaya merupakan daerah tropis dengan intensitas hujan yang tinggi maka mempunyai redaman hujan yang tinggi pula sehingga efek redaman hujan ini harus diperhatikan, karena hujan dalam suatu wilayah berbeda-beda dilihat dari segi jarak dan waktu maka perlu adanya pemodelan yang mengkombinasikan karakteristik spasial-temporal untuk redaman hujan. Sering terjadi kesalahan memprediksi data akibat kurang akuratnya data yang dimodelkan. Dalam kehidupan sehari hari terkadang kita jumpai data yang tidak hanya mengandung keterkaitan dengan kejadian pada waktu waktu sebelumnya misalkan hujan yang mempunyai keterkaitan antara satu lokasi dengan lokasi yang lain dimana seringkali disebut dengan data spasial. Keterkaitan waktu antara satu lokasi dan lokasi yang lain tersebut dapat direpresentasikan kedalam suatu model yang disebut model space time. Pada tugas akhir ini dilakukan penelitian redaman hujan yang didekati dengan menggunakan model STAR ( Space-Time AutoRegressive ). Dalam hal ini 4 lokasi dimana sensor ditempatkan sebagai variabel space dan 1 parameter redaman hujan sebagai variabel Time. Sehingga model redaman hujan yang nonstasioner dapat lebih didekati. Dengan adanya model yang bisa mendekati data sebenarnya, maka dapat dilakukan teknik mitigasi terhadap fading redaman hujan (FMT) dan dapat digunakan untuk memperkirakan design antena untuk redaman hujan yang terjadi. 2. METODOLOGI Dalam metodologi penelitian ini akan menjelaskan langkah-langkah yang akan dikerjakan, bisa dilihat gambar 1 dibawah ini Start Data Rainguage A,B,C,D dan Data redaman SST Identifikasi Stasioner Identifikasi Model STAR: - ACF dan PACF - Lag terkecil Signifikan Parameter A Ya Restrict Tidak Makalah Seminar Tugas Akhir Teknik Elektro FTI - ITS 1
A Estimasi Parameter Model STAR Pembangkitan Error U(t) Pembangkitan Redaman Uji BOXCOX Validasi data redaman hujan dengan data pembangkitan redaman hujan Stop Gambar 1. Diagram Alir STAR berdasarkan pada gambar blok diagram tersebut akan dilakukan pemodelan redaman hujan dengan menggunakan model STAR, lalu dibandingkan dengan distribusi data Redaman hasil perhitungan dan hasil pembangkitan. Redaman hujan yang digunakan adalah hasil dari metode SST (synthetic storm technique) dimana kemudian dilakukan proses pemodelan dengan metode STAR dengan asumsi link berada pada arah barat timur dengan panjang link 1, 2 3 dan 4 km. A. Pengukuran Curah Hujan Pada penelitian ini akan diambil data pengukuran intensitas hujan, yang berlokasi di 4 tempat yang ada didalam kawasan kampus ITS Surabaya, yaitu Medical Center ITS, Teknik Elektro, Perpustakaan, serta PENS (Politeknik Elektronika Negeri Surabaya) dengan spesifikasi sebagai berikut untuk raingauge A diletakkan di Medical Center ITS pada lantai 3, raingauge B diletakkan di Teknik Elektro pada lantai 4, raingauge C diletakkan di Perpustakaan ITS pada lantai 6, dan raingauge D diletakan di PENS (Poltek Elektronika Negeri Surabaya) pada lantai 3. Penempatan keempat raingauge di letakkan di tempat terbuka tanpa ada penghalang sehingga diharapkan memperoleh data yang lebih akurat, data penelitian ini diambil pada bulan Desember 2008 sampai bulan Februari 2009. Raingauge sebagai peralatan pengukur volume hujan akan menyimpan file dalam bentuk txt. Data dalam bentuk format txt ini berupa tanggal dan jam event hujan serta banyaknya tips yang tercatat. Pada penelitian ini digunakan sampling sebesar 0,01 inchi pertips atau 0,25 mm pertips sehingga data hasil pengukuran ini perlu dikonversi menjadi mm/jam. Dimana dapat dirumuskan[2] : R(mm/jam) = (volume air/menit) x 0,25 x 60 (1) R(mm/jam) adalah besaran yang mewakili curah hujan, dimana dikalikan dengan konstanta 0,25 yaitu sampling dari peralatan raingauge untuk mengubah satuan inchi menjadi mm dan 60 adalah konstanta untuk mengubah pengukuran curah dari hitungan menit menjadi tiap jam. B. Redaman hujan dengan Synthetic Storm Technique (SST) Perhitungan redaman hujan yang dilakukan yaitu kejadian pada tiap event terjadinya hujan.. Pada metode synthetic storm, kecepatan angin yang digunakan dalam menghitung redaman sangat dipengaruhi oleh arah dari angin dalam penelitan ini digunakan satu buah orientasi link yaitu link dengan orientasi arah barat-timur (E-W). Gambar 2. Link dengan orientasi arah barat timur. Utara 90- Link (Vr) Arah angin (kecepatan v) Timur Gambar 3. Arah kecepatan angin Apabila arah angin diasumsikan seperti pada gambar 3, maka besarnya kecepatan angin yang dipengaruhi oleh arah angin yaitu kecepatan angin resultan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut[3] : v Vr cos(90 ) (2) v Vr (3) sin( ) Metode Synthetic Storm Technique[3] merupakan suatu cara untuk mendeskripsikan hujan pada sepanjang suatu lintasan (km) dimana hujan tersebut bergerak karena pergerakan dari angin dengan kecepatan tertentu. Pada SST angin bergerak dangan keceatan v(km/s) dan digunakan sebagai waktu sampling dari pengukuran intensitas Makalah Seminar Tugas Akhir Teknik Elektro FTI - ITS 2
curah hujan menggunakan alat pengukur curah hujan dengan distribusi saptial sepanjang lintasan. Maka diperoleh kecepatan angin dalam lintasan (v r ) dan waktu sampling T (s). Pembagi lintasan ÄL diperoleh dengan rumusan sebagai berikut[3] : ÄL=V r x T (km) (4) Total redaman A (db) hujan dapat dihitung dengan perumusan sebagai berikut [3]: m n 1 b R m j j (5) j 0 A a L Dimana n=l/äl dan koefisien k dan a bergantung dari frekuensi gelombang radio, polarisasi gelombang radio, dan canting angle (sudut jatuh dari hujan). Koefisien tersebut berasal dari ITU-R P.838 tahun 2005 dapat ditunjukkan pada tabel 1. dalam penelitian ini frekuensi yaitu sebesar 30 ghz dengan polarisasi horizontal sehingga dari tabel di atas koefisien yang digunakan yaitu a=0,2403 dan b=0,9485. Tabel 1 Koefisien estimasi dari redaman spesifik[4] f (GHz) k h á h k v á v 1 0.0000259 0.9691 0.0000308 0.8592 2 0.0000847 1.0664 0.0000998 0.9490 3 0.0001390 1.2322 0.0001942 1.0688 4 0.0001071 1.6009 0.0002461 1.2476 5 0.0002162 1.6969 0.0002428 1.5317 10 0.01217 1.2571 0.01129 1.2156 20 0.09164 1.0568 0.09611 0.9847 30 0.2403 0.9485 0.2291 0.9129 40 0.4431 0.8673 0.4274 0.8421 50 0.6600 0.8084 0.6472 0.7871 100 1.3671 0.6815 1.3680 0.6765 200 1.6378 0.6382 1.6443 0.6343 300 1.6286 0.6296 1.6286 0.6262 400 1.5860 0.6262 1.5820 0.6256 500 1.5418 0.6253 1.5366 0.6272 600 1.5013 0.6262 1.4967 0.6293 700 1.4654 0.6284 1.4622 0.6315 800 1.4335 0.6315 1.4321 0.6334 900 1.4050 0.6353 1.4056 0.6351 1000 1.3795 0.6396 1.3822 0.6365 C. Identifikasi Model Arti stasioner adalah apabila suatu data runtut waktu memiliki rata-rata dan memiliki kecenderungan bergerak menuju rata-rata. Tabel 2. Identifikasi ACF dan PACF Model ACF PACF MA (q) : moving average of order q Cuts off q AR (p) : autoregr essive of order p ARMA (p,q) : Mixed autoregr essivemoving average of order (p,q) AR (p) or MA (q) Cuts of q No order AR or MA No spike (white noise or random process) Cuts of p Cuts of p No spike Berdasarkan diagram alir model STAR, check ACF dan PACF diperlukan dalam menentukan pendekatan model dugaan STAR. Pembacaan ACF dan PACF ini terdiri dari dua macam, yaitu: Cuts off ACF dan PACF dikatakan cuts off apabila digambar terhadap sumbu waktu akan stasioner pada lags yang cukup kecil. Down Apabila plot ACF atau PACF mencapai nilai stasioner pada lags yang cukup besar (>5) atau bisa dikatakan turun lambat, maka kondisi ini dikatakan mengalami dies. Data yang sudah stasioner, selanjutnya dilakukan identifikasi Model STAR, data stasioner yang telah didapat lalu di masukan kedalam program SAS melalui pendekatan statespace procedure, model STAR didapat dari bagian Information Criterion for Autoregressive Model yang dilihat dari lag terkecilnya, berikut gambar dari event tanggal 5 januari 2009 dengan penjelasannya: Makalah Seminar Tugas Akhir Teknik Elektro FTI - ITS 3
Gambar 4. Information Criterion forautoregressive Pada gambar 4. terlihat bahwa lag 1 merupakan lag yang terkecil dimana lag terkecil ini merupakan pembentukan Model STAR, sehingga dapat dipastikan bahwa event tersebut Model STAR 1. Model STAR sebenarnya adalah gabungan model autoregresif orde p, AR(p) dari Box-Jenkins dan model spasial. Model sederhana AR orde 1 dan spasial lag 1 atau STAR(1 l ), misalnya dengan 4 lokasi (N = 4), dapat dinyatakan dengan: (1) z( t) 10I 4z( t 1) 11W z( t 1) a( t) (6) B. Validasi Data Hasil Pemodelan Setelah diperoleh model dari data redaman hujan maka kemudian dilakukan proses pembangkitkan. Dimana akan digunakan dalam proses validasi. Proses pembangkitan data ini memiliki diagram alir sebagai berikut: Start Perhitungan Error U(t) menggunakan Covariance matrix for innovation dan Mean Pembangkitan Z(t) dari perhitungan U(t) dengan parameter ö, I, W Penentuan Lamda dari Boxcox untuk Validasi Model Stasioner Lamda= 1 Validasi Data redaman hujan Stop ya Transformasi Lamda=0 >e^z(t) Lamda=0,5>Z(t)^2 Lamda=-0,5>1/Z(t)^2 Gambar 5. Diagram alir pembangkitan STAR tidak Proses validasi data dilakukan dengan melakukan perbandingan hasil plot CDF dari data redaman hujan model terhadap data redaman hujan hasil perhitungan. 3. ANALISA DATA Pada penelitian ini data curah hujan yaitu dari raingauge pengukuran bulan januari 2009 hingga februari 2009. Dan dari hasil pengukuran didapatkan sebanyak 13 event. a. Bulan Januari 2009, 11 event hujan b. Bulan Februari 2009, 2 event hujan dari event hujan tersebut yang dapat dimodelkan sebanyak 13 event. Dari data redaman hujan yang diperoleh melalui Uji Boxcox hanya dua Event Redaman hujan yang dapat di modelkan atau di trasformasi balik dengan melihat lamdanya, yaitu tanggal 5 januari 2009 dan tanggal 29 januari 2009. Dalam persamaan untuk tanggal 5 januari 2009 sebagai berikut: a. Untuk link 1 km: b. Untuk link 2 km: Z(t) = 0,314765I 4 Z(t-1) + 0 + U(t) Z(t) = 0,314765I 4 Z(t-1) + U(t) c. Untuk link 3 km: Z(t) = 0,314765I 4 Z(t-1) + 0 + U(t) Z(t) = 0,20805I 4 Z(t-1) + U(t) d. Untuk link 4 km: Dan untuk tanggal 29 januari 2009 menghasilkan perhitungan sebagai berikut: a. Untuk link 1 km: b. Untuk link 2 km: Z(t) = 0,214957I 4 Z(t-1) + 0 + U(t) Z(t) = 0,214957I 4 Z(t-1) + U(t) c. Untuk link 3 km: d. Untuk link 4 km: Makalah Seminar Tugas Akhir Teknik Elektro FTI - ITS 4
(a) (b) (c) (d) Gambar 6. Empirical CDF event 050109 Redaman hujan raingauge A,B,C dan D link 1 km (a) (b) (c) (d) Gambar 7. Empirical CDF event 290109 redaman hujan raingauge A,B,C, dan D link 1 km Makalah Seminar Tugas Akhir Teknik Elektro FTI - ITS 5
Untuk redaman hujan dilakukan proses pemodelan. Sebagai contoh yaitu tanggal 5 januari 2009, dimana didapatkan hasil pemodelan redaman sebagai berikut : Redaman link barat timur 050109 link 1 km dengan model STAR 1 Redaman link barat timur 050109 link 2 km dengan model STAR 1 Redaman link barat timur 050109 link 3 km dengan model STAR 1 Redaman link barat timur 050109 link 4 km dengan model STAR 4 Untuk data redaman hujan didapatkan dua macam model untuk event redaman hujan link 1,2,3, dan 4 km. Ini dikarenakan pada event hujan selain pada tanggal 5 januari dan 29 januari terjadi segmentasi pada hasil perhitungan. Sehingga sulit untuk dilakukan pemodalannya yaitu pada proses penstationeritasannya. Dan berdasarkan grafik CDF terlihat bahwa untuk kedua event pada semua link terlihat penyimpangan yang sangat jauh antara data perhitungan dan data hasil pembangkitan. ini menandakan ketidaksesuaian distribusi data antara data perhitungan dan data hasil pembangkitan yaitu pada data pemodelan redaman raingauge A, B, C dan D pada redaman diatas 0 db.dengan demikian untuk data redaman hujan tidak dapat dimodelkan dengan menggunakan metode STAR. 4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut, bahwa data redaman hujan adalah data yang tidak stationer ini dibuktikan dengan pada pemodelan multivariate time series diperlukan suatu proses untuk menstationerkan data yaitu proses differencing. Arah dan kecepatan angin sangat berpengaruh terhadap redaman hujan, pada metode Synthetic Storm Technique dimana arah dan kecepatan dari angin tersebut dapat menimbulkan proses yang disebut dengan segmentasi. Event redaman yang dapat dimodelkan adalah redaman dengan tanpa segemntasi. Ini terjadi pada kasus event 5 Januari 2009 dan 29 januari 2009 pada link sepanjang 1, 2, 3 dan 4 km dengan bentuk pendekatan model STAR 1 dan STAR 4 tetapi berdasarkan grafik CDF terlihat bahwa untuk kedua event pada semua link terlihat penyimpangan yang sangat jauh antara data perhitungan dan data hasil pembangkitan. ini menandakan ketidaksesuaian distribusi data antara data perhitungan dan data hasil pembangkitan yaitu pada data pemodelan redaman raingauge A, B, C dan D pada redaman diatas 0 db.dengan demikian untuk data redaman hujan tidak dapat dimodelkan dengan menggunakan metode STAR.. Dan kemungkinan juga dalam perhitungan Synthetic Storm Technique yang tidak dependen antara satu rainguage dengan rainguage yang lainnya, menyebabkan ketidakakuratan antara data pembangkitan dengan data perhitungannya. 5. DAFTAR PUSTAKA [1]. Indrabayu, Evolution of Macro-Diversity and Adaptive Modulation in Wireless Communication at Millimeter Wave Band in Rainy Condition Master s Thesis, ITS, 2005.Hal 1 [2] Cahyanu,D.H, Pemodelan curah dan redaman hujan dengan metode VARIMA di Surabaya, Tugas Akhir, ITS Surabaya, 2009. [3] S.A.Kanellopoulos, J. D. Kanellopoulos and P. Kafetzis, Comparison of the Synthetic Storm Technique with a Conventional Rain Attenuation Prediction Model, IEEE transactions on Antennas and Propagation, May 1986, hal: 714-715. [4] Rec ITU-R P.838-3-2005, hal 5. [5] Wei, William W. S., Time Series Analyis The Advance Book Programe, Addisonwesley Publishing Company, USA, 1994. Hal 396. [6] Mahmudah,H., Prediksi Redaman Hujan Menggunakan Synthetic Storm Technique (SST),Master s Thesis, ITS, 2008. [7] Suhartono. (2005). Evaluasi pembentukan model VARIMA dan STAR untuk peramalan data deret waktu dan lokasi. Jurusan Statistika, ITS, 2005 6. RIWAYAT PENULIS Abdu Rofi Darodjatul Walidaen, dilahirkan pada 25 Mei 1984 dari Pasangan Sukriman dan Euis Hindarsyah sebagai anak kedua. Menyelesaikan Program Studi Diploma-3 di Diploma Teknik Elektro Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada tahun 2006.Dan pada tahun 2007 melanjutkan studi di ITS Surabaya melalui program Lintas Jalur dan mendalami ilmu Telekomunikasi Multimedia- Teknik Elektro. Makalah Seminar Tugas Akhir Teknik Elektro FTI - ITS 6