BAB III METODOLOGI PERANCANGAN

dokumen-dokumen yang mirip
DESAIN ALTERNATIF STRUKTUR ATAS JEMBATAN BOX GIRDER DENGAN METODE SPAN BY SPAN

TEGANGAN TEGANGAN IZIN MAKSIMUM DI BETON DAN TENDON MENURUT ACI Perhitungan tegangan pada beton prategang harus memperhitungkan hal-hal sbb.

BAB III METODE PERANCANGAN

ANALISIS STRUKTUR JEMBATAN SEGMENTAL DENGAN KONSTRUKSI BERTAHAP METODE BALANCE CANTILEVER TUGAS AKHIR

MODIFIKASI STRUKTUR JEMBATAN BOX GIRDER SEGMENTAL DENGAN SISTEM KONSTRUKSI BETON PRATEKAN (STUDI KASUS JEMBATAN Ir. SOEKARNO MANADO SULAWESI UTARA)

KATA PENGANTAR. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diselesaikan pada semester VIII,

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II STUDI PUSTAKA

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK USU 2014

DESAIN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL SINGLE TWIN CELLULAR BOX GIRDER PRESTRESS TUGAS AKHIR RAMOT DAVID SIALLAGAN

KAJIAN EFISIENSI BULB-TEE SHAPE AND HALF SLAB GIRDER DENGAN BLISTER TUNGGAL TERHADAP PC-I GIRDER

PELAKSANAAN JEMBATAN SEGMENTAL PRECAST BOX GIRDER DENGAN METODE SPAN BY SPAN: PROYEK TOL BOGOR RING ROAD

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

DAFTAR TABEL. Tabel 3.1 Koefisien-koefisien gesekan untuk tendon pascatarik

PERENCANAAN ALTERNATIF JEMBATAN BALOK BETON PRATEGANG DENGAN METODE PELAKSANAAN BERTAHAP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG STRUKTUR JEMBATAN MERR II-C DENGAN MENGGUNAKAN BALOK PRATEKAN MENERUS (STATIS TAK TENTU)

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

PERENCANAAN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL BOX GIRDER PRESTRESS

PERBANDINGAN KEHILANGAN GAYA PRATEKAN JANGKA PANJANG PADA STRUKTUR BALOK DI GEDUNG*

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Insitut Teknologi Sepuluh Nopember 2014

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek penelitian tugas akhir ini adalah balok girder pada Proyek Jembatan Srandakan

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Batasan Masalah Manfaat... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

Desain Beton Prategang

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V PERENCANAAN STRUKTUR UTAMA Pre-Elemenary Desain Uraian Kondisi Setempat Alternatif Desain

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-7 1

BAB III LANDASAN TEORI 10

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL...i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR...iv. DAFTAR ISI...vi. DAFTAR GAMBAR...

KAJIAN STRUKTUR BETON PRATEKAN BENTANG PANJANG DENGAN BEBAN GEMPA LATERAL PADA PROYEK GEDUNG RUMAH SAKIT JASA MEDIKA TUGAS AKHIR

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III ANALISA PERMODELAN

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB VII TINJAUAN KHUSUS METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI BALOK BETON PRATEGANG DI PROYEK WISMA KARTIKA GROGOL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ASPEK PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN BALOK BOKS BETON PRATEGANG PADA JEMBATAN KANTILEVER SEIMBANG (KASUS JEMBATAN TUKAD BANGKUNG BADUNG BALI)

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS FLY OVER SIMPANG BANDARA TANJUNG API-API, DENGAN STRUKTUR PRECAST CONCRETE U (PCU) GIRDER. Laporan Tugas Akhir

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

Bab I. Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN

LAMPIRAN 1. DESAIN JEMBATAN PRATEGANG 40 m DARI BINA MARGA

Gambar 4.9 Tributary area C 12 pada lantai Gambar 5.1 Grafik nilai C-T zona gempa Gambar 5.2 Pembebanan kolom tepi (beban mati)... 7

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG STRUKTUR ATAS JEMBATAN LAYANG JOMBOR DENGAN TIPE PRESTRESS CONCRETE I GIRDER BENTANG SEDERHANA

TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN GAYAM KABUPATEN BLITAR DENGAN BOX GIRDER PRESTRESSED SEGMENTAL SISTEM KANTILEVER

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Jembatan Komposit dan Penghubung Geser (Composite Bridge and Shear Connector)

KONTROL ULANG PENULANGAN JEMBATAN PRESTRESSED KOMPLANG II NUSUKAN KOTA SURAKARTA

DESAIN JEMBATAN DENGAN MENGGUNAKAN PROFIL SINGLE TWIN CELLULAR BOX GIRDER PRESTRESS ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyilang sungai atau saluran air, lembah atau menyilang jalan lain atau

DESAIN DAN METODE KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 60 METER MENGGUNAKAN BETON BERTULANG DENGAN SISTIM PENYOKONG

BAB V ANALISIS HASIL DESAIN GUIDEWAY

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN STRUKTUR JALAN LAYANG MASS RAPID TRANSIT (MRT) JAKARTA

KAJIAN PERILAKU LENTUR PELAT KERAMIK BETON (KERATON) (064M)

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

BAB IV DESAIN STRUKTUR GUIDEWAY

MATERIAL BETON PRATEGANG

PERANCANGAN SLAB LANTAI DAN BALOK JEMBATAN BETON PRATEGANG SEI DALU-DALU, KABUPATEN BATU BARA, SUMATERA UTARA TUGAS AKHIR

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

MODUL 6. S e s i 1 Struktur Jembatan Komposit STRUKTUR BAJA II. Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Mataram

ANALISIS TEGANGAN DAN REGANGAN PADA BALOK BETON PRATEGANG PASCATARIK YANG TERGANTUNG WAKTU MENURUT PRASADA RAO

komponen struktur yang mengalami tekanan aksial. Akan tetapi, banyak komponen

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT

PERENCANAAN JEMBATAN MALANGSARI MENGGUNAKAN STRUKTUR JEMBATAN BUSUR RANGKA TIPE THROUGH - ARCH. : Faizal Oky Setyawan

DESAIN DAN METODE KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 60 METER MENGGUNAKAN BETON BERTULANG DENGAN SISTIM PENYOKONG

PERANCANGAN JEMBATAN KALI KEJI

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y

EKO PRASETYO DARIYO NRP : Dosen Pembimbing : Ir. Djoko Irawan, MS

PERHITUNGAN PLAT LANTAI (SLAB )

MATERIAL BETON PRATEGANG BY : RETNO ANGGRAINI, ST. MT

Panjang Penyaluran, Sambungan Lewatan dan Penjangkaran Tulangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERANCANGAN ALTERNATIF STRUKTUR JEMBATAN KALIBATA DENGAN MENGGUNAKAN RANGKA BAJA

2.2 Desain Pendahuluan Penampang Beton Prategang 5

Metode Prategang & Analisis Tegangan Elastis Pada Penampang

BAHAN KULIAH Struktur Beton I (TC214) BAB IV BALOK BETON

Modifikasi Jembatan Lemah Ireng-1 Ruas Tol Semarang-Bawen dengan Girder Pratekan Menerus Parsial

COVER TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA DENGAN PELAT LANTAI ORTOTROPIK

PENDAHULUAN Latar Belakang

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR

PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN SLAB ON PILE SUNGAI BRANTAS DENGAN MENGGUNAKAN METODE PRACETAK PADA PROYEK TOL SOLO KERTOSONO STA STA.

BAB I PENDAHULUAN. Bab I - Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan dalam bidang ekonomi global menuntut adanya

5.2 Dasar Teori Perilaku pondasi dapat dilihat dari mekanisme keruntuhan yang terjadi seperti pada gambar :

BAB III METODOLOGI. 3.1 Dasar-dasar Perancangan

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU

TULANGAN GESER. tegangan yang terjadi

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VI PENUTUP. Panjang Tendon. Total UTS. Jack YCW 400 B 1084 (Bar) T1 ki T1 ka ,56 349, ,56 291,37

Tugas Akhir. Disusun Oleh : Fander Wilson Simanjuntak Dosen Pembimbing : Prof.Dr.-Ing. Johannes Tarigan NIP

3.3. BATASAN MASALAH 3.4. TAHAPAN PELAKSANAAN Tahap Permodelan Komputer

Transkripsi:

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN 3.1 Bagan Alir Mulai Studi Literatur Segmental Box Girder Metode Span by Span Perencanaan Awal Dimensi Segmental Box Girder Pembebanan Melintang Jembatan Desain Penulangan Slab & Web Box Girder 1 III-1

1 Pembebanan Memanjang Jembatan Analisa Pembebanan Launching Stage/Initial Loading Perencanaan Kebutuhan Gaya Prategang Launching Stage/Initial Loading NOK Kontrol Tegangan Sebelum Kehilangan Gaya Prategang OK 2 III-2

2 OK Analisa Kehilangan Gaya Prategang Immediately Loss NOK Kontrol Tegangan Sesat Setelah Transfer OK Perencanaan Kebutuhan Gaya Prategang Final Stage/Final Loading Analisa Kehilangan Gaya Prategang Time Dependent Loss 3 III-3

Tingkatkan Mutu 3 Beton/Perbesar Penampang NOK Kontrol Tegangan Final Stage Layout Tendon Perencanaan Tulangan Lendutan Selesai III-4

3.2 Studi Literatur Segmental Box Girder Studi literatur dimulai dengan pengumpulan dan penyusunan teori-teori tentang beton prategang, segmental box girder dan metode span by span. Data-data yang dikumpulkan adalah mengenai peraturan pembebanan jembatan, beton prategang dan metode pelaksanaan metode span by span. 3.2.1 Tipikal Urutan Erection Metode Span by Span Awal mula adalah dengan memindahkan gantry crane kebentang jembatan yang akan di erection. N-2 N-1 N N+2 Gambar 3. 1 Pemindahan gantry crane kebentang jembatan yang akan di erection (Sumber : Olah sendiri) Selanjutnya segmen box girder diangkut menuju lokasi dan ditempatkan dibawah bentang jembatan yang akan di erection, selanjutnya di gantung satu demi satu. N-2 N-1 N N+2 Gambar 3. 2 Pengangkatan segmen box girder satu demi satu sesuai posisi ( Sumber : Olah sendiri ) III-5

Setelah setiap segment berada pada posisi yang telah ditentukan, tiap segmen disambungkan dengan epoxy dan temporary post tensioning bar N-2 N-1 N Gambar 3. 3 Penyambungan tiap segmen box girder sesuai posisi ( Sumber : Olah sendiri ) Setelah semua segmen box girder dalam satu bentang disambungkan, selanjutnya dilakukan pemasangan dan penarikan tendon pada box girder. N-2 N-1 N Gambar 3. 4 Pemasangan dan penarikan tendon pada bentang jembatan ( Sumber : Olah sendiri ) Selanjutnya gantry crane dipindahkan kebentang selanjutnya N-2 N-1 N N+1 Gambar 3. 5 Pemindahan gantry crane ke bentang selanjutnya yang akan di erection ( Sumber : Olah sendiri ) III-6

3.3 Perencanaan Awal Dimensi Box Girder Pemilihan proporsi box girder yang maksimal umumnya tergantung kepada pengalaman, ulasan yang detail memberikan data awal yang maksimal untuk keperluan perencanaan awal. Parameter yang perlu dipertimbangkan dalam perencaan awal box girder (Podolny & Muller, 1982) : 1. Ketinggian konstan box girder versus ketinggian yang bervariasi box girder 2. Perbandingan panjang bentang dengan kedalaman box girder 3. Jumlah box girder yang parallel, single cell atau multi cell 4. Bentuk dan ukuran dari tiap box girder, termasuk jumlah web, tebal web atas dan bawah. Ketinggian box girder yang konstan merupakan solusi terbaik untuk bentang jembatan yang pendek hingga sedang sampai dengan 60m. Semakin panjang bentang, besarnya momen yang diakibatkan oleh beban mati didaerah kolom semakin besar. Beberapa formula yang digunakan untuk menentukan dimensi awal box girder antara lain: Ketinggian box girder konstan = 1/15 < h < 1/30, untuk dimensi yang optimum digunakan nilai 1/18 sampai 1/20, dimana h adalah ketinggian box girder. Ketinggian box girder yang bervariasi = 1/30 < h0/l<1/15 untuk nilai ditengah bentang jembatan, sedangkan 1/16<h1/L<20 untuk nilai pada kolom jembatan. III-7

Gambar 3. 6 Perbandingan nilai bentang jembatan dengan ketinggian box girder sebagai dasar perencanaan awal ketinggian box girder ( Sumber : Walter Podolny dan Jean Muller, Construction and design of prestressed concrete segmental bridge ) III-8

Jarak antara web biasanya antara 4.5 m sampai 7.5 m. dimensi box girder dengan lebar 12 m merupakan ukuran yang normal untuk box girder single cell dengan cantilever deck pada sisi kiri dan kanannya dengan panjang cantilever ¼ dari lebar box girder. Untuk jembatan lebar box girder dengan multi cell sebaiknya digunakan (Podolny & Muller, 1982). Panjang cantilever flange atas, diukur dari garis tengah web sebaiknya tidak melebihi 0.45 kali bentang dalam dari flange atas diukur dari jarak antara garis tengah web.(american Association of State Highway and Transporation Officials, 1999) hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan desain awal tebal web box girder : 1. Tegangan geser akibat beban geser dan momen torsi 2. Angkur tendon, ketika ditempatkan pada web harus terdistribusi dengan baik dan terkonsentrasi pada angkur. Berikut beberapa panduan untuk menentukan ketebalan web minimum (Podolny & Muller, 1982) : 1. 200mm jika tidak terdapat ducting prestressed ditempatkan pada web. 2. 250mm jika terdapat ducting kecil pada web baik dalam arah memanjang maupun melintang. 3. 300mm jika terdapat ducting untuk tendon pada web 4. 350mm jika terdapat angkur tendon pada web III-9

Ketebalan slab minimal untuk menghindari punching shear akibat beban terpusat roda kendaraan adalah 150mm (Podolny & Muller, 1982), namun direkomdasikan bahwa ketebalan slab tidak kurang dari 175mm agar terdapat ruang untuk besi tulangan dan tendon serta selimut beton. Ketebalan minimum untuk flange bagian atas dari box girder sebaiknya : 1. Jika jarak antar web box girder kurang dari 3 m, flange 175 mm 2. Jika jarak antar web box girder antara 3 sampai 4.5 m, flange 200 mm 3. Jika jarak antar web box girder antara 4.5 sampai 7.5 m, flange 250 mm 3.4 Pembebanan Jembatan Beban-beban yang dianalisis dalam tugas akhir ini adalah beban primer antara lain: beban mati, beban hidup dan beban mati tambahan sesuai dengan RSNI T-02-2005. Beban yang bekerja adalah : a. Beban mati Beban mati adalah beban semua bagian dari suatu jembatan yang bersifat tetap, termasuk segala beban tambahan yang tidak terpisahkan dari suatu struktur jembatan. Beban mati tetap dan beban mati tambahan merupakan berat sendiri beton girder, slab lantai, aspal dan barrier. III-10

b. Beban hidup Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penggunaan jembatan berupa beban lalu lintas kendaraan sesuai dengan peraturan pembebanan untuk jembatan yang berlaku. 3.4.1 Analisis Arah Melintang Jembatan Analisis sistem dari box girder adalah dengan analisis 3 dimensi yang menggabungkan semua beban pada kondisi batas (ultimate), namun karena kompleksitas jenis analisis ini penerapan prategang untuk sistem 3 dimensi jarang dilakukan. Sebagai pengganti adalah dimodelkan sebagai kotak 2 dimensi portal bidang dari satuan panjang, seperti yang yang ditunjukkan pada gambar berikut Gambar 3. 7 Penyederhanaan analisis box girder satuan panjang ( Sumber : Wah-Fah Chen and Lian Duan, Bridge Engineering Handbook 2 nd edition Superstructure Design ) Beban desain yang dipertimbangkan secara melintang (transverse) antara lain : - Beban Mati dari komponen struktur dan nonstruktur - Beban lalu lintas - Beban dinamis III-11

- Gaya Prategang awal - Susut dan Rangkak dari beton Ketika beban statis terpusat diaplikasikan ke deck box girder, deck akan mengalami deformasi secara melintang (transverse) sebaik dalam arah memanjang (longitudinal), kelakuannya sama seperti struktur slab dua arah. Distribusi beban menjadi lebih kompleks ketika beban terpusat lebih dari satu diaplikasikan ke deck, seperti beban truk. Umumnya, terdapat 2 cara untuk menangani distribusi beban lalu lintas dalam arah melintang (transverse). 1. Penggunaan Homberg chart atau Pucher chart yang telah digunakan secara luas dalam desain melintang box girder. Chart ini didasarkan pada teori elastisitas plat (homogen dan isotropic). Metode ini adalah metode trial and error dan dapat digunakan pada praperencanaan. Gambar 3. 8 Konfigurasi beban lalu lintas dalam 3 dimensi ( Sumber : Wah-Fah Chen and Lian Duan, Bridge Engineering Handbook 2 nd edition Superstructure Design ) III-12

2. Metode yang lebih akurat didasarkan pada 3D elemen hingga sebagian box girder. Dari model tersebut, garis pengaruh dapat dihasilkan ditiap penampang yang diinginkan. Metode ini dapat digunakan untuk desain akhir penampang. Sangat penting untuk menempatkan konfigurasi beban lalu lintas untuk menghasilkan kondisi terburuk dari penampang (gambar 3.2). Umumnya letak yang memerlukan pengecekan tegangan adalah : - Momen negatif maksimum pada deck cantilever yang terletak pada bagian atas. - Momen negatif dan positif maksimum pada center line antara 2 web. - Momen negatif maksimum pada deck bagian dalam diantara web pada bagian atas - Momen negatif dan positif maksimum pada web dan slab bagian bawah - Momen negative maksimum pada deck cantilever dan web Dalam ketentuan AASHTO LRFD specifications (American Association of State Highway and Transporation Officials, 2007), hanya efek dari desain truk atau tandem yang dipertimbangkan untuk desain penampang melintang (transverse) dan bukan beban lajur ( artikel 3.6.1.3.3 ). Gambar dibawah memperlihatkan tipikal dari garis pengaruh sesuai dengan letak pengecekan tegangan menggunakan metode elemen hingga. III-13

Gambar 3. 9 konfigurasi beban hidup secara melintang (tramsverse) ( Sumber : Wah-Fah Chen and Lian Duan, Bridge Engineering Handbook 2 nd edition Superstructure Design ) Tipikal tendon dalam arah melintang (transverse) terdiri dari tiga atau empat 13 atau 15 mm strand tiap tendon melewati deck bagian atas box girder. Umumnya layout tendon dalam arah melintang terletak ditengah deck cantilever dan pada saat posisinya melewati pertemuan deck dengan web box girder elevasinya lebih tinggi. Ini berguna sebagai tahanan terhadap momen negatif yang terjadi pada web box girder. Selanjutnya elevasi tendon turun lagi di bawah garis netral pada saat posisinya berada digaris tengah box girder. Seperti terlihat pada gambar dibawah : III-14

Gambar 3. 10 Tipikal layout tendon dalam arah melintang ( Sumber : Wah-Fah Chen and Lian Duan, Bridge Engineering Handbook 2 nd edition Superstructure Design ) Gambar 3. 11 Faktor-faktor yang mempengaruhi desain melintang box girder ( Sumber : Jorg Schlaich dan Hartmut Scheer, Conxrete Box Girder Bridges ) III-15

Gambar 3. 12 Desain awal perencanaan dimensi box girder ( Sumber : Jorg Schlaich dan Hartmut Scheer, Conxrete Box Girder Bridges ) - I haunch/i slab Untuk memudahkan bekisting (formwork), nilai 0.5 direkomendasikan - t1/t2 = dari 1 : 2 sampai 1 : 3 - Ketebalan slab t 3 > I 3/30, slab harus bersifat kaku pada area tekan. 3.4.2 Analisis Arah Memanjang Jembatan Beban lalu lintas terdiri dari single truk tiap lajur atau tandem yang dikombinasikan dengan beban lajur yang tersebar merata. Beban dinamik kendaraan ditambahkan sebesar 33% pada truk, tapi tidak dimasukkan untuk desain beban lajur. III-16

Gambar 3. 13 Kombinasi beban lalu lintas memanjang pada jembatan ( Sumber : Wah-Fah Chen and Lian Duan, Bridge Engineering Handbook 2 nd edition Superstructure Design ) III-17

Gambar 3. 14 Konfigurasi beban arah memanjang dan melintang ( Sumber : Wah-Fah Chen and Lian Duan, Bridge Engineering Handbook 2 nd edition Superstructure Design ) Gambar 3. 15 Tipikal layout tendon dalam arah memanjang ( Sumber : Olah sendiri ) III-18

Gambar 3. 16 Momen yang terjadi pada saat konstruksi dengan metode Span by Span ( Sumber : Andra Avioffarvella. dkk, Pelaksanaan Jembatan Segmental Precast Box Girder dengan Metode Span by Span: Proyek Tol Bogor Ring Road ) Gambar 3. 17 Momen yang terjadi pada kondisi As Built dengan Metode Span by Span ( Sumber : Andra Avioffarvella. dkk, Pelaksanaan Jembatan Segmental Precast Box Girder dengan Metode Span by Span: Proyek Tol Bogor Ring Road ) 3.4.3 Analisis Shear Key pada Joint Box Girder Joint memisahkan struktur kedalam beberapa segmen, pembagian tersebut agar memudahkan pada saat mobilisasi box girder ke lokasi pekerjaan dan faktor ekonomis dari alat-alat yang digunakan saat konstruksi. III-19

Joint antar segmen box girder harus mampu mentransfer kuat tekan, geser dan torsi yang ditentukan oleh desain. Kapasitas joint merupakan fungsi dari gaya prategang terhadap joint dan gaya gesek pada permukaan joint (Construction, 1982). Joint terdiri dari wide joint atau match-cast joint. Wide joint dapat berupa beton cast in place, mortar kering dan grouting. Match-cast joint umumnya berupa epoxy joint dan dry joint. 1. Cast in Place Joint Pada kasus cast in place joint atau jenis wide joint yang lainnya, sebelum dilakukan konstruksi pada joint permukaan box girder yang berbatasan harus dalam keadaan yang kasar dan basah. Umumnya lebar joint adalah sama dengan tebal deck box girder atau satu setengah kali lebar web box girder tapi tidak lebih dari 100mm. Kekuatan tekan joint beton adalah sama dengan kekuatan tekan beton box girder yang berbatasan. 2. Mortar kering Lebar dari mortar kering untuk joint seharusnya tidak melampaui 65mm, kekuatan mortar pada joint bisa lebih rendah dari kekuatan beton box girder yang berbatasan. Namun penggunan mortar mutu tinggi sebaiknya lebih dipertimbangkan. Mortar sebaiknya memiliki kuat tekan sekurang kurangnya 281 kg/cm2 pengukuran kubus. III-20

3. Grouting joint Lebar grouting joint sebaiknya tidak melebihi 25mm, metode pelaksanaannya dengan memanfaatkan gaya gravitasi atau tekanan. Kuat tekan grouting pada umur tertentu sekurang-kurangnya 281 kg/cm2 pengukuran kubus. 4. Epoxy joint Epoxy resin yang digunakan untuk menyatukan box girder memiliki kuat tekan yang tinggi, kuat tarik, ikatan, dan kekuatan geser yang sama atau lebih tinggi dari beton box girder. Terdapat 2 jenis shear key pada match-cast joint antara segmen box girder 1. Web shear key, terletak pada permukaan web box girder. Pada saat mendesain shear key hanya web shear key yang dipertimbangkan dalam mentransfer gaya geser. 2. Alignment shear key, terletak pada permukaan atas dan bawah flange. Alignment shear key tidak diperkenankan untuk mentransfer sebagian besar gaya geser. Sebaliknya alignment shear key hanya berfungsi sebagai memperbaiki alinyemen diantara dua box girder yang berbatasan. Desain web shear key harus memenuhi dua syarat : 1. Geometrik desain: total tebal web shear key sebesar 75% dari tebal box girder dan sekurang-kurangnya 75% dari tebal web box girder. III-21

2. Desain kekuatan geser: Pada saat erection segmen box girder tegangan geser tidak boleh melebihi 2 (psi). 3.5 Kontrol Tegangan Gaya Prategang Kebutuhan gaya prategang dilakukan dengan cara try and error hingga tegangan yang terjadi masih dalam tegangan izin. 3.5.1 Gaya prategang Launching Stage Gaya prategang launching stage merupakan tahap awal saat gaya prategang di transfer ke beton dan tidak terdapat gaya luar yang kecuali berat sendiri dari box girder. Pada kondisi ini, gaya prategang maksimum dan belum terjadi kehilangan gaya prategang. Tegangan izin maksimum AASHTO dibeton dan tendon sebelum terjadi kehilangan gaya prategang akibat rangkak dan susut : - Tegangan beton mengalami tekan untuk komponen struktur pratarik = 0.60 f ci - Tegangan beton mengalami tekan untuk komponen struktur pascatarik = 0.55 f ci - Tegangan tarik untuk daerah tarik yang semula tertekan = tidak ada - didaerah tarik tanpa ada tulangan lekatan = 200 psi atau 3 - apabila tegangan tarik yang dihitung melebihi nilai ini, maka tulangan lekatan harus digunakan untuk menahan gaya tarik total dibeton yang dihitung dengan menggunakan asumsi penampang tak retak. Tegangan tarik maksimum tidak boleh melebihi 7.5. III-22

3.5.2 Gaya prategang Final Stage Gaya prategang final stage merupakan tahap setelah beton prategan difungsikan sebagai komponen struktur. Pada tahap ini beban luar mulai bekerja dan telah terjadi kehilangan gaya prategang. Tegangan izin maksimum AASHTO dibeton dan tendon pada kondisi beban kerja sesudah terjadi kehilangan : - Tekan = 0.40 f c - Tarik pada daerah tarik yang semula tertekan 1. Untuk komponen struktur dengan penulangan lekatan = 6 2. Untuk komponen struktur tanpa penulangan lekatan = 0 - Tegangan retak Modulus ruptur dari pengujian atau jika tidak tersedia digunakan: 1. Untuk beton normal = 7.5. 2. Untuk beton ringan pasir = 6.3. 3. Untuk semua beton ringan lainnya = 5.5. - Tegangan tumpu penjangkaran, penjangkaran pascatarik pada kondisi beban kerja = 3000 psi - Tegangan baja prategang 1. Akibat pendongkaran tendon = 0.94 fpy 0.80 fpu 2. Segera sesudah transfer prategang = 0.82 fpy 0.74 fpu 3. Tendon pascatarik pada penjangkaran, segera sesudah penjangkaran tendon = 0.70 fpu III-23

Dimana fpy = kuat leleh tendon prategan yang ditetapkan, psi fpu = kuat tarik tendon prategang yang ditetapkan, psi fc = kuat tekan beton yang ditetapkan, psi fci = kuat tekan beton pada saat prategang awa, psi 3.6 Analisis Kehilangan Gaya Prategang Kehilangan gaya prategang dapat dikelompokkan kedalam dua kategori : a. Kehilangan elastis segera yang terjadi pada saat proses fabrikasi atau konstruksi, termasuk perpendekan beton secara elastis, kehilangan karena pengangkeran dan kehilangan karena gesekan. b. Kehilangan yang bergantung pada waktu, seperti rangkak, susut dan kehilangan yang diakibatkan karena efek temperatur dan relaksasi baja, yang kesemuanya dapat ditentukan pada kondisi limit tegangan akibat beban kerja di dalam elemen beton prategang. 3.7 Perencanaan Tulangan III-24 Persamaan kapasitas momen nominal yang diberikan disini pada dasarnya mengasumsikan bawah tegangan pada tulangan biasa (mild reinforcement) sudah mencapai tegangan lelehnya, asumsi tulangan biasa mencapai leleh ini pasti berlaku sehingga apabila perhitungan kapasitas momen nominal berdasarkan persamaan

persamaan berikut harus diperhatikan dengan seksama bahwa batas maksimum tulangan biasa maupun tulangan prategang tidak melampaui batasan maksimum ijin yang diberikan. Apabila batasan ini dipenuhi maka perhitungan kapasitas momen nominal menjadi lebih sederhana dan dapat dilakukan tanpa melalui analisis kompatibilitas regangan. 3.7.1 Kapasitas Momen Nominal Kapasitas momen nominal untuk balok dengan tendon, tulangan tarik dan tulangan tekan a a ' a ' M n Aps f ps d p As f y d As f y d (3.1) 2 2 2 a A ps f ps A s f ' f b 1 c y ' A s f y (3.2) Untuk menjamin kondisi underreinforced ACI 318 pasal 10.3.4 menyatakan bahwa regangan yang terjadi pada tulangan tarik terluar baik tulangan biasa maupun tendon harus lebih atau sama dengan 0.005 yang disebut sebagai tension controlled. III-25

Gambar 3. 18 Regangan tarik minimum untuk penentuan batas maksimum tulangan balok prategang (Sumber : Donald Essen, ST, MT, Modul perkuliahan beton prategang) Untuk balok beton prategang parsial batasan maksimum tulangan adalah sedemikian sehingga dipenuhi persamaan : p d d p ' 0.375 1 1 (3.2) 3.7.2 Kekuatan Geser Lentur Untuk mendesain terhadap geser, perlu ditentukan apakah geser lentur atau geser badan menentukan pemilihan kuat geser beton. Vci = 0.6λ bw x dp + Vd + ( Mcr ) (3.3) 1.7λ bw x dp, Dan 5.0λ bw x dp Dimana : λ = 1.0 untuk beton normal III-26

= 0.85 untuk beton ringan pasir = 0.75 untuk beton ringan Vd = Gaya geser dipenampang akibat beban mati tak terfaktor Vci = Kuat geser nominal yang diberikan oleh beton pada saat terjadi retak tarik diagonal akibat gabungan gaya geser vertical dan momen. Vi = Gaya geser terfakto dipenampang akibat beban eksternal yang terjadi secara simultan dengan Mmaks 3.7.3 Kuat Geser Badan Retak geser badan pada balok prategang disebabkan oleh tegangan tarik tak tertentu yang dapat dengan baik dievaluasi dengan menghitung tegangan tarik utama dibidang kritis. Vcw = ( 3.5λ + 0.3 fc ) bwdp + Vp (3.3) Dimana : λ = 1.0 untuk beton normal dan lebih kecil dari itu untuk beton ringan Vp = Komponen vertical dari prategang efektif di penampang yang berkontribusi dalam menambahkan kekuatan lentur dp = Jarak dari serat tekan ekstrim ke pusat berat baja prategan, atau 0.8h, manapun yang terkecil. III-27