BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang paling penting. Pendapatan tersebut nantinya digunakan untuk pembangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Theory of Reasoned Action atau Teori Aksi Rencana (TRA) merupakan penentu langsung dari tindakan atau perilaku.

BAB I PENDAHULUAN. negara yaitu baik dari segi pembangunan masyarakat, kesejahteraan, keamanan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembahasan dalam penelitian ini didasarkan pada penelitian-penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan Negara Indonesia berasal dari bermacam-macam sektor,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI. dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang

BAB II LANDASAN TEORI

DAFTAR PUSTAKA. Agoes, S., dan Trisnawati, E., 2007, Akuntansi Perpajakan, Salemba Empat, Jakarta.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

BAB I PENDAHULUAN. negara karena pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjadi Negara yang lebih maju, Indonesia sebagai negara berkembang

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan

BAB II LANDASAN TEORI. Teori yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu Theory of Planned

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber penerimaan negara di peroleh dari berbagai sektor, baik sektor

BAB II LANDASAN TEORI. A. Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior) bahwa (2013:9) Psikologi memandang perilaku manusia (human behavior)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian ini menggunakan Theory of Planned Behavior yang menjelaskan

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

ABSTRAK. DAFTAR ISI Halaman

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Tanpa pajak, Negara tidak akan bisa melaksanakan kegiatan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suryani N. A., 2016 Pengaruh Pelayanan Fiskus dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior) merupakan pengembangan dari Teori Perilaku Beralasan (Theory of

BAB I PENDAHULUAN. barang-barang yang dikuasai pemerintah, denda-denda dan iuran masyarakat

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. kepada negara, maka negara menetapkan perpajakan sebagai salah satu sarana

TINJAUAN PUSTAKA. dan mempertimbangkan akibat dari tindakan mereka. Ajzen. pertimbangan tersebut akan membentuk intensi untuk melakukan suatu

BAB I PENDAHULUAN. jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan, dan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. modern. Hal tersebut dilakukan dengan menerapkan self assessment system dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber penerimaan negara berasal dari berbagai sektor, baik sektor

BAB II TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditimbulkan oleh individu muncul karena adanya niat untuk berperilaku. Sedangkan. perilaku dan evaluasi atas hasil tersebut.

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. dan Tata Cara Perpajakan memberikan definisi pajak : kontribusi wajib

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak dan pandangan para ahli dalam bidang tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pajak membutuhkan kajian teori sebagai berikut : digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara terbesar. Sumbangan pajak

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan, pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit. membiayai pengeluaran pemerintah. Semakin bertambahnya jumlah

PENGERTIAN DAN DEFINISI CIRI CIRI YANG MELEKAT PADA DEFINISI PAJAK ISTILAH-ISTILAH PERPAJAKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang cukup dominan dalam

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. relatif terbatas, pada saatnya akan habis dan tidak bisa diperbaharui. Hal ini

BAB II LANDASAN TEORI. bukunya Mardiasmo (2011 : 1) :

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. melekat pada pajak (budgetair dan regulerend), maka dalam pemungutannya pajak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan sektor pemasukan terbesar kas Negara, penerimaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian pajak berdasarkan Undang-Undang Perpajakan No.28 Tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumber pendapatan terbesar yang dimiliki suatu Negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. negara. Hal ini juga diiringi dengan meningkatnya APBN dari lima tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. negara Indonesia saat ini bersumber dari dalam negeri yaitu pajak. yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menjelaskan suatu kondisi dimana seseorang taat terhadap perintah atau

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan Negara dari sektor perpajakan merupakan sumber utama. untuk pembangunan nasional dan penyelenggaraaan pemerintahan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. perpajakan Indonesia dari sistem Official Assessment ke sistem Self Assessment.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi pajak menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan salah satu komponen penting dan sumber utama pada penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penerimaan pajak di Indonesia dari tahun ke tahun

BAB I PENDAHULUAN. yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik. untuk mensejahterakan rakyat Indonesia secara adil dan makmur.

BAB II LANDASAN TEORI. pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. atau definisi pajak yang berbeda-beda, namun demikian berbagai definisi

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang penelitian Pajak merupakan sumber utama pendapatan pemerintah dan merupakan

BAB II ` KAJIAN PUSTAKA. orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian landasan teori akan dijelaskan mengenai beberapa teori yang

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan pembangunan infrastruktur serta perekonomian suatu negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia sebagai salah satu negara yang dikategorikan berkembang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di Indonesia salah satu penerimaan negara yang sangat besar dan semakin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Tugas Akhir. Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang paling potensial. Sejak

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS. Pengertian sanksi perpajakan menurut Mardiasmo (2006:39) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menjabarkan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah,

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang dibayar oleh masyarakat sebagai iuran yang pemungutannya dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,

BAB I PENDAHULUAN. infrastruktur dan lainnya, tidak terkecuali dengan Negara Indonesia. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. rakyat baik dari segi materill maupun spiritual. Merealisasikan tujuan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung terus-menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. perpajakan yang digunakan oleh pemerintah untuk membiayai. adalah tercapainya tujuan nasional seperti yang tercantum pada

BAB I PENDAHULUAN. tujuan tersebut, maka pemerintah perlu banyak memperhatikan masalah

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Atribusi (Atribution Theory) Secara sederhana atribusi dapat diartikan sebagai suatu proses bagaimana seseorang mencari kejelasan sebab-sebab dari perilaku orang lain (Thoha, 1993). Menurut Robbins (1996) pada dasarnya teori atribusi menyatakan bahwa apabila individu mengamati perilaku atau sikap orang lain, maka individu tersebut akan mencoba menentukan apakah perilaku orang lain itu ditimbulkan secara internal atau eksternal. Perilaku yang ditimbulkan secara internal merupakan perilaku yang diyakini berada di bawah kendali pribadi seseorang, sedangkan perilaku yang ditimbulkan secara eksternal merupakan perilaku yang dipengaruhi dari luar diri seseorang, artinya individu akan terpaksa berperilaku karena situasi dan kondisi lingkungan sekitar (Jatmiko, 2006). Penentuan internal atau eksternal menurut Robbins (1996) tergantung pada tiga faktor, yaitu: a. Kekhususan/kesendirian Kekhususan artinya seseorang akan mempersepsikan perilaku orang lain secara berbeda dalam situasi yang berlainan. Jika perilaku seseorang dianggap suatu hal yang luar biasa, maka individu yang 12

13 bertindak sebagai pengamat akan memberikan atribusi eksternal terhadap perilaku tersebut, sedangkan jika hal itu dianggap biasa, maka akan dinilai sebagai atribusi internal. b. Konsensus Konsensus artinya apabila semua orang mempunyai kesamaan pandangan dalam merespon perilaku seseorang dalam situasi yang sama. Jika konsensusnya tinggi, maka termasuk atribusi internal, sedangkan jika konsensusnya rendah, maka termasuk atribusi eksternal. c. Konsistensi Konsistensi artinya apabila seseorang menilai perilaku orang lain dengan respon yang sama dari waktu ke waktu. Semakin konsisten perilaku tersebut, maka seseorang akan menghubungkan hal itu dengan sebab-sebab internal. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa atribusi merupakan salah satu proses pembentukan kesan atau persepsi mengenai hal yang menyebabkan seseorang berperilaku. Atribusi juga merupakan suatu proses untuk menarik kesimpulan dimana seseorang menentukan faktor apa yang mendorong dirinya atau orang lain untuk berperilaku. Alasan pemilihan teori ini, karena kemauan Wajib Pajak untuk membayar pajak berkaitan dengan persepsi Wajib Pajak dalam membuat penilaian terhadap pajak. Persepsi seseorang dalam membuat penilaian mengenai sesuatu sangat dipengaruhi oleh kondisi internal maupun

14 eksternal dari orang tersebut, oleh karena itu teori atribusi ini sangat relevan untuk menjelaskan maksud tersebut. Sejalan dengan pendapat Tahar dan Rachman (2014) yang menyatakan bahwa aspek-aspek yang memengaruhi rakyat dalam membayar pajak dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. 2. Technology Acceptance Model (TAM) Technology Acceptance Model (TAM) merupakan salah satu teori tentang penggunaan sistem teknologi informasi yang dianggap sangat berpengaruh dan umumnya digunakan untuk menjelaskan penerimaan individu terhadap penggunaan sistem teknologi informasi (Laihad, 2013). Teori ini pertama kali dikenalkan oleh Davis (1989) yang mendefinisikan TAM sebagai salah satu model yang digunakan untuk memprediksi dan menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi diterimanya penggunaan teknologi komputer. Menurut Davis (1989) terdapat dua faktor yang memengaruhi minat individu terhadap penggunaan teknologi, yaitu: a. Persepsi Kemanfaatan (perceived usefulness) Persepsi Kemanfaatan yaitu sejauh mana seseorang percaya bahwa menggunakan sistem tertentu akan meningkatkan kinerja pekerjaan mereka. Sebuah sistem yang dirasakan tinggi manfaatnya merupakan salah satu bukti bahwa pengguna percaya pada adanya hubungan penggunaan sistem tersebut dengan kinerja yang positif.

15 b. Persepsi Kemudahan (perceived ease of use) Persepsi Kemudahan yaitu sejauh mana seseorang percaya bahwa menggunakan sistem tertentu akan bebas dari usaha besar atau kesulitan. Sebuah sistem yang dianggap lebih mudah digunakan dari pada yang lain, tentunya akan lebih dapat diterima oleh pengguna. Artinya pengguna akan selalu menggunakan sistem tersebut setelah mengetahui cara yang lebih mudah untuk dipelajari dan diterapkan. TAM dalam penelitian ini digunakan sebagai dasar pengambilan variabel independen yaitu persepsi kemudahan penggunaan e-billing, karena TAM merupakan teori yang digunakan untuk melihat bagaimana suatu sistem teknologi dapat memengaruhi pengguna dari teknologi tersebut pada aktivitas pengguna yang berkaitan dengan aktivitas perpajakan (Susmita dan Supadmi, 2016). Pengguna teknologi pada penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi, sedangkan penerapan teknologinya adalah e-billing. TAM diharapkan dapat menjelaskan bahwa persepsi kemudahan penggunaan e-billing dapat memengaruhi kemauan Wajib Pajak Orang Pribadi untuk membayar pajak. 3. Pajak Definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH: Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Agoes dan Wati, 2007).

16 Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang KUP: Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Inti dari definisi pajak di atas, dapat diperoleh kesimpulan bahwa pajak merupakan iuran wajib yang dibebankan kepada rakyat (individu atau badan) untuk kas negara dan pemungutannya dipaksakan oleh undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang bermanfaat bagi masyarakat. Dalam hal balas jasa dengan tujuan untuk kemakmuran rakyat, pemerintah mewujudkannya kepada masyarakat dalam bentuk pelayanan publik dan pembangunan, seperti jalan raya, jembatan dan fasilitas umum lainnya (Amaliyah dan Murtin, 2010). Menurut Mardiasmo (2011) pajak yang dipungut oleh pemerintah mempunyai fungsi sebagai berikut: a. Fungsi Penerimaan (budgetair) Pajak berfungsi sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran rutin negara. Artinya pajak merupakan sumber penerimaan utama bagi negara. Sebagai contoh: dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. b. Fungsi Mengatur (regulerend) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah khususnya dalam bidang sosial dan ekonomi.

17 Sebagai contoh: dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras, barang-barang mewah dan tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%. 4. Wajib Pajak Menurut pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang KUP, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan (subjek pajak) meliputi pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Setiap warga negara mempunyai kewajiban perpajakan dimulai sejak memenuhi persyaratan subyektif dan obyektif. Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif wajib memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). NPWP adalah nomor pajak yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan, yang digunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak untuk mempermudah dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Setiap hal yang berhubungan dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak diwajibkan untuk mencantumkan NPWP yang dimilikinya (Nugroho, 2012). Penelitian ini berkaitan dengan Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP). WP OP adalah orang pribadi yang memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. WP OP dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal atau

18 berada di Indonesia lebih dari 183 hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12 bulan atau orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia (Fikriningrum, 2012). 5. Kemauan Membayar Pajak Menurut Fikriningrum (2012) kemauan merupakan dorongan dari dalam diri seseorang berdasarkan pertimbangan pemikiran dan perasaan yang menimbulkan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu, sedangkan kemauan membayar merupakan suatu keadaan dimana seseorang rela untuk mengeluarkan dan mengorbankan uangnya untuk memperoleh barang atau jasa (Widaningrum 2007 dalam Widayati dan Nurlis, 2010). Pajak merupakan prestasi yang dipaksakan oleh negara dan terutang kepada Wajib Pajak, tanpa ada kontraprestasi dan semata-mata digunakan untuk membiayai pengeluaran umum (Violita, 2015). Berdasarkan penjelasan di atas, kemauan membayar pajak diartikan sebagai suatu nilai atau tindakan moral yang secara sukarela dilakukan oleh Wajib Pajak dengan mengeluarkan uang sesuai dengan peraturan yang berlaku, dimana uang tersebut akan dipergunakan untuk keperluan umum negara dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dari negara. Hal serupa diungkapkan oleh Rantung dan Adi (2009) bahwa kemauan membayar pajak dapat diartikan sebagai suatu nilai yang rela dikontribusikan oleh seseorang (yang ditetapkan dengan peraturan) yang

19 digunakan untuk membiayai pengeluaran umum negara dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) secara langsung. Kemauan membayar pajak yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah sebagai persiapan Wajib Pajak dalam melakukan pembayaran pajak serta faktor yang berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak. Oleh karena itu penelitian ini akan mengkaji lebih jauh tentang faktorfaktor yang diduga memengaruhi kemauan Wajib Pajak Orang Pribadi untuk memenuhi kewajiban membayar pajak, yaitu kesadaran membayar pajak, kualitas pelayanan, sanksi pajak dan persepsi kemudahan penggunaan e-billing. 6. Kesadaran Membayar Pajak (the awareness of paying taxes) Kesadaran merupakan unsur dalam diri manusia dalam memahami realita dan bagaimana cara bertindak atau menyikapi terhadap realita. Kesadaran yang dimiliki oleh manusia, yaitu kesadaran dalam diri, akan diri sesama, masa silam dan kemungkinan masa depannya (Widayati dan Nurlis, 2010). Berdasarkan definisi di atas, kesadaran merupakan sikap atau perilaku manusia yang didasari unsur untuk mau melakukan suatu hal yang akan dilakukan dan apa yang seharusnya dilakukan. Perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan atau kegiatan tentu sangat dipengaruhi oleh niat atau motivasi. Seseorang yang memiliki niat untuk melakukan sesuatu akan mencoba untuk menerapkan hal tersebut dengan baik (Salman dan Sarjono, 2013). Nugroho (2012), kesadaran membayar pajak

20 mempunyai arti keadaaan dimana seseorang mengetahui, mengerti dan memahami tentang cara membayar pajak. Irianto (2005) dalam Rantung dan Adi (2009) menguraikan beberapa bentuk kesadaran membayar pajak yang mendorong Wajib Pajak untuk membayar pajak, antara lain: a. Kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam menunjang pembangunan negara dengan menyadari bahwa Wajib Pajak mau membayar pajak karena merasa tidak dirugikan dari pemungutan pajak yang dilakukan. Pajak disadari dan digunakan untuk pembangunan negara guna meningkatkan kesejahteraan warga negara. b. Kesadaran bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan beban pajak berdampak pada kurangnya sumber daya finansial yang dapat mengakibatkan terhambatnya pembangunan negara. c. Kesadaran bahwa pajak ditetapkan dengan undang-undang dan dapat dipaksakan. Wajib Pajak akan membayar pajak karena pembayaran pajak disadari memiliki landasan hukum yang kuat dan merupakan kewajiban mutlak setiap warga negara. 7. Kualitas Pelayanan (the quality of service) Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan dari pihak yang menginginkannya (Hardiningsih dan Wati, 2011). Pelayanan merupakan suatu perilaku seseorang terhadap

21 orang lain yang ditunjukkan dengan memberikan informasi, fasilitas, motivasi dan sarana tanpa adanya kepemilikan dan digunakan untuk memberikan rasa nyaman dan aman serta puas, sehingga orang tersebut merasa dihargai (Tahar dan Rachman, 2014). Pelayanan pada sektor perpajakan dapat diartikan sebagai pelayanan yang diberikan oleh DJP kepada Wajib Pajak untuk membantu Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya (Jotopurnomo dan Yenni, 2013). Pelayanan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pelayanan yang dilakukan oleh fiskus (petugas pajak) kepada Wajib Pajak saat berada di KPP. Pelayanan ini dapat berupa keramahan dalam melayani, cepat dalam merespon, adil dan tegas agar Wajib Pajak merasa dihargai, sehingga Wajib Pajak taat dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Hubungan Wajib Pajak dengan petugas pajak dapat dimodelkan sebagai kontrak implisit yang melibatkan ikatan emosional yang kuat dan loyalitas (Cevik dan Harun, 2013). Menurut Bitner dkk., (2010) kualitas pelayanan yang baik harus memenuhi lima dimensi, yaitu: a. Berwujud (tangible) adalah seluruh bentuk penampilan fisik dari pemberi pelayanan, meliputi fasilitas fisik, perlengkapan dan sarana komunikasi. b. Perhatian (emphaty) adalah sikap kontrak petugas pajak maupun Kantor Pelayanan Pajak. Empati tersebut dapat berupa kemudahan

22 dalam melakukan komunikasi yang baik, perhatian pribadi, perhatian dan memahami kebutuhan maupun kesulitan Wajib Pajak. c. Ketanggapan (responsiveness) adalah kemampuan atau keinginan petugas pajak untuk membantu dan memberikan pelayanan yang dibutuhkan Wajib Pajak. Hal ini berkaitan dengan tanggung jawab dan keinginan untuk memberikan jasa yang prima serta membantu Wajib Pajak apabila menghadapi masalah yang berkaitan dengan perpajakan. d. Keandalan (reliability) adalah kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat dan kemampuan dapat dipercaya, terutama dalam memberikan pelayanan secara tepat dengan cara yang sesuai dengan jadwal yang telah dijanjikan tanpa melakukan kesalahan. e. Jaminan (assurance) adalah jaminan yang diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak kepada Wajib Pajak pada saat mempergunakan pelayanan. Jaminan tersebut mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan kejujuran yang dimiliki para petugas pajak. Menurut Susmita dan Supadmi (2016) kualitas pelayanan adalah seluruh pelayanan terbaik yang diberikan dengan tujuan untuk tetap menjaga kepuasan bagi Wajib Pajak di KPP dan dilakukan berdasarkan undang-undang perpajakan. Hal ini sejalan dengan pendapat Nugroho (2012) bahwa pelayanan yang baik adalah salah satu faktor yang penting dalam menciptakan kepuasan kepada pelanggan (Wajib Pajak). Suatu

23 pelayanan dapat dikatakan baik, apabila usaha yang dijalankan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pihak yang diberi layanan. Artinya kualitas pelayanan merupakan pelayanan fiskus yang dapat memberikan kepuasan kepada Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dan tetap dalam batas untuk memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertangggungjawabkan serta harus dilakukan secara terus-menerus. 8. Sanksi Pajak (tax penalties) Jatmiko (2006) mendefinisikan sanksi sebagai hukuman negatif bagi pelanggar peraturan. Peraturan atau undang-undang merupakan rambu-rambu bagi seseorang untuk melakukan sesuatu mengenai apa yang harus dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan. Sanksi diperlukan agar peraturan atau undang-undang tidak dilanggar. Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dipatuhi atau dengan kata lain sebagai alat pencegah agar Wajib Pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2011). Agar norma perpajakan dipatuhi, maka harus ada sanksi bagi pelanggarnya. Dalam undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu: a. Sanksi Administrasi Sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian kepada negara khususnya yang berupa bunga dan kenaikan. Sanksi administrasi, yaitu berupa denda, bunga dan kenaikan.

24 b. Sanksi Pidana Sanksi pidana merupakan siksaan atau penderitaan dengan kata lain sebagai alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi. Menurut norma perpajakan sanksi pidana, yaitu: denda pidana, kurungan dan penjara. Menurut Tahar dan Sandy (2012) dari segi penegakan hukum, pemerintah harus menerapkan hukum dengan adil kepada semua orang. Hal ini dilakukan jika ada Wajib Pajak yang tidak membayar pajak (siapapun dia), maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Menurut Caroko dkk., (2015) sanksi merupakan cara yang dilakukan fiskus agar Wajib Pajak tidak melakukan kecurangan dalam membayar pajak. Dengan beratnya sanksi yang diberikan berupa sanksi administrasi dan sanksi pidana kepada Wajib Pajak yang melanggar diharapkan Wajib Pajak jera dan memiliki motivasi untuk membayar pajak. 9. Persepsi Kemudahan Penggunaan E-Billing (perceived ease of use e- Billing) Saat ini Wajib Pajak dapat lebih mudah dalam hal pemenuhan kewajiban perpajakan dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas elektronik yang telah disediakan Direktorat Jenderal Pajak. Salah satu fasilitas tersebut adalah e-billing. E-Billing merupakan sistem pembayaran pajak elektronik atau cara baru untuk membayar pajak secara online melalui website DJP, yaitu www.pajak.go.id. Online berarti bahwa Wajib Pajak

25 dapat membayar pajak melalui internet kapan saja dan dimana saja Wajib Pajak berada (Avianto dkk., 2016). Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-26/PJ/2014 tentang Sistem Pembayaran Pajak Secara Elektronik, e-billing adalah metode pembayaran pajak secara elektronik dengan menggunakan kode Billing. Kode Billing adalah kode identifikasi yang diterbitkan melalui sistem Billing atas suatu jenis pembayaran pajak yang akan dilakukan oleh Wajib Pajak (http://bit.ly/2hrbpct). Penerapan e-billing ini bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam melakukan pembayaran pajak. Kemudahan yang diberikan diharapkan dapat memberikan motivasi bagi Wajib Pajak untuk membayar pajak khususnya bagi WP OP. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-47/PJ/2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Uji Coba Penerapan Sistem Pembayaran Pajak Secara Elektronik (Billing System) dalam Sistem Modul Penerimaan Negara (MPN), Billing System adalah serangkaian proses yang meliputi kegiatan pendaftaran peserta Billing, pembuatan kode Billing dan rekonsiliasi Billing dalam sistem MPN. MPN yaitu modul penerimaan yang memuat serangkaian prosedur mulai dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan yang berhubungan dengan penerimaan negara bagian dari sistem pembendaharaan dan anggaran negara (http://bit.ly/2j5nsri). Modul Penerimaan Negara yang digunakan pada layanan e-billing yaitu Modul Penerimaan Negara Generasi Kedua (MPN-G2). MPN-G2

26 merupakan sistem penerimaan negara yang menggunakan Surat Setoran Elektronik (SSE). SSE adalah surat setoran yang berdasarkan pada sistem Billing. Sistem pembayaran elektronik (billing system) berbasis MPN-G2 yang memfasilitasi Wajib Pajak untuk membayarkan pajaknya dengan lebih mudah, lebih cepat dan lebih akurat. (http://www.pajak.go.id/ebilling). B. Hipotesis 1. Pengaruh Kesadaran Membayar Pajak terhadap Kemauan Membayar Pajak Setiap WP OP pasti memiliki tingkat kesadaran yang berbeda-beda dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Kesadaran membayar pajak merupakan unsur dari dalam diri manusia, dalam memahami realita dan bagaimana cara bertindak atau menyikapi terhadap realita untuk patuh membayar pajak kepada kas negara yang digunakan untuk kepentingan bersama. Ketika Wajib Pajak memiliki kesadaran terhadap kewajiban perpajakannya berarti Wajib Pajak mau membayar pajak karena merasa tidak dirugikan dari pemungutan pajak yang sifatnya memaksa. Jika Wajib Pajak memiliki kesadaran yang tinggi dalam membayar pajak, maka kemauan untuk membayar pajak juga tinggi dan penerimaan pajak akan meningkat. Hasil penelitian Violita (2015) memberikan dukungan empiris untuk teori atribusi, bahwa kesadaran Wajib Pajak merupakan suatu perilaku yang disebabkan oleh faktor internal dari Wajib Pajak itu sendiri.

27 Ketika Wajib Pajak memiliki kesadaran akan pentingnya membayar pajak, tentu akan mendukung pemerintah dalam membangun negara. Jika Wajib Pajak memiliki tingkat kesadaran, maka akan menunjukkan nilai pribadi Wajib Pajak tersebut sebagai warga negara. Pendapat di atas sejalan dengan hasil penelitian Hardiningsih dan Wati (2011), Pratama (2014) serta Violita (2015) yang menunjukkan bahwa kesadaran membayar pajak berpengaruh positif terhadap kemauan membayar pajak, namun berbeda dengan hasil penelitian Prastiwi (2013) yang menunjukkan bahwa kesadaran membayar pajak tidak berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak. Berdasarkan uraian tersebut dan hasil penelitian terdahulu maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H 1 : Kesadaran membayar pajak berpengaruh positif terhadap kemauan membayar pajak. 2. Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap Kemauan Membayar Pajak Berdasarkan teori atribusi, kualitas pelayanan merupakan perilaku yang timbul atas dorongan eksternal. Pelayanan yang baik yaitu meliputi cara petugas pajak dalam melayani Wajib Pajak, cara bertutur kata dan berperilaku serta cara berpenampilan. Maksud dari cara berpenampilan yaitu cara berpakaian yang rapi dan sopan sehingga layak dipandang. Wajib Pajak tentunya menginginkan pelayanan yang berkualitas dari fiskus (petugas pajak). Suatu pelayanan dapat dikatakan baik, apabila usaha yang dijalankan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pihak yang diberi layanan. Artinya kualitas pelayanan merupakan pelayanan

28 fiskus yang dapat memberikan kepuasan kepada Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dan tetap dalam batas untuk memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertangggungjawabkan serta harus dilakukan secara terus-menerus. Kualitas pelayanan tersebut merupakan pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada Wajib Pajak saat berada di KPP. Semakin baik kualitas pelayanan pajak, maka akan semakin tinggi kemauan Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Kualitas pelayanan yang baik diharapkan mampu meningkatkan tingkat kemauan Wajib Pajak dalam membayar pajak. Artinya ketika kualitas pelayanan semakin meningkat, hal ini akan memotivasi Wajib Pajak untuk melakukan kewajibannya. Hasil penelitian Hardiningsih dan Wati (2011), Prastiwi (2013) serta Violita (2015) menunjukkan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap kemauan membayar pajak, sedangkan hasil penelitian Samrotun dan Kustiyah (2015) menunjukkan bahwa kualitas pelayanan tidak berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak. Berdasarkan uraian tersebut dan hasil penelitian terdahulu, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H 2 : Kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap kemauan membayar pajak.

29 3. Pengaruh Sanksi Pajak terhadap Kemauan Membayar Pajak Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dipatuhi atau dengan kata lain sebagai alat pencegah agar Wajib Pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2011). Menurut Caroko dkk., (2015) sanksi merupakan cara yang dilakukan fiskus agar Wajib Pajak tidak melakukan kecurangan dalam membayar pajak. Dengan beratnya sanksi yang diberikan berupa sanksi administrasi dan sanksi pidana kepada Wajib Pajak yang melanggar, diharapkan Wajib Pajak jera dan memiliki motivasi untuk membayar pajak. Adanya sanksi perpajakan ini bertujuan agar Wajib Pajak mematuhi norma perpajakan. Wajib Pajak akan lebih memilih membayar pajak dari pada dikenakan sanksi perpajakan yang akan lebih banyak merugikan dirinya. Hasil penelitian Susmita dan Supadmi (2016) menunjukkan bahwa sanksi perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan pelaporan WP OP di KPP Pratama Denpasar Timur. Artinya, pengenaan hukuman kepada WP OP yang melanggar peraturan pajak berupa sanksi pajak apabila diterapkan secara tegas dapat menaikkan kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak. Hasil penelitian Kusuma (2016) menunjukkan bahwa sanksi pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan WP OP, sedangkan hasil penelitian Masfufah (2013) dan Prastiwi (2013) menunjukkan bahwa sanksi pajak tidak berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak.

30 Berdasarkan uraian tersebut dan hasil penelitian terdahulu, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H 3 : Sanksi pajak berpengaruh positif terhadap kemauan membayar pajak. 4. Pengaruh Persepsi Kemudahan Penggunaan E-billing terhadap Kemauan Membayar Pajak Saat ini Wajib Pajak dapat lebih mudah dalam pemenuhan kewajiban perpajakan dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas elektronik yang telah disediakan oleh DJP. Salah satu fasilitas tersebut adalah e- Billing. E-Billing merupakan sistem pembayaran pajak elektronik atau cara baru untuk membayar pajak secara online. Penerapan e-billing ini bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam melakukan pembayaran pajak. Kemudahan yang diberikan diharapkan dapat memberikan motivasi bagi Wajib Pajak untuk membayar pajak, khususnya bagi WP OP. Diterapkannya e-billing ini merupakan suatu langkah awal yang dilakukan oleh DJP dalam rangka modernisasi sistem perpajakan di Indonesia yang diharapkan dapat memberikan kualitas pelayanan yang lebih baik sehingga akan memberikan kepuasan bagi Wajib Pajak. Wajib Pajak yang puas terhadap kualitas pelayanan ini diharapkan mampu untuk merubah perilakunya dalam melaksanakan kewajiban membayar pajak, sehingga kemauan Wajib Pajak untuk membayar pajak dapat meningkat.

31 Hasil penelitian Violita (2015) menunjukkan bahwa modernisasi perpajakan berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak. Hasil penelitian Susmita dan Supadmi (2016) menunjukkan bahwa penerapan e- Filing berpengaruh positif terhadap kepatuhan pelaporan WP OP di KPP Pratama Denpasar Timur. Hasil penelitian Sulistyorini dkk., (2017) menunjukkan bahwa penerapan e-billing berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak, sedangkan hasil penelitian Mentari (2016) menunjukkan bahwa e-billing tidak berpengaruh terhadap penerimaan pajak. Berdasarkan uraian tersebut dan hasil penelitian terdahulu, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H 4 : Persepsi Kemudahan Penggunaan E-Billing berpengaruh positif terhadap kemauan membayar pajak.

32 C. Model Penelitian Penelitian ini menguji empat variabel independen yang meliputi kesadaran membayar pajak, kualitas pelayanan, sanksi pajak dan persepsi kemudahan penggunaan e-billing. Variabel dependen yang digunakan adalah kemauan membayar pajak. Model penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1. yang menggambarkan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Kesadaran Membayar Pajak + Kualitas Pelayanan + Sanksi Pajak + Kemauan Membayar Pajak Persepsi Kemudahan Penggunaan e-billing + GAMBAR 2. 1. Model Penelitian