BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. berkembang pertama kalinya. Menurut Santrock 2002: 56 ( dalam Arif 2013 : 1),

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. bersama, terdapat kerja sama ekonomi, dan terjadi proses reproduksi (Lestari,

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka panjang. Pola hubungan yang terbangun pada masa kanak-kanak dapat

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung maupun tidak langsung seperti pada media massa dan media cetak. Seorang

BAB I PENDAHULUAN. perbedaan kecepatan tumbuh dan gaya penampilannya (Sujiono, 2007). Perbedaan tersebut

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DAN PENGETAHUAN IBU TERHADAP SIBLING RIVALRY PADA ANAK USIA 3-5 TAHUN DI TK AISYIAH BANTUL YOGYAKARTA TAHUN 2017

BAB 1 PENDAHULUAN. Kelahiran anak merupakan saat yang ditunggu-tunggu dan sangat

BAB I PENDAHULUAN. kurang memahami apa yang sebenarnya diinginkan oleh dirinya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari

BAB I PENDAHULUAN. istri, dan juga anak serta terjadinya proses reproduksi. sebuah keruntuhan yang besar ketika hubungan antara saudara kandung tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang besar, dan masing-masing individu itu sendiri harus memulai dan mencoba

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

FENOMENA ANAK KEMBAR (TELAAH SIBLING RIVALRY)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

Apa respons masyarakat terhadap individu yang sukses atau gagal dalam hidup?

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk hidup sosial, seorang individu sejak lahir hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi dalam dirinya seorang remaja sehingga sering menimbulkan suatu hal yang

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

HUBUNGAN ATTACHMENT DAN SIBLING RIVALRY PADA REMAJA AWAL

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

MENGATASI SIBLING RIVALRY DALAM KELUARGA MELALUI KONSELING RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR DENGAN TEKNIK REFRAMING PADA SISWA KELAS VII E DI MTs NU UNGARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. belajar mengenali kemampuan diri dan lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan terpenting bagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. E. Latar Belakang Masalah. Remaja biasanya mengalami perubahan dan pertumbuhan yang pesat

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap orang lain, khususnya terhadap lawan jenis. Perasaan saling mencintai,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja adalah tahap umur berikutnya setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai

Sibling Rivalry Pada Anak Usia Todler

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN. yang disetujui bagi berbagai usia di sepanjang rentang kehidupan.

Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian dapat ditarik

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum masa remaja terbagi menjadi tiga bagian yaitu, salah satunya

I. PENDAHULUAN. berkembang melalui masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa hingga. Hubungan sosial pada tingkat perkembangan remaja sangat tinggi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sibling Rivalry pada remaja akhir. Persaingan antar saudara kandung oleh Amijoyo dalam Kamus

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan

BAB I PENDAHULUAN. alami oleh seorang anak terhadap kehadiran atau kelahiran saudara

BABI. Kehidupan modem saat ini belum memungkinkan orangtua. sepenuhnya mencurahkan perhatian kepada anak. Kebutuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. yang mendukung dimiliki di jalur kehidupan yang sedang dilalui.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA SIBLING RIVALRY PADA BALITA DI KEMUKIMAN KANDANG KECAMATAN KLUET SELATAN ACEH SELATAN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu institusi yang bertugas mendidik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa remaja, hubungan sosial mengambil peran yang penting. Mereka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB I PENDAHULUAN. diupayakan dan mewujudkan potensinya menjadi aktual dan terwujud dalam

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP & PA) menyebutkan bahwa setiap anak merupakan aset

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I PENDAHULUAN. sudut pandang saja. Sehingga istilah pacaran seolah-olah menjadi sebuah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Dunia ini tidak pernah lepas dari kehidupan. Ketika lahir, sudah disambut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai

BAB I PENDAHULUAN. berbagai alasan. Terlebih lagi alasan malu sehingga tidak sedikit yang

PENGARUH LINGKUNGAN KELUARGA DAN LINGKUNGAN SOSIAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS XI JURUSAN IPS SMA PGRI 2 KAYEN TAHUN AJARAN 2008/2009

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan belajar merupakan kegiatan paling pokok dalam keseluruhan proses

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami lompatan perkembangan, kecepatan perkembangan yang luar. usia emas (golden age) yang tidak akan terulang lagi.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari dan menjalani kehidupan. Era ini memiliki banyak tuntutantuntutan

BAB I PENDAHULUAN. pembeda. Berguna untuk mengatur, mengurus dan memakmurkan bumi. sebagai pribadi yang lebih dewasa dan lebih baik lagi.

BAB I PENDAHULUAN. akan ia jalani kelak (Perkins, 1995). Para remaja yang mulai menjalin hubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. terlebih dahulu agar orang tua dapat mengarahkan dan membimbing anaknya

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan berkembang pertama kalinya. Selain itu, keluarga juga merupakan sekumpulan orang yang tinggal dalam satu rumah yang masih mempunyai hubungan kekerabatan/hubungan darah karena perkawinan, kelahiran, adopsi, dan melakukan interaksi satu sama lainnya. Hubungan interaksi anak tidak seterusnya terbatas pada hubungan dengan orang tua, namun anak juga berinteraksi dengan saudara kandungnya. Hubungan saudara kandung merupakan interaksi total (fisik maupun komunikasi verbal dan nonverbal) dari dua atau lebih individu yang berasal dari orangtua biologis yang sama mencakup sikap, persepsi, keyakinan dan perasaan terhadap satu sama lain sejak mereka menyadari keberadaan saudara kandung mereka. Kehadiran saudara kandung merupakan bagian pokok dari kehidupan sosial individu, karena memiliki saudara kandung dapat merupakan suatu kebahagiaan, dapat juga menjadi ancaman, atau bahkan keduanya. Jurnal Bimbingan dan Konseling (2015: 10) mengungkapkan ada lima karakteristik unik dari hubungan antar saudara kandung. Pertama, hubungan antar saudara kandung merupakan hubungan sosial yang paling lama dialami oleh individu sepanjang hidupnya. Kedua, hubungan antar saudara kandung lebih bersifat bawaan daripada proses dari lingkungan. Ketiga, hubungan antar saudara kandung tetap dipertahankan agar kedekatan dapat terjalin dengan melakukan komunikasi satiap hari dirumah. Keempat, hubungan antar saudara kandung lebih 1

2 bersifat sederajat. Kelima, hubungan antar saudara kandung merupakan pengalaman individu dalam berbagi kasih sayang dan perhatian dari orangtua, serta sumber-sumber yang ada dalam keluarga dengan saudara kandungnya dalam jangka waktu yang lama. Para psikolog, sebagaimana halnya para orang tua, memiliki keyakinan bahwa keberadaan saudara baik kandung, tiri, maupun adopsi berpengaruh dalam kehidupan anak-anak (Lestari, 2012: 19). Pola hubungan yang terbangun pada masa anak-anak dapat bertahan hingga dewasa. Hubungan dengan saudara dapat mempengaruhi perkembangan individu, secara positif maupun negatif tergantung pola hubungan yang terjadi (Lestari, 2012: 20). Hubungan antar saudara kandung juga memegang peranan penting, selain terhadap perkembangan anak juga terhadap hubungan keluarga itu sendiri. Apabila hubungan antar saudara kandung baik, maka hubungan keluarga pun akan cenderung baik pula. Sebaliknya, bila hubungan antar saudara kandung kurang baik, hal itu akan mengganggu hubungan sosial dan pribadi anggota keluarga lainnya. Berhubungan dengan pendapat diatas, hubungan antar saudara kandung dapat mengarah pada perasaan positif dan negatif. Perasaan positif dapat meliputi rasa kasih sayang, tolong-menolong, saling melindungi, mengayomi, menjaga, membantu, memberi perhatian, dan penguatan yang positif. Sedangkan, perasaan negatif meliputi rasa iri, benci, marah sehingga dapat menimbulkan persaingan dan permusuhan. Ikatan emosional yang positif atau negatif akan memunculkan reaksi perilaku yang berbeda terhadap saudara kandungnya.

3 Namun, hubungan sesama saudara tidak selamanya harmonis, pasti ada sedikit konflik diantara mereka. Konflik antar saudara kandung merupakan fenomena yang wajar dialami oleh semua keluarga. Pada dasarnya setiap individu memiliki pribadi yang berbeda antara satu dan lainnya. Dalam mengelola konflik ini orangtua harus peka, karena saat orangtua tidak peka dalam menghadapi konflik ini, maka konflik tersebut akan membesar dan menjadi tidak wajar. Orang tua harus dapat mengarahkan anak tanpa ada yang membela satu pihak sehingga salah satu anak tidak ada yang merasa tersisihkan dan merasa iri. Apabila orang tua tidak dapat bertindak sebagai pihak netral maka akan ada konflik-konflik tidak sehat yang terus ada dalam interaksi antar saudara. Contohnya ketika seorang kakak merasakan cemburu terhadap adiknya dan menganggap adiknya sebagai penyebab hilangnya beberapa kenikmatan yang selama ini ia terima dari orang tua atau orang tua yang meminta seorang kakak harus mengalah terhadap adiknya meskipun kakaknya tidak terima. Kecemburuan sang kakak pada adik inilah yang dapat menyebabkan konflik pertengkaraan dan persaingan yang negatif antar saudara (sibling rivalry). Cholid (dalam Arif, 2013: 2) mendefinisikan sibling rivalry sebagai perasaan permusuhan, kecemburuan, dan kemarahan antar saudara kandung, kakak atau adik bukan sebagai teman berbagi tapi sebagai saingan. Perilaku sibling rivalry tidak hanya ditemukan pada tingkat SD dan SLTP saja, melainkan pada tingkat SMA juga. Masa SMA ataupun SMK yang memiliki rentang usia antara 14-18 tahun bisa dikatakan masa peralihan seseorang dari masa remaja menuju masa dewasa atau yang lebih dikenal dengan istilah masa remaja akhir (Hurlock, 1995: 206). Dimana Hurlock juga mengatakan usia remaja

4 ini mengalami perkembangan emosi diantaranya menyukai persaingan, cemburu atau iri hati dan perbedaan pada rangsangan yang membangkitkan emosi dan derajat khususnya pada pelatihan pengungkapan emosi. Menurut Mc.Nerney dan Joy (dalam Arif, 2013: 2) berdasarkan pengalaman yang dialami beberapa orang Amerika, dilaporkan 55% anak mengalami kompetisi dalam keluarga dan umur antara 10-15 tahun merupakan kategori yang tertinggi. Dalam kompetisi atau bersaing mencari perhatian dan cinta dari kedua orangtuanya, mereka bisa saling menyakiti perasaan saudaranya. Penelitian Ensi dan Winarianti (dalam Rahmawati, 2013: 3) menemukan sekitar 89,9% kakak yang mengalami sibling rivalry menyebabkan cidera pada adiknya. Survei juga dilakukan oleh Finkelhor et al, (dalam Rahmawati, 2013: 3) menyebutkan bahwa lebih dari 2000 anak yang berumur antara 2 sampai 17 tahun menemukan hampir 30% kekerasan fisik dilakukan oleh saudaranya sendiri. Oleh karena itu, sibling rivalry akan membahayakan anak, membuat anak menjadi rendah diri, cedera pada saudaranya, memaki dan mengganggap saudaranya sebagai lawan. Selanjutnya, berdasarkan wawancara saya dengan guru BK dan mengikuti kegiatan Program Pengalaman Lapangan Terpadu (PPLT) selama 3 bulan dari bulan Agustus-November 2016, disimpulkan bahwa masih banyak terjadi sibling rivalry bukan hanya dialami pada fase kanak-kanak, namun juga pada fase remaja akhir (SMA). Menurut guru BK pembimbing, kasus sibling rivalry (persaingan saudara kandung) pernah ditemukan ketika melakukan kegiatan bimbingan konseling pada kelas X. Guru pembimbing menyimpulkan bahwa siswa kelas X di SMAN 5 Medan mengalami masalah sibling rivalry dalam kategori rendah,

5 karena dalam layanan informasi (klasikal) yang dilakukan juga pada kelas X IPA disimpulkan bahwa 10 dari 40 siswa mengalami sibling rivalry dengan presentase lebih dari 50 %. Selanjutnya, berdasarkan hasil temu ilmiah nasional 2012 mahasiswa psikologi di Unika Atma Jaya Jakarta, yang membahas tentang penelitian konflik persaingan dalam keluarga suku Palembang dengan sampel penelitian adalah 1 keluarga besar yang memiliki 15 anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik persaingan yang terjadi dalam keluarga suku palembang disebabkan oleh pengasuhan orangtua kepada anak-anaknya, hubungan saudara kandung justru diliputi oleh suasana pertengkaran, saling mengejek, tidak adanya kompromi, kurangnya pemahaman, penghargaan, kesabaran dan toleransi membuat konflik persaingan dalam keluarga, yang menjadi benih munculnya permusuhan. Dari hasil penelitian tersebut membuat suatu pandangan bahwa sibling rivalry tidak hanya berhenti pada fase anak-anak namun hal itu dapat berlanjut hingga kelak dewasa. Dampak negatif yang muncul pada kasus sibling rivalry, seyogyanya harus segera diubah. Karena, apabila hal tersebut dibiarkan, maka dapat bermanifestasi terhadap keutuhuhan keluarga dan bisa juga berpengaruh pada kehidupan di sekolahnya. Misalkan saja, apabila siswa selalu dibanding-bandingkan dengan saudaranya yang lebih pintar dalam prestasi sekolahnya dan orangtua yang tidak pernah memberikan pujian bagi prestasi siswa tersebut, serta selalu membanggakan saudaranya, maka hal tersebut bukan tidak mungkin berdampak pada hilangnya motivasi dalam belajarnya, karena ia merasa apa yang telah ia usahakan untuk mendapatkan nilai yang lebih baik, menjadi akan sia-sia jika

6 orangtua tidak pernah memuji tetapi selalu membandingkan dengan saudaranya. hal ini beriringan dengan rasa kecemburuan dan kebiasaan bertengkar dengan saudara sejak dini, akan tertanam asumsi yaitu menganggap saudaranya adalah musuhnya dan kelak ketika orangtua sudah meninggal dapat memutuskan tali persaudaraan. Agar masalah ini tidak berlarut-larut, layanan konseling kelompok sangat tepat dalam menangani masalah sibling rivalry. Juntika Nurihsan (dalam Kurnanto, 2013: 7) mengungkapkan bahwa konseling kelompok adalah suatu bantuan kepada individu dalam situasi kelompok yang bersifat pencegahan, penyembuhan, serta diarahkan pada pemberian kemudahan dalam perkembangan dan pertumbuhannya. Teknik dalam konseling kelompok sangatlah beragam. Pada penelitian ini teknik yang sesuai untuk mengatasi sibling rivalry dalam keluarga adalah teknik latihan asertif. Latihan asertif merupakan salah satu teknik dalam konseling behavioral yang menitikberatkan pada kasus kesulitan dalam perasaan yang tidak sesuai dengan cara menyatakannya (Willis, 2011: 72). Maka untuk mengurangi perilaku sibling rivalry siswa, peneliti akan mencoba layanan konseling kelompok dengan teknik latihan asertif. Bagi siswa, konseling kelompok dengan teknik latihan asertif dapat bermanfaat, karena siswa dapat berinteraksi sesama anggota kelompok yang selanjutnya untuk menghasilkan beberapa alternative penyelesaian masalah agar siswa tersebut dapat mengurangi sibling rivalry nya. Berdasarkan uraian permasalahan diatas, maka penulis merasa penting melakukan penelitian konseling kelompok dengan teknik latihan asertif yang

7 berjudul Pengaruh Pemberian Layanan Konseling Kelompok Dengan Teknik Latihan Asertif Terhadap Perilaku Sibling Rivalry Siswa Kelas X SMAN 5 Medan Tahun Ajaran 2s016/2017 B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka penulis mengidentifikasi masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Siswa bertengkar dan bersaing dengan saudaranya. 2. Siswa cemburu atau iri hati terhadap saudaranya. 3. Siswa saling mengejek, memaki dan menghina dengan saudaranya. 4. Siswa sering mengalami kurangnya pemahaman, penghargaan, kesabaran dan toleransi. 5. Siswa menjadi rendah diri, cidera pada saudaranya dan menganggap saudaranya sebagai lawan. C. Batasan Masalah Agar penelitian ini lebih terarah dan untuk mencegah luasnya permasalahan, maka penulis hanya membatasi pokok permasalahan yaitu tentang Pengaruh Pemberian Layanan Konseling Kelompok Dengan Teknik Latihan Asertif Terhadap Perilaku Sibling Rivalry Siswa Kelas X SMAN 5 Medan Tahun Ajaran 2016/2017.

8 D. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan sebagai berikut : Adakah Pengaruh Pemberian Layanan Konseling Kelompok Dengan Teknik Latihan Asertif Terhadap Perilaku Sibling Rivalry Siswa Kelas X SMAN 5 Medan Tahun Ajaran 2016/2017?. E. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh Pemberian Layanan Konseling Kelompok Dengan Teknik Latihan Asertif Terhadap Perilaku Sibling Rivalry Siswa Kelas X SMAN 5 Medan Tahun Ajaran 2016/2017. F. Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberi manfaat yang ditinjau dari dua segi berikut yaitu : 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan positif pada pengembangan ilmu bimbingan dan konseling khususnya bagi konselor dalam mengurangi perilaku sibling rivalry siswa serta dapat memberi pengayaan teori, khususnya yang berkaitan dengan upaya mengurangi perilaku sibling rivalry siswa melalui konseling kelompok dengan teknik latihan asertif.

9 2. Manfaat Praktis a. Bagi guru BK sekolah, penelitian ini dijadikan dasar untuk melakukan layanan bimbingan konseling di sekolah terutama dalam mengurangi perilaku sibling rivalry siswa. b. Bagi konselor, sebagai bahan masukan untuk melakukan layanan secara kelompok atau memberi perhatian khusus terhadap perilaku sibling rivalry. c. Bagi siswa, penelitian ini bermanfaat untuk mengatasi masalah siswa yang memiliki perilaku sibling rivalry serta menambah pengetahuan siswa dalam mengurangi perilaku sibling rivalrynya. d. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat berguna sebagai acuan dalam meneliti masalah yang sama dan sebagai penyempurnaan untuk penelitian selanjutnya.