Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan sayuran yang

dokumen-dokumen yang mirip
III. BAHAN DAN METODE. Penelitian bertempat di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi

BAB III METODOLOGI. A.2. Bahan yang digunakan : A.2.1 Bahan untuk pembuatan Nata de Citrullus sebagai berikut: 1.

bengkuang (Pachyrrhizus erosus) dan buah pisang yang sudah matang (Musa paradisiaca) yang diperoleh dari petani yang ada di Gedong Tataan dan starter

II. TINJAUAN PUSTAKA. Bahan Baku Kerang. Kerang Anadara sp termasuk Kelas Pelecypoda (Bivalva) yang mempunyai

Pengaruh Konsentrasi Garam dan Gula dalam Pengolahan Pikel Bunga Pisang Ambon ( Musa Paradisiaca L.) Oleh : Nataliningsih

Pengawetan dengan Suhu Tinggi

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

UJI KUALITAS YOGHURT SUSU SAPI DENGAN PENAMBAHAN MADU dan Lactobacillus bulgaricus PADA KONSENTRASI YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI

III METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan noga kacang hijau adalah

(Colocasia esculenta) Wardatun Najifah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian uji organoleptik dilaksanakan di kampus Universitas Negeri Gorontalo,

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

BAHAN DAN METODA. Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2013 di Laboratorium Teknologi

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei hingga Agustus 2015 dan

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian ialah menggunakan pola faktorial 4 x 4 dalam

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

C. Prosedur Penelitian 1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dimaksudkan untuk mendapatkan yield nata de cassava yang optimal.

PENGOLAHAN PASTA LAOR (Eunice viridis) DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI GARAM

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2014 di Laboratorium

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian melalui eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan.

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November Desember 2016 di

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai :(1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

APLIKASI ASAM LAKTAT DARI LIMBAH KUBIS UNTUK MENINGKATKAN UMUR SIMPAN TAHU

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di

STUDI PEMANFAATAN KULIT CEMPEDAK DALAM PEMBUATAN MANDAI STUDY ON MAKING USE OF SKIN CEMPEDAK MANDAI

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

KARAKTERISTIK YOGHURT TERSUBTITUSI SARI BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI STARTER YANG BERBEDA-BEDA

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

PENGAWETAN PANGAN. Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

Bawang daun adalah salah satu sayuran yang diminati

BAB III BAHAN DAN METODE

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

MATERI DAN METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TELUR ASIN PENDAHULUAN

BAB III METODE PENELITIAN. dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang populasi bakteri dan keberadaan bakteri gram pada

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein

BAB III METODE PENELITIAN. mengujikan L. plantarum dan L. fermentum terhadap silase rumput Kalanjana.

<-- ' ' '\' l~i~ ;~~ B riicl~"':ii

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Jenis pelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen di bidang Ilmu Teknologi Pangan.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

ARTIKEL ILMIAH. Evaluasi Mutu dan Waktu Kadaluarsa Sirup Teh Dari Jumlah Seduh Berbeda RINGKASAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari

Pengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP

1989).Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500ml. balik. Didihkan selama 30 menit dan kadang kala digoyang- goyangkan.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

BAB V RANCANGAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi, diantaranya mengandung vitamin C, vitamin A, sejumlah serat dan

JURNAL. KUALITAS JELLY KULIT BUAH MARKISA (Passiflora edulis var. flavicarpa Degener) DENGAN VARIASI SUHU DAN WAKTU EKSTRAKSI PEKTIN.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian, (3) Prosedur Penelitian, dan (4) Jadwal Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

BAB III METODE PENELITIAN. (treatment) terhadap objek penelitian serta adanya kontrol penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu produk olahan susu di Indonesia yang berkembang pesat

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan adalah produk fermentasi berbasis susu. Menurut Bahar (2008 :

BAB I PENDAHULUAN. tampilan dan teksturnya mirip dengan tahu yang berwarna putih bersih

PEMBUATAN SUSU DARI KULIT PISANG DAN KACANG HIJAU

UJI ORGANOLEPTIK FRUITGHURT HASIL FERMENTASI LIMBAH BUAH ANGGUR (Vitis vinifera) OLEH Lactobacillus bulgaricus SKRIPSI

BAB III METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian B. Bahan dan Alat

III. METODOLOGI PENELITIAN

METODE. Materi. Rancangan

Proses Pembuatan Madu

BAB I PENDAHULUAN. selai adalah buah yang masak dan tidak ada tanda-tanda busuk. Buah yang

BAB III METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

PENGARUH PERLAKUAN PADA PROSES BLANCHING DAN KONSENTRASI NATRIUM BIKARBONAT TERHADAP MUTU SUSU KEDELAI

BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

Pengawetan pangan dengan pengeringan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Prosedur pelaksanaan dilakukan dalam 2 (dua) tahap yaitu tahap preparasi dan

III METODE PENELITIAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Bahan-Bahan yang Digunakan,

Bab III Bahan dan Metode

PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

Transkripsi:

TEKNIK PELAKSANAAN PERCOBAAN PENGARUH KONSENTRASI GARAM DAN BLANCHING TERHADAP MUTU ACAR BUNCIS Sri Mulia Astuti 1 Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan sayuran yang berpotensi ekonomi tinggi karena mempunyai peluang pasar yang cukup luas, baik di dalam maupun di luar negeri. Buncis merupakan salah satu sumber protein nabati yang murah dan mudah dikembangkan, serta mengandung vitamin, mineral, dan serat yang sangat berguna bagi perkembangan tubuh manusia (Rismunandar 1982). Polong buncis yang masih muda biasanya dibuat sayur seperti sayur sop, sayur asem, cap cay, ditumis atau sebagai lalab matang atau mentah. Buncis tergolong komoditas yang mudah rusak. Umur simpan buncis berkisar antara 7-10 hari pada suhu kamar. Untuk mengurangi kehilangan hasil karena rusak atau busuk, buncis perlu diolah atau diawetkan (Rahmat 1996). Salah satu cara pengawetan buncis yaitu dibuat acar sehingga dapat disimpan lebih lama. Acar adalah sayuran atau buah-buahan yang diawetkan dalam larutan garam yang kemudian dilakukan fermentasi asam laktat. Asam laktat dapat berasal dari fermentasi cairan buah atau sayuran itu sendiri atau ditambahkan dalam bentuk cuka makan. Hampir semua jenis sayuran dapat difermentasi secara alami oleh bakteri asam laktat, karena sayuran mengandung gula yang diperlukan untuk pertumbuhan bakteri tersebut (Apandi 1984). Proses penting dalam pembuatan acar adalah penggaraman. Garam berfungsi sebagai bahan untuk menarik air dan zat gizi dari jaringan bahan yang difermentasi untuk pertumbuhan bakteri pembentuk asam laktat (Apriyanto 1984). Proses fermentasi sayuran dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti kondisi anaerobik, konsentrasi garam, suhu, dan adanya bakteri asam laktat (Buckle et al. 1985). Fermentasi mula-mula terjadi dalam larutan tanpa gula, tetapi karena adanya tekanan osmosis dari garam ke dalam bahan, maka gula yang ada dalam bahan akan merembes ke larutan 1 Teknisi Litkayasa Penyelia pada Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Jalan Tangkuban Perahu No. 517 Lembang 40391, Telp. (022) 2786425, Faks. (022) 2786416 sehingga kadar gula dalam larutan meningkat. Selanjutnya terjadi fermentasi gula oleh bakteri asam laktat yang menghasilkan asam laktat. Bakteri asam laktat merupakan bakteri yang diperlukan dalam fermentasi sayuran. Bakteri ini secara alami terdapat pada sayuran itu sendiri. Pemanfaatan bakteri ini yang dikombinasikan dengan pemberian garam dan suhu yang tepat akan menghasilkan produk fermentasi yang bermutu baik. Bakteri asam laktat memerlukan suhu optimal yang berbeda-beda untuk pertumbuhannya. Jenis bakteri ini sangat peka terhadap suhu dan tumbuh baik pada suhu 25-30 C. Jika konsentrasi asam yang diinginkan sudah tercapai maka fermentasi dapat dihentikan dengan jalan menaikkan suhu di atas suhu maksimalnya (Saripah 1983). Blanching adalah perlakuan panas pada bahan dengan cara merendam bahan dalam air panas atau memberikan uap panas. Blanching bertujuan untuk menonaktifkan enzim terutama katalase dan peroksidase, melembekkan bahan, dan menghilangkan gas-gas yang ada dalam sel serta jaringan sehingga kualitas akhir bahan meningkat. Blanching juga menyebabkan bahan menjadi bersih, mengurangi populasi bakteri, serta mempertajam aroma dan warna. Biasanya aroma bahan yang tidak disukai dapat dihilangkan dan warna asli bahan dan sayuran yang berwarna hijau dan kuning akan tampak lebih tajam (Sukmaji 1988). Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian garam dan lama blanching terhadap proses fermentasi dan mutu acar buncis. BAHAN DAN METODE Percobaan dilaksanakan di laboratorium pascapanen Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) Lembang pada bulan April hingga Mei 2005. Bahan yang digunakan adalah buncis muda varietas lokal dari kebun petani di Lembang, garam dapur (NaCl), dan bahan kimia untuk analisis yakni NaOH 0,1 N, larutan indikator fenolftalin, asam oksalat anhidrat, AgNO 3 0,1 N, KCl, K 2 CrO 4, larutan Luff Schoorl, H 2 0,1 N, larutan amilum 1%, HI 20%, HCl 25%, NaOH 20%, NaOH Buletin Teknik Pertanian Vol. 11 No. 2, 2006 59

10%, NaOH 30%, K 2, n Heksan, Na 2 anhidrat, H 2 pekat, Cu, serbuk seng, HCl 0,1 N, media lactobacillus selective agar (LSA), dan akuades. Alat yang diperlukan dalam pembuatan acar adalah botol bekas selai, termometer, pisau, spatula, baskom plastik, otoklaf, timbangan, corong, kertas saring, inkubator, panci, gelas ukur, penetrometer, erlenmeyer, dan hand refractometer. Proses pembuatan acar buncis adalah sebagai berikut: Buncis yang digunakan adalah yang masih muda dengan umur 60 hari setelah tanam (HST), sehat dan segar. Bagian gagang dan pangkal buncis dibuang kemudian sisanya dipotong dengan ukuran 5 cm, lalu dicuci. Buncis yang telah bersih selanjutnya di-blanching dengan cara mencelupkannya ke dalam air yang bersuhu 100 C selama 3 menit. Selama proses berlangsung, suhu air dipertahankan dan seluruh bagian buncis terendam dalam air. Sebagai kontrol adalah tanpa perlakuan blanching. Buncis yang telah di-blanching dan yang tidak diblanching masing-masing dimasukkan ke dalam botol steril hingga penuh dengan posisi berdiri. Botol disterilisasi dalam otoklaf dengan suhu 121 C selama 15 menit. Larutan garam yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam botol yang berisi buncis hingga seluruh buncis terendam. Larutan garam dibuat dengan cara melarutkan garam dapur dalam air kemudian dipanaskan sampai suhu 60 C hingga seluruh garam larut, lalu disaring. Konsentrasi garam yang dibuat adalah 12,5%, 15%, dan 17,5%. Fermentasi dilakukan dengan cara menyimpan buncis dalam ruangan bersuhu 27 C selama 15 hari. Untuk mengetahui perubahan buncis selama proses fermentasi, setiap hari dilakukan pengamatan terhadap ph cairan, total asam padatan, dan total bakteri pada acar buncis. Selama proses fermentasi dilakukan analisis kimia dan uji mikrobiologis, serta dilanjutkan dengan uji organoleptik dan analisis nutrisi pada akhir fermentasi. Analisis kimia yang dilakukan meliputi derajat keasaman (ph), diukur dengan ph-meter, total asam dengan metode titrasi asam basa, dan total padatan terlarut dengan hand refractometer. Uji mikrobiologis yang dilakukan meliputi penentuan total bakteri dengan metode Standard Plate Count pada media LSA. Uji organoleptik terhadap acar buncis hasil fermentasi meliputi warna, aroma, penampakan, dan tekstur. Pengujian menggunakan skala hedonik oleh 15 orang panelis dengan uji peringkat dengan nilai 1 = sangat disenangi, 2 = disenangi, 3 = agak disenangi, 4 = netral, 5 = agak tidak disenangi, 6 = tidak disenangi, dan 7 = sangat tidak disenangi. HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai ph Cairan Acar Buncis Data ph cairan acar buncis selama 15 hari fermentasi disajikan pada Tabel 1. Tabel tersebut menunjukkan bahwa ph cairan pada perlakuan konsentrasi garam yang rendah akan lebih cepat turun dan nilainya lebih kecil dari perlakuan konsentrasi garam lebih tinggi. Hal ini terlihat pada perlakuan tanpa blanching. Konsentrasi garam yang terlalu tinggi dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Konsentrasi garam 12,5% dan 15% merupakan perlakuan terbaik terutama pada fermentasi 10-12 hari. Pada umumnya ph bahan pangan berkisar 3-8. Pada fermentasi 11 hari tanpa blanching, ph cairan mencapai nilai terendah yaitu 3,17 (konsentrasi garam 12,5%) dan 3,21 (konsentrasi garam 15%), lebih rendah dibanding perlakuan konsentrasi garam 17,5% yakni 4,08. Selanjutnya ph meningkat kemudian turun lagi. Makin lama waktu fermentasi maka nilai ph cairan cenderung makin turun. Hal ini disebabkan adanya bakteri heterofermentatif yang dapat menghasilkan asam laktat dan asam asetat (Saripah 1983). Pada awal proses fermentasi, ph cairan sekitar 5,34-5,57 karena asam laktat belum terbentuk. Fermentasi asam laktat terjadi karena adanya aktivitas bakteri asam laktat yang mengubah glukosa menjadi asam laktat. Setelah Tabel 1. Nilai ph cairan acar buncis pada perlakuan konsentrasi garam (A) dan blanching (B), laboratorium Balitsa, Lembang, 2005. Nilai ph pada perlakuan 0 5,34 5,38 5,43 5,44 5,51 5,57 1 5,26 5,30 5,34 5,23 5,47 5,52 2 5,02 5,25 5,12 5,10 5,13 5,38 3 4,50 5,08 5,01 4,97 4,92 5,26 4 4,25 4,87 4,83 4,72 4,63 5,10 5 3,99 4,36 4,62 4,54 4,38 5,01 6 3,83 4,25 4,59 4,43 4,28 4,82 7 3,74 4,03 4,36 4,19 4,07 4,64 8 3,50 3,71 4,21 3,78 3,93 4,37 9 3,36 3,54 4,18 3,52 3,82 4,20 10 3,27 3,39 4,08* 3,39 3,78 4,13 11 3,17* 3,21* 4,12 3,17* 3,51 4,10* 12 3,20 3,40 4,09 3,20 3,42* 4,15 13 3,25 3,32 4,21 3,54 4,03 4,20 14 3,18 3,42 4,40 3,75 4,18 4,10 15 3,31 3,59 4,37 3,92 4,22 4,02 Keterangan: A1 = konsentrasi garam 12,5%, A2 = konsentrasi garam 15%, A3 = konsentrasi garam 17,5%, B1 = tanpa blanching, B2 = blanching, * = ph terendah 60 Buletin Teknik Pertanian Vol. 11 No. 2, 2006

proses fermentasi berlangsung, yang ditandai dengan timbulnya gas, jumlah asam laktat meningkat yang diikuti dengan penurunan ph (Buckle et al. 1985). Total Asam Padatan Acar Buncis Data total asam padatan acar buncis selama 15 hari pengamatan disajikan pada Tabel 2. Pada fermentasi 0-15 hari terjadi kenaikan total asam untuk semua perlakuan, namun peningkatannya yang lebih tinggi terdapat pada perlakuan tanpa blanching. Hal ini disebabkan dalam buncis sebelum maupun setelah di-blanching, asam yang ada sebagian telah masuk ke dalam cairan asam yang ada pada perlakuan konsentrasi garam yang lebih rendah. Perlakuan konsentrasi garam yang lebih tinggi menghasilkan total asam yang lebih rendah, karena pada konsentrasi garam yang tinggi, bakteri asam laktat tidak dapat tumbuh secara optimal. Bila aktivitas bakteri asam laktat terhambat maka akan timbul bakteri halofilik dan sejenis kapang sehingga menghasilkan asam laktat yang rendah. Peningkatan total asam terjadi karena adanya aktivitas bakteri pembentuk asam laktat yang mengubah glukosa menjadi asam laktat dalam kondisi anaerob. Penambahan garam dengan konsentrasi yang sesuai akan mendorong terbentuknya bakteri asam laktat dan menekan pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan. Peningkatan kadar asam laktat Tabel 2. Total asam padatan acar buncis pada perlakuan konsentrasi garam (A) dan blanching (B), laboratorium Balitsa, Lembang, 2005 Total asam (%) 0 0,312 0,226 0,203 0,242 0,216 0,201 1 0,312 0,230 0,203 0,245 0,216 0,201 2 0,314 0,241 0,207 0,262 0,220 0,201 3 0,315 0,253 0,209 0,270 0,225 0,202 4 0,317 0,274 0,210 0,280 0,230 0,202 5 0,318 0,293 0,212 0,288 0,236 0,202 6 0,400 0,300 0,220 0,300 0,245 0,210 7 0,427 0,433 0,220 0,321 0,257 0,220 8 0,435 0,368 0,232 0,321 0,281 0,245 9 0,500 0,392 0,240 0,354 0,320 0,273 10 0,572 0,418 0,255 0,385 0,337 0,308 11 0,574 0,420 0,265 0,399 0,531 0,313 12 0,580 0,455 0,270* 0,420 0,365* 0,334 13 0,587* 0,487 0,251 0,432* 0,342 0,353 14 0,540 0,510 0,231 0,400 0,300 0,375 15 0,597* 0,534 0,207 0,389 0,274 0,394* Keterangan: A1 = konsentrasi garam 12,5%, A2 = konsentrasi garam 15%, A3 = konsentrasi garam 17,5%, B1 = tanpa blanching, B2 = blanching, * = angka tertinggi akan diikuti dengan meningkatnya gas yang terbentuk (Buckle et al. 1985). Total asam dalam acar selama 2 minggu meningkat 0,5-1%, dan secara bertahap akan berkurang karena dikonsumsi oleh bakteri (Munajini 1988). Kandungan asam akan menurun bila fermentasi berlangsung lebih cepat atau kurang dari 14 hari. Pada kondisi asam yang rendah, bakteri yang resisten terhadap kandungan asam rendah dan suhu tinggi akan aktif kembali, karena pada kondisi ini beberapa jenis bakteri akan memproduksi asam dari gula sehingga keasaman meningkat (Djunjung dan Ansory 1992). Nilai rata-rata total asam terendah ditunjukkan perlakuan konsentrasi garam 17,5% dan tidak di-blanching yakni 0,27%. Pada konsentrasi garam 17,5% dan di-blanching, nilai total asam terus meningkat, sedangkan perlakuan lain menurun setelah 12 hari fermentasi. Total Bakteri pada Acar Buncis Pada waktu 18-24 jam setelah proses fermentasi berlangsung, garam berdifusi masuk ke dalam jaringan sayuran dan zat nutrisi sayuran terdifusi keluar sehingga zat nutrisi tersebut dapat digunakan untuk pertumbuhan bakteri asam laktat. Makin lama waktu fermentasi maka jumlah bakteri makin meningkat. Meningkatnya jumlah bakteri selama fermentasi disebabkan kondisi substrat masih memungkinkan untuk berlangsungnya metabolisme bakteri. Namun, aktivitas bakteri menurun karena terhambat oleh keasaman yang dihasilkan (Saripah 1983). Pengamatan total bakteri dilakukan dengan menggunakan metode Standar Plate Count yakni dengan menghitung koloni bakteri yang tumbuh pada media LSA. Data hasil pengamatan total bakteri pada fermentasi acar selama 15 hari disajikan pada Tabel 3. Pada awal fermentasi, jumlah bakteri meningkat cepat karena zat nutrisi tersedia dalam jumlah banyak. Ketersediaan nutrisi di dalam larutan garam disebabkan adanya tekanan osmosis dari larutan garam terhadap bahan sehingga gula, vitamin, dan mineral akan keluar dari bahan. Zat nutrisi tersebut digunakan oleh bakteri untuk pertumbuhannya. Konsentrasi garam yang terlalu tinggi akan menghambat pertumbuhan bakteri. Pada fermentasi 15 hari, total bakteri asam laktat tertinggi, yaitu 31.10 3 koloni, dicapai dengan perlakuan konsentrasi garam 15% tanpa blanching. Pada fermentasi 12 hari, total bakteri tertinggi adalah 27,2.10 3 koloni yang diperoleh pada perlakuan garam 12,5% tanpa blanching. Pertumbuhan bakteri jauh lebih baik pada perlakuan tanpa blanching daripada perlakuan blanching. Buletin Teknik Pertanian Vol. 11 No. 2, 2006 61

Tabel 3. Kandungan total bakteri pada acar buncis pada perlakuan konsentrasi garam (A) dan blanching (B), laboratorium Balitsa, Lembang, 2005 Total bakteri (CFU) 0 1,21.10 3 0,92.10 3 0,83.10 3 0,95.10 3 0,82.10 3 0,67.10 3 1 3,11.10 3 1,23.10 3 0,95.10 3 1,13.10 3 0,92.10 3 0,85.10 3 2 5,22.10 3 2,10.10 3 1,22.10 3 1,17.10 3 1,0.10 3 0,92.10 3 3 7,0.10 3 3,32.10 3 3,32.10 3 2,00.10 3 1,92.10 3 1,75.10 3 4 8,53.10 3 4,42.10 3 4,63.10 3 4,52.10 3 4,45.10 3 2,92.10 3 5 9,25.10 3 5,5.10 3 5,05.10 3 5,50.10 3 5,54.10 3 3,25.10 3 6 9,5.10 3 7,2.10 3 8,30.10 3 6.30.10 3 6,0.10 3 3,92.10 3 7 11,3.10 3 9,8.10 3 9,00.10 3 8,50.10 3 7,5.10 3 4,60.10 3 8 15,4.10 3 12,3.10 3 11,30.10 3 11,20.10 3 10,9.10 3 6,30.10 3 9 18,3.10 3 15,4.10 3 19,70.10 3 13,50.10 3 13,3.10 3 7,20.10 3 10 22,5.10 3 19.10 3 25,00.10 3 * 15,00.10 3 14,5.10 3 7,50.10 3 11 25,1.10 3 21,2.10 3 21,20.10 3 15,90.10 3 15,0.10 3 8,00.10 3 12 27,2.10 3 23,50.10 3 20,90.10 3 16,00.10 3 15,7.10 3 8,20.10 3 * 13 24,5.10 3 25,00.10 3 18,70.10 3 16,50.10 3 14,7.10 3 6,30.10 3 14 23,3.10 3 28,30.10 3 15,30.10 3 17,00.10 3 13,5.10 3 5,00.10 3 15 20.10 3 31,00.10 3 * 10,50.10 3 17,50.10 3 * 12.10 3 3,00.10 3 Keterangan: CFU = coloni for unit, A1 = konsentrasi garam 12,5%, A2 = konsentrasi garam 15%, A3 = konsentrasi garam 17,5%, B1 = tanpa blanching, B2 = blanching, * = angka tertinggi Karakteristik Pikel Karakteristik acar diamati setelah acar difermentasi 15 hari. Pengamatan dilakukan terhadap nilai organoleptik yang meliputi warna, aroma, tekstur, dan penampakan, serta kadar zat padatan terlarut. Nilai Warna Berdasarkan nilai warna, acar buncis yang disenangi oleh 15 orang panelis adalah acar dengan perlakuan konsentrasi garam 17,5% tanpa blanching (nilai 3,67) dan perlakuan konsentrasi garam 17,5% dengan blanching (nilai 3,73). Warna acar hasil perlakuan garam 12,5% dan blanching (nilai 4,53) tidak disenangi panelis. Konsentrasi garam yang tinggi tampaknya dapat mengawetkan klorofil. Buncis yang tidak di-blanching mempunyai warna yang lebih cerah (rata-rata 3,89) dibandingkan dengan yang di-blanching dengan nilai rata-rata 4,08 (Tabel 4). Hal ini karena buncis yang diblanching mengalami penguraian klorofil menjadi feolitin. Nilai Aroma Sampai 15 hari fermentasi, aroma acar masih diterima panelis walaupun sudah mulai kurang disukai, yakni dengan nilai 2,93-3,87. Perlakuan blanching tampaknya berpengaruh terhadap aroma. Aroma dari bahan yang di-blanching, dengan nilai 2,93-3,67 (+ 3,23), lebih disukai daripada aroma bahan tanpa blanching dengan nilai 3,80-3,87 (+ 3,82). Perlakuan suhu dan blanching akan melunakkan bahan dan mempermudah terjadinya metabolisme karena pengaruh bakteri asam laktat sehingga menimbulkan aroma baru yang lebih disenangi. Makin tinggi konsentrasi garam yang diberikan, makin baik aromanya. Hal itu tampak pada bahan yang di-blanching yakni dengan nilai 3,67; 3,53; dan 2,93 (Tabel 4). Garam berfungsi sebagai katalisator pertumbuhan bakteri halofilik dan dapat menambah cita rasa dan aroma acar. Penggunaan garam yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan bakteri proteolitik (Winarno 1982). Nilai Tekstur Rata-rata tekstur acar tanpa blanching lebih baik (nilai 3,74) dibanding dengan yang di-blanching (nilai 3,83). Tekstur acar hasil perlakuan garam yang rendah yaitu 12,5% dan diblanching (nilai 4,07) lebih cepat rusak dibanding dengan pemberian konsentrasi garam tinggi (17,5%). Garam berperan sebagai pengawet yang dapat memperlambat kerusakan tekstur acar. Warna klorofil juga lebih baik pada pemberian konsentrasi garam yang lebih tinggi. Nilai Penampakan Nilai penampakan merupakan gabungan nilai warna dan bentuk bahan. Bila warna bagus dan bentuknya baik maka nilai penampakannya pun sangat disukai (Gambar 1). Data 62 Buletin Teknik Pertanian Vol. 11 No. 2, 2006

Tabel 4. Nilai organoleptik dan zat padatan terlarut (ZPT) acar buncis dengan perlakuan konsentrasi garam dan blanching, laboratorium Balitsa, Lembang, 2005 Perlakuan konsentrasi garam (%) Nilai rata-rata 1 Zat padatan terlarut dan blanching Warna Aroma Tekstur Penampakan (%) 12,5 tanpa blanching 4,07 3,87 3,53 3,87 10,13 15,0 tanpa blanching 3,93 3,80 3,86 4,00 10,25 17,5 tanpa blanching 3,67 3,80 3,73 3,80 15,17 12,5 dan blanching 4,53 3,67 4,07 4,07 9,28 15,0 dan blanching 4,33 3,53 3,87 4,00 10,07 17,5 dan blanching 3,73 2,93 3,67 4,13 12,45 1 Nilai: 1 = sangat disenangi, 2 = disenangi, 3 = agak disenangi, 4 = netral, 5 = agak tidak disenangi, 6 = tidak disenangi, dan 7 = sangat tidak disenangi KESIMPULAN DAN SARAN Penggunaan konsentrasi garam 12,5%, 15%, dan 17,5% masing-masing mempunyai keunggulan tersendiri pada acar buncis yang diperoleh sehingga semuanya dapat digunakan. Namun perlakuan konsentrasi garam 15% adalah yang terbaik. Perlakuan blanching pada buncis tidak perlu dilakukan karena acar yang dihasilkan tidak lebih baik dari perlakuan tanpa blanching. Masih diperlukan cara untuk mempertahankan warna klorofil untuk waktu yang lebih lama. Gambar 1. Acar buncis, laboratorium Balitsa, Lembang, 2005 pada Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai penampakan dari bahan tanpa blanching (rata-rata 3,89) lebih baik dari bahan yang di-blanching (rata-rata 4,07). Dari nilai penampakan, perlakuan terbaik adalah konsentrasi garam 17,5% tanpa blanching (nilai 3,80) diikuti perlakuan konsentrasi garam 12,5% tanpa blanching (nilai 3,87). Kadar Zat Padatan Terlarut Zat padatan terlarut pada acar buncis berkisar antara 9,28-15,17%. Zat padatan terlarut pada acar tanpa perlakuan blanching adalah 10,13-15,17% dan pada perlakuan blanching 9,28-12,45%. Meningkatnya zat padatan terlarut disebabkan adanya tekanan osmosis akibat kadar garam cairan yang tinggi yang masuk ke jaringan sel. Kadar zat padatan terlarut pada acar tanpa blanching lebih tinggi daripada dengan blanching. Hal ini menunjukkan bahwa zat padatan terlarut yang ada pada acar buncis yang di-blanching banyak yang berpindah ke dalam larutan. Blanching atau pemanasan mengakibatkan dinding sel lebih permeable atau tekanan dalam sel lebih besar daripada dalam larutan. DAFTAR PUSTAKA Apandi. 1984. Teknologi Buah dan Sayuran. Alumni, Bandung. hlm. 10. Apriyanto.1984. Pengolahan berbagai Macam Tanaman. Institut Pertanian Bogor. hlm. 11-16. Buckle, Edwards, Fleet, dan Wotton. 1985. Ilmu Pangan (terjemahan) Cetakan Pertama. UI Press, Jakarta. hlm. 92-100, 109-110, 116-169. Djunjung dan Ansory. 1992. Teknologi Fermentasi Sayuran dan Buah-buahan. PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. hlm. 48-74 Munajini. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI Press, Jakarta. hlm. 341-348. Rahmat. 1996. Bertanam Buncis. Kanisius, Yogyakarta. hlm. 11-29, 40-47. Rismunandar. 1982. Bertanam Sayur-sayuran. Terate, Bandung. hlm. 62-63. Saripah, S. 1983. Dasar-dasar Pengawetan II. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. hlm. 2-25, 67-110. Sukmaji. 1988. Pengalengan Bahan Makanan. PAU Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. hlm. 25-40. Winarno. 1982. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia, Jakarta. hlm. 33-63, 79. Buletin Teknik Pertanian Vol. 11 No. 2, 2006 63